Vous êtes sur la page 1sur 14

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Menurut Lynn S.Bickley (2009) “ kecemasan merupakan reaksi yang sering terjadi
pada keadaan sakit, pengobatan, dan sistem perawatan kesehatan itu sendiri, bagi sebagian
klien kecemasan merupakan saringan terhadap persepsi dan reaksi mereka, bagi sebagian
lainnya kecemasan dapat menjadi bagian dari sakit yang dideritanya.”
Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul
karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian
besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (DepKes RI, 1990).
Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa
gelisah, ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual
yang tidak diketahui atau dikenal (Stuart and Sundeens, 1998).
Kecemasan mungkin hadir pada beberapa tingkat dalam kehidupan setiap individu,
tetapi derajat dan frekuensi dengan yang memanifestasikan berbeda secara luas. Respon
masing-masing individu memiliki kecemasan berbeda. Tepi emosional yang
memprovokasi kecemasan untuk merangsang kreativitas atau kemampuan pemecahan
masalah, yang lainnya dapat menjadi bergerak ke tingkat patologis. Perasaan umumnya
dikategorikan menjadi empat tingkat untuk tujuan pengobatan: ringan, sedang, berat, dan
panik. Perawat dapat menemukan klien cemas di mana saja di rumah sakit atau lingkup
masyarakat.
Kecemasan dan gangguannya dapat muncul dalam berbagai tanda dan gejala fisik
dan psikologik seperti gemetar, rasa goyah, nyeri punggung dan kepala, ketegangan otot,
napas pendek, mudah lelah, sering kaget, hiperaktivitas autonomik seperti wajah merah
dan pucat, berkeringat, tangan rasa dingin, diare, mulut kering, sering kencing, rasa takut,
sulit konsentrasi, insomnia, libido turun, rasa mengganjal di tenggorok, rasa mual di perut
dan sebagainya. Gejala utama dari depresi adalah efek depresif, kehilangan minat dan
kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) serta menurunnya aktivitas.
Beberapa gejala lainnya dari depresi adalah:
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang.
2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.
3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
5. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri.
6. Tidur terganggu.
7. Nafsu makan berkurang.
Keadaan cemas biasanya disertai dan diikuti dengan gejala depresi. Untuk
diagnosis dibutuhkan penentuan kreteria yang tepat antara berat ringannya gejala,
penyebab serta kelangsungan dari gejala apakah sementara atau menetap. Pada gangguan
cemas lainnya biasanya depresi adalah bentuk akhir bila penderita tidak dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pada cemas menyeluruh depresi biasanya bersifat
sementara dan lebih ringan gejalanya dibanding kecemasan, gangguan penyesuaian
memiliki gejala yang jelas berkaitan erat dengan stres kehidupan.
Tingkat kecemasan sebagai berikut:
1. Kecemasan ringan.
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan
seseorang menjadi waspada dan menghasilkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat
memotivasi bekpar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
2. Kecemasan sedang.
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif
namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Dengan kata lain, lapang persepsi
terhadap lingkungan menurun. Individu lebih memfokuskan pada hal yang penting
saat itu dan mengesampingkan hal lain.
3. Kecemasan berat.
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan
pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir pada hal lain. Semua
perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusatkan pada satu area lain.
4. Tingkat panik dari kecemasan.
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dari orang yang mengalami panik tidak
mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan
disorganisasi kepribadian. Dengan panik, terjadi peningkatan aktifitas motorik,
menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak
sejalan dengan kehidupan, dan juga berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat
terjadi kelelahan yang sangat, bahkan kematian. Pada tingkat ini individu sudah tidak
dapat mengontrol diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa lagi walaupun sudah
diberi pengarahan.

2. RENTANG RESPON KECEMASAN


Gambar 1. Rentang Respon Kecemasan (Stuart & Sundeen, 1990).

3. ETIOLOGI / PENYEBAB
Menurut Sylvia D.Elvira (2008 : 11) adalah sebagai berikut :
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kecemasan , antara lain faktor
organ biologi, faktor psikoedukatif. Faktor organbiologi adalah ketidakseimbangan zat
kimia pada otak yang disebut neurotransmitter yang disebabkan karena kurangnya
oksigen.
Faktor psikoedukatif adalah faktor faktor psikologi yang berpengaruh terhadap
perkembangan kepribadian seseorang, baik hal yang menentramkan, menyenangkan dan
menyedihkan.

A. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam
kehidupan tersebut dapat berupa :
1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan
dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik.
Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat
menimbulkan kecemasan pada individu.
3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir
secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan
yang berdampak terhadap ego.
5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman
terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena
pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons
individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang
mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan
neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas
neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
B. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi
kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas
fisik yang meliputi :
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun,
regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tinggal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan
tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap
integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan
status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

4. TANDA DAN GEJALA KECEMASAN


 Respons fisik :
 Kardiovaskular : palpitasi, jantung bedebar, tekanan darah meninggi, denyut
nadi cepat
 Pernafasan : napas cepat, napas pendek, tekanan pada dadanapas
dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, terengah-engah
 Neuromuskular : refleks meningkat, insomnia, tremor, gelisah, wajah
tegang, kelemahan umum, kaki goyah, gerakan yang janggal
 Gastrointestinal : anoreksia, diare/konstipasi, mual, rasa tidak nyaman pada
abdomen
 Traktur urinarius : sering berkemih dan tidak dapat menahan kencing
 Kulit : wajah kemerahan, berkeringat, gatal, rasa panas pada kulit

 Respons Kognitif :
Lapang persepsi menyempit, tidak mampu menerima rangsang luar, berfokus pada
apa yang menjadi perhatiannya
 Respons Perilaku :
Gerakan tersentak-sentak, bicara berlebihan dan cepat, perasaan tidakaman
 Respons Emosi :
Menyesal, iritabel, kesedihan mendalam, takut, gugup, sukacita berlebihan, ketidak
berdayaan meningkat secara menetap, ketidak pastian, kekhawatiran meningkat,
fokus pada diri sendiri, perasaan tidak adekuat, ketakutan, distressed, khawatir,
prihatin

5. PENATALAKSANAAN KECEMASAN
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan
terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup
fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius.Selengkpanya
seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan makanan yang berigizi dan seimbang
b. Tidur yang cukup
c. Olahraga yang teratur
d. Tidak merokok dan tidak minum minuman keras
2. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu
seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl,
meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau
akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-
keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ
tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
a. Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain
b. Psikoterapi suportif
c. Psikoterapi re-edukatif
d. Psikoterapi re-konstruktif
e. Psikoterapi kognitif
f. Psikoterapi psikodinamik
g. Psikoterapi keluarga
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang
merupakan stressor psikososial.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN.
1. Faktor Predisposisi.
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas :
a. Teori Psikoanalitik.
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian,
ID dan superego. ID mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang,
sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan
oleh norma- norma budaya seseorang. Ego atau Aku, berfungsi menengahi
hambatan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah
mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b. Teori Interpersonal.
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dari
hubungan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan,
trauma seperti perpisahan dan kehilangan sehingga menimbulkan kelemahan
spesifik. Orang dengan harga diri rendah mudah mengalami perkembangan
ansietas yang berat.
c. Teori Perilaku.
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu
kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Daftar tentang
pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dininya
dihadapkan pada ketakutan yng berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas
pada kehidupan selanjutnya.
d. Kajian Keluarga.
Menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui
dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara
gangguan ansietas dengan depresi.
e. Kajian Biologis.
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus benzodiazepine.
Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas penghambat dalam
aminobutirik. Gamma neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan
peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas
sebagaimana halnya endorfin. Selain itu telah dibuktikan kesehatan umum
seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap ansietas.
Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan
kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.

2. Faktor Presipitasi.
Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stressor
pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori :
a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis
yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup
sehari- hari.
b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas,
harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.

3. Perilaku.
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologi dan
perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme
koping dalam upaya melawan kecemasan. Intensietas perilaku akan meningkat
sejalan dengan peningkatan tingkat kecemasan.
Tabel 1. Respon Fisiologis Terhadap Ansietas.
Sistem Tubuh Respons
 Kardiovaskuler • Palpitasi.
• Jantung berdebar.
• Tekanan darah meningkat dan denyut nadi menurun.
• Rasa mau pingsan dan pada akhirnya pingsan.
 Pernafasan • Napas epat.
• Pernapasan dangkal.
• Rasa tertekan pada dada.
• Pembengkakan pada tenggorokan.
• Rasa tercekik.
• Terengah-engah.
 Neuromuskular • Peningkatan reflek.
• Reaksi kejutan.
• Insomnia.
• Ketakutan.
• Gelisah.
• Wajah tegang.
• Kelemahan secara umum.
• Gerakan lambat.
• Gerakan yang janggal.
 Gastrointestinal • Kehilangan nafsu makan.
• Menolak makan.
• Perasaan dangkal.
• Rasa tidak nyaman pada abdominal.
• Rasa terbakar pada jantung.
• Nausea.
• Diare.
 Perkemihan • Tidak dapat menahan kencing.
• Sering kencing.
 Kulit • Rasa terbakar pada mukosa.
• Berkeringat banyak pada telapak tangan.
• Gatal-gatal.
• Perasaan panas atau dingin pada kulit.
• Muka pucat dan bekeringat diseluruh tubuh.
Tabel 2. Respon Perilaku Kognitif.
Sistem Respons
 Perilaku • Gelisah.
• Ketegangan fisik.
• Tremor.
• Gugup.
• Bicara cepat.
• Tidak ada koordinasi.
• Kecenderungan untuk celaka.
• Menarik diri.
• Menghindar.
• Terhambat melakukan aktifitas.
 Kognitif • Gangguan perhatian.
• Konsentrasi hilang.
• Pelupa.
• Salah tafsir.
• Adanya bloking pada pikiran.
• Menurunnya lahan persepsi.
• Kreatif dan produktif menurun.
• Bingung.
• Khawatir yang berlebihan.
• Hilang menilai objektifitas.
• Takut akan kehilangan kendali.
• Takut yang berlebihan.
 Afektif • Mudah terganggu.
• Tidak sabar.
• Gelisah.
• Tegang.
• Nerveus.
• Ketakutan.
• Alarm.
• Tremor.
• Gugup.
• Gelisah.
4. Sumber Koping.
Individu dapat mengalami stress dan ansietas dengan menggerakkan sumber
koping tersebut di lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal ekonomok,
kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat
membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang berhasil.
5. Mekanisme Koping.
Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai mekanisme koping
untuk mencoba mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi ansietas secara
konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Ansietas
tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa yang serius.

Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan 2 jenis mekanisme koping:


a. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan berorientasi
pada tindakan untuk memenuhi secara realitis tuntutan situasi stress.
b. Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang,
tetapi jika berlangsung pada tingkat sadar dan melibatkan penipuan diri dan
distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat merupakan respon maladaptif
terhadap stress.

Sebuah sumber menjelaskan bahwa ada dua mekanisme koping yang dikategorikan
untuk mengatasi ansietas :
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas (Task Oriented Reaction).
Merupakan pemecahan masalah secara sadar digunakan untuk menanggulangi
ancaman stressor yang ada secara realistis, yaitu :
1. Perilaku menyerang (agresif).
Biasanya digunakan individu untuk mengatasi rintangan agar memenuhi
kebutuhan.
2. Perilaku menarik diri.
Digunakan untuk menghilangkan sumber ancaman baik secara fisik maupun
secara psikologis.
3. Perilaku kompromi.
Digunakan untuk mengubah tujuan-tujuan yang akan dilakukan atau
mmengorbankan kebutuhan personal untuk mencapai tujuan.
b. Mekanisme pertahanan ego (Ego Oriented Reaction).
Mekanisme pertahanan Ego membantu mengatasi ansietas ringan maupun
sedang yang digunakan untuk melindungi diri dan dilakukan secara tidak sadar
untuk mempertahankan ketidakseimbangan.
Adapun mekanisme pertahanan Ego adalah :
1. Kompensasi.
Adalah proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan
secara tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan yang dimilikinya.
2. Penyangkalan (Denial).
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari realitas
tersebut. Mekanisme pertahanan ini paling sederhana dan primitif.
3. Pemindahan (Displacemen).
Pengalihan emosi yag semula ditujukan pada seseorang/benda tertentu yang
biasanya netral atau kurang mengancam terhadap dirinya.
4. Disosiasi
Pemisahan dari setiap proses mental atau prilaku dari kesadaran atau
identitasnya.
5. Identifikasi (Identification).
Proses dimana seseorang mencoba menjadi orang yang ia kagumi dengan
mengambil/menirukan pikiran-pikiran,prilaku dan selera orang tersebut.
Intelektualisasi (Intelektualization).
6. Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk memghindari pengalaman
yang mengganggu perasaannya.
7. Introjeksi (Intrijection).
Mengikuti norma-norma dari luar sehingga ego tidak lagi terganggu oleh
ancaman dari luar (pembentukan superego)
8. Fiksasi.
Berhenti pada tingkat perkembangan salah satu aspek tertentu (emosi atau
tingkah laku atau pikiran)s ehingga perkembangan selanjutnya terhalang.
9. Proyeksi.
Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang lain
terutama keinginan. Perasaan emosional dan motivasi tidak dapat ditoleransi.
10. Rasionalisasi.
Memberi keterangan bahwa sikap/tingkah lakunya menurut alasan yang seolah-
olah rasional,sehingga tidak menjatuhkan harga diri.
11. Reaksi formasi.
Bertingkah laku yang berlebihan yang langsung bertentangan dengan keinginan-
keinginan,perasaan yang sebenarnya.
12. Regressi.
Kembali ketingkat perkembangan terdahulu (tingkah laku yang primitif),
contoh; bila keinginan terhambat menjadi marah, merusak, melempar barang,
meraung, dsb.
13. Represi.
Secara tidak sadar mengesampingkan pikiran, impuls, atau ingatan yang
menyakitkan atau bertentangan, merupakan pertahanan ego yang primer yang
cenderung diperkuat oleh mekanisme ego yang lainnya.
14. Acting Out.
Langsung mencetuskan perasaan bila keinginannya terhalang.
15. Sublimasi.
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam penyalurannya secara
normal.
16. Supresi.
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi sebetulnya
merupakan analog represi yang disadari;pengesampingan yang disengaja
tentang suatu bahan dari kesadaran seseorang;kadang-kadang dapat mengarah
pada represif berikutnya.
17. Undoing.
Tindakan/perilaku atau komunikasi yang menghapuskan sebagian dari
tindakan/perilaku atau komunikasi sebelumnya merupakan mekanisme
pertahanan primitif.

B. DIAGNOSA.
Diangnosa Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Kecemasan NOC : NIC :
Berhubungan Dengan  Kontrol Kecemasan Anxiety Reduction
- Faktor keturunan,  Koping ( Penurunan
krisis situasional, Setelah dilakukan Asuhan Kecemasan )
Stres, perubahan Keperawatan selama….  Gunakan pendekatan
status kesehatan, Kecemasan teratasi dengan yang menenangkan
ancaman Kriteria Hasil :  Nyatakan dengan
kematian,  Klien mampu jelas harapan terhadap
perubahan konsep mengidentifikasi dan pelaku pasien
diri, kurang menggukapkan gejala  Jelaskan semua
pengetahuan. kecemasan prosedur dan apa
DS / DO  Mengidentifikasi, yang di rasakan
- Insomnia menggukapkan dan selama prosedur
- Kontak mata menunjukan tehnik untuk  Temani pasien untuk
kurang menggontrol cemas memberikan
- Kurang istirahat  Vital Singn dalam batas keamanan dan
- Berfokus pada normal menggurangi takut
diri sendiri  Postur tubuh, ekpresi  Berikan informasi
- Iritabilitas wajah, bahasa tubuh dan factual menggenai
- Takut tingkat aktivitas diangnosis, tindakan
- Nyeri perut meninjukkan prognosis
- Penurunan TD berkurangnya kecemasan  Libatkan keluarga
dan denyut nadi untuk mendampingi
- Diare, mual, klien
kelelahan  Instruksikan kepada
- Gangguan tidur pasien untuk
- Gemetar menggunakan tehnik
- Anoreksia mulut relaksasi
kering  Dengarkan dengan
- Peningkatan TD, penuh perhatian
denyut nadi, RR  Identifikasi tingkat
- Kesulitan kecemasan
bernafas  Bantu pasien
- Sulit dalam menggenal situasi
berkonsentrasi yang menimbulkan
kecemasan
 Dorong pasien untuk
menggukapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
 Kelola pemberian
obat anti cemas

DAFTAR PUSTAKA

Hawari, D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Mansjoer, A., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Jakarta : Penerbit
Aesculapius.
Nurjannah, I., 2004, Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen, Proses
Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, Yogyakarta : Penerbit
MocoMedia

Stuart, G.W., dan Sundden, S.J., 1995, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, Jakarta :
EGC.

Vous aimerez peut-être aussi