Vous êtes sur la page 1sur 24

MAKALAH

KINERJA DAN KEPUASAN KERJA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Keperawatan

Disusun oleh:
Dita Islmiah (152121003)
M. Sholihin (152121008)
Nurul Imam (152121014)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIDYA CIPTA HUSADA
KEPANJEN-MALANG
2018
KATA PENGANTAR

Berkat rahmat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah-Nya


kepada kita semua sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
ilmu keperawatan dasar yang berjudul “Kinerja dan Kepuasan Kerja”.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, maka


saran dan kritik sangat kami nantikan dari para mahasiswa dan pengajar
sehingga akan semakin memperbaiki makalah ini.

Akhir kata penyusun mengucapkan mohon maaf apabila ada kesalahan


dan kami berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi para
pembaca.

Malang, 02 Maret 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Setiap anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi timbul adanya
perasaan kepuasan kerja dan ketidakpuasan. Oleh karena itulah setiap pimpinan
atau manajer suatu organisasi perlu menciptakan suatu iklim yang sehat secara etis
bagi anggotanya atau pegawainya, dimana mereka melakukan pekerjaan secara
maksimal dan produktif. Hal ini sudah barang tentu adanya perilaku individu
dalam organisasi yang merupakan interaksi antara karakteristik individu dan
karakteristik organisasi.
Perilaku organisasi merupakan suatu perilaku terapan yang dibangun atas
sumbangan dari sejumlah disiplin perilkau, seperti yang menonjol psokologi,
sosiologi, psikologi sosial, antropologi dan ilmu politik, sedangkan yang
menyangkut kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan yang disumbangkan
dalam psikologi. Selain itu diperluas juga yang mencangkup pembelajaran,
persepsi, kepribadian, pelatihan, keefektifan kepemimpinan, kebutuhan dan
kekuatan motivasi, proses pengambilan keputusan, penilaian kinerja, pengukuran
sikap, teknik seleksi pegawai, desain pekerjaan dan stres kerja.
Manusia sebagai sumberdaya organisasi memiliki berbagai macam
kebutuhan, yang apabila terpenuhi memberikan motivasi dan produktivitas kerja
karyawan. Salah satu tantangan dalam mengelola sumberdaya manusia yang
berkaitan dengan kebutuhan para karyawan adalah bagaimana menciptakan
kondisi dan lingkungan kerja yang dapat memuaskan berbagai kebutuhan
karyawan.
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk
mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seorang merasakan kepuasan dalam
bekerja tentunya ia akan berupa ya semaksimal mungkin dengan segenap
kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dengan
demikian produktivitas dan hasil kerja pegawai akan meningkat secara optimal.
Untuk mencapai tingkat kepuasan kerja yang maksimal dalam setiap pelaksanaan
tugas audit, auditor kantor akuntan publik akan selalu menghadapi faktor-faktor
yang diperkirakan dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Faktor-faktor tersebut
dapat berupa konflik pekerjaan-keluarga. Dalam makalah ini akan dibahas
mengenai kepuasan kerja,stress, program konseling, dan juga berbagai bentuk
tindakan pendisiplinan.

1.2. Tujuan
1.1.1. Tujuan Umum
1. Mahasiswa dapat memahami Tentang Kinerja dan Kepuasan Kerja.
2. Mahasiswa dapat mengetahui hubungan Kinerja dengan Kepuasan
kerja.
3. Untuk memnuhi tugas mata kuliah menejemen Keperawatan.
1.1.2. Tujuan Khusus
1. Memahami pengertian Kinerja dan Kepuasan kerja ?
2. Mahasiswa dapat memahmi Faktor-faktor yang mempengarui kinerja ?
3. Memahami Kriteria, Penilaian, Pelayanan kinerja ?
4. Mahasiswa mengetahui pengertian Kepuasan Kerja?
5. Mahasiswa mengatahui factor-faktor yang mempengarui Kepuasan Kerja?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengeritan Kinerja
Kinerja atau Performance adalah istilah yang populer di dalam
manajemen, yang mana istilah kinerja didefinisikan dengan istilah hasil kerja,
prestasi kerja danperformance.
Bernardin dan Russel (dalam Ruky, 2002:15) memberikan pengertian
atau kinerja sebagai berikut : “performance is defined as the record of
outcomes produced on a specified job function or activity during time period.
Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari
fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu
tertentu.
Menurut Gibson, dkk (2003: 355), job performance adalah hasil dari
pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja
kefektifan kinerja lainnya.
Ilyas (1999: 99), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil maupun
dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil
yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada
keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi.
Payaman Simanjuntak (2005:1) yang mengemukakan kinerja adalah
tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan
adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan.
Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk
meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-
masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut

1. Faktor-faktor yang mempengarui kinerja


Beberapa teori menerangkan tentang faktor-faktor yang memengaruhi
kinerja seorang baik sebagai individu atau sebagai individu yang ada dan
bekerja dalam suatu lingkungan. Sebagai individu setiap orang mempunyai ciri
dan karakteristik yang bersifat fisik maupun non fisik. Dan manusia yang
berada dalam lingkungan maka keberadaan serta perilakunya tidak dapat
dilepaskan dari lingkungan tempat tinggal maupun tempat kerjanya.
Menurut Gibson yang dikutip oleh Ilyas (2001), secara teoritis ada tiga
kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja, yaitu:
variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok
variabel tersebut memengaruhi kelompok kerja yang pada akhirnya
memengaruhi kinerja personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja
adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan
untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas.
Diagram teori perilaku dan kinerja digambarkan sebagai berikut :

Variabel individu dikelompokkan pada sub-variabel kemampuan dan


keterampilan, latar belakang dan demografis. Sub-variabel kemampuan dan
keterampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi perilaku dan kinerja
individu. Variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku
dan kinerja individu.
Variabel psikologik terdiri dari sub-variabel persepsi, sikap, kepribadian,
belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987), banyak dipengaruhi
oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel
demografis. Variabel psikologis seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar
merupakan hal yang komplek dan sulit untuk diukur, juga menyatakan sukar
mencapai kesepakatan tentang pengertian dari variabel tersebut, karena seorang
individu masuk dan bergabung dalam organisasi kerja pada usia, etnis, latar
belakang budaya dan keterampilan berbeda satu dengan yang lainnya.
Variabel organisasi, menurut Gibson (1987) berefek tidak langsung
terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam
sub-variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain
pekerjaan.
Menurut Kapolmen yang dikutip oleh Ilyas (2001), ada empat determinan
utama dalam produktifitas organisasi termasuk didalamnya adalah prestasi
kerja. Faktor determinan tersebut adalah lingkungan, karakteristik organisasi,
karakteristik kerja dan karakteristik individu. Karakteristik kerja dan
karakteristik organisasi akan memengaruhi karakteristik individu seperti
imbalan, penetapan tujuan akan meningkatkan motivasi kerja, sedangkan
prosedur seleksi tenaga kerja serta latihan dan program pengembangan akan
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dari individu.
Selanjutnya variabel karakteristik kerja yang meliputi penilaian pekerjaan akan
meningkatkan motivasi individu untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi.
Menurut Stoner yang dikutip oleh Adiono (2002), mengemukakan bahwa
prestasi individu disamping dipengaruhi oleh motivasi dan pengetahuan juga
dipengaruhi oleh faktor persepsi peran yaitu pemahaman individu tentang
perilaku apa yang diperlukan untuk mencapai prestasi individu. Kemampuan
(ability) menunjukkan kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan dan
tugas.
Sedangkan menurut Notoatmodjo (2002), ada teori yang
mengemukakan tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja yang
disingkat menjadi “ACHIEVE” yang artinya Ability (kemampuan
pembawaan), Capacity (kemampuan yang dapat dikembangkan), Help
(bantuan untuk terwujudnya kinerja), Incentive (insentif material maupun non
material), Environment (lingkungan tempat kerja karyawan), Validity
(pedoman/petunjuk dan uraian kerja), dan Evaluation (adanya umpan balik
hasil kerja).
Menurut Davies (1989) yang dikutip oleh Adiono (2002), juga
mengatakan bahwa faktor yang memengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor
kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Faktor kemampuan
secara psikologik terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality,
yang artinya karyawan yang memiliki diatas rata-rata dengan pendidikan yang
memadai untuk jabatannya dan keterampilan dalam mengerjakan tugas sehari-
hari maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan.
Menurut teori Atribusi atau Expectancy Theory, dikemukakan oleh
Heider, pendekatan atribusi mengenai kinerja dirumuskan sebagai berikut: K=
M x A, yaitu K adalah kinerja, M adalah motivasi, dan A adalah ability.
Konsep ini menjadi sangat populer dan sering kali diikuti oleh ahli-ahli lain,
menurut teori ini, kinerja adalah interaksi antara motivasi dengan ability
(kemampuan dasar).
Dengan demikian orang yang tinggi motivasinya tetapi memiliki
kemampuan yang rendah akan menghasilkan kinerja yang rendah, begitu pula
orang yang berkemampuan tinggi tetapi rendah motivasinya. Motivasi
merupakan faktor penting dalam mendorong setiap karyawan untuk bekerja
secara produktif, sehingga berdampak pada kinerja karyawan (Siagian, 1995).

2. Penilaian Kerja
Penilaian kinerja adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan
mengetahui apakah seseorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya
dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Pada hakikatnya,
penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja individu
(personel) dengan membandingkan dengan standard baku penampilan.
Menurut Hall, penilaian kinerja merupakan proses yang berkelanjutan untuk
menilai kualitas kerja personel dan usaha untuk memperbaiki kerja personel
dalam organisasi. Menurut Certo, penilaian kinerja adalah proses penelusuran
kegiatan pribadi personel pada masa tertentu dan menilai hasil karya yang
ditampilkan terhadap pencapaian sasaran sistem manajemen (Ilyas, 2001).
3. Syarat Penilaian
Terdapat kurang lebih dua syarat utama yang diperlukan guna melakukan
penilaian kinerja yang efektif, yaitu (1) adanya kriteria kinerja yang dapat
diukur secara objektif; dan (2) adanya objektivitas dalam proses evaluasi
(Gomes, 2003:136).
Sedangkan dari sudut pandang kegunaan kinerja itu sendiri, Sondang
Siagian (2008-223-224) menjelaskan bahwa bagi individu penilaian kinerja
berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan,
keletihan, kekurangan dan potensinya yang pada gilirannya bermanfaat
untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karirnya.
Sedangkan bagi organisasi, hasil penilaian kinerja sangat penting dalam
kaitannya dengan pengambilan keputusan tentang berbagai hal seperti
identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, rekrutmen, seleksi,
program pengenalan, penempatan, promosi, sistem balas jasa, serta berbagai
aspek lain dalam proses manajemen sumber daya manusia. Berdasarkan
kegunaan tersebut, maka penilaian yang baik harus dilakukan secara formal
berdasarkan serangkaian kriteria yang ditetapkan secara rasional serta
diterapkan secara objektif serta didokumentasikan secara sistematik.
Dengan demikian, dalam melalukan penilaian atas prestasi kerja para
pegawai harus terdapat interaksi positif dan kontinu antara para pejabat
pimpinan dan bagian kepegawaian.

6. Kriteria Penilaian
Relevansi
 Item Penilaian Harus Relevan dengan deskripsi dan spesifikasi jabatan
yang diemban
 Penilaian tertuju pada tuntutan visi, misi dan nilai – nilai yang berlaku
Sensitivitas
 Sistem penilaian harus dapat membedakan dengan jelas SDM yang
berprestasi dan mana yang tidak
 Scores penilaian harus didefinisikan dengan jelas untuk setiap tingkatan
atau katagori
Reliabilitas
 Hasil pengukuran harus valid dan dapat dipercaya
 Hasil penilaian harus dapat diandalkan sebagai dasar pengambilan
keputusan baik bagi pemberi konpensasi maupun pengembangan
Akseptabilitas
 Sistem penilaian harus dimenrti dan diterima baik oleh penilai maupun
yang dinilai
Practicality
 Dapat diterapkan dengan mudah dengan resiko rendah dari kesalahan

7. Kinerja Pelayanan
Menelusuri arti pelayanan, Kotler (dalam Supranto, 1997:45)
menyebutkan bahwa:”Pelayanan adalah setiap tindakan/kegiatan atau
penampilan/manfaat yang ditawarkan oleh setiap pihak ke pihak lain yang
pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan terhadap
sarana yang menghasilkan pelayanan tersebut.”
Wujud pelayanan, biasanya dapat dilihat dari keramahtamahan,
pengetahuan produk, kesigapan dalam membantu, dan antusiasme para
pegawai dalam menangani suatu persoalan. Masalah pelayanan pun sering
dikaitkan dengan lokasi, jumlah produk jasa yang ditawarkan, serta
keuntungan yang akan didapat oleh pelanggan. Berkaitan dengan pelayanan
yang diberikan oleh instansi pemerintah kepada masyarakat, pelayanan untuk
masyarakat (umum) tidak terlepas dari masalah kepentingan umum, yang
menjadi asal usul timbulnya pelayanan umum tersebut. Dengan kata lain,
terdapat korelasi antara kepentingan umum dengan pelayanan umum. Namun
sebelum berbicara mengenai pelayanan umum, perlu kiranya klarifikasi
tentang pengertian “umum” itu sendiri. Dari berbagai studi telaahan, istilah
umum dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata public yang pengertiannya
cukup luas.
Shepherd dan Wilcox (dalam Saefullah, 1999:5) memberikan pengertian
“The public is of course. The whole community, individuals, sharing
citizenship,responsibilities, and benefit”. Dalam hubungannya dengan
pemerintahan, kata umum merupakan singkatan dari sebutan “masyarakat
umum” yang memiliki pengertian sama dengan yang dikemukakan Shepherd
dan Wilcox tersebut.
Menurut Saefullah (1999:5) “Pelayanan umum (public service) adalah
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat umum yang menjadi warga
negara atau yang secara sah menjadi penduduk negara yang bersangkutan”.
Sementara pengertian pelayanan umum menurut Lukman (2000:6) adalah
“suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung
antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik”.
Pendapat lain tentang pengertian pelayanan dikemukakan oleh Pamudji
(1994:21), yaitu “pelayanan publik adalah kegiatan pemerintahan yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa”.
Selanjutnya Kotler (dalam Supranto, 1997:46) mengatakan bahwa: “A service
is any act or performance that one party can offer to another that is essentially
intangible and does not result in the ownership of anything it’s production
may or may not be tied to physical product”.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pada dasarnya
pelayanan itu merupakan suatu bentuk interaksi antara satu pihak (yang
memberi pelayanan) dengan pihak lain (yang menerima pelayanan), tidak
berwujud fisik akan tetapi dapat dirasakan, dan tidak menghasilkan
kepemilikan sesuatu.
Dilihat dari prosesnya, terjadi interaksi antara yang memberi pelayanan
dengan yang diberi pelayanan. Dalam hal umum atau pelayanan publik,
pemerintah sebagai lembaga birokrasi mempunyai fungsi untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat, sedangkan masyarakat sebagai pihak yang
memberikan mandat kepada pemerintah mempunyai hak untuk memperoleh
pelayanan dari pemerintah.
Hal yang paling rumit dari pelayanan adalah kualitasnya yang sangat
dipengaruhi oleh harapan pelanggan, karena harapan pelanggan sangat
bervariasi tergantung pada kondisi yang sedang dialaminya, seperti yang
disampaikan oleh Olsen dan Wyckoff (dalam Zulian Yamit, 2001:22) bahwa :
“Harapan pelanggan dapat bervariasi dari pelanggan satu dengan pelanggan
yang lain walaupun pelayanan yang diberikan konsisten. Jadi, kualitas
pelayanan adalah perbandingan antara harapan konsumen dengan kinerja
pelayanan.”
Berdasarkan uraian tentang kinerja dan pelayanan sebagaimana
disampaikan di muka, selanjutnya dapat diberikan kesimpulan bahwa kinerja
pelayanan pegawai merupakan tingkat keberhasilan pegawai dalam
melaksanakan tugas dan kemampuan untuk melayani pelanggan dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sehingga diperoleh kepuasan bagi
pemberi dan penerima pelayanan.

B. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu
mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda, seperti yang didefinisikan
oleh Kreitner & Kinicki (2005), bahwa kepuasan kerja sebagai efektivitas atau
respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Definisi ini
mengandung pengertian bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal,
sebaliknya seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dari pekerjaannya
dan tidak puas dengan salah satu atau beberapa aspek lainnya. Blum (As’ad,
2000) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum yang
merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan,
karakteristik individual, serta hubungan kelompok di luar pekerjaan itu sendiri.
Handoko (2001) mengatakan bahwa kepuasan kerja sebagai respon emosional
menunjukkan perasaan yang menyenangkan berkaitan dengan pandangan
karyawan terhadap pekerjaannya.
Tiffin mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan sikap
dari karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri, situasi kerja, kerjasama antara
pimpinan dan sesama pimpinan dan sesama karyawan. Locke dan Luthans
berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah perasaan pekerja atau karyawan
yang berhubungan dengan pekerjaannya, yaitu merasa senang atau tidak
senang, sebagai hasil penilaian individu yang bersangkutan terhadap
pekerjaannya.
Herzberg di dalam teorinya Two Factors Theory mengatakan bahwa
kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda serta
kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu
variabel yang kontinyu. Berdasarkan penelitian yang ia lakukan, Herzberg
membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya
menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfiers dan kelompok dissatisfiers.
Kelompok satisfiers atau motivator adalah faktor-faktor atau situasi yang
dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari achievement,
recognition, work it self, responsibility and advancement.
Herzberg mengatakan bahwa hadirnya faktor ini dapat menimbulkan
kepuasan, tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu mengakibatkan
ketidakpuasan. Sedangkan kelompok dissatisfiers ialah faktor-faktor yang
terbukti menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari company policy and
administration, supervision technical, salary, interpersonal relations, working
conditions, job security dan status. Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini
akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan
menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja.
Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan
memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif karyawan
terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
Departemen personalia atau manajemen harus senantiasa memonitor kepuasan
kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja,
semangat kerja, keluhan-keluhan, dan masalah-masalah personalia vital
lainnya.
Fungsi personalia mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung
pada kepuasan kerja karyawan. Fungsi personalia bisa membuat kontak
langsung dengan para penyelia dan karyawan dengan berbagai cara untuk
mempengaruhi mereka. Di samping itu, berbagai kebijaksanaan dan kegiatan
personalia mempunyai dampak pada iklim organisasi. Iklim organisasional ini
memberikan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan bagi orang-orang dalam organisasi ; di mana hal itu selanjutnya
akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.

Langsung :
Latihan dan
pengembangan,
konseling, dll

Fungsi Iklim
Personalia organisasi Karyawan Kepua
Penyelia san
onal
kerja
Tidak langsung :
Kebijaksanaan
dan praktek
personalia

Gambar 1. Pengaruh Fungsi Personalia pada Kepuasan Kerja

1) Fungsi Kepuasan Kerja


Secara historis, sering dianggap bahwa para karyawan yang
mendapatkan kepuasan kerja akan melaksanakan pekerjaan dengan
lebih baik. Dalam banyak kasus, memang sering ada hubungan positif
antara kepuasan tinggi dan prestasi kerja tinggi, tetapi tidak selalu
cukup kuat dan berarti (signifikan). Ada banyak karyawan dengan
keputusan kerja tinggi tidak menjadi karyawan yang produktivitasnya
tinggi, tetapi tetap hanya sebagai karyawan rata-rata. Kepuasan kerja itu
sendiri, bukan merupakan suatu motivator kuat. Bagaimanapun juga,
kepuasan kerja perlu untuk memelihara kaeyawan agar lebih tanggap
terhadap lingkungan motivasional yang diciptakan.
Prestasi kerja lebih baik mengakibatkan penghargaan yang lebih
tinggi. Bila penghargaan tersebut dirasakan adil dan memadai, maka
kepuasan kerja karyawan akan meningkat karena mereka menerima
penghargaan dalam proporsi yang sesuai dengan prestasi kerja mereka.
Di lain pihak, bila penghargaan dipandang tidak mencukupi untuk suatu
tingkat prestasi kerja mereka, ketidakpuasan kerja cenderung terjadi.
Kondisi kepuasan atau ketidakpuasan kerja tersebut selanjutnya
menjadi umpan balik yang akan mempengaruhi prestasi kerja di waktu
yang akan dating. Jadi, hubungan prestasi dan kepuasan kerja menjadi
suatu system yang berlanjut (kontinyus).

Umpan balik

Prestasi Penghar Persepsi Kepuasan


kerja gaan keadilan Kerja
terhadap
pengharga
an

Gambar 2. Hubungan antara Prestasi dan Kepuasan Kerja

Menurut Strauss dan Sayles, kepuasan kerja juga penting untuk


aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak
akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan pada gilirannya
akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun,
mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya
tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada
hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Sedangkan
karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai
catatan kehadiran dan perputaran yang lebih baik, kurang aktif dalam
kegiatan serikat karyawan, dan kadang-kadang berprestasi kerja lebih
baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh
karena itu, kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan
maupun perusahaan, terutama karena menciptakan keadaan positif di
dalam lingkungan kerja perusahaan.
2) Kepuasan Kerja, Perputaran Karyawan dan Absensi
Meskipun hanya merupakan salah satu faktor dari banyak faktor
pengaruh lainnya, kepuasan kerja mempengaruhi tingkat perputaran
karyawan dan absensi. Perusahaan bisa mengharapkan bahwa bila
kepuasan kerja meningkat, perputaran karyawan dan absensi menurun,
atau sebaliknya. Kepuasan kerja yang lebih rendah biasanya akan
mengakibatkan perputaran karyawan lebih tinggi. Mereka lebih mudah
meninggalkan perusahaan dan mencari kesempatan di perusahaan lain.
Hubungan serupa berlaku juga untuk absensi. Para karyawan yang
kurang mendapatkan kepuasan kerja cenderung lebih sering absen.
Mereka sering tidak merencanakan untuk absen, tetapi bila ada berbagai
alas an untuk absen, untuk mereka lebih mudah menggunakan alasan-
alasan tersebut.
Tinggi

Kepuasan
Kerja Absensi

Perputaran
Rendah
Rendah Tinggi
Perputaran dan Absensi

Gambar 3. Model Umum Hubungan antara Kepuasan Kerja


dengan Perputaran Karyawan dan Absensi

3) Kepuasan Kerja, Umur dan Jenjang Pekerjaan


Semakin tua umur karyawan, mereka cenderung lebih
terpuaskan dengan pekerjaan-pekerjaan mereka. Ada sejumlah alasan
yang melatarbelakangi kepuasan kerja mereka, seperti pengharapan-
pengharapan yang lebih rendah dan penyesuaian-penyesuaian lebih
baik terhadap situasi kerja karena mereka lebih berpengalaman. Para
karyawan yang lebih muda, di lain pihak cenderung kurang terpuaskan,
karena berbagai pengharapan yang lebih tinggi, kurang penyesuaian,
dan penyebab-penyebab lainnya. Tentu saja ada pengecualian, tetapi
banyak studi yang membuktikan bahwa kepuasan kerja yang tinggi
dipengaruhi oleh umur. Hubungan umum ini ditunjukkan dalam gambar
4, di mana model hubungan tersebut tetap baik untuk karyawan pria
maupun wanita, dan untuk manajer maupun karyawan.
Tinggi
Jenjang pekerjaan

Umur
Kepuasan
Kerja

Rendah
Rendah Tinggi
Umur dan Jenjang Pekerjaan

Gambar 4. Model Umum Hubungan antara Kepuasan Kerja dengan


Umum dan Jenjang Pekerjaan

Gambar di atas menunjukkan bahwa orang-orang dengan


jenjang pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih mendapatkan
kepuasan kerja. Mereka biasanya memperoleh kompensasi lebih baik,
kondisi kerja lebih nyaman, dan pekerjaan-pekerjaan mereka
memungkinkan penggunaan segala kemampuan yang mereka punyai,
sehingga mereka mempunyai alasan-alasan untuk lebih terpuaskan.
Sebagai contoh, dalam praktek para karyawan trampil cenderung
memperoleh kepuasan kerja lebih besar daripada para karyawan tidak
trampil.
4) Besar Organisasi dan Kepuasan Kerja
Ukuran organisasi cenderung mempunyai hubungan secara
berlawanan dengan kepuasan kerja. Semakin besar organisasi, kepuasan
kerja cenderung turun secara moderat kecuali manajemen mengambil
berbagai tindakan korektif. Tanpa tindakan koreksi, organisasi besar
akan “menenggelamkan” orang-orangnya dan berbagai proses seperti
partisipasi, komunikasi dan koordinasi kurang lancar. Karena
kekuasaan pengambilan keputusan terletak jauh dari para karyawan,
mereka sering merasa kehilangan peranan. Di samping itu, lingkungan
kerja yang terlalu besar juga menghapuskan berbagai elemen kedekatan
pribadi, persahabatan dan “kehangatan” kelompok kerja kecil yang
merupakan faktor penting kepuasan kerja karyawan.
Istilah “besar atau ukuran organisasi” berkaitan dengan besarnya
satuan pengoperasian, seperti sebuah pabrik cabang, bukan dalam arti
satuan perusahaan sebagai keseluruhan. Akhirnya karena ada hubungan
antara besar organisasi dan kepuasan kerja, fungsi personalia dalam
organisasi-organisasi besar mungkin mempunyai atau menghadapi
kesulitan lebih berat untuk mempertahankan kepuasan kerja karyawan.

5) Respon terhadap Ketidakpuasan Kerja


Dalam suatu organisasi ketidakpuasan kerja dapat ditunjukan
melalui berbagai cara, Robins and Judge (2009) menerangkan ada 4
respon yang berbeda satu sama lain dalam 2 dimensi yaitu
konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, dengan penjelasan sebagai
berikut :
a. Exit , Ketidakpuasan ditunjukkan melalui perilaku diarahkan pada
meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau
mengundurkan diri.
b. Voice , Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan
konstruktif untuk memperbaiki keadaan, termasuk menyarankan
perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan berbagai
bentuk aktivitas perserikatan.
c. Loyalty , Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik
dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan
berbicara bagi organisasi dihadapan kritik eksternal dan
mempercayai organisasi dan manajemen melakukan hal yang benar.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja akan dapat diketahui


dengan melihat beberapa hal yang dapat menimbulkan dan mendorong
kepuasan kerja yaitu:

1. Faktor Psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan


karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap
kerja, bakat dan keterampilan.
2. Faktor Sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial
baik sesama karyawan dengan atasan maupun karyawan yang berbeda
jenis pekerjaannya.
3. Faktor Fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan,
pengaturan waktu dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan
ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan,
umur dan sebagainya.
4. Faktor Finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan
serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistim dan besarnya gaji,
jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan,
promosi dan sebagainya.

C. HUBUNGAN KEPUASAN KERJA DENGAN KINERJA


Pernyataan Vroom mengandung petunjuk mengapa kepuasan kerja dan
kinerja saling berkaitan meskipun kenyataan bahwa keduanya disebabkan oleh
hal yang berbeda. Bahkan Robbins (2007) menyatakan bahwa hubungan antara
keduanya lebih tepat disebut ”mitos manajemen” dan sulit untuk menetapkan
ke arah mana hubungan sebab akibat di antara keduanya. Namun dari berbagai
penelitian ditemukan bukti bahwa organisasi yang memiliki karyawan yang
lebih puas cenderung lebih efektif dibandingkan organisasi yang memiliki
karyawan yang kurang puas.
Teori pengharapan Vroom mengasumsikan bahwa reward menyebabkan
kepuasan dan bahwa dalam beberapa hal kinerja menghasilkan reward, maka
kemungkinan yang terjadi di antara kepuasan dan kinerja adalah melalui
variabel ketiga yaitu reward. Secara sederhana digambarkan bahwa kinerja
yang baik akan menghasilkan reward, yang pada gilirannya akan mengarahkan
kepada kepuasan, rumusan ini menyatakan bahwa kinerja menyebabkan
kepuasan melalui variabel perantara yaitu reward

Persepsi Reward
yang adil

Reward
Ekstrinsik
Kinerja Kepuasan

(Penyelesaian) Reward
Intrinsik

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa :

1. Kinerja menyebabkan reward (ekstrinsik dan intrinsik). Reward ekstrinsik


seperti gaji, promosi, status dan jaminan sedangkan reward intrinsik bisa
berbentuk aktualisasi diri, pengakuan, andil dalam pengambilan keputusan
dll.
2. Hubungan antara reward dengan kepuasan ini selanjutnya dimoderasi oleh
persepsi atas reward yang adil. Artinya, ketika seseorang merasa bahwa
reward yang diberikan tidak adil (tidak sebanding) dengan kinerja yang
ditunjukkanya maka kepuasan akan cenderung lemah, dan sebaliknya, jika
seseorang merasa bahwa reward yang diberikan sebanding (adil) dengan
kinerja yang ditunjukkanya maka ia akan cenderung puas.
3. dengan demikian, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah dan
banyaknya reward seperti apa yang dianggap wajar oleh karyawan.
Artinya, meskipun reward yang diterima kecil namun karyawan merasa
bahwa reward tersebut wajar dengan kerjanya maka kepuasan akan tetap
terjaga. Model pengukuran kepuasan seperti ini dapat menggunakan
kalimat ”berapa banyak sekarang ??” dan ”seharusnya berapa ??”.

Misalnya ada pertanyaan seperti ini :

(a) berapa penghasilan total yang anda terima sekarang ?? ……………

(b) hendaknya berapa banyak ? …………………..

Semakin lebar jarak antara ”kondisi sekarang” dengan ”hendaknya berapa”


banyak maka semakin besar ketidakpuasan.

Misal :

Pada pertanyaan pertama karyawan menjawab Rp. 1000.000

Pada pertanyaan kedua karyawan menjawab Rp. 1.500.000

Selisih keduanya adalah Rp. 500.000 merupakan ukuran operasional atas


kepuasan kebutuhan akan reward. Sehingga dapat dinyatakan bahwa
ketidakpuasan (yang merupakan persepsi karyawan atas keadilan / kewajaran
reward yang diterima) adalah sebesar Rp. 500.000

Berbeda jika kondisinya seperti ini.


Pada pertanyaan pertama karyawan menjawab Rp. 1000.000
Pada pertanyaan kedua karyawan menjawab Rp. 1.000.000
Artinya seimbang dan adil. Selisih nol memperlihatkan bahwa ketidakpuasan
adalah 0.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Kinerja atau Performance adalah istilah yang populer di dalam
manajemen, yang mana istilah kinerja didefinisikan dengan istilah hasil kerja,
prestasi kerja danperformance.
Bernardin dan Russel (dalam Ruky, 2002:15) memberikan pengertian
atau kinerja sebagai berikut : “performance is defined as the record of outcomes
produced on a specified job function or activity during time period. Prestasi atau
kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu.
Menurut Gibson, dkk (2003: 355), job performance adalah hasil dari pekerjaan
yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja kefektifan kinerja
lainnya.
Ilyas (1999: 99), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil maupun
dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil
yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada
keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi.
Payaman Simanjuntak (2005:1) yang mengemukakan kinerja adalah tingkat
pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah
tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan.
Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk
meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-
masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut
Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan
memandang pekerjaan mereka.Kepuasan kerja mempunyai hubungan dengan
prestasi karyawan, perputaran karyawan, absensi karyawan, umur karyawan,
jenjang pekerjaan, serta besarnya suatu organisasi.Respon terhadap ketidakpuasan
kerja ditunjukkan dengan berbagai cara seperti exit, voice, loyalty, dan neglect.
3.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Alfaidah, Fitria. 2007. Pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan terhadap


Produktivitas Kerja pada Koperasi Agro Niaga Jabung Malang. Malang:
Fakultas Ekonomi UIN Malang.
Hani, Handoko T. 2010. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia Edisi
Kedua. Yogyakarta : BPFE.
Inayatullah, H. Makalah Kepuasan Kerja Memacu Prestasi Kerja.
Robbins, S.P., and T.A., Judge. 2009. Organizational Behaviour. United State
America New York: Pearson Prentice Hall.
http://cinusian.blogspot.com/2011/01/konsep-kinerja.html
http://sarjanaku.com/2012/06/pengertian-kinerja-definisi-teori.html
http://scribd.com/doc/94208774/kinerja
http://wandhie.wordpress.com/teori-kinerja/

Vous aimerez peut-être aussi