Vous êtes sur la page 1sur 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Guillain Barre syndrome (GBS) adalah penyakit neurologi yang sangat jarang,
kejadiannya bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang pertahun. Selama
periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic melakukan penelitian mendapatkan rata-
rata insidensi 1.7 per 100.000 orang. Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan
antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun.
Insidensi sindroma Guillain-Barre Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3
bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Dari
pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam,
5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik. Data di Indonesia
mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian Chandra menyebutkan
bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II, III (dibawah usia 35 tahun)
dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama. Sedangkan penelitian di
Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-
rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian
musim hujan dan kemarau.
Penyakit ini sering menyebabkan kelumpuhan yang cukup sering dijumpai pada
usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan keluarganya karena
terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat menimbulkan kematian,
meskipun pada umumnya mempunyai prognosa yang baik. SGB biasanya mempunyai
prognosa yang baik yaitu sekitar 80% tetapi sekitar 15 % nya mempunyai gejala sisa/
defisit neurologis.
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi
neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer) .
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi
kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial
(Brunner and Suddarth 2002)
Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi transmisi
impuls pada otot-otot volunter tubuh (Sandra M. Neffina 2002)
Miastenia gravis (MG) ialah penyakit kronik Miastenia gravis merupakan bagian
dari penyakit neuromuskular. Miastenia gravis dlah gangguan yang mempengaruhi
transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran
seseorang(volunter). Miastenia grafis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-
satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan antar cepatnya terjadi kelelahan otot-
otot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari
normal) (price dan wilson, 1995)

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep dasar dan asuhan keperawatan Guillain Barre Syndrome.


2. Bagaimana Konsep dasar dan asuhan keperawatan Myastenia gravis

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Agar pembaca dapat memahami lebih jauh tentang penyakit Guillain Barre Syndrome
dan Myastenia gravis

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Konsep dasar dan asuhan keperawatan Guillain Barre
Syndrome.
b. Untuk mengetahui Konsep dasar dan asuhan keperawatan Myastenia gravis

3. Manfaat
Tulisan ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi baik bagi
tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum mengenai Guillain Barre Syndrome dan
Myastenia gravis

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Guillan Bare Syndrome adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan
akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut
Bosch, GBS merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid
yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya
adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.
Guillan Barre Syndrome atau Sindrom Guillan Barre (GBS atau SGB) adalah
proses peradangan akut dengan karakteristik kelemahan motorik dan paralisis yang
disebabkan karena demylin pada saraf perifer. Sindrom penyakit ini berupa paralisis
flaccid asenden simetris yang berkembang secara cepat, biasanya mengikuti infeksi
virus. Pada kondisi ini peran perawat adalah memberikan perawatan proses
rehabilitasim mencegah komplikasi, memenuhi kebutuhan ADL dan support
emosional.
Sedangkan menurut Parry mengatakan bahwa, GBS adalah suatu polineuropati
yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu
setelah infeksi akut. Menurut Bosch, GBS merupakan suatu sindroma klinis yang
ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses
autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.
Guillan Barre Syndrome (GBS) mempunyai banyak sinonim (istilah lain), antara
lain:
2. Polineuritis akut pasca infeksi
3. Polineuritis akut toksik
4. Polineuritis febril
5. Poliradikulopati,dan
6. Acute ascending paralysis.

D. ETIOLOGI
Etiologi GBS sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/ penyakit yang
mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:
1. Infeksi : Misal radang tenggorokan atau radang lainnya.
2. Iinfeksi Virus : Misal Measles, Mumps, Rubela, Influenza A, Influenza B,
Varicella zoster, Infections mono nucleosis (vaccinia,
variola, hepatitis inf, coxakie)
3. Infeksi Lain :Mycoplasma Pneumonia, Salmonella Thyposa,
Brucellosis, Campylobacter Jejuni pada enteritis .
4. Vaksinasi : Rabies, Swine flu
5. Pembedahan

3
6. Penyakit sistematik:
a) Keganasan ; Hodgkin’s Disease, Carcinoma,Lymphoma.
b) Systemic lupus erythematosus
c) Tiroiditis
d) Penyakit Addison
7. Kehamilan terutama pada trimester ketiga atau dalam masa nifas.
GBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus
GBS yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4
Faktor-faktor predisposisi terjadi 2-3 minggu sebelum onset meliputi adanya ISPA,
minggu sebelum gejala infeksineurologi timbul
gastrointestinal, sepertibedah
dan tindakan infeksi
saraf saluran pernafasan atas atau
infeksi gastrointestinal. Dimana faktor penyebab diatas disebutkan bahwa infeksi usus
dengan Campylobacter
Selaput Jejuni
mielin hilang akibat biasanya
dari respon memberikan
alergi, respons gejala kelumpuhan
autoimun, hipoksemia, toksik yang lebih
kimia, dan insufisiensi vaskular
berat. Hal ini dikarenakan struktur biokimia dinding bakteri ini mempunyai
persamaan dengan struktur biokimia myelin pada radik, sehingga antibody yang
Proses demielinisasi
terbentuk terhadap kuman ini bisa juga menyerang myelin.
Pada dasarnya guillain barre adalah “Self Limited” atau bisa timbuh dengan
sendirinya. Namun Konduksi
sebelumsaltatori tidak terjadikesembuhan
mencapai dan tidak ada transmisi
bisa terjadi kelumpuhan yang
impuls saraf
meluas sehingga pada keadaan ini penderita memerlukan respirator untuk alat bantu
Gangguan fungsi saraf perifer dan kranial
nafasnya.
Telah diketahui bahwa infeksi Salmonela Thyposa juga dapat menyebabkan GBS.
Gangguan fungsi saraf Disfungsi
Kemungkinan timbulnya
kranial: III, IV, V, VI, VII,
Gangguan saraf perifer
sindrom dan neuromuskular
Guillain-Barre pada demam tifoid perlu otonom
lebih
IX diketahui
dan X dan disadari, khususnya di Indonesia di mana demam tifoid masih
Parastesia (kesemutan kebas)
merupakan penyakit menularotot
dan kelemahan yangkaki,besar. Paralisis lengkap, otot
pernapasan terkena,
Kurang bereaksinya
sistem saraf simpatis dan
Paralisis pada ocular, yang dapat berkembang ke mengakibatkan insufisiensi parasimpatis, perubahan
wajah dan otot orofaring, ekstremitas atas, batang pernapasan sensori
E.kesulitan
PATOFISIOLOGI
berbicara, tubuh, dan otot wajah
mengunyah dan Mekanisme
menelan bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi Risiko akut tinggi
pada gagal
SGB masih belum diketahui
Gangguan frekuensi
dengan pasti. Banyak ahli fisik
Kelemahan membuat
umum, kesimpulan bahwa
pernapasan kerusakan saraf
(ARDS), jantungyang terjadi
dan ritme,
Gangguanpadapemenuhan paralisis otot wajah penurunan kemampuan perubahan tekanan darah
sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi. (hipertensi transien,
nutrisi dan cairan batuk, peningkatan
Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan
hipotensi ortostatik), dan
sekresi mukus gangguan vasomotor.
jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated
4. Risiko tinggi defisit Penurunan tonus otot
cairan tubuh immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
seluruh tubuh, perubahan Penurunan curah
5. 2.tinggi
Risiko Adanya auto estetika
antibodi terhadap sistem saraf tepi jantung ke otak dan
wajah jantung
pemenuhan nutrisi
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
kurang dari
kebutuhan pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.

6.F. PATHWAYGangguan 2. Ketidakefektifan bersihan 1. Ketidak efektifan pola 3. Penurunan curah


pemenuhan ADL jalan napas. napas jantung
7. Kerusakan
mobilitas fisik
8. Gangguan Sekresi mukus masuk lebih ke Gagal fungsi pernapasan Penurunan curah
konsep diri bawah jalan napas jantung ke ginjal
(gambaran diri)
Risiko tinggi infeksi saluran Koma Penurunan filtrasi
napas bawah dan parenkim paru glomerulus

4
Pneumonia Kematian Anuria

9. Kecemasan keluarga Prognosis penyakit kurang baik Gawat kardiovaskular Gagal ginjal akut
G. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis dari Sindroma Guillain-Barre (SGB) yaitu (4):
1. Gejala diawali dengan parestasia dan kelemahan otot kaki
2. Berkembang ke ekstremitas atas, batang tubuh dan otot wajah
3. Terserangnya saraf kranial dengan adanya paralisi pada okular, wajah, otot
orofaring, kesukaran berbicara, mengunyah dan menelan
4. Disfungsi autonom merupakan komplikasi diantaranya dimanifestasikan oleh
gangguan frekuensi jantung dan ritme, perubahan tekanan darah (hipertensi
transien, hipotensi ortostatik), disfungsi gastrointestinal, kelainan usus dan
gangguan vasomotor lainnya yang bervariasi.

5
5. Terjadinya nyeri berat dan menetap pada punggung dan daerah kaki
6. Kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh
7. Terjadinya gejala neurologik yaitu kadang-kadang tampak seperti penyakit flu
ringan dan penyakit ini dikenal sebagai polyneuritis infeksi akut, sekarang nama
ini secara umum telah dikenal dan di duga sebagai reaksi imun yang salah
8. Terjadinya gejala motorik yaitu biasanya timbul lebih awal daripada gangguan
sensorik. Biasanya terdapat gangguan sensasi perifer. Otot-otot proksimal dan
distal terganggu dan reflex tendon menghilang. Nyeri bahu dan punggung
biasanya ditemukan. Otot fasial dan otot okuler kadang-kadang terganggu.
Perluasan dan kelemahan otot-otot batang tubuh menuju thoraks akan
mengganggu pernafasan.
Jika tidak diobati, kondisi penderita biasanya mengalami kemunduran selama
beberapa minggu pertama penyakit. Pada kasus yang berjalan cepat (disebut paralisis
Landry) kematian merupakan akibat dari kegagalan pernafasan. Setelah periode
statik, terjadi penyembuhan sedikit demi sedikit dan serangan ulang dapat terjadi.
Serta komplikasi-komplikasi yang lain dapat muncul. Berikut komplikasi yang dapat
ditemui pada GBS10:
1. Kesulitan bernapas
2. Kontraktur atau cacat sendi
3. Deep vein thrombosis
4. Risiko infeksi
5. Tekanan darah rendah atau tidak stabil
6. Kelumpuhan yang permanen
7. Pneumonia
8. Kerusakan kulit (ulkus)
9. Pengisapan makanan atau cairan ke dalam (aspirasi) paru-paru

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis GBS sangat bergantung pada riwayat penyakit dan perkembangan
gejala-gejala klinik dan tidak ada satu pemeriksaan pun yang dapat memastikan GBS;
pemeriksaan tersebut hanay menyingkirkan dugaan gangguan(3).
Lumbal pungsi dapat menunjukkan kadar protein normal pada awalnya dengan
kenaikan pada minggu ke-4 sampai ke-6. Cairan spinal memperlihatkan adanya
peningkatan konsentrasi protein dengan menghitung jumlah sel normal (3).
Pemeriksaan konduksi saraf mencatat transmisi implus sepanjang serabut saraf.
Pengujian elektrofisiologis diperlihatkan dalam bentuk lambatnya laju konduksi saraf
(3).

1. Cairan serebrospinal (CSS)


Yang paling khas adalah adanya disosiasi sitoalbuminik, yakni meningkatnya
jumlah protein (100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya pleositosis (peningkatan
hitung sel). Pada kebanyakan kasus, di hari pertama jumlah total protein CSS normal;
6
setelah beberapa hari, jumlah protein mulai naik, bahkan lebih kanjut di saat gejala
klinis mulai stabil, jumlah protein CSS tetap naik dan menjadi sangat tinggi.
Puncaknya pada 4-6 minggu setelah onset.Derajat penyakit tidak berhubungan
dengan naiknya protein dalam CSS. Hitung jenis umumnya di bawah 10 leukosit
mononuclear/mm(3).

2. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMG)


Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS terjadi akibat demyelinasi
saraf, antara lain prolongasi masa laten motorik distal (menandai blok konduksi
distal) dan prolongasi atau absennya respon gelombang F (tanda keterlibatan bagian
proksimal saraf),blok hantar saraf motorik, serta berkurangnya KHS.Pada 90% kasus
GBS yang telah terdiagnosis, KHS kurang dari 60% normal. EMG menunjukkan
berkurangnya rekruitmen motor unit Dapat pula dijumpai degenerasi aksonal dengan
potensial fibrilasi 2-4 minggu setelah onset gejala, sehingga ampilitudo CMAP dan
SNAP kurang dari normal. Derajat hilangnya aksonal ini telah terbukti berhubungan
dengan tingkat mortalitas yang tinggi serta disabilitas jangka panjang pada pasien
GBS, akibat fase penyembuhan yang lambat dan tidak sempurna. Sekitar 10%
penderita menunjukkan penyembuhan yang tidak sempurna, dengan periode
penyembuhan yang lebih panjang (lebih dari 3 minggu) serta berkurangnya KHS dan
denervasi EMG(3).

3. Pemeriksaan darah
Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang dengan
pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal dan
fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia jarang
ditemui. Laju endap darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara anemia
bukanlah salah satu gejala(3).

4. Dapat dijumpai respon hipersensitivitas antibodi tipe lambat


Dengan peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM, akibat demyelinasi
saraf pada kultur jaringan.Abnormalitas fungsi hati terdapat pada kurang dari 10%
kasus, menunjukkan adanya hepatitis viral yang akut atau sedang berlangsung;
umumnya jarang karena virus hepatitis itu sendiri, namun akibat infeksi CMV
ataupun EBV(3,5).

5. Elektrokardiografi (EKG)
Menunjukkan adanya perubahan gelombang Tserta sinus
takikardia.Gelombang T akan mendatar atau inverted pada lead lateral.
Peningkatan voltase QRS kadang dijumpai, namun tidak sering(3).

7
I. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian terhadap Sindrom Guillain-Barre meliputi(3):

a. Keluhan utama
Keluhan utama sering menjadi alasan lien meminta pertolongan kesehatan
berhubungan dengan kelemahan otot bak kelemahan fisik secara umum maupun
lokal seperti melemahnya otot pernapasan.

b. Riwayat penyakit sekarang


Tanyakan dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien Sindrom Guillain-
Barre biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan proses
dimielinisasi. Keluhan tersebut diantaranya gejala-gejala neurologis diawali
dengan prestasia (kesemutan kebas) dan kelemahan otot kaki, yang dapat
berkembang ekstremitas atas, batang tubuh dan otot wajah. Kelemahan dapat
diikuti dengan paralisis lengkap.
Keluhan yang paling sering ditemukan pada klien Sindrom Guillain-Barre
dan merupakan komplikasi yang paling berat dari Sindrom Guillain-Barre adalah
gagal napas. Melemahnya otot pernapasan membuat klien dengan gangguan ini
berisiko lebih tinggi terhadap hipoventilasi dan infeksi pernapasan berulang.
Disfagia juga dapat muncul pada penyakit Sindrom Guillain-Barre ini yang lebih
mengarah pada aspirasi. Keluhan kelemahan ekstremitas atasah hampir sama
seperti keluhan klien stroke. Keluhan lainnya adalah kelainan dari fungsi
kardiovaskular seperti terjadinya disaritmia jantung yang diakibatkan oleh
gangguan system saraf otonom pada klien dengan Sindrom Guillain-Barre.

c. Riwayat penyakit dahulu


Pengkajian penyakit yang pernah dilami klien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah
klien mengalami ISPA, insfeksi gastrointestinal dan tindakan bedah Syaraf.
Pengkajian pemakain obat-obatan yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat kartikosteroid, antibiotik dan menilai reaksinya (resistensi
pemakaian antibiotik) dapat menambah komprehensipfnya pengkajian. Pengkajian
riwayat dahulu dapat mendukung pengkajian riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.

8
d. Pengkajian psikospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah
ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan,
cemas, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Pengkajian mengenai
mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan klien selama masa stress,
seperti kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang
telah diketahui dan perubahan perilaku saat stress.

e. Pemeriksaan Fisik
Klien dengan Sindrom Guillain-Barre biasanya didapatkan suhu tubuh
normal. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda
penurunan curah jantung .peningkatan frekuensi napas berhubungan dengan
peningkatan laju metabolism umum dan adanya infeksi pada system pernapasan
serta akumulasi secret akibat insufisiensi pernapasan. Tekanan darah didapatkan
ortostatsik hipotensi atau tekanan darah meningkat (hipertensi transien)
berhubungan dengan penurunan reaksi saraf simpatis dan parasimpatis.
Pemeriksaan fisik meliputi5:
a. B1 (Breathing)
Hasil inspeksi akan didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas meningkat dan yang paling sering
didapatkan pada klien Sindrom Guillain-Barre adalah menurunnya ferkuensi
pernapasan karena melemahnya fungsi otot-otot pernapasan. Palpasi biasanya
taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti
ronki pada klien dengan Sindrom Guillain-Barre berhubugan dengan akumulasi
sekret dari infeksi saluran pernapasan.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular pada klien Sindrom Guillain-Barre
menunjukkan bradikardi akibat penurunan perfusi perifer. Tekanan darah
didapatkan hipotensi atau hipertensi akibat penurunan reaksi saraf simpatis dan
parasimpatis.
c. B3 (Brain)
Pengkajian Brain merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan system lainnya. Pemeriksaan Brain meliputi:
1) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Klien dengan Sindrom Guillain-Barre biasanya kesadaran klien komposmentis.
Apabila klien mengalami penurunan tingkat kesadaran maka penialaian GCS

9
sangat penting untuk menilai tingkat keasadarn klien dan bahan evaluasi untuk
monitoring pemberian asuhan.
2) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian fungsi sersebral merupakan pengkajian yang menyangkut
status mental yaitu observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicaram
ekspresi wajah dan aktivitas motorik klien. Klien dengan Sindrom Guillain-Barre
untuk tahap yang lebih lanjutnya disertai penurunan kesadaran biasanya status
mental klien mengalami perubahan.
3) Pengkajian Saraf Kranial
Pengkajian saraf cranial meliputi pengkajian saraf kranial I-XII(3):
a) Saraf I. Biasanya pada klien Sindrom Guillain-Barre tidak ada kelainan dari
fungsi penciuman.
b) Saraf II. Tes ketajaman dan Penglihatan pada kondisi normal.
c) Saraf III, IV, dan VI. Penurunan membuka dan menutup kelopak mata disebut
paralisis okuler.
d) Saraf V. Klien dengan Sindrom Guillain-Barre didapatkan paralisis pada otot
wajah sehingga mengganggu proses mengunyah.
e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dlam batas normal, wajah asimetris karena adanya
paralisis unilateral.
f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduksi adan tuli persepsi
g) Saraf IX dan X. Paralisis otot orofaring, kesulitan berbicara, mengunyah dan
menelan. Kemampuan menelan kurang baik sehingga mengganggu pemenuhan
nutrisi via oral.
h) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternkleidomantoideus dan trapezius. Kemampuan
mobilisasi leher baik.
i) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi paa satu sisi dan tidak ada fasikulasi.
Indra pengecapan normal
4) Pengkajian Sistem Motorik
Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada
Sindrom Guillain Barre tahap lanjut mengalami perubahan. Klien mengalami
kelemahan motorik secara umum sehingga mengganggu mobilitas fisik.
5) Pengkajian Refleks
Pemeriksaan refleks propunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periosteum derajat refleks pada respon normal.
6) Pengkajian Sistem Sensorik
Parestesia (kesemutan kebas) dan kelemahan otot kaki, yang dapat
berkembang ke ekstremitas atas, batang tubuh, dan otot wajah. Klien mengalami
penurunan kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri, dan suhu.

d. B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya
volume penegeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.

10
e. B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan denganpeningkatan produksi asam
lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan
kelemahan otot-otot pengunyah serta gangguan proses menelan menyebabkan
pemenuhan via oral menjadi berkurang.
f. B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan
mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih
banyak dibantu oleh orang lain.

2. Diagnosis keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan kelemahan progresif cepat otot-
otot pernafasan dan ancaman gagal pernafasan.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret,
kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.
c. Resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan perubahan
frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung.
d. Resiko tinggi defisit cairan dan hipovolemik.
e. Resiko gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
ketidakmampuan mengunyah dan menelan makanan.
f. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,
penurunan kekuatan otot, dan penurunan kesadaran.
g. Gangguan persepsi sensorik yang berhubungan dengan kerusakan penerimaan
rangsang sensorik, transmisi sensorik, dan integrasi sensori.
h. Koping individu dan keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis
penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual
dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan, dan merasa tidak ada harapan.
i. Cemas yang berhubungan dengan kondisi sakit dan prognosis penyakit yang buruk.

3. Intervensi Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan progresif
cepat otot-otot pernapasan dan ancaman gagal pernapasan
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan pola
napas kembali efektif.
Kriteria Hasil : Secara subjektif sesak napas (-), RR 16-20x/mnt.
Tidak menggunakan otot bantu napas, gerakan dada normal.

Intervensi Rasionalisasi
Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas Menjadi bahan parameter monitoring
tambahan, perubahan irama dan serangan gagal napas dan menjadi data
kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori dasar intervensi selanjutnya
Evaluasi keluhan sesak napas baik secara Tanda dan gejala meliputi adanya
verbal dan nonverbal kesukaran bernapas saat berbicara,

11
pernapasan dangkal dan irreguler,
menggunakan otot-otot aksesoris,
takikardia, dan perubahan pola napas
Beri ventilasi mekanik Ventilasi mekanik jika pengkajian sesuai
kapasitas vital, klien memperlihatkan
perkembangan kearah kemunduran, yang
mengindikasi kearah memburuknya
kekuatan otot-otot pernapasan
Lakukan pemeriksaan kapasitas vital Kapasitas vital klien dipantau lebih sering
pernapasan dan dengan interval yang teratur dalam
penambahan kecepatan pernapasan dan
kualitas pernapasan, sehingga pernapasan
yang tidak efektif dapat diantisipasi.
Penurunan kapasitas vital dihubungkan
dengan kelemahan otot-otot yang
digunakan saat menelan, sehingga hal ini
menyebabkan kesukaran saat batuk dan
menelan, dan adanya indikasi
memburuknya fungsi pernapasan
Kolaborasi : Membantu pemenuhan oksigen yang sangat
Pemberian humidifikasi oksigen 3l/mnt diperlukan tubuh dengan kondisi laju
metabolisme sedang meningkat

b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi


sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan jalan
napas kembali efektif
Kriteria hasil : Secara subjektif sesak napas (-), RR 16-20x/mnt, tidak
menggunakan otot bantu pernapasan, retraksi ICS (-), ronkhi (-/-),
mengi (-/-), dapat mendemonstrasikan cara batuuk efektif

Intervensi Rasionalisasi
Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas Memantau dan mengatasi komplikasi
tambahan, perubahan irama dan potensial. Pengkajian fungsi pernapasan
kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori, dengan interval yang teratur adalah penting
warna, dan kekentalan sputum karena pernapasan yang tidak efektif dan
adanya kegagalan, karena adanya
kelemahan atau paralisis pada otot-otot
intercostal dan diafragma yang berkembang
dengan cepat
Atur posisi fowler dan semifowler Peninggian kepala tempat tidur
memudahkan pernapasan, meningkatkan

12
ekspansi dada, dan meningkatkan batuk
lebih efektif
Ajarkan cara batuk efektif Klien berada pada risiko tinggi bila tidak
dapat batuk dengan efektif untuk
membersihkan jalan napas dan mengalami
kesulitan dalam menelan, yang dapat
menyebabkan aspirasi saliva dan
mencetuskan gagal napas akut
Lakukan fisioterapi dada;vibrasi dada Terapi fisik dada membantu meningkatkan
batuk lebih efektif
Penuhi hidrasi via oral seperti minum air Pemenuhan cairan dapat mengencerkan
putih dan pertahankan intake cairan mukus yang kental dan dapat membantu
2500ml/hari pemenuhan cairan yang banyak keluar dari
tubuh
Lakukan pengisapan lendir di jalan napas Pengisapan mungkin diperlukan untuk
mempertahankan kepatenan jalan napas
menjadi bersih

c. Risiko gangguan nutrisi:kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


ketidakmampuan mengunyah dan menelan makanan
Tujuan : Pemenuhan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria hasil : Setelah dirawat selama 3 hari klien tidak terjadi
komplikasi akibat penurunan asupan nutrisi

Intervensi Rasionalisasi
Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan Perhatian yang diberikan untuk nutrisi yang
nutrisi oral adekuat dan pencegahan kelemahan otot
karena kurang makanan
Monitor komplikasi akibat paralisis akibat Ilius paralisis dapat disebabkan oleh
insufisiensi aktivitas parasimpatis insufisiensi aktivitas parasimpatis. Dalam
kejadian ini, makanan melalui intravena
dipertimbangkan diberikan oleh dokter dan
perawat memantau bising usus sampai
terdengar
Berikan nutrisi via NGT Jika klien tidak mampu menelan, makanan
diberikan melalui selang lambung
Berikan nutrisi via oral bila paralisis Bila klien dapat menelan, makanan melalui
menelan berkurang oral diberikan perlahan-lahan dan sangat
hati-hati

d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,


penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran

13
Intervensi Rasionalisasi
Kaji tingkat kemampuan klien dalam Merupakan data dasar untuk melakukan
melakukan mobilitas fisik intervensi selanjutnya
Dekatkan alat dan sarana yang dibutuhkan Bila pemulihan mulai untuk dilakukan,
klien dalam pemenuhan aktivitas sehari- klien dapat mengalami hipotensi
hari ortostatik(dari disfungsi otonom) dan
kemungkinan meja tempat tidur untuk
menolong mereka mengambil posisi duduk
tegak
Hindari faktor yang memungkinkan Individu paralisis mempunyai
terjadinya trauma pada saat klien kemungkinan mengalami kompresi
melakukan mobilisasi neuropati, paling sering saraf ulnar dan
peritoneal. Bantalan dapat ditempatkan
disiku dan kepala fibula untuk mencegah
terjadinya masalah ini
Sokong ekstremitas yang mengalami Ekstremitas paralisis disokong dengan
paralisis posisi fungsional dan memberikan latihan
rentang gerak secara pasif paling sedikit
dua kali sehari
Monitor komplikasi gangguan mobilitas Deteksi awal trombosis vena profunda dan
fisik dekubitus sehingga dengan penemuan yang
cepat penanganan lebih mudah
dilaksanakan
Kolaborasi dengan tim fisioterapis Kolaborasi dengan ahli terapi fisik untuk
mencegah deformitas kontraktur dengan
menggunakan pengubahan posisi yang hati-
hati dan latihan rentang gerak

e. Cemas berhubungan dengan kondisi sakit dan prognosis penyakit yang


buruk
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam setelah intervensi kecemasan
hilang atau berkurang
Kriteria hasil : Mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi
penyebab yang memengaruhinya, dan menyatakan cemas berkurang

Intervensi Rasionalisasi
Bantu klien untuk mengekspresikan Cemas berkelanjutan memberikan dampak
perasaan marah, kehilangan, dan takut serangan jantung selanjutnya
Kaji tanda verbal dan nonverbal Reaksi verbal atau nonverbal dapat
kecemasan, dampingi klien, dan lakukan menunjukkan rasa agitasi, marah, dan
tindakan bila menunjukkan perilaku gelisah
merusak

14
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa
marah, menurunkan kerjasama, dan
mungkin memperlambat penyembuhan.
Mulai untuk melakukan tindakan untuk Mengurangi rasa eksternal yang tidak perlu
mengurangi kecemasan. Beri lingkungan
yang tenang dan suasana penuh istirahat
Tingkatkan kontrol sensasi klien Kontrol sensasi klien (dan dalam
menurunkan ketakutan) dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan
klien, menekankan pada penghargaan
terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri), yang positif, membanatu
latihan relaksasi. Latihan teknik-teknik
pengalihan, dan memberikan respon balik
yang positif
Orientasi klien terhadap prosedur rutin Orientasi dapat menurunkan kecemasan
dalam aktivitas yang diharapkan
Memberi kesempatan klien untuk Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
mengungkapkan kecemasannya kekawatiran yang tidak diekspresikan
Memberikan privacy untuk klien dan Memberi waktu untuk mengekspresikan
orang terdekat perasaan, menghilangkan cemas, dan
membentuk perilaku adaptasi.
Adanya keluarga dan teman-teman yang
dipilih klien melayani aktivitas dan
pengalihan (misalnya membaca) akan
menurunkan perasaan terisolasi

f. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan


neuromoskular, penurunan kekuatan otot,penurunan kesadaran.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tin dakan
mobilitas pasien meningkat atau teradaptasi.
Kriteria hasil : Peningkatan kemampuan dan tidak terjadi trombosis vena
profunda dan emboli paru merupakan ancaman pasien yang tidak mampu
menggerakkan ekstremitas, dekubitus tidak terjadi.

Intervensi Rasional
Kaji tingkat kemampuan pasien dalam Merupakan data dasar untuk melakukan
melakukan mobilias fisik intervensi selanjutnya
Dekatkan alat dan sarana yang dibutuhkan Bila pemulihan mulai untuk dilakukan, pasien
pasien dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari dapat mengalami hipotensi ortostatik (dari
disfungsi otonom) dan kemungkinan
membutuhkan meja tempt tidur untuk

15
menolong mereka mengambil posisi duduk
tegak
Hindari factor yang memungkinkan terjadinya Individu paralisis mengalami kemugkinan
trauma pada saat pasien melakukan mobilisasi untuk mengalami kompresi neuropati, paling
sering sarafulnar dan peritoneal. Bantalan
dapat diletakkan disiku dan kepala fibula untuk
mencegah terjadinya masalah ini
Sokong ekstremitas yang mengalami paralisis Ekstremitas paralisis disokong dengan posisi
fungsional dan memberikan latihan rentang
gerak secara pasif paling sedikit dua kalisehari
Monitor komlikasi gangguan mobilitas fisik Deteksi awal thrombosis vena profunda dan
dekubitus sehingga dengan penemuan yang
cepat penanganan lebih mudah dilaksanakan
Kolaborasi dengan tim fisioterapi Kolborasi dengan ahli terapi fisik untuk
mencegah deformitas kontraktur dengan
menggunakan pengubahan posisi yang hati-hati
dan latihan rentang gerak

g. Cemas berhubungan dengan kondisi sakit dan prognosis penyakit yang


buruk.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah intervensi kecemasan
hilang atau berkurang.
Kriteria hasil : Mengenal perasaannya,dapat mengidentifikasi penyebab
atau factor yang mempengaruhinya, menanyakan cemas berkuran

Intervensi Rasional
Bantu pasien mengekspesikan perasaan marah, Cemas berkelanjutan memberikan dampak
kehilangan dan takut serangan jantung selanjutnya
Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan
didampingi psien dan melakuan tindakan bila rasa agitasi, marah dan gelisah
perilaku merusak
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan asa marah,
menurunkan kerja sama an mungkin
memperlambat penyembuhan
Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi Mengurangi rangsangan ekstermal yang tidak
kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan perlu
suasana penuh istirahat
Tingkatkan control dan sensai pasien Kontrol sensasi pasien (dan dalam menurunkan
ketakutan) dengan cara memberikan informasi
tentang keadaan pasien, menekankan pada
penghargaan terhadap sumber-sumber koping

16
(pertahan diri) yang positif, membantu latihan
relaksasi dan teknik-teknik pengalihan dan
memberikan renpons baik yang positif
Orintasikan pasien terhadap rutin dan aktivitas Orientasi dapat menurunkan kecemasan
yang diharapkan
Beri kesempatan kepada pasien untuk Dapat menghilangkan ketenangan terhadap
mengungkapakan kecemasananya kekhawatikan yang tidak diekspresikan
Beri privasi pasien untuk pasien dan orang Memberi waktu untuk mengekspresikan
terdekat perasaan, menghilangkan cemas dan
membentuk perilaku adaptasi.
Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih
pasien melayani aktivitas dan pengalihan
(misalnya membaca) akan menurunkan
perasaan terisolasi

h. Koping individu dan keluarga tidak efektif yabg berhubungan dengan prognosis
penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan actual
dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan, dan merasa tidak ada harapan.
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam setelah intervensi harga diri pasien
meningkat.
Kriteria hasil : Mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang
terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi,
mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui
dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan
cara yang akurat tanpa harga diri yang negative.

Intervensi Rasionalisai
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan Menentukan bantuan untuk individu dalam
hubungan dengan derajat ketidakmampuan menyusun rencana perawatan atau pemilihan
intervensi
Identifikasi arti kehilangan atau difungsi pada Beberapa pasien dapat menerima dan mengatur
pasien perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit
penyesuaian diri, sementara pasien yang lain
mempunyai kesulitan mengenal dan mengatur
kekurangan
Anjurkan pasien untuk mengekspresikan Menunjukkan penerimaan, membantu pasien
perasaan termasuk permusuhan dan kemarahan untuk mengenal dan mulai menyesuaikan
denga perasaan tersebut
Catat ketika pasien menyatakan pertanyaan Mendukung penolakan terhadap bgian tubuh
pengakuan terhadap penolakan tubuh seperti atau perasaan negative terhadap gambaran
sekarat atau mengingkari dan menyatakan tubuh dankemampuan yang menunjukkan
ingin mati kebutuhan dan intervensi serta dukungan

17
emosional
Ingatkan kembali fakta kejadian tentang Membantu pasien untuk melihat bahwa
realitas bahwa masih daoat menggunakan sisi perawat menerima kedua bagian sebagai
yang sakit dan belajar mengonrol sisi yang bagian dari seluruh tubuh. Membiarkan pasien
sehat untuk merasakan adanya harapan dan mulai
menerima situasi baru
Bantu dan anjutkan perawatan yang baik dan Membantu meningkatkan perasaan harga diri
memperbaiki kebiasaan dan mengendalikan lebih dari satu area
kehidupan
Anjurkan orang terdekat unuk mengijinkan Menghidupkan kembali perasaan kemandirian
pasien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal dan membantu perkembangan harga diri serta
untuk dirinya proses rehabilitasi
Dukung perilaku atau usaha seperti Pasien dapat beradaptasi terhadap perubahan
peningkatan minat atau partisipasi dalam dan pengertian tentang peran individu masa
aktivitas rehabilitasi mendatang
Dukung penggunaan alat-alat yang dapat Meningkatkan kemandirian unuk membantu
membantu adaptasie pasien seperti tongkat, pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukkan
alat bantu jalan, tas panjang untuk kateter posisi untuk lebih aktif dalam kegiata social
Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan Dapat mengindikasiakan terjadinya depresi
konsentrasi, letargi dan menarik diri umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke,
ketika intervensi dan evaluasi lebih lanjut
diperlukan
Kolaborasi : Rujuk pada ahli neuropsikologi Dapat memfasilitasi perubahan peran yang
dan konseling bila ada indikasi penting untuk perkembangan perasaan

18
B. ASKEP MIASTENIA GRAVIS
1. Definisi
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi neuromuskuler pada
otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer) . Karakteristik yang muncul
berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan
hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial (Brunner and Suddarth 2002)
Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi transmisi impuls
pada otot-otot volunter tubuh (Sandra M. Neffina 2002)
Miastenia gravis (MG) ialah penyakit kronik Miastenia gravis merupakan bagian dari
penyakit neuromuskular. Miastenia gravis dlah gangguan yang mempengaruhi transmisi
neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang(volunter).
Miastenia grafis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-satunya penyakit
neuromuskular dengan gabungan antar cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan
lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari normal) (price dan
wilson, 1995)
miastenia gravis berarti kelemahan otot yang parah. Miastenia gravis merupakan satu-
satunya penyakit neuromuskular yang merupakan gabungan antara cepatnya terjadi kelemahan
otot-otot voluntar dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama
dari normal)
Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai kelemahan dan
kelelahan otot-otot rangka akibat defisiensi reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuskular.
Serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering pada wanita 15 sampai 35
tahun dan pada pria sampai 40 tahun. Miastenia gravis lebih banyak terdapat pada wanita
daripada pria (usia 40 tahun). Kalau penderita punya thymomas, justru mayoritas pada pria
dengan 50-60 tahun.. Meskipun begitu, gangguan tersebut bisa mempengaruhi para pria atau
wanita pada usia berapapun. Jarang, terjadi selama masa kanak-kanak.

Miastenia Gravis adalah suatu penyakit autoimun dimana persambungan otot dan saraf
(neuromuscular junction) berfungsi secara tidak normal dan menyebabkan kelemahan otot

19
menahun.Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan biasanya mulai timbul pada usia 20-40
tahun
Miastenia gravis adalah salah satu penyakit gangguan autoimun yang mengganggu sistem
sambungan saraf (synaps). Pada penderita miastenia gravis, sel antibodi tubuh atau kekebalan
akan menyerang sambungan saraf yang mengandung acetylcholine (ACh), yaitu neurotransmiter
yang mengantarkan rangsangan dari saraf satu ke saraf lainnya. Jika reseptor mengalami
gangguan maka akan menyebabkan defisiensi, sehingga komunikasi antara sel saraf dan otot
terganggu dan menyebabkan kelemahan otot.

2. ETIOLOGI

Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi pada
neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot akibat reaksi
autoimun. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan
penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler
pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi
dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion
pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan
demikian terjadilah kontraksi otot. Kontraksi otot mengalami kerusakan menyebabkan
kelemahan otot.

Kadang kelemahan otot terjadi setelah sembuh dari suatu penyakit dan seringkali timbul
karena penuaan (sarkopenia). pada miastenia gravis, sistem kekebalan membentuk antibodi yang
menyerang reseptor yang terdapat di sisi otot dari neuromuscular junction.
Reseptor yang dirusak terutama adalah reseptror yang menerima sinyal saraf dengan bantuan
asetilkolin (bahan kimia yang mengantarkan impuls saraf melalui junction atau disebut juga
neurotransmiter). Apa yang menjadi penyebab tubuh menyerang asetilkolinnya sendiri, tidak
diketahui.Tetapi faktor genetik pada kelainan kekebalan tampaknya memegang peran yang
penting.Antibodi ini ikut dalam sirkulasi darah dan seorang ibu hamil yang menderita miastenia
gravis bisa melalui plasenta dan sampai ke janin yang dikandungnya. Pemindahan antibodi ini
bisa menyebabkan miastenia neonatus, dimana bayi memiliki kelemahan otot yang akan
menghilang beberapa hari sampai beberapa minggu setelah dilahirkan.

Gangguan tersebut kemungkinan dipicu oleh infeksi, operasi, atau penggunaan obat-
obatan tertentu, seperti nifedipine atau verapamil (digunakan untuk mengobati tekanan darah
tinggi), quinine (digunakan untuk mengobati malaria), dan procainamide (digunakan untuk
mengobati kelainan ritme jantung). Neonatal myasthenia terjadi pada 12% bayi yang dilahirkan
oleh wanita yang mengalami myasthenia gravis. Antibodi melawan acetylcholine, yang beredar

20
di dalam darah, bisa lewat dari wanita hamil terus ke plasenta menuju janin. Pada beberapa
kasus, bayi men galami kelemahan otot yang hilang beberapa hari sampai beberapa minggu
setelah lahir. Sisa 88% bayi tidak terkena.

Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat disebabkan:


1. pekerjaan fisik yang berlebihan
2. emosi
3. infeksi
4. melahirkan anak
5. progresif dari penyakit
6. obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya streptomisin, neomisisn,
kurare, kloroform, eter, morfin sedative dan muscle relaxan
7. Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya kalium

3. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi klinis miastenia gravis dapat dibagi menjadi

a. Kelompok I: Miastenia okular


Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak
ada kasus kematian
b. Kelompok IIA: Miastenia umum ringan
Awitan( onset) lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka
dan bulbar. Sistem pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik. Angka
kematian rendah
c. Kelompok IIB: Miastenia umum sedang
Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut semakin berat
dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria, disfagia, dan sukar
mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan miastenia gravis umum ringan. Otot-otot
pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan dan aktifitas
pasien terbatas, tetapi angka kematian rendah
d. Kelompok III: Miastenia berat fulminan akut
Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang berat disertai
mulai terserangnya otot-otot pernapasan. Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam
waktu 6 bulan. Respons terhadap obat buruk. Insiden krisis miastenik, kolinergik, maupun
krisis gabungan keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi
e. Kelompok IV: Miastenia berat lanjut
Miastenia gravis berat lanjut timbul paling sedikit 2 tahun sesudah awitan gejala-
gejala kelompok I atau II. Miastenia gravis berkembang secara perlahan-lahan atau secara
tiba-tiba. Respons terhadap obat dan prognosis buruk.

2. bentuk varian miastenia gravis, antara lain:


a. Miastenia neonates

21
Jenis ini hanya bersifat sementara, biasanya kurang dari bulan. Jenis ini terjadi pada bayi
yang ibunya menderita miastenia gravis, dengan kemungkinan 1:8, dan disebabkan oleh
masuknya antibodi antireseptor asetilkolin ke dalam melalui plasenta
b. Miastenia anak-anak (juvenile myastenia)
Jenis ini mempunyai karakteristik yang sama dengan miastenia gravis pada dewasa
c. Miastenia congenital
Biasanya muncul pada saat tidak lama setelah bayi lahir. Tidak ada kelainan imunologik
dan antibodi antireseptor asetilkolin tidak ditemukan. Jenis ini biasanya tidak progresif
d. Miastenia familial
Sebenarnya, jenis ini merupakan kategori diagnostik yang tidak jelas. Biasa terjadi pada
miastenia kongenital dan jarang terjadi pada miastenia gravis dewasa
e. Sindrom miastenik (Eaton-Lambert Syndrome)
Jenis ini merupakan gangguan presinaptik yang dicirikan oleh terganggunya pengeluaran
asetilkolin dari ujung saraf. Sering kali berkaitan dengan karsinoma bronkus (small-cell
carsinoma). Gambaran kliniknya berbeda dengan miastenia gravis. Pada umumnya penderita
mengalami kelemahan otot-otot proksimal tanpa disertai atrofi, gejala-gejala orofaringeal dan
okular tidak mencolok, dan refleks tendo menurun atau negatif. Seringkali penderita mengeluh
mulutnya kering
f. Miastenia gravis antibodi-negatif
Kurang lebih ¼ daripada penderita miastenia gravis tidak menunjukkan adanya antibodi.
Pada umumnya keadaan demikian terdapat pada pria dari golongan I dan IIB. Tidak adanya
antibodi menunjukkan bahwa penderita tidak akan memberi respons terhadap pemberian
prednison, obat sitostatik, plasmaferesis, atau timektomi
g. Miastenia gravis terinduksi penisilamin
D-penisilamin (D-P) digunakan untuk mengobati arthritis rheumatoid, penyakit Wilson,
dan sistinuria. Setelah penderita menerima D-P beberapa bulan, penderita mengalami miastenia
gravis yang secara perlahan-lahan akan menghilang setelah D-P dihentikan
h. Botulisme
Botulisme merupakan akibat dari bakteri anaerob, Clostridium botulinum, yang
menghalangi pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf motorik. Akibatnya adalah paralisis berat
otot-otot skelet dalam waktu yang lama. Dari 8 jenis toksin botulinum, tipe A dan B paling sering
menimbulkan kasus botulisme. Tipe E terdapat pada ikan laut (see food). Intoksikasi biasanya
terjadi setelah makan makanan dalam kaleng yang tidak disterilisasi secara sempurna.
Mula-mula timbul mual dan muntah, 12-36 jam sesudah terkena toksin. Kemudian
muncul pandangan kabur, disfagia, dan disartri. Pupil dapat dilatasi maksimal. Kelemahan terjadi
pola desendens selama 4-5 hari, kemudian mencapai tahap stabil (plateau). Paralisis otot
pernapasan dapat terjadi begitu cepat dan bersifat fatal. Pada kasus yang berat biasanya terjadi
kelemahan otot ocular dan lidah. Sebagian besar penderita mengalami disfungsi otonom (mulut
kering, konstipasi, retensi urin).

Klasifikasi menurut osserman ada 4 tipe :


22
a. Oeular miastenia
terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak ada
kematian
b. Mild generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-otot skelet dan
bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon terhadap otot baik
Moderate generalized myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat tidak
memuaskan
c. Severe generalized myasthenia
 Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progesi penyakit
biasanya komlit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurangmemuaskan, aktivitas penderita
terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi thymoma
 Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari myasthenia
gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma kedua paling tinggi. Respon
terhadap obat dan prognosis jelek

d. Myasthenia crisis
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat disebabkan:
 pekerjaan fisik yang berlebihan
 emosi
 infeksi
 melahirkan anak
 progresif dari penyakit
 obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya streptomisin, neomisisn,
kurare, kloroform, eter, morfin sedative dan muscle relaxan
 Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya kalium

4. Manifestasi Klinik
Pada 90% penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular yang menimbulkan
kelopak mata turun (ptosis) dan diplopia ( penglihatan ganda ) ini karena otot mata lemah. Mula
timbul dengan ptosis unilateral atau bilateral. Setelah beberapa minggu sampai bulan, ptosis
dapat dilengkapi dengan diplopia (paralysis ocular). Kelumpuhan-kelumpuhan bulbar itu timbul
setiap hari menjelang sore atau malam. Pada pagi hari orang sakit tidak diganggu oleh
kelumpuhan apapun. Tetapi lama kelamaan kelumpuhan bulbar dapat bangkit juga pada pagi hari
sehingga boleh dikatakan sepanjang hari orang sakit tidak terbebas dari kesulitan penglihatan.
Gejala ini biasanya intermitten, dan dapat hilang untuk beberapa minggu kemudian terjadi
kembali.

23
Pada pemeriksaan dapat ditemukan ptosis unilateral atau bilateral, salah satu otot okular
paretik, paresis N III interna (reaksi pupil). Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan
otot-otot levator palpebra kelopak mata. Walaupun otot levator palpebra jelas lumpuh pada
miastenia gravis, namun adakalanya masih bisa bergerak normal. Tetapi pada tahap lanjut
kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis miastenia gravis. Bila penyakit
hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat ringan dan tidak
akan menyebabkan kematian
 kesulitan berbicara (dysarthria) & kesulitan menelan (dsyphagia)
miastenia gravis menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring.Pada pemeriksaan dapat
ditemukan paresis N VII bilateral atau unilateral, kelemahan otot pengunyah, paresis palatum
mol/arkus faringeus/uvula/otot-otot farings dan lidah. Keadaan ini dapat menyebabkan
regurgitasi dan tersedak melalui hidung jika pasien mencoba menelan, menimbulkan suara yang
abnormal, atau suara nasal, dan pasien tidak mampu menutup mulut yang dinamakan sebagai
tanda rahang yang menggantung
 suara parau ( disfonia ) dan otot leher yang lemah yang selalu membuat kepala cenderung jatuh
jatuh kedepan atau ke belakang
miastenia gravis menyerang otot-otot leher sehingga kepala harus ditegakkan dengan
tangan. Kemudian otot-otot anggota gerak berikut otot-otot interkostal. Atrofi otot ringan dapat
ditemukan pada permulaan, tetapi selanjutnya tidak lebih memburuk lagi.
 Kelemahan diafragma dan otot-otot interkosal progressif menyebabkan gawat napas
Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya
dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak mampu lagi membersihkan lendir. gejala berat
berupa melemahnya otot pernapasan (respiratory paralysis), yang biasanya menyerang bayi yang
baru lahir
 Kelemahan menyeluruh biasanya bermula pada batang tubuh, lengan, tungkai dalam satu tahun
pertama onset
 Otot lengan biasanya yang paling parah. Kelemahan otot cenderung memburuk setiap harinya,
terutama setelah aktivitas
Gejala-gejala ringan biasanya akan membaik setelah beristirahat, dengan memberikan
obat antikolinesterase. tetapi bisa muncul kembali bila otot kembali beraktifitas Penyakit
miastenia gravis ini bisa disembuhkan tergantung kerusakan sistem saraf yang dialami.
Gejala-gejala dapat menjadi lebih atau mengalami pemburukan ( eksaserbasi) oleh sebab:
 Perubahan keseimbangan hormonal, misalnya selama kehamilan, fluktuasi selama siklus haid atau
gangguan fungsi tiroid.
 Adanya penyakit penyerta terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan infeksi yang
disertai diare dan demam
 Gangguan emosi, kebanyakan pasien mengalami kelemahan otot apabila mereka berada dalam
keadaan tegang
 Alkohol, terutama bila dicampur dengan air soda yang mengandung kuinin untuk mempermudah
terjadinya kelemahan otot

24
5. KRISIS PADA MIAESTANIA GRAVIS
Pada miastenia gravis dikatakan berada dalam krisis jika ia tidak dapat menelan,
membersihkan sekret, atau bernapas secara adekuat tanpa bantuan alat-alat. Ada dua jenis krisis,
yaitu:

1. Krisis miastenik
Krisis miastenik yaitu keadaan dimana dibutuhkan antikolinesterase yang lebih banyak.
Keadaan ini dapat terjadi pada kasus yang tidak memperoleh obat secara cukup dan dapat
dicetuskan oleh infeksi.
Tindakan terhadap kasus demikian adalah sebagai berikut:
 Kontrol jalan napas
 Pemberian antikolinesterase
 Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis
Bila pada krisis miastenik pasien tetap mendapat pernapasan buatan (respirator), obat-obat
antikolinesterase tidak diberikan terlebih dahulu, karena obat-obat ini dapat memperbanyak
sekresi saluran pernapasan dan dapat mempercepat terjadinya krisis kolinergik. Setelah krisis
terlampaui, obat-obat dapat mulai diberikan secara bertahap, dan seringkali dosis dapat
diturunkan.
2. Krisis kolinergik
Krisis kolinergik yaitu keadaan yang diakibatkan kelebihan obat-obat antikolinesterase.
Hal ini mungkin disebabkan karena pasien tidak sengaja telah minum obat berlebihan, atau
mungkin juga dosis menjadi berlebihan karena terjadi remisi spontan. Golongan ini sulit
dikontrol dengan obat-obatan dan batas terapeutik antara dosis yang terlalu sedikit dan dosis
yang berlebihan sempit sekali. Respons mereka terhadap obat-obatan seringkali hanya parsial.

Tindakan terhadap kasus demikianadalah sebagai berikut:


 Kontrol jalan napas
 Penghentian antikolinesterase untuk sementara waktu, dan dapat diberikan atropine 1 mg
intravena dan dapat diulang bila perlu. Jika diberikan atropine, pasien harus diawasi secara ketat,
karena secret saluran napas dapat menjadi kental sehingga sulit dihisap atau mungkin gumpalan

25
lender dapat menyumbat bronkus, menyebabkan atelektasis. Kemudian antikolinesterase dapat
diberikan lagi dengan dosis yang lebih rendah
 Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis.
Untuk membedakan kedua tipe krisis tersebut dapat diberikan tensilon 2-5 mg intravena.
Obat ini akan memberikan perbaikan sementara pada krisis miastenik, tetapi tidak akan
memberikan perbaikan atau bahkan memperberat gejala-gejala krisis kolinergik.

6. PATOFISIOLOGI
Dasar ketidak normalan pada mestenia grafis adalah adanya kerusakan pada transmisi
impuls saraf menuju sel-sel otak karena kehilangan kemampuanatau hilangnya reseptor normal
membran postsinaps pada sambungan neuro muscular.
Otot kerangka atau otot lurik di persarafi oleh saraf besar bermielin yang berasal dari sel
kornum anterior medula spinalis dan batang otak. Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam
bentuk saraf-saraf spinal dan kranial menuju ke perifer. Masing-masing saraf memiliki banyak
sekali cabang dan mampu merangsan sekitar 2.000 serabut otot rangka. Gabungan antara saraf
motorik dan serabut-serabut otot yang di persarafi disebut unit motorik. Meskipun setiap neuron
motorik mempersarafi banyak serbut otot, tetapi setiap serabut otot di persarafi oleh hanya satu
neuron motorik(price dan wilson, 1995).
Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf motorik dan serabut otot
disebut sinaps neuromuskular dan hubungan neuromuskular. Hubungan neuromuskukar
merupakan suatu sinap kimia antara saraf dan otot yang terdiri atas tiga komponen dasar, yaitu
unsur prasinaps, elemen postsinaps, dan celah sinaps yang mempunyai lebar sekitar 200 A.
Unsur prasinaps terdiri atas akson terminal dengan vesikel sinaps yang berisi asetilkolin yang
merupakan neurotransmiter.
Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal. Membran plasma akson
terminal diebut membran prasinaps. Unsur prosinaps terdiri dari membran membran post sinaps (
post – functional membrane ) atu lempeng akhir motorik serabut otot.
Membran post sinaps dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang
dinamakan alur atau palung sinaps tempat akson terminal menonjol masuk ke dalamnya. Bagian
ini mempunyai banyak lipatan ( celah- celah subneular ) yang sangat menambah luas permukaan.
Membran post sinaps memiliki reseptor reseptor asetilkolin dan sanggup menghasilkan potensial
lempeng akhir yang selanjutny dapat mencetuskan potensial aksi otot. pada membran post sinaps
juga terdapat suatu enzim yang dapat menghancurkan asetilkolin yaitu asetilkolinerase. Celah
sinaps adalah ruang yang terdapat antara membran pra sinaps dan post sinaps. Ruang tersebut
terisi macam zat gelatin dan melalui gelatin ini cairan ekstrasel dapat berdifusi.
Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromuskular maka mebran akson terminal
prasinaps mengalami depolaisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps.
Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada

26
membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium
maupun kalium pada membran postsinaps.
Infulks ion natrium dan pengeluaran ion kalium secara tiba-tiba menyebabkan
depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai potensial lempeg akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai
ambang akan terbentuk potensial aksi dalam membran otot yang tidak berhubungan dengan sarf,
yang akan disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini memicu serangkaian reaksi yang
melibatkan kontraksi serabut otot. Setelah transmisi melewati hubungan neuromuskular terjadi,
asetilkolin akan dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase.
Pada orang normal jumlah asetilkolin yang dilepaskan sudah lebih dari cukup untuk
menghasilkan potensial aksi. Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu. Jumlah
resiptor asekotilkolin berkurang, mungkin akibat cidera autoimun. Antibodi terhadap protein
reseptor asetilkolin banyak ditemukan dalam serum penderita miestenia gravis. Akibat dari
kerusakan reseptor primer atau sekunder oleh suatu agen primer yang belum di kenal merupakan
faktor yang penting nilainya dalam penentuan patogenesis yang tepat dari miastenia gravis.
Pada klien miastenia gravis, secara makroskopis otot-ototnya tampak normal. Jika ada
atrofi, maka itu disebabkan karena otot tidak di pakai.secara mikroskopis beberapa kasus dapat
ditemukan infiltrasi limfosit dalam otot rangka tidak dapat ditemukan kelainan yang
konsisten(price dan Wilson 1995).
Pada orang normal, bila ada impuls saraf mencapai hubungan neuromuskular, maka
membran akson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan
dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor
asetilkolin pada membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas
terhadap natrium dan kalium secara tiba-tiba menyebabkan depolarisasi lempeng akhir dikenal
sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial
aksi dalam membran otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang
sarkolema. Potensial aksi ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi serabut
otot. Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuscular terjadi, astilkolin akan dihancurkan
oleh enzim asetilkolinesterase
Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu. Abnormalitas dalam penyakit
miastenia gravis terjadi pada endplate motorik dan bukan pada membran presinaps. Membran
postsinaptiknya rusak akibat reaksi imunologi. Karena kerusakan itu maka jarak antara membran
presinaps dan postsinaps menjadi besar sehingga lebih banyak asetilkolin dalam perjalanannya
ke arah motor endplate dapat dipecahkan oleh kolinesterase. Selain itu jumlah asetilkolin yang
dapat ditampung oleh lipatan-lipatan membran postsinaps motor end plate menjadi lebih kecil.
Karena dua faktor tersebut maka kontraksi otot tidak dapat berlangsung lama.
Kelainan kelenjar timus terjadi pada miastenia gravis. Meskipun secara radiologis
kelainan belum jelas terlihat karena terlalu kecil, tetapi secara histologik kelenjar timus pada
kebanyakan pasien menunjukkan adanya kelainan. Wanita muda cenderung menderita
hiperplasia timus, sedangkan pria yang lebih tua dengan neoplasma timus. Elektromiografi
menunjukkan penurunan amplitudo potensial unit motorik apabila otot dipergunakan terus-
menerus.
27
7. KOMPLIKASI
1. Bisa timbul miastenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi yang tidak diawasi
2. Pneumonia
3. Bullous death

8. PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. ANAMNESA
Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
Keluhan utama yang sering menyebabkan klien miastenia gravis minta pertolongan
kesehatan sesuai kondisi dari adanya penurunan atau kelemahan otot-otot dengan manifestasi
diplopia (penglihatan ganda), ptosis ( jatuhnya kelopak mata, dapat gambar 8-4) merupakan
keluhan utama dari 90% klien miestenia gravis, disfonia (gangguan suara), masalah menelan,
dan menguyah makanan. Pada kondisi berat keluhan utama biasanya adalah ketidak mampuan
menutup rahang, ketidakmampuan batuk efektif, dan dispenia
 RIWAYAT PENYAKIT SAAT INI
Miastenia gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring. Keadaan ini dapat
menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika klien mencoba menelan (otot-otot palatum)
menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal, dan klien tidak mampu menutup mulut yang
dinamakan sebagi tanda rahang menggantung
Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah dan akhirnya
dapat berupa serangan dispenea dan klien tak lagi mampu membersihkan lendir dari trakea dan
cabang-cabangnya.Pada kasus lanjut, gelang bahu dan panggul dapat terserang dan terjadi
kelemahan semua otot-otot rangka. Biasanya gejala-gejala miastenia gravis dapat diredakan
dengan beristirahat dan memberikan obat antikolinesterase
 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit yang memperberat kondisi
miastenia grafis seperti hipertensi dan diabetes militus.
 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
kaji kemungkinan dari generasi terdahulu yang mempunyai persamaan dengan keluhan
klien saat ini
 PENGKAJIAN PSIKO SOSIO SPIRITUAL

28
Klien miastenia gravis sering mengalami gangguan emosi dan kelemahan otot apabila
mereka berada dalam keadan tegang. Adanya kelemahan pada kelopak mata (ptosis), dilopia, dan
kerusakan dalam komunikasi verbal menyebabkan klien sering mengalami gangguan citra diri.

b. PEMERIKSAAN FISIK
Seperti telah disebutkan sebelumnya, miastenia gravis diduga merupakan gangguan
autoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubungan
neuromuskular. Keadaan ini sering bermanifestasi sebagai penyakit yang berkembang progresif
lambat. Tetapi penyakit ini dapat tetap terlokalisasi pada sekelompok otot tertentu saja. Karena
perjalanan penyakitnya sangat berbeda pada masing-masisng klien, maka prognosisnya sulit
ditentukan

 B1 (breathing)
Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan batuk efektif, produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, Dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal
pernafasan akut dan peningkatan frekuensi pernafasan sering didapatkan pada klien yang disertai
adanya kelemahan otot-otot pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi dan
stridor pada klien menandakan adanya akumulasi sekret pada jalan napas dan penurunan
kemampuan otot-otot pernapasan

 B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler terutama dilakukan untuk memantau
perkembangan status kardiovaskuler, terutama denyut nadi dan tekanan darah yang secara
progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak membaikya status pernapasan,Hipotensi /
hipertensi, takikardi / bradikardi
 B3(brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya. Kelemahan otot ektraokular yang menyebabkan palsi ocular,
jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik
 B4 (bladder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume output
urine,ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
Pemeriksaan lainnya berhubungan dengan Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine,
hilangnya sensasi saat berkemih.
 B5 (bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada klien miastenia gravis menurun karena ketidakmampuan menelan
maknan sekunder dari kelemahan otot-otot menelan.pemeriksaan lainnya berhubungan dengan
kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus turun.

29
 B6 (bone)
Adanya kelemahan otot-otot volunter memberikan hambatan pada mobilitas dan
mengganggu aktifitas perawatan diri. Pemeriksaan lainnya berhubungan dengan Gangguan
aktifitas/ mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.

Tingkat kesadaran
Biasanya pada kondisi awal kesadaran klien masih baik

Fungsi serebral
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara dan
observasi ekspresi wajah, aktifitas motorik yang mengalami perubhan seperti adanya gangguan
perilaku, alam perasaan, dan persepsi.

Pemeriksaan syaraf cranial


Saraf I : Biasanya pada klien epilepsi tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada
kelainan
Saraf II : Penurunan pada tes ketajaman penglihatan, klien sering mengeluh adanya penglihatan
ganda
Saraf III, IV dan VI : Sering didaptkan adanya ptosis. Adanya oftalmoglegia (dapat dilihat pada
gambar 8-5), mimik dari pseudointernuklear oftalmoglegia akibat gangguan motorik pada saraf
VI
Saraf V : Didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat kelumpuhan pada otot-otot wajah.
SarafVII : Persepsi pengecapan teganggu akibat adanya gangguan motorik lidah/triple-furrowed
lidah
Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
Saraf IX dan X : Ketidakmampuan dalam menelan
Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternoklidomastoideus dan trapezius
Saraf XII : Lidah tidak simetris, adanya deviasi pada satu sisi akibat kelemahan otot motorik
pada lidah/triple-furrowed lidah

Sistem motorik
Karakteristik utama miastenia gravis adalah kelemahan dari sistem motorik. Adanya
kelemahan umum pada otot-otot rangka memberikan manifestasi pada hambatan mobilitas dan
intoleransi aktivitas klien.

Pemeriksaan refleks

30
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum derajat
refleks pada respon normal.

Sistem sensorik
Pemeriksaan sensorik pada epilepsi biasanya didapatkan perasaan raba normal, perasaan
suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan


b. Gangguan aktifitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum,
keletihan

Diagnosa lain yang mungkin antara lain :


a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan peningkatan produksi mokus
dan penurunan kemampuan batuk efektif
b. Resiko tinggi aspirasi yang berhubungan dengan penurunan kontrol tersedak dan batuk efektif
c. Gangguan pemenuhan nutrisi yang berhubungan dengan ketidakmampuan
d. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan otot-otot volunter
e. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan disfonia, gangguan pengucapan kata,
gangguan neuromuskular, hilangnya kontrol tonus otot fasial atau oral
f. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan adanya ptosis, ketidakmampuan komunikasi
verbal

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi pola pernafasan klien kembali
efektif
Kriteria hasil: irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam bahasa normal, bunyi napas
terdengar jelas, respirator terpasang dengan optimal

Intervensi Rasional
Kaji kemampuan ventilasi Untuk klien dengan penurunan kapasitas
ventilasi, perawat mengkaji frekuensi
pernafasan, kedalaman, dan bunyi
nafas,pantau hasil tes paru-paru(volume tidal,
kapasitas vital, kekuatan ispirasi), dengan

31
interval yang sering dalam mendeteksi
masalah paru-paru, sebelumperubahan kadar
gas darah arteri dan sebelum tampak gejala
klinik

Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman Dengan mengkaji kwalitas, frekuensi, dan
pernapasan, laporkan setiap perubahan yang kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui
terjadi sejauh mana perubahan kondisi klien

Baringkan klien dalam posisi yang nyaman Penurunan diagfragma memperluas daerah
dan dalam posisi duduk dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal

Observasi tanda-tanda vital(nadi,RR) Peningkatan RR dan takikardi merupakan


indikasi adanya penurunan fungsi paru

Lakukan auskultasi suara napas tiap2-4 jam Auskultasi dapat menentukn kelainan suara
napaspda bagian paru-paru
Kemungkinan akibat dari berkurangnya atau
tidak berfungsinya lobus, segmen, dan salah
satu dari paru-paru
Pada daerah kolaps paru suara bernafas tidak
terdengar tetapi bila hanya sebagian yang
klolaps suara pernafasan tidak terdengar
dengan jelas
Hal tersebut dapat menentukan fungsi paru
yang baik dan tidak adanya atelektasis paru

Bantu dan ajarkan klien untuh batukdan Menekan darah yang nyeri ketika batuk dan
napas dalam yang efektif napas dalam,. Penekanan otot –otot serda
abdomen membuat batek lebih efekti paru

Kolaborasi untuk pemasanganreseptor Resiptor mengambil alih fungsi ventilasi yang


tergnggu akibatkelemahan dari otot-otot
pernapasan

Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik


umum, keletihan.

32
Tujuan: infeksi bronkhopulmonal dpat dikendalikan untuk menghilangkan edema inflamsi
dan memungkinkan penyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak
memberikan dampak pada individu yang memiliki paru-paru normal, dapat berbahaya bagi
klien dengan PPOM

Intervensi Rasional

Kaji kemampuan klien dalam melakukan Menjadi data dasar dalam melakukan
aktifitas intervensi selanjutnya

Atur cara beraktifitas klien sesuai Sasaran klien adalah memperbaiki kekuatan
kemampuan dan daya tahan. Menjdi partisipan dalam
pengobatan, klien harus belajar tentang fakta-
fakta dasar mengenai agen-agen
antikolinesterase-kerja, waktu, penyesuaian
dosis, dan efek toksik. Dan yang penting pada
pengggunaan medikasi dengan tepat waktu
adalah ketegasan

Evaluasi kemampuan aktivitas motorik Menilai tingkat keberhasilan dari terapi yang
telah diberikan

33
34
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Sindrom Guillan Barre (GBS atau SGB)
Guillan Barre Syndrome atau Sindrom Guillan Barre (GBS atau SGB)
merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi
secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf
perifer, radiks, dan nervus kranialis. Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi
antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun
Central Medical Mayo Clinic melakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7
per 100.000 orang. Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74
tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Pada pasien yang mengalami miastenia
gravis akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat berbahaya bagi
penderitanya, misalnya: kegagalan jantung, kegagalan pernapasan, infeksi dan sepsis,
trombosis vena, serta emboli paru. Sindrom ini dapat menyebabkan tidak efektifnya
pola napas, gangguan mobilitas fisik, resiko integritas kulit, nutrisi kurang dari
kebutuhan, gangguan eliminasi serta gangguan komunikasi verbal.
2. Myastenia gravis
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi
neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer) .
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi
kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial
(Brunner and Suddarth 2002)
Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi transmisi
impuls pada otot-otot volunter tubuh (Sandra M. Neffina 2002)

B. Saran
a. Bagi pasien/klien:
1. Klien akan ikut berpartisipasi dalam menentukan perencanaan keperawatan,
dan akan meningkatkan kerjasama klien dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan.
2. Proses keperawatan menjamin klien akan mendapatkan asuhan keperawatan
yang berkesinambungan.
3. Klien akan mendapatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan yang optimal
b. Bagi perawat/mahasiswa
Lebih meninngkatkan kualitas dalam pelayanan terhadap pasien sehingga
perawat mampu memberikan Asuhan Keperawatan yang baik dan optimal.Serta
dapat menjadi tolok ukur dalam mengembangkan kemampuan perawat

35
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi. EGC: Jakarta
Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi I. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
Jukarnain. 2011. Keperawatan Medikal – Bedah gangguan Sistem Persarafan.
Long, Barbara C. 1996. Keperawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Morhead,Sue.dkk.Nursing Outcomes Clasification (NOC).Fourthedition.
Mosby.Philadelphia.
Mc.Closky J.dan Bulaceck G.2000.Nursing incomes Clasification (NIC).
Mosby Philadelphia.
Amanda Putri Nugrahanti. "Misteri Sindrom Guillain–Barré", (Kompas), 20
Januari 2015, p. 14.
http://kamuskesehatan.com/arti/sindrom-guillain-barre/".Sindrom Guillain-
Barré.diakses tanggal 20 Januari 2015

36

Vous aimerez peut-être aussi