Vous êtes sur la page 1sur 30

KONSEP MEDIS

A. DEFENISI
Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormone yang terjadi pada
semua kelompok umur yang menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini
dikarakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah
rendah, dan adakalanya penggelapan kulit pada kedua bagian tubuh yang terbuka dan tidak
terbuka.
Penyakit Addison terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan pasien akan kebutuhan hormone-hormon korteks adrenal. (Brunner dan Suddart
edisi 8)
Bentuk primer dari penyakit ini disebabkan oleh atrofi/ destruksi (kerusakan) jaringan
adrenal (misalnya respon autoimun, TB, infark hemoragik, tumor ganas) atau tindakan
pembedahan. (Doenges, 1993)
Bentuk sekunder adalah gangguan pada kelenjar hipofisis yang menyebabkan
penurunan sekresi/ kadar ACTH, tetapi biasanya sekresi aldosteron normal. (Doenges,
1993)
4.2. Klasifikasi
Berdasarkan tingkat keparahan , penyakit addison di bagi menjadi dua, yaitu:
1. Akut
Krisis adrenal. Terjadi apati, koma, dan nyeri epigastrik. Kadar gula darah rendah.
Keadaan ini timbul setelah terjadi trauma, hipotensi berat dan sepsis.
Yang lebih jarang, keadaan ini bisa timbul pada pasien yang sebelumnya (dalam waktu 1-
1,5 tahun) atau baru-baru saja mendapat pengobatan kortikosteroid dimana terdapat trauma,
pembedahan atau infeksi akut, atau saat penghentian gangguan steroid. Bisa timbul setelah
pembedahan untuk mengangkat adrenal pada sindrom cussing, atau pada pengobatan kanker
payudara kecuali jika dilakukan terapi penggantian yang adekuat.
2. Kronis
Terdapat kelemahan dan kelelahan yang onsetnya perlahan-lahan disertai gejala
gastrointestinal berupa anoreksia, penurunan berat badan dan diare. Hipotensi sering kali
postural, dan takikardia timbul pada tahap lanjut dari penyakit. Hiperpigmentasi terjadi pada
tempat yang terpapar matahari, daerah yang mengalami gesekan, lipatan tangan dan mukosa
bukal.
Insufisiensi adrenal kronis (penyakit addison) jarang terjadi (prevelansinya di Inggris
4/100.000) dan yang termasuk penyebabnya adalah : distruksi adrenal autoimun; infiltrasi
adrenal dengan kanker sekunder, hodgkin, atau jaringan leukimik; destruksi TB,
hemokromatosis, amiloidosis, histoplasmosis yang sering dijumpai. Bisa berhubungan
dengan penyakit auto imun lain yang spesifik-organ, khususnya tiroiditis hasimoto (sindrom
schmidt).
Keadaan ini bisa timbul sekunder akibat hipopituitarisme selama pengobatan TB
adrenal (atau renal) dan pada sindrom adreno genital. (David rubenstein. 2007)
4.3. Etiologi
Etiologi dari penyakit Addison bentuk primer :
a) Infeksi kronis, terutama infeksi-infeksi jamur
b) Sel-se kanker yang menyebar dari bagian-bagian lain tubuh ke kelenjar-kelenjar adrenal
c) Amyloidosis (sekelompok keadaan yang di cirikan oleh penimbunan protein fiblirer yang
tidak larut dalam berbagai organ)
d) pengangkatan kelenjar-kelenjar adrenal secara operasi
Etiologi dari penyakit Addison bentuk sekunder :
a) Tumor-tumor atau infeksi-infeksi dari area
b) Kehilangan aliran darah ke pituitary
c) Radiasi untuk perawatan tumor-tumor pituitary
d) operasi pengangkatan bagian-bagian dari hypothalamus
e) operasi pengangkatan kelenjar pituitary
Penyebab lain dari ketidakcukupan adrenal sekunder adalah operasi pengangkatan
dari tumor-tumor yang jinak atau yang tidak bersifat kanker dari kelenjar pituitary yang
memproduksi ACTH (Penyakit Cushing). Pada kasus ini, sumber dari ACTH secara tiba-tiba
diangkat, dan hormon pengganti harus dikonsumsi hingga produksi ACTH dan cortisol yang
normal pulih kembali.
Pada satu waktu, kebanyakan kasus penyakit addison adalah merupakan komplikasi
dari TBC. Saat ini, 70% dianggap idiopatik. Sejak satu setengah hingga dua per tiga klien
dengan Addison idiopatik memiliki sirkulasi antibody yang bereaksi secara spesifik
menyerang jaringan adrenal, kondisi ini mungkin merupakan suatu dasar autoimun. Sebagai
tambahannya, beberapa kasus penyakit Addison disebabkan oleh neoplasma, amyloidosis,
atau infeksi jamur sistemik.
Insufisiensi adrenal primer itu jarang. Insiden dan prevalen di USA tidak diketahui.
Penyakit ini mengenai orang dengan segala macam tingkat usia dan menyerang baik laki-laki
maupun perempuan.
Insufisiensi adrenal primer disebabkan oleh hipofungsi kelenjar adrenal. 75% penyakit
Addison primer terjadi sebagai proses autoimun. Insufisiensi adrenal umumnya terlihat pada
orang dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). 20% penyakit Addison
dikarenakan oleh TBC. Metastasisnya dari paru, payudara, saluran GI, melanoma, atau
lymphoma (kelainan neuplastik jaringan limfoid).
Insufisiensi adrenal sekunder adalah hipofungsi dari unit pituitary-hipotalamus.
Umumnya kebanyakan menyebabkan perawatan kronik dengan menggunakan glukokortikoid
untuk yang kasus nonendokrin. Penyebab lain termasuk adrenalectomy bilateral, hipopituitari
menghasilakan penurunan sekresi ACTH oleh kelenjar pituitary, tumor pituitary atau infark,
dan radiasi.
4.4. Patofisiologi
Penyakit Addison, atau insufisiensi adrenokortikol, terjadi bila fungsi korteks adrenal
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks adrenal.
Atrofi autoimun atau idiopatik pada kelenjar adrenal merupakan penyebab pada 75% kasus
penyakit Addison (Stren & Tuck, 1994). Penyebab lainnya mencakup operasi pengangkatan
kedua kelenjar tersebut. Tuberkolosis (TB) dan hitoplasmosis merupakan infeksi yang paling
sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun
kerusakan kelenjar adrenal akibat proses autoimun telah menggantikan tuberkolosis yang
terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi ini ke dalam
daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan
menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi
hormon adrenokortikol yang akan menekan respond normal tubuh terhadap keadaan stress
dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid
setiap hari selama 2 hingga 4 hingga dapat menekan fungsi korteks adrenal; oleh sebab itu,
kemungkinan penyakit Addison harus diantisipsi pada pasien yang mendapat pengobatan
kortikosteroid. (Brunner & Suddart, 2002)
4.5. Tanda dan gejala
a. Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, hausea, muntah, BB menurun, hipotensi, dan
hipoglikemi.
b. Astenia (gejala cardinal) : kelemahan yang berlebih
c. Hiperpiqmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena sinar matahari,
biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku
d. Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan
e. Hipotensi arterial (td : 80/50 mmHg/kurang)
f. Abnormalitas fungsi gastrointestinal
Dengan berlanjutnya penyakit yang disertai hipotensi akut sebagai akibat dari
hipokortikoisme, pasien akan mengalami krisis addisonian yang ditandai oleh sianosis,
panas dan tanda-tanda klasik syok: pucat, perasaan cemas, denyut nadi cepat dan lemah,
pernapasan cepat serta tekanan darah rendah. Disamping itu, pasien dapat mengeluh sakit
kepala, mual, nyeri abdomen serta diare, dan memperlihatkan tanda-tanda kebingungan serta
kegelisahan. Bahkan aktivitas jasmani yang sedikit berlebihan, terpajan udara dingin, infeksi
yang akut atau penurunan asupan garam dapat menimbulkan kolaps sirkulasi, syok dan
kematian jika tidak segera diatasi. Stres pembedahan atau dehidrasi yang terjadi akibat
persiapan untuk berbagai pemeriksaan diagnostik atau pembedahan dapat memicu krisis
addisonian atau krisis hipertensif. (Brunner & Suddart, 2002)
4.6. Komplikasi
a. Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
b. Kolaps sirkulasi
c. Dehidrasi
d. Hiperkalemiae
e. Sepsis
f. Ca. Paru
g. Diabetes mellitus

4.7. Penatalaksanan
1. Penatalaksanaan ditinjau dari tingkat keparahan:
a. Kegagalan adrenal kronis: penggantian glukokortikoid dengan hidrokortison 20 mg/hari
dalam dosis terbagi, ditambah dengan terapi terhadap infeksi atau penyakit penyrta, atau
pembedahan. Pengganti mineralokortikoid (fludrokortison) hanya dilakukan pada kegagalan
adrenal primer.
b. Kegagalan adrenal akut: merupakan sebuah kegawat daruratan medis. Cairan intravena
(NaCL fisiologis) dalam jumlah besar dan hidrokortison diberikan dengan dosis yang tinggi.
Faktor pemicu (infeksi dan lain-lain) ditangani. Pantau kadar elektrolit dan glukosa. (Patrick
davey, 2005)
2. Penatalaksanaan secara medic
a. Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5 –
50 mg/hr
b. Hidrokortison (solu – cortef) disuntikan secara IV
c. Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol
d. Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline
e. Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral
3. Penatalaksanaan secara keperawatan
a. Monitoring ketat TTV klien ketika penyakitnya telah terdiagnosa. Check nadi, paling tidak
setiap 4 jam. Laporkan penurunan tekanan darah dan perubahan ortostatik.
b. Ketika terjadi rehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit terdeteksi, kaji manifestasi dari
meningkatnya vitalitas fisik dan emosionalnya. Kaji pada lokasi di mana terdapat penekanan
pada tulang, pada klien yang imobilisasi, untuk mencegah dekubitus. Dengan berbagai
macam terapi, maka kelesuan dan kelemahan seharusnya berangsur-angsur berkurang dan
akhirnya menghilang.
c. Monitoring untuk pajanan suhu dingin dan infeksi. Segera laporkan pada dokter jika
manifestasi dari infeksi berkembang, misalnya sakit tenggorokan atau rasa terbakar saat
berkemih. Ingat, klien dengan penyakit Addison tidak dapat mentolerir stress. Infeksi akan
menambahi beban stress pada tubuh, butuh lebih tinggi pada level kortisol selama infeksi
terjadi.
d. Kaji manifestasi dari ketidakseimbangan sodium dan potassium. Berat badan harian
mengindikasikan pengukuran obyektif dari bertambahnya BB, atau bahkan menurunnya BB.
Jika terapi penggantian steroid tidak adekuat, kehilangan sodium dan retensi potassium
dikoreksi terus. Jika dosis steroid terlalu tinggi, kelebihan jumlah sodium dan air
dipertahankan, dan ekskresi potassium yang tinggi.
4.8. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium :
a. Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan hiponatrium)
b. Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)
c. Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
d. Penurunan kadar kortisol serum
e. Kadar kortisol plasma rendah
2. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di adrenal
a. CT Scan
Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya dengan
insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan dan non malignan
dan hemoragik adrenal
b. Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder
akibat adanya abnormalitas elektrolik
c. Tes stimulating ACTH
Cortisol adarah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari ACTH
diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendek cepat. Penyukuran cortisol
dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan
tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin.
d. Tes Stimulating CRH
Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH
“Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal. Pada tes ini,
CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90
dan 120 menit setelah suntikan. Pasien – pasien dengan ketidak cukupan adrenal seunder
memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak hadir / penundaan respon – respon ACTH.
Ketidakhadiran respon – respon ACTH menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu
penundaan respon ACTH menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
4.1. Data dasar pengkajian pasien
1. Data Demografi
entitas pasien: nama, alamat, umur (semua usia), jenis kelamin (laki-laki dan perempuan).
2. Riwayat penyakit
a. Penyakit sekarang
Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada gejala awal :
kelemahan, fatiquw, anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia
(gejala cardinal). Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila
berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm/Hg)
b. Penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia maupun Ca paru,
payudara dan limpoma.
c. Penyakit keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama /
penyakit autoimun yang lain.
3. Pemeriksaan Fisik (ADL)
a. Aktivitas/istirahat
Gejala:
- Lelah, nyeri/kelemahan pada otot (terjadi perburukan setiap hari)
- Tidak mampu beraktivitas atau bekerja.
Tanda:
- Peningkatan denyut jantung/denyut nadi aktivitas yang minimal. Penurunan kekuatan dan
rentang gerak sendi.
- Depresi, gangguan kosentrasi, penurunan inisiatif/ide.
- Latergi.
b. Sirkulasi
Tanda:
- Hipotensi termasuk hipotensi postural.
- Takikardia, disritmia, suara jantung melemah.
- Nadi perifer melemah.
- Pengisisan kapiler memanjang.
- Ekstermitas dingin, sianosis, dan pucat. Membran mukosa hitam keabu-abuan
(peningkatan pigmentasi).
c. Integritas ego
Gejala:
- Adanya riwayat faktor stres yang baru dialami, termasuk sakit fisik/pembedahan,
perubahan gaya hidup.
- Ketidakmampuan menghadapi stres.
Tanda:
- Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.
d. Eleminasi
Gejala:
- Diare sampai dengan adanya kontipasi
- Kram abdomen.
- Perubahan frekuensi dan karateristik urine.
Tanda:
- Diuresis yang diikuti dengan oliguria.
e. Makanan/cairan
Gejala:
- Anoreksia berat (gejala utama), mual/muntah
- Kekurangan zat garam
- Berat badan menurun dengan cepat.
Tanda:
- Turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
f. Neurosensori
Gejala:
- Pusing, sinkope (pingsan sejenak), gemetar.
- Sakit kepala yang berlangsung lama yang diikuti oleh diaforesis, kelemahan otot.
- Penurunan toleransi terhadap keadaan dingin atau stres. Kesemutan/baal/lemah.
Tanda:
- Disorentasi terhadap waktu, tempat, dan ruang (karna kadar natrium rendah), latergi,
kelemahan mental, peka rangsang, cemas, koma (dalam keadaan krisis)
- Parastesia, paralisis (gangguan fungsi motorik akibat lesi), astenia (pada keadaan krisis).
- Rasa kecap/penciuman berlebihan, ketajaman pendengaran meningkat.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala:
- Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala.
- Nyeri tulang belakang, abdomen, ekstermitas (pada keadaan krisis).
h. Pernapasan
Gejala:
- Dipsnea
Tanda:
- Kecepatan pernapasan meningkat, takipnea, suara napas, krakel, ronki (pada keadaan
infeksi)
i. Keamanan
Gejala:
- Tidak toleran terhadap panas, cuaca (udara) panas.
Tanda:
- Hiperpigmentasi kulit (coklat, kehitaman karena kena sinar matahari atau hitam seperti
perunggu) yang menyeluruh atau berbintik-bintik.
- Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermia (keadaan krisis).
- Otot menjadi kururs
- Gangguan tidak mampu berjalan.
j. Seksualitas
Gejala:
- Adanya riwayat menopouse dini, amenorea.
- Hilangnya tanda-tanda seks sekunder (misal: berkurangnya rambut-rambut pada tubuh
terutama pada wanita.
- Hilangnya libido.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:
- Adanya riwayat keluarga DM, TB, kanker
- Adanya riwayat tiroiditis, DM, TB, anemia pernisiosa.
Pertimbangan:
- DRG menunjukkan rerata lama dirawat; 4,3 hari.
Rencana pemulangan
- Membutuhkan bantuan dalam hal obat, aktivitas sehari-hari, mempertahankan
kewajibannya.
l. Pemerikasaan diagnostik
Kadar hormon
- Kortisol plasma: menurun dengan tanpa respond pada pemberian ACTH secara IM
(primer)atau ACTH secara IV.
- ACTH: meningkat secara mencolok (pada primer) atau menururn (sekunder).
- ADH: meningkat.
- Aldesteron: menurun.
- Elektrolit: kadar dalam serum mungkin normal atau natrium sedikit menururn, sedagkan
kalium sedikit meningkat. Walaupun demikian, natrium dan kalium yang abnormal dapat
terjadi sebagai akibat tidak adanya aldesteron dan kekurangan kortisol (mungkin sebagai
akibat dari krisis).
- Glukosa: hipoglikemia.
- Ureum/kreatinin: mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi ginjal).
- Analisis gas darah: asidosis metabolik.
- Eritrosit: normositik, anemia normokromik (mungkin tidak nyata/terselubung dengan
penurunan volume cairan) dan hematokrit meningkat (karena hemokosentrasi). Jumlah
limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat.
- Sinar x: jantung kecil, klasifikasi kelenjar adreanal, atau TB (paru, ginjal) mungkin akan
ditemukan. (Doenges, Marilynn. 2000)
4.2. Diagnosa dan intervensi
a. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output.
2. Nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d metabolism lemak abnormal
3. Kelelahan b/d penurunan produksi energy metabolisme
4. Resiko tinggi penurunan curah jantung b/d menurunnya volume sirkulasi
5. Harga diri b/d hiperpigmentasi pada kulit dan membrane mukosa
6. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan kognitif
b. Intervensi
1. Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output.
Tujuan :
- Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit setelah dilakukan
perawatan 1X24 jam.
Kriteria hasil:
- Pengeluaran urin normal 1cc/kgBB/jam
- TTV normal (N: 80-100x/menit, S: 36,5-370C, TD:110-120/70-80 mmHg)
- Turgor kulit elastic
- Rasa haus hilang
- Warna kulit tidak pucat
No Intervensi Rasional
1. Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah Hipotensi postural merupakan bagian
pada perubahan posisi, kekuatan dari nadidari hipovolemia akibat kekurangan
perifer hormone aldosteron dan penurunan curah
jantung sebagai akibat dari penurunan
kolesterol
2 Ukur dan timbang BB klien Memberikan pengganti volume cairan
dan keefektifan pengobatan, peningkatan
BB yang cepat disebabkan oleh adanya
retensi cairan dan natrium yang
berhubungan dengan pengobatan steroid.
3. Berikan perawatan mulut secara teratur. Membantu menurunkan rasa tidak
nyaman akibat dari dehidrasi dan
mempertahankan kerusakan membrane
mukosa
4. Kolaborasi: Cairan NaCl 0,9 % Mungkin kebutuhan cairan pengganti 4 –
6 liter, dengan pemberian cairan NaCl 0,9
% melalui IV 500 – 1000 ml/jam, dapat
mengatasi kekurangan natrium yang sudah
terjadi.
5. Kolaborasi: Berikan obat sesuai dosis. Dosis hidrokortisol yang tinggi
a) Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef)mengakibatkan retensi garam berlebihan
100 mg intravena setiap 6 jam untuk 24 yang mengakibatkan gangguan tekanan
jam, Mineral kartikoid, flu dokortisan,darah dan gangguan elektrolit.
deoksikortis 25 – 30 mg/hr peroral.
6. Kolaborasi: beri dextros. Dapat menghilangkan hipovolemia
2.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d hipoglikemia..
Tujuan :
- Kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat setelah dilakukan intervensi selama 1X24 jam.
Kriteria hasil:
- Mempertahankan berat badan stabil, bebas dari tanda malnutrisi.
N Intervensi Rasional
o
1. Kaji riwayat nutrisi Mengidentifikasi defisiensi,
menduga kemungkinan intervensi.
2. Timbang BB setiap hari Anorexia, mual, muntah, kehilangan
pengaturan metabolisme oleh
kortisol terhadap makanan dapat
mengakibatkan penurunan berat
badan dan terjadinya malnutrisi.
3. Diskusikan makanan yang Dapat maningkatkan masukan,
disukai oleh pasien dan meningkatkan rasa partisipasi.
masukan dalam diet murni.
4. Anjurkan klien makan sedikit Makan sedikit dapat menurunkan
tapi sering. kelemahan dan meningkatkan
pemasukan juga mencegah distensi
gaster.
5. Berikan lingkungan yang Perlu bantuan dalam perencanaan
nyaman untuk makan, diet yang memenuhi kebutuhan
misalnya bebas dari bau tidak nutrisi.
sedap
6. Kolaborasi: Rujuk ke ahli gizi Dapat maningkatkan masukan,
meningkatkan rasa partisipasi

DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol 2. Jakarta: EGC
Guyton. 2012. Fisiologi Manusia & Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC
Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga
Doenges, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Rubeinstein, David, dkk. 2007. Kedokteran klinis. Jakarta: EGC
3.3 Diagnosa Keperawatan

a. Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d hipoglikemia.

c. Intoleransi aktivitas b/d malaise, keletihan

d. Gangguan harga diri b/d hiperpigmentasi pada kulit dan membrane mukosa

e. Nyeri akut b/d spasme otot abdomen

f. Perubahan proses pikir b/d glukosa otak menurun.

g. Kurangnya pengetahuan b/d cara pengobatan dengan steroid

3.4 Intervensi dan Rasional

a. Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output.

Tujuan : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit setelah dilakukan
perawatan 1X24 jam.

KH : -pengeluaran urin normal 1cc/kgBB/jam

- TTV normal (N: 80-100x/menit, S: 36,5-370C, TD:110-120/70-80 mmHg)

- Turgor kulit elastic

- Rasa haus hilang

- CRT <2”

- Membran mukosa lembab

- Warna kulit tidak pucat

- BB ideal (TB 100) – 10% (TB – 100) – H

- Hasil lab:

- Ht : W = 37 – 47 %

- L = 42 – 52 %

- Ureum = 15 – 40 mg/dl

- Natrium = 135 – 145 mEq/L

- Calium = 3,3 – 5,0 mEq/L


- Kretanium = 0,6 – 1,2 mg/dl

Intervensi Rasional

1. Pantau TTV, catat perubahan 1. Hipotensi postural merupakan


tekanan darah pada perubahan bagian dari hipovolemia akibat
posisi, kekuatan dari nadi perifer. kekurangan hormone aldosteron
dan penurunan curah jantung
sebagai akibat dari penurunan
kolesterol.

2. Ukur dan timbang BB klien

2. Memberikan pengganti volume


cairan dan keefektifan
pengobatan, peningkatan BB yang
3. Berikan perawatan mulut secara cepat disebabkan oleh adanya
teratur. retensi cairan dan natrium yang
berhubungan dengan pengobatan
steroid.

4. Kolaborasi: Cairan NaCl 0,9 %


3. Membantu menurunkan rasa tidak
nyaman akibat dari dehidrasi dan
mempertahankan kerusakan
membrane mukosa
5. Kolaborasi: Berikan obat sesuai
dosis.

4. mungkin kebutuhan cairan


a) Kartison (ortone) / hidrokartison pengganti 4 - 6 liter, dengan
(cortef) 100 mg intravena setiap 6 jam pemberian cairan NaCl 0,9 %
untuk 24 jam, Mineral kartikoid, flu melalui IV 500 - 1000 ml/jam,
dokortisan, deoksikortis 25 – 30 mg/hr dapat mengatasi kekurangan
peroral.
natrium yang sudah terjadi.

6. Kolaborasi: beri dextros.

5. Dosis hidrokortisol yang tinggi


mengakibatkan retensi garam
berlebihan yang mengakibatkan
gangguan tekanan darah dan
gangguan elektrolit.

6. Dapat menghilangkan
hipovolemia

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d hipoglikemia..

Tujuan : kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat setelah dilakukan intervensi selama 1X24
jam.

KH : - Mempertahankan berat badan stabil, bebas dari tanda malnutrisi.

Intervensi Rasional

1. Kaji riwayat nutrisi 1. Mengidentifikasi defisiensi,


menduga kemungkinan intervensi.

2. Timbang BB setiap hari 2. Anorexia, mual, muntah,


kehilangan pengaturan
metabolisme oleh kortisol terhadap
makanan dapat mengakibatkan
1. Diskusikan makanan yang disukai penurunan berat badan dan
oleh pasien dan masukan dalam terjadinya malnutrisi.
diet murni.

3. Dapat maningkatkan masukan,


meningkatkan rasa partisipasi.
4. Anjurkan klien makan sedikit tapi
sering.

1. Makan sedikit dapat menurunkan


kelemahan dan meningkatkan
5. Berikan lingkungan yang nyaman pemasukan juga mencegah distensi
untuk makan, misalnya bebas dari gaster.
bau tidak sedap,

6. Kolaborasi: Rujuk ke ahli gizi. 1. Perlu bantuan dalam perencanaan


diet yang memenuhi kebutuhan
nutrisi.

1. Dapat maningkatkan masukan,


meningkatkan rasa partisipasi.

c. Intoleransi aktivitas b/d malaise dan keletihan

Tujuan : Klien kembali dapat melakukan aktivitas dengan baik.

KH : Klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri


Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat kelemahan 1. a. Pasien biasanya telah mengalami penurunan


klien dan identifikasi tenaga kelemahan otot, terus memburuk setiap
aktifitas yang dapat hari karena proses penyakit dan munculnya
dilakukan oleh klien. ketidakseimbangan natrium kalium.

1. Mendorong aktivitas sambil


2. Atur interval waktu memberikan kesempatan untuk
antar aktivitas untuk mendapatkan istirahat yang adekuat.
meningkatkan istirahat
dan latihan yang dapat
ditolerir.
2. Memberi kesempatan pada pasien untuk
berpartisipasi dalam aktivitas perawatan
diri.
3. Bantu aktivitas
perawatan mandiri
ketika pasien berada
dalam keadaan lelah. 1. Meningkatkan perhatian tanpa
terlalu menimbulkan stress pada
pasien.

4. Berikan stimulasi
melalui percakapan dan
aktifitas yang tidak
menimbulkan stress. 1. Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas
yang berlebihan atau kurang.

5. Pantau respons pasien


terhadap peningkatan
aktifitas 1. Klien akan dapat melakukan aktivitas lebih
banyak dengan mengurangi pengeluaran tenaga
pada setiap kegiatan yang dilakukan.

6. Diskusikan dengan
klien cara penghematan
tenaga, misalnya duduk
lebih baik dari pada
berdiri.
d. Gangguan harga diri b/d hiperpigmentasi pada kulit dan membrane mukosa, penurunan BB

Tujuan : Klien dapat menerima situasi dirinya.

KH : Klien mengungkapkan perasaan dan metode koping untuk persepsi negatif tentang
perubahan penampilan, dan menyatakan penerimaan pada situasi diri.

Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat pengetahuan pasien 1. Mengidentifikasi luas masalah dan


tentang kondisi dan pengobatan. perlunya intervensi.

2. Diskusikan arti perubahan pada 2. Beberapa pasien memandang situasi


pasien. sebagai tantangan, beberapa sulit
menerima perubahan
hidup/penampilan peran dan
kehilangan kemampuan control tubuh
sendiri.
1. Anjurkan orang terdekat
memperlakukan pasien secara normal
dan bukan sebagai orang cacat.
3. Menyampaikan harapan bahwa pasien
mampu untuk mangatur situasi dan
membantu untuk mempertahankan
perasaan harga diri dan tujuan hidup.
1. Sarankan klien untuk mengunjungi
seseorang yang penyakitnya telah
terkontrol dan gejalanya telah
berkurang. 4. Klien lebih terdorong untuk tetap
optimis dalam menjalani perawatan
dan pengobatannya.

2. Kolaborasi: Rujuk ke perawatan


kesehatan. Contoh: kelompok
pendukung. 1. Memberikan bantuan tambahan untuk
manajemen jangka panjang dari
perubahan pola hidup.

e. Nyeri akut b/d spasme otot abdomen

Tujuan : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda munculnya nyeri setelah dilakukan


intervensi 1X24 jam.

KH : - Klien menyatakan nyeri berkurang

- TTV dalam batas normal (N: 80-100x/menit, S: 36,5-370C, TD:110-120/70-80


mmHg, RR: 20-24X/menit)

- Klien tidak menyeringai karena nyeri.

Intervensi Rasional

1. Beri penjelasan pada klien tentang 1. Meningkatkan pengetahuan klien


penyebab nyeri dan proses dan keluarga, serta agar klien lebih
penyakit. kooperatif terhadap tindakan yang
dilakukan.

2. Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik


verbal maupun non verbal, catat 2. Bermanfaat dalam mengevaluasi
lokasi, intensitas (skala 0-10), dan nyeri, menentukan pilihan
lamanya. intervensi, menentukan efektifitas
terapi.

3. Anjurkan klien untuk


menggunakan teknik-teknik 3. Membantu untu memfokuskan
relaksasi. kembali perhatian dan membantu
klien untuk mengatasi nyeri/ rasa
tidak nyaman secara lebih efektif.

f. Perubahan proses pikir b/d glukosa otak menurun.

Tujuan : dalam 3x24 jam neurosis, depresi, dan disorientasi berkurang.

KH : Klien mampu mempertahankan tingkat orientasi realita sehari-hari, mengenali


perubahan pada pemikiran dan tingkah laku.

Intervensi Rasional

1. Evaluasi tingkat stress individu dan


hadapi dengan tepat

1. Panggil pasien dengan namanya.

1. Catat perubahan siklik dalam


mental/tingkah laku. Ikutsertakan
dalam latihan rutin dan program
aktivitas.
1. Dukung keikutsertaan pasien dalam
perawatan diri sendiri.

2. Tingkat stress mungkin dapat


meningkat dengan pesat karena
perubahan yang baru, sedang atau
telah terjadi.

3. Untuk menolong mempertahankan


orientasi.

4. Penelitian menunjukkan bahwa


penarikan diri dan pasien yang tidak
aktif memiliki resiko yang lebih besar
untuk mengalami kebingungan.

5. Pilihan merupakan komponen yang


diperlukan dalam kehidupan sehari-
hari.

g. Kurangnya pengetahuan b/d cara pengobatan dengan steroid

Tujuan : Klien dapat menjelaskan mengenai penyakitnya

KH : - Klien dapat mengungkapkan pemahaman terhadap penyakit dan pengobatannya

- Dapat mengidentifikasi tanda dan gejala penyakit

- Dapat mengidentifikasi keadaan yang membuat stress

- Berpartisipasi dalam program pengobatan


Intervensi Rasional

1. Tinjau ulang keadaan penyakit dan 1. Memberikan pengetahuan pada klien


harapan masa depan. berdasarkan informasi.

2. Anjurkan klien untuk 2. Aktivitas fisik yang tidak teratur dapat


mempertahankan jadwal yang teratur meningkatkan kebutuhan hormone.
dalam makan, tidur, dan latihan.

3. Meningkatkan penerimaan terhadap


3. Jelaskan alasan pemberian obat dan memberikan kesempatan
kortikosteroid dan efeknya. untuk mengenali perubahan secara
dini. Serta mencegah munculnya
masalah di masa datang.

4. Tinjau ulang tentang terapi hormone


pengganti dan perlunya 4. Membantu pasien memahami situasi
memahamijadwal pengobatan yang pengobatan sehingga dapat
tepat. meningkatkan kerja sama dalam terapi/
pengobatan.

5. Membatasi/ mengendalikan sumber


stress. 5. Stress dapat meningkatkan kebutuhan
hormone.

6. Tekankan pentingnya menghindari


sumber infeksi 6. Resiko terjadinya infeksi dapat
memungkinkan berkembangnya
penyakit dan mengancam kehidupan
klien.

7. Diskusikan pentingnya evaluasi ulang


mengenai pengobatan secara teratur.
7. Untuk memudahkan pengendalian
terhadap kondisi kronis dan
pencegahan terhadap komplikasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.

2. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan muntah.

3. Riwayat Penyakit Saat Ini


Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada gejala awal :
kelemahan, fatiq, anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia
(gejala cardinal). Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila
berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm/Hg)

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia maupun Ca paru,
payudara dan limpoma

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama /
penyakit autoimun yang lain.

6. Pemeriksaan Fisik (Review of System)


B1 (Breath)
Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu pernapasan
(dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung, Terdapat pergesekan dada tinggi, resonan,
terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi.

B2 (Blood)
Ictus kordis tidak tampak, Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra, redup,
suara jantung melemah.

B3 (Brain)
Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi disorientasi waktu, tempat,
ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsangan, cemas,
koma (dalam keadaan krisis).

B4 (Bladder)
Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik urin.

B5 (Bowel)
Diare sampai terjadi konstipasi, kram abdomen
B6 (Bone)
- Ekstremitas atas : terdapat nyeri
- Ekstremitas bawah : terdapat nyeri
- Penurunan tonus otot

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan berhubngan dengan kelebihan natrium dan kehilangan cairan
melalui ginjal
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual/muntah
3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolisme, perubahan kimia
tubuh, ketidakseimbangan cairan elektrolit, dan glukosa
4. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan menurunnya lairan
darah vena dan berubahnya kecepatan, irama dan konduksi jantung

3.3 Intervensi Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelebihan natrium dan kehilangan cairan
melalui ginjal
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien dapat
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria Hasil :
- Pengeluaran urin adekuat (1cc/kgBB/jam0
- TTV dalam batas normal (N:80-100 x/mnt S: 36-370C , TD: 120/80 mmHg
- CRT < 3 det
- Turgor kulit elastis
- Membrane mukosa lembab
- Warna kulit tidak pucat
- Rasa haus tidak ada
- BB ideal: (TB-100)-10%(TB-100)

Intervensi Rasional
- Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pd- Hipotensi postural merupakan bagian hipovolemia
perubahan posisi, kekuatan dari nadi perifer akibat kekurangan hormon aldosteron dan
penurunan curah jantung sebagai akibat dari
penurunan kortisol. Nadi mungkin melemah yang
dengan mudah dapat menghilang
- Ukur dan timbang BB setiap hari
- Memberikan perkiraan kebutuhan akan
- Kaji pasien mengenai adanya rasa haus, kelelahan, penggantian volume cairan dan keefektifan
nadi jelek, membran mukosa kering dan catat warna pengobatan
- Untuk mengidentasikan berlanjutnya hipovolemia
kulit dan temperatur
- Periksa adanya perubahan dalam status mental dan dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti
sensori.
- Dehidresi berat menurunkan curah jantung dan
- Auskultasi bising usus. Catat dan laporkan adanya perfusi jaringan terutama jaringan otak
- Kerusakan fungsi saluran cerna dapat
mual, muntah dan diare.
meningkatkan kehilamgan cairan dan elektrolit
mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan
nutrisi
- Berikan perawatan mulut secara teratur
- Membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibatt
dehidrasi dan mempertahankan kerusakan
- Anjurkan cairan oral diatas 3000ml/hari sesegera membran mukosa
- Adanya perbaikan pada saluran cerna dan
mungkin sesuai dengan kemampuan klien-tanda
kembalinya fungsi saluran cerna tsb
kelelahan, krekels, udema dan peningkatan
memungkinkan untuk memberikan cairan dan
frekuensi jantung
- Observasi adanya tanda-tanda kelelahan, krekels, elektrolit melalui oral
edema.
- Peningkatan cairan yang cepat dpt menimbulkan
- Kolaborasi : osmolalitas serum, natrium, dan GJK pd adanya regangan jantung
- Adanya peningkatan merupakn indikasi adanya
kalium
dehidrasi, hiponatremia indikasi kehilangan urine
berlebih sementara kalium tertahan dapat
mengakibatkan hiperkalemia

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual/muntah


Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi klien
kembali adekuat.
Kriteria Hasil :
- Tidak ada mual muntah
- BB ideal (TB-100)-10%(TB-100)
- Anoreksia (-)
- Bising usus: 5-12x/mnt
- TTV dalam batas normal (N: 80-100x/mnt, TD: 120/80mmHg, S: 36-370C, RR 16-24
x/menit)

Intervensi Rasional
- Catat adanya kulit yang dingin atau basah,- Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda
perubahan tingkat kesadaran, nadi yang cepat, nyeri tersebut mungkin perlu pemberian glukosa dan
kepala, sempoyongan pemberian tambahan glukokortikoid
- Dapat meningkatkan napsu makan dan
- Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan
memperbaiki masukan makanan
contoh bebas dari bau tidak sedap, tidak terlalu
ramai, udara yang tidak nyaman
- Perencanaan menu yang disukai dapat
- Berikan informasi tentang menu pilihan
menstimulasi napsi makan dan meningkatkan
pemasukan makanan
- Pertahankan status puasa sesuai indikasi
- Mengistirahatkan gastrointestinal, mengurangi rasa
tidak enak dan kehilangan cairan dan elektrolit b.d
muntah
- Lakukan pemeriksaan terhadap kadar gula darah
- Mengkaji kadar gula darah dan kebutuhan terapi,
sesuai indikasi
jika menurun sebaiknya pemberian glukokortikoid
dikaji kembali
- Berikan glukosa IV dan obat-obatan sesuai indikasi- Memperbaiki hipoglikemia, memberi sumber
energi untuk fungsi seluler

3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolisme, perubahan kimia


tubuh, ketidakseimbangan cairan elektrolit, dan glukosa
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien dapat beraktivitas
secara normal
Kriteria Hasil :
- Menyatakan mampu untuk beristirahat
- Peningkatan tenaga
- Mnunjukkan peningkatan kemampuan
- Berpartisipasi dalam aktivitas
- TTV dalam batas normal (N: 80-100x/mnt, TD: 120/80mmHg, S: 36-370C, RR 16-24
x/menit)
Intervensi Rasional
- Kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi- Pasien biasanya telah mengalami penurunan
aktivitas yang dapat dilakukan klien tenaga, kelelahan otot menjadi terus memburuk
- Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan
setiap hari
aktivitas. Obsv adanya takikardia, hipotensi perifer- Kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai akibat
yang dingin sterss aktivitas jika curah jantung terus meningkat
- Sarankan pasien untuk menentukan masa/periode- Mengurangi kelelahan dan mencegah ketegangan
antara istirahat dan melaukan aktivitas pada jantung
- Diskusikan cara menghemat tenaga
- Pasien akan dapat melakukan lebih banyak
kegiatan dengan mengurangi pengeluaran tenaga
pada setiap kegiatan yang di lakukannya

4. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan menurunnya lairan
darah vena dan berubahnya kecepatan, irama dan konduksi jantung
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, menunjukkan curah
jantung yang adekuat.
Kriteria Hasil :
- TTV dalam batas normal (N: 80-100x/mnt, TD: 120/80mmHg, S: 36-370C, RR 16-24
x/menit)
- Nadi perifer teraba dengan baik
- Pengisian kapiler cepat dan statua mental baik
Intervensi Rasional
- Pantau tanda vital : Fj, irama jantung, dan catat - Peningkatan Fj merupakan manifestasi awal
adanya disratmia sebagai kompensasi hipovolemia dan kegagalan
otot jantung
- Lakukan pengukuran CVP
- CVP memberikan gambaran pengukuran yang
langsung terhadap volume cairan dan
- Pantau suhu tubuh catat bila ada yang mencolok
berkembangnya komplikasi
dan tiba-tiba - Hiperpireksia yang tiba-tiba dapat terjadi yang di
ikuti oleh hipotermia sebagai akibat dari
ketidakseimbangan hormonal, cairan, dan elektrolit
- Teliti adanya perubahan mental dan laporkan
yang mempengaruhi FJ dan curah jantung
adanya perubahan nyeri pada abdomen, daerah- Perubahan mental merup[akan cerminan dari
punggung dan kaki penurunan curah jantung/serebral/ dan perfusi
- Ukur jumlah haluaran urine
perifer/ serangan hipoglikemia
- Walaupun biasanya ada poliuria, penurunan
haluaran urine menggambarkan penurunan perfusi
- Kolaborasi :
ginjal oleh penurunan curah jantung
Berikan cairann, darah, larutan Nacl, dan volume
ekspander melalui IV sesuai kebutuhan Dapat memperbaiki volume sirkulasi

Berikan pengobatan sesuai indikasi, vassopresor

Peningkaran tahanan vaskuler perifer dan arus balik


Berikan O2
vena akan meningkatkan curah jantung/TD

Kadar oksigen yang maksimal dapat membantu


menurunkan kerja jantung.

Vous aimerez peut-être aussi