Vous êtes sur la page 1sur 2

Analisis Singkat Melalui Matriks Kultur Hofstede

Menurut Geertz Hofstede, untuk menganalisis kultur masyarakat mengenai


cara berkomunikasi seperti apa yang akan diterima masyarakat tersebut,
digunakan Matriks Kultur yang terdiri dari:

1. High context culture vs low context culture

2. Individualism vs collectivism

3. High power distance vs low power distance

4. High uncertainty avoidance vs low uncertainty avoidance

5. Masculinity vs femininity

6. Relationship oriented vs task oriented

Menurut analisis saya, dalam matriks tersebut, Indonesia tergolong negara


yang memiliki high context culture, collectivism, high power distance, mid
uncertainty avoidance, femininity, dan relationship oriented dalam kultur
masyarakatnya. Hasil analisis ini akan digunakan untuk membuat guide
dalam berkomunikasi di Indonesia, khususnya dalam konteks perusahaan
kita yang bergerak di bidang media:

1. High context culture yang dimiliki Indonesia menyebabkan kita harus


menghindari multitafsir dalam berkomunikasi, dan juga hati-hati saat
berkomunikasi nonverbal yang sekiranya bisa disalahartikan.

2. Collectivism yang dianut Indonesia membuat kita harus menghindari


untuk menyinggung suatu identitas karena akan dianggap menyinggung
seluruh bagian dari identitas tersebut. Selain itu, citra "wajah dari suatu
identitas" sangar mempengaruhi citra keseluruhan identitas, citra satu orang
mempengaruhi citra orang lain yang seidentitas, serta mudah tergugah
ketika berbicara tentang ketidakadilan yang dialami oleh orang yang
seidentitas.

3. High power distance menyebabkan kita harus hati-hati dalam


berkomunikasi karena orang Indonesia belum terbiasa menyampaikan opini
buruk mengenai orang yang disegani atau ditokohkan. Selain itu, orang
Indonesia juga belum terbiasa mempertanyakan otoritas, serta belum
terbiasa straighforward dan masih banyak basa basi ketika berbicara kepada
orang yang disegani.

Vous aimerez peut-être aussi