Vous êtes sur la page 1sur 17

ASKEP SINDROM KORONER AKUT (SKA)

Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Gawat Darurat


Yang dibina oleh Bapak Ns Supono, S.Kep. M.Kep. Sp. Mb

Oleh Kelompok I:
1. Angga Dwi Agustino 1601470001
2. Adinda Alisabella 1601470003
3. Firda Ayu M 1601470006
4. Lailatul Fitria 1601470010
5. Erina Surya Pratiwi 1601470008
6. Dinda Dyah L 1601470012
7. Vela Latifah 1601470014
8. Maharani Dwi 1601470016
9. Nuril Kumalasari 1601470020
10. Hanifa Safitri 1601470022
11. Dinda Risma 1601470024
12. Rohimah 1601470026
13. Tiara Suci L 1601470031
14. Alifia Fitrah 1601470033
15. Astrit Anisaningrum 1601470035
16. Riza Masruroh 1601470037
17. Dwi Siska 1601470039
18. Angger Rangga S 1601470041
19. Bagus Prasetyo 1601470043

Politeknik Kesehatan Malang


Jurusan Keperawatan
Program Studi Sarjana Terapan Keperawatan Lawang
Maret 2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan
tugas makalah Keperawatan Gawat Darurat dengan judul “Askep Sindrom
Koroner Akut (SKA)”
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Ns Supono S.Kep., M.Kep SpMB., selaku Kaprodi Sarjana
Terapan Keperawatan Lawang dan selaku dosen Keperawatan Gawat
Darurat
2. Teman-teman yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah
ini hingga selesai.
Penulis sadar, sebagai mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran,
penulisan makalah ini banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif dari pembaca demi
perbaikan penulisan makalah untuk selanjutnya. Harapan penulis, semoga makalah
sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Lawang, 01 Maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Tanda dan Gejala
2.4 Patofisiologi
2.5 Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
2.6 Penatalaksanaan
2.7 Pengkajian Keperawatan
2.8 Diagnosa Keperawatan
2.9 Intervensi Keperawatan
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom koroner akut (acute coronary syndrome) meliputi spektrum
penyakit dari Infark miokard akut (Ml) sampai angina tak stabil (unstable angina).
Penyebab utama penyakit ni adalah trombosis arteri koroner yang berakibat pada
iskemi dan infark miokard. Derajat iskemik dan ukuran infark ditentukan oleh
derajat dan lokasi trombosis.
Sejak 1960-an, ketika terapi standart menjadi istirahat penuh (beef rest) dan
defibrilasi (Jika diperlukan), angka kematian infark miokard akut menurun terus.
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan
manifestasl klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat lskemia
miokardium. SKA tendiri atas angina pektoris tidak stabil, infark myocard acute
(IMA) yang dlsertai elevasi segmen ST. Penderita dengan infark miokardium tanpa
elevasi ST. 3 SKA ditetapkan sebagai manifestasi klinis penyakit arteri koroner.
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan manifestasi utama proses
aterosklerosls.
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 Juta
penduduk Amerika, menderita penyakit Jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 Juta
orang yang dlperkirakan mengalaml serangan infark miokardium setiap tahun.
Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan
tidak ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun. 4-6 Penyakit jantung
koroner juga mempakan penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas dapat diperoleh rumusan masalah seperti :
1. Apa definisi sindrom koroner akut?
2. Apa etiologi sindrom koroner akut?
3. Apa saja tanda gejala sindrom koroner akut?
4. Bagaimana patofisiologi sindrom koroner akut?
5. Apa saja pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sindrom koroner akut?
6. Bagimana penatalaksanaan medis sindrom koroner akut?
7. Bagaimana pengkajian keperawatan sindrom koroner akut?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Untuk mengetahui definisi sindrom koroner akut.
2. Untuk mengetahui etiologi sindrom koroner akut.
3. Untuk mengetahui tanda gejala sindrom koroner akut.
4. Untuk mengetahui patofisiologi sindrom koroner akut.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sindrom
koroner akut.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis sindrom koroner akut.
7. Untuk mengetahui pengkajian keperawatan sindrom koroner akut.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Penyakit Sindrom Koroner Akut adalah terjadi ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen miokard.(Heni Rokhani, SMIP, CCRN. et.al).
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah gabungan gejala klinik yang
menandakan iskemia miokard akut, terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi
segmen ST (ST segment elevation myocardial infarction = STEMI), infark
miokard akut tanpa elevasi segment ST ( non ST segemnt elevation myocardial
infarction = NSTEMI), dan angina pektoris tidak stabil (unstable angina pectoris =
UAP). (Jantunghipertensi.com)
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan
manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
miokardium.(Satria Perwira’s)

2.2 Etiologi
Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya: atrial
fibrillation), emboli paru-paru (pulmonary embolism) ,hipertensi maligna atau
accelerated, penyakit tiroid (hipotiroidisme atau hipertiroidisme), valvular heart
disease, unstable angina, high output failure, gagal ginjal, permasalahan yang
ditimbulkan oleh pengobatan (medication- induced problems), intake (asupan)
garam yang tinggi, dan anemia berat.
Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat
diklasifikasikan dalam enam kategori utama:
1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan
oleh hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak terkoordinasi (left
bundle branch block), berkurangnya kontraktilitas (kardiomiopati).
2. Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi).
3. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.
4. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi).
5. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard
(tamponade).
6. Kelainan kongenital jantung.
Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus
Faktor predisposisi merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain:
hipertensi, penyakit arteri koroner, kardiomiopati, enyakit pembuluh darah,
penyakit jantung kongenital, stenosis mitral, dan penyakit perikardial.
Faktor pencetus merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain:
meningkatnya asupan (intake) garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti
gagal jantung, infak miokard akut, hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli
paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif.

2.3 Tanda dan Gejala


Rilantono (1996) mengatakan gejala sindrom koroner akut berupa keluhan
nyeri ditengah dada, seperti: rasa ditekan, rasa diremas-remas, menjalar ke
leher,lengan kiri dan kanan, serta ulu hati, rasa terbakar dengan sesak napas dan
keringat dingin, dan keluhan nyeri ini bisa merambat ke kedua rahang gigi kanan
atau kiri, bahu,serta punggung. Lebih spesifik, ada juga yang disertai kembung pada
ulu hati seperti masuk angin atau maag.
Tapan (2002) menambahkan gejala kliniknya meliputi:
1. Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke otot
jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati .
2. Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina).
Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung
selama lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah, leher,
bahu dan lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu istirahat.
Nyeri ini dapat pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum pernah
mengalami hal ini atau pada penderita yang pernah mengalami angina, namun
pada kali ini pola serangannya menjadi lebih berat atau lebih sering.
Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya
mengeluh seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa di
ulu hati. Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak, muntah atau keringat dingin.
2.4 Patofisiologi
Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada
Sindrom Koroner akut akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel,
sehingga volume residu ventrikel menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke
volume yang diejeksikan oleh ventrikel kiri tersebut.
Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka terjadi
pula peningkatan LVEDP (Left Ventricle End Diastolic Pressure), yang mana
derajat peningkatannya bergantung pada kelenturan ventrikel. Oleh karena selama
diastol atrium dan ventrikel berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP
akan meningkatkan LAP( Left Atrium Pressure ),
sehingga tekanan kapiler dan vena paru-paru juga akan meningkat. Jika
tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka
akan terjadi transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut merembes ke
dalam alveoli, terjadilah edema paru-paru.
Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan tekanan
arteri paru yang disebut dengan hipertensi pulmonal, yang mana hipertensi
pulmonal akan meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses
yang terjadi pada jantung kiri juga terjadi pada jantung kanan, akhirnya akan terjadi
kongesti sistemik dan edema.
Menurut Laksono S (2009), ada beberapa mekanisme patofisiologi sindrom koroner
akut :
b. Mekanisme neurohormonal
Pengaturan neurohormonal melibatkan sistem saraf adrenergik (aktivasi
sistem saraf simpatis akan meningkatkan kadar norepinefrin), sistem renin-
angiotensin, stres oksidatif (peningkatan kadar ROS/reactive oxygen species),
arginin vasopressin (meningkat), natriuretic peptides, endothelin,
neuropeptide Y, urotensin II, nitric oxide, bradikinin, adrenomedullin
(meningkat), dan apelin (menurun).
c. Remodeling ventrikel kiri
Remodeling ventrikel kiri yang progresif berhubungan langsung dengan
memburuknya kemampuan ventrikel di kemudian hari.
d. Perubahan biologis pada miosit jantung
Terjadi hipertrofi miosit jantung, perubahan komplek kontraksi-eksitasi,
perubahan miokard, nekrosis, apoptosis, autofagi.
d. Perubahan struktur ventrikel kiri
Perubahan ini membuat jantung membesar, mengubah bentuk jantung
menjadi lebih sferis mengakibatkan ventrikel membutuhkan energi lebih
banyak, sehingga terjadi peningkatan dilatasi ventrikel kiri, penurunan
cardiac output, dan peningkatan hemodynamic overloading.

2.5 Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Fisik
1. Tampilan Umum
Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis
berlebihan. Pasien juga tampak sesak. Demam derajat sedang (< 380 C)
bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark.
2. Denyut Nadi dan Tekanan Darah
Sinus takikardi (100-120 x/mnt) terjadi pada sepertiga pasien, biasanya
akan melambat dengan pemberian analgesic yang adekuat.
Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus tau blok
jantung sebagai komplikasi dari infark.
Peningkatan tekanan darah moderat merupakan akibat dari pelepasan
kotekolamin. Sedangkan jika terjadi hipotensi maka hal tersebut
merupakan akibat dari aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark
ventrikel kanan, atau tanda dari syok kardiogenik.
3. Pemeriksaan jantung
Terdangar bunyi jantung S4 dan S3 , atau mur-mur. Bunyi gesekan
perikard jarang terdengar hingga hari kedua atau ketiga atau lebih lama
lagi (hingga 6 minggu) sebagai gambatan dari sindrom Dressler.
4. Pemeriksaan paru
Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak
terdapat gambaran edema paru pada radiografi. Jika terdapat edema paru,
maka hal itu merupakan komplikasi infark luas, biasanya anterior.
 Pemeriksaan Penunjang
1. EKG (Electrocardiogram)
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan
menghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran
listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan
iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST.
Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal
untuk repolarisasi secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat
nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area
nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut
yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan
perubahan gelombang T saat iskemik terjadi lagi. Pada awal infark
miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-
jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membaik. Sesuai dengan
umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali
normal.
Daerah infark Perubahan EKG
a. Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal
(depresi ST) pada lead II, III, aVF.
b.Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal
(depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
c. Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
d.Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama
gelombang R pada V1 – V2.
e. Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior
2. Tes Darah
a. Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-
protein tertentu keluar masuk aliran darah.
b.Kreatinin Pospokinase (CPK) termasuk dalam hal ini CPK-MB
terdetekai setelah 6-8 jam, mencapai puncak setelah 24 jam dan kembali
menjadi normal setelah 24 jam berikutnya.
c. LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark miokard
yaitu setelah 24 jam kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih
dapat dideteksi sampai dengan 2 minggu.
d.Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi
penggunaan klinisnya masih kalah akurat dengan nilai Troponin,
terutama Troponin T.
e. Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK-MB maupun
LDH selain ditemukan pada otot jantung juga bisa ditemukan pada otot
skeletal.
f. Troponin T & I protein merupakan tanda paling spesifik cedera otot
jantung, terutama Troponin T (TnT)
g.Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard dan masih tetap
tinggi dalam serum selama 1-3 minggu.
h.Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap selama tiga hari pertama;
i. peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal.
3. Coronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar
X pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan
untuk menemukan letak sumbatan pada arteri koroner.
Kateter dimasukkan melalui arteri pada lengan atau paha menuju
jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan
bagian dari angiografi koroner
Zat kontras yang terlihat melalui sinar X diinjeksikan melalui ujung
kateter pada aliran darah. Zat kontras itu pemeriksa dapat mempelajari
aliran darah yang melewati pembuluh darah dan jantung
Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan
angioplasty, dapat dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri
tersebut. Kadang-kadang akan ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori)
dalam arteri untuk menjaga arteri tetap terbuka.
2.6 Penatalaksanaan
Pada tahap simptomatik dimana sindrom koroner akut sudah terlihat jelas
seperti cepat capek, sesak napas, kardiomegali, peningkatan JVP, ascites,
hepatomegali dan edema sudah jelas, maka diagnosis sindrom koroner akut mudah
dibuat. Tetapi bila sindrom tersebut belum terlihat jelas seperti pada tahap
disfungsi ventrikel kiri, maka keluhan fatig dan keluhan diatas yang hilang timbul
tidak khas, sehingga harus ditopang oleh pemeriksaan foto rongen, ekokardiografi
dan pemeriksaan Brain Natriuretic Peptide.
Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombak sindrom
koroner akut sampai edema atau acites hilang. ACE inhibitor atau Angiotensin
Reseptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis
optimal.
Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan
ACE inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supraventrikular (fibrilasi atrium atau
SVT lainnya) atau ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang memuaskan.
intoksikasi digitalis sangat mudah terjadi bila fungsi ginjal menurun
(ureum/kreatinin meningkat) atau kadar kalium rendah (<3,5 meq/L).
Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada
pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan
mortalitas dengan pemberian jenis obat ini.
Pemakaian alat bantu Cardiac Resychronization Theraphy (CRP) maupun
pembedahan, pemasangan ICD (Intra Cardiac Defibrillator) sebagai alat mencegah
mati mendadak pada sindrom koroner akut akibat iskemia maupun noniskemia
dapat memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup, namun mahal.

2.7 Pengkajian Keperawatan


 Anamnesa
1.Identitas klien
2.Keluhan utama: keluhan pasien yaitu biasanya pasien mengalami nyeri
dada yang menjalar ke lengan kiri, rahang bawah dan pasien sulit untuk
bernafas, pingsan (sinkop) atau keringat dingin (diaporesis).
 Pemeriksaan fisik
B1: sesak nafas, RR >24x/menit, penggunaan otot bantu pernafasan.
B2: tekanan darah meningkat, nadi meningkat, adanya thrombus,
arterosklerosis.
B3: penurunan kesadaran, nyeri dada menusuk punggung.
B4: normal, kadang produksi urin menurun.
B5: mual, muntah
B6: lemas
Pengkajian nyeri
P: nyeri saat beraktivitas
Q: nyeri tajam
R: di dada menjalar ke lengan kiri
S: 6—8
T: <20 menit.

2.8 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri dada (akut) berhubungan dengan iskhemia otot sekunder terhadap
sumbatan arteri koroner.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan infark otot jantung.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
miokard dengan kebutuhan.

2.9 Intervensi Keperawatan


1. Dx 1: Nyeri dada (akut) berhubungan dengan iskhemia otot sekunder
terhadap sumbatan arteri koroner.
Tujuan : klien dapat menunjukkan nyeri dada berkurang atau hilang baik
dalam frekuensi-durasi atau beratnya, kadar Troponin T dan CKMB dalam
atas normal, EKG tidak ada ST elevasi-depresi dan T inverted.
Intervensi :
a. Anjurkan klien untuk memberitahukan perawat dengan cepat bila terjadi
nyeri dada.
b. Kaji dan catat respon pasien atau efek obat.
c. Observasi gejala yang berhubungan dispnea, mual/muntah, pusing,
palpitasi, keringat dingin.
d. Evaluasi laporan nyeri pada dada yang menjalar.
e. Berikan klien untuk istirahat total selama periode angina.
f. Bantu teknik relaksasi misal nafas panjang dan perlahan
g. Pantau tanda vital setiap 5 menit selama serangan angina dan 1jam bila
tidak terjadi serangan.
h. Kolaborasi: pemberian O2, Nitrogliserin, beta bloker, morfin sulfat dan
serial EKG.

2. Dx 2: Penurunan curah jantung berhubungan dengan infark otot jantung.


Tujuan: Klien dapat menunjukkan tAnda-tAnda stabilitas hemodinamik BP
: 120-140/80-90 mmHg, HR 80-90/menit, RR 12-20/menit, urin 1-1,5 cc/Kg
BB/jam, tidak adanya disritmia.
Intervensi :
a. auskultasi bunyi nafas, bunyi jantung, irama jantung, ukur tAnda-tAnda
vital, produksi urin tiap jam.
b. Kolaborasi:
- Berikan oksigen sesuai indikasi.
- Pertahankan iv line
- Kaji EKG serial.
- Pantau data laboratorium : GDA (gula darah acak)
- Berikan obat-obat anti infark.

3. Dx 3: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai


O2 miokard dengan kebutuhan.
Tujuan : klien dapat menunjukkan toleransi aktivitas yang dapat didukung
oleh tanda vital BP : 120-140/80-90 mmHg, HR 80-90/menit, RR 12-
20/menit, kulit kering-hangat.
Intervensi :
a. Batasi pengunjung.
b. Catat frekwensi, irama jantung, PB sebelum, selama, sesudah aktivitas.
c. Bantu kebutuhan klien sebatas kemampuan.
d. Hindari peningkatan manuver valsava.
e. Kolaborasi dengan rehabilitasi medik.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sindrom koroner akut (SKA)/Acute coronary syndrome (ACS) adalah
gejala yang disebabkan adanya penyempitan atau tersumbatnya pembuluh
darah arteri koroner baik sebagian/total yang mengakibatkan suplai oksigen
pada otot jantung tidak terpenuhi. Penyebabnya infark miokard, hipertensi,
takikardi, tamponade, abnormalitas katup, kelainan kongenital jantung. Tanda
dan gejala adalah rasa nyeri di bagian dada, sesak nafas, mual dan muntah.
Pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan sindrom koroner akut
dengan menggunakan EKG, tes darah, coronary angiography. Diagnosa
keperawatan yang biasa muncul pada pasien dengan sindrom koroner akut
adalah nyeri dada (akut) b.d iskhemia otot sekunder terhadap sumbatan arteri
koroner, penurunan curah jantung b.d infark oto jantung, intoleransi aktivitas
b.d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan.

3.2 Saran
Dengan mengetahui tanda dan gejala serta proses penyakit ini diharapkan tercapai
asuhan keperawatan yang komperehensif tanpa memperberat kondisi klinis pasien.
Perawat diharapkan bisa memberikan informasi kepada pasien, sehingga pasien
dapat mengetahui penyebab terjadinya SKA, sehingga resiko terjadinya SKA
semakin kecil , menurunkan angka morbiditas, dan mortalitas. Perawat juga
berperan sebagai jembatan informasi tentang edukas.
DAFTAR PUSTAKA

Bachrudin, M & Najib, Moh. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan:
Keperawatan Medikal Bedah 1. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Heni Rokaeni, SMIP, CCRN. et. al. 2001. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta:
Harapan Kita.
http : // forum.upi.edu/v3/index.php ? topic = 15378.0
http : // peduli.com/? p=15
Smeltzer, Suzanne C. Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2.
Edisi 8. Jakarta: EGC.

Vous aimerez peut-être aussi