Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstisial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak.
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit
neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Arif
Mansjoer,dkk,2000:3).
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi
terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce A. Grace,2007:91).
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah gangguan fungsi
normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam (Fransisca B.
Batticaca,2008:96).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
Sedangkan menurut penulis, trauma kepala atau cedera kepala yaitu suatu proses
terjadinya trauma terhadap kepala yang dipengaruhi oleh tiga mekanisme yaitu akselerasi,
deselerasi, dan deformitas yang disebabkan karena terjadinya kecelakaan lalu lintas, terjatuh,
kecelakaan industry, kecelakaan olahraga, dan luka pada persalinan, yang dapat
a. Etiologi
2) Terjatuh
3) Kecelakaan industri
4) Kecelakaan olahraga
(Sumber:Tarwoto,dkk,2007:125)
b. Mekanisme cedera
Cedera kepala disebabkan karena adanya daya/kekuatan yang mendadak di kepala. Ada tiga
mekanisme yang berpengaruh dalam trauma kepala yaitu akselerasi, deselerasi dan
deformitas.
1) Akselerasi yaitu jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada Orang
2) Deselerasi yaitu jika kepala bergerak membentur benda yang diam, misalnya pada saat
kepala terbentur.
3) Deformitas adalah perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma,
misalnya adanya fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau pemotongan pada jaringan otak.
Pada saat terjadinya deselerasi ada kemungkinan terjadi rotasi kepala sehingga dapat
daerah dekat benturan (kup) dan kerusakan pada daerah yang berlawanan dengan benturan
(kontra kup).
( Sumber: Tarwoto,dkk,2007:125)
Dalam kepala terdapat cranium, Otak, syaraf-syaraf otak (nervi craniales), meninges
dan organ indera khusus. Kepala juga merupakan tempat masuknya makanan dan dihirup dan
dihembuskan udara.
Sistem syaraf terdiri dari sel-sel syaraf (neuron) dan sel-sel penyongkong dan
terintegrasi satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit. Neuron adalah
sel-sel sistem syaraf khusus peka rangsang yang menerima masukan sensorik atau aferen dari
ujung-ujung syaraf perifer khusus atau dari organ reseptor sensorik dan menyalurkan
masukan motorik atau masukan eferen ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar yaitu organ-organ
efektor.
mengirim data neural ke neuron-neuron lain. Interneuron disebut juga neuron asosiasi.
Neuroglia merupakan penyongkong, pelindung dan sumber nutrisi bagi neuron-neuron otak
dan medula spinalis. Sel Schwann merupakan pelindung dan penyongkong neuron-neuron
Sistem syaraf di bagi menjadi sistem syaraf pusat dan sistem syaraf tepi. Sistem syaraf
pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. System syaraf tepi terdiri dari neuron aferen dan
eferen sistem syaraf somatic dan neuron sistem syaraf otonom (viseral).
Sistem syaraf pusat dilindungi oleh tulang tengkorak dan tulang belakang dan dilindungi
pula oleh suspense dalam cairan serebrospinal yang diproduksi oleh tiga lapis jaringan yang
1. Otak
Otak manusia kira-kira merupakan 2% dari berat badan orang dewasa, otak menerima
sekitar 20% curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400
kilo kalori energi setiap harinya. Suplai darah otak dijamin oleh dua pasang arteria yaitu
arteria vetebralis dan arteria karotis interna. Otak di bagi menjadi tiga bagian besar, yaitu
Gambar 1.1
Anatomi Otak
a. Serebrum otak
Fungsi serebrum :
2) Pusat persyarafan dan menangani , aktivitas mental, akal, intelegensi, keinginan dan
memori
Serebrum terdiri dari dua hemisfer (Substansia grisia dan substansia alba) dan empat lobus
2) Lobos parietal (lobus sensori) area ibi menginterpresikan sensasi dan mengatur individu
3) Lobus temporal berfungsi mengitegrasi sensasi kecap, baud an pendengaran, ingatan jangka
4) Lobus osksipital terletak pada lobus posterior hemisfer serebri, bagian ini
Batang otak terdiri dari medula oblongata, pons dan otak tengah.
1) Medula oblongata merupakan pusat refleksi yang penting untuk jantung, vasontriktor
2) Pons merupakan mata rantai penghubung yang pentingpada jaras kortiko sereberalis yang
menyangtukan hemisfer serebri dan sereberi. Bagian bawah pons berperan dalam pengaturan
penafasan. Nukleus saraf kranial V (trigeminus), VI (abdusen), VII ( fasiallis), dan VIII
3) Otak tengah merupakan bagian pendek dari batang otak yang letaknya di atas pons.
serebrum oleh fisula transversial di- belakang oleh pons varoli dan di atas medula oblongata.
Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris merupakan pusat koordinasi integrasi.
2. Medula spinalis
a. Pusat penggerakan otot-otot tubuh terbesar di kornu motorik atau kornu ventralis.
Medula spinalis merupakan suatu struktur lanjutan tunggal yang memanjang dari
medula oblongata melalui foramen magnum dan terus ke bawah melalui kolumna vertebratis
sampai setinggi vertebra lumbalis pertama (LI) orang dewasa. Medula spinalis terbagi
menjadi 31 segmen yang menjadi tempat asal dari 31 pasang saraf spinal. Segmen-segmen
tersebut diberi nama sesuai dengan vertebra ten=mpat keluarnya radiks saraf yang
bersagkutan, sehingga medula spinalis di bagi menjadi bagian servikal, torakal, lumbal dan
sakral.
Secara anatomis, di bagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kranial.
Saraf perifer terdiri dari neuron-neuron yangmenerima pesan-pesan neural sensorik (aferen)
yang menuju SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen). Dari SSP, atau
keduanya. Saraf spinal menghantarkan pesan-pesan aferan maupun pesan-pesan eferen dan
demikian saraf-saraf spinal dinamakan saraf campuran. Saraf cranial berasal dari bagian
permukaan otak. Lima pasang merupakan saraf motorik, tiga pasang merupakan saraf
sensorik dan empat pasang merupakan saraf campuran. Secara fungsional PNS di bagi
Sistem saraf somatic terdiri dari saraf campuran. Bagian aferen membawa informasi
sensorik yang disadari maupun informasi sensorik yang tak disadari (missal, nyeri, suhu,
raba, propricsepsi yang disadari maupun yang tak disadari, penglihatan, pengecapan,
pendengaran dan penciuman) dari kepala, dinding tubuh dan ekstremitas. Saraf eferen
terutama berhubungan dengan otot rangka tubuh sistem saraf somatis menangani interaksi
dansebagainya). Saraf eferen motorik sistem saraf tubuh dan ekstremitas. Saraf eferen
terutama berhubungan dengan otot rangka tubuh sistem saraf somatic menangani interaksi
diameter pembuluh darah pencernaan makanan, rasa lapar, mual, pembuangan dan
sebagainya). Saraf eferen motorik sistem saraf otonom mempersarafi otot polos, otot jantung
dan kelenjar-kelenjar visceral. Sistem saraf otonom terutama menangani pengaturan fungsi
Sistem otonom dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah sistem saraf
otonom parasimpatis (parasympthethic otonomic nervous system, PANS) dan sistem saraf
meninggalkan SSP dari daerah torakal dan lumbal (torakolumbal) medulla spinalis. Bagian
parasimpatis keluar dari otak (melalui komponen saraf cranial) dan bagian sacral medulla
jantung dan pernapasan, serta penurunan aktifitas saluran cerna. Tujuan utama SANS adalah
mempersiapkan tubuh agar siap menghadapi stress, atau yang disebut respons bertemu atau
lari. Sebaliknya, sistem saraf parasimpatis otonom menurunkan kecepatan denyut jantung dan
pencernaan dan pembuangan. Jadi, saraf parasimpatis membantu konservasi dan homeostatis
fungsi-fungsi tubuh.
Table 1.1
Efek Otonom pada Berbagai Organ Tubuh
Vasodilatasi Minimal
PEMBULUH DARAH Vasodilatasi Minimal
a. Koroner Vasokontriksi Minimal
b. Otot rangka Vasokontriksi Minimal
c. Visera abdomen
d. Kulit
DARAH
a. Koagulasi Meningkat
b. Glukosa Meningkat
c. Asam lemak bebas Meningkat
d. Paru Bronkodilatasi Bronkokonstriksi
e. Usus Paristaltik dan tonus menurun Peristaltik dan tonus meningkat
Tonus menurun (biasan
f. Lumen Tonus meningkat (biasanya relaksasi)
kontraksi)
g. Sfingter Mungkin terhambat Merangsang sekresi
h. Sekresi hati Glikogonglisis Merangsang kontraksi
4. Klasifikasi
a. Komotio cerebri, gangguan fungsi neurologic ringan yang terjadi sesaat dengan gejala
hilangnya kesadaran biasanya kurang dari 10 menit dengan atau tampa di sertai amnesia
retrograde, mual, muntah, nyeri kepala, vertigo dan tampa adanya kerusakan struktur otak.
b. Kontusio cerebri, gangguan fungsi neurologik dengan hilangnya kesadaran lebih dari 10-15
c. Laseratio cerebri, gangguan fungsi neurologic di sertai kerusakan otak yang berat dengan
fraktur tengkorak terbuka, masa otak terkelupas keluar dari rongga intracranial.
Table 1.2
Kategori Penentuan Keparahan Cedera Kepala Berdasarkan Nilai Skala Koma Glassglow
3. Patofisiologi
Trauma kepala
Vomitus
Resti deficit cairan
(Sumber: http://www.scribd.com/doc/20357839/cedera-kepala)
4. Manifestasi Klinis
a. Epidural hematoma Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater
akibat pecahnya pembuluh darah / cabang – cabang arteri meningeal media yang terdapat
diantara duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena sangat berbahaya
. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di
2) Nyeri kepala
3) Muntah
4) Hemiparese
7) Penurunan Nadi
8) Peningkatan suhu
b. Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik.
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat
diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut dapat terjadi dalam 48 jam –
1) Nyeri kepala
2) Bingung
3) Mengantuk
4) Menarik diri
5) Berfikir lambat
6) Kejang
7) Udem pupil.
d. Perdarahan intra serebral
Berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler dan vena.
Gejala – gejalanya :
1) Nyeri kepala
2) Penurunan kesadaran
3) Komplikasi pernapasan
5) Dilatasi pupil
e. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan
otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat. Gejala – gejalanya :
1) Nyeri kepala
2) Penurunan kesadaran
3) Hemiparese
5) Kaku kuduk.
(Sumber: http://www.scribd.com/)
Selain itu trauma kepala akan menimbulkan tanda-tanda sesuai pusat mana yang
a. Bagian depan/frontal
9) Perubahan kepribadian
1) Ketidakmampuan mengikuti lebih dari satu objek pada saat yang sama
c. Belakang kepala/oksipital
1) Penurunan penglihatan
4) Halusinasi
5) Ilusi
6) Buta huruf
7) Kesulitan dalam mengenali gambarn benda
2) Disfagia
3) Disorientasi lingkungan
6) Sulit tidur
f. Dasar tengkorak
3) Tremor
4) Pusing
5) Gangguan bicara
4. Komplikasi
Dapat mengalami paralisis saraf local seperti anosmia (tidak dapat mencium bau-bauan) atau
abnormalitas gerakan mata, dan deficit neurologic gerakan seperti afasia, defek memori, dan
kejang post traumatic atau epilepsy. Pasien mengalami sisa penurunan psikologis organic
(melawan, emosi labil, atau tidak tahu malu, perilaku agresif) dan konsekuensi gangguan,
Berupa:
1) Infeksi sistemik
3) Osifikasi heterotrofik
5. Penatalaksanaan
Pasien dengan trauma kepala berat sering mengalami gangguan pernapasan, syock
hipovolemik, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, tekanan intracranial yang tinggi,
a. Pengelolaan Pernapasan
Pasien harus ditempatkan dalam posisi miring atau seperti posisi koma, periksa mulut
keluarkan gigi palsu bila ada, jika banyak ludah atau lendir lakukan penghisapan dan
bersihkan sisa muntahan bila ada. Lakukan hiperoksigenasi sebelum, selama dan sesudah
penghisapan. Hindari fleksi leher yang berlebihan karena bias mengakibatkan terganggunya
jalan napas atau peningkatan TIIK. Pasang Tuba orotrakeal. Trakesotomi dilakukan bila lesi
Perawat harus mengkaji frekuensi dan upaya pernapasan pasien, warna kulit, bunyi
pernapasan ekspansi dada. Bila terdapat gangguan, gas darah arteri harus diukur
mengevaluasi efektifitas ventilasi. Bila pasien gelisah dan melawan bantuan respirasi, perlu
diberikan penenang diazepam. Posisi pasien harus selalu diubah setiap 3 jam dan lakukan
Pasca cidera posisi harus dibentuk segera. Posisi yang benar akan membantu
menghambat tonus abnormal dan memungkinkan penanganan yang lebih mudah oleh terapis
fisik dan okupasi serta perawat yang membantu pasien mempertahankan rentang gerak
penuh. Posisi tubuh yang umu pasca cidera kepala adalah opistotonus perawatan harus
dilakukan dengan tujuan untuk menghentikan pola refleksif dan penurunan tonus otot
abnormal. Perawat harus menghindarkan terjadinya kontraktur dengan melakukan ROM pasif
dengan meregangkan otot dan mempertahankan mobilitas fisik. Perawat harus menggerakan
setiap sendi sesuai rentang gerak normalnya. Lakukan waktu memandikan pasien.
c. Kerusakan Kulit
Dengan hilangnya fungsi motorik, klien sangat rentan terjadinya kerusakan kulit,
pasien tidak sadar atau pasien yang immobilitas adanya penekanan, kelembaban, gesekan,
d. Masalah Hidrasi
Pada klien cidera kepala terjadi konstriksi arteri-arteri renalis sehingga pembentukan
urine berkurang dan garam ditahan didalam tubuh akibat peningkatan tonus ortosimpatik.
Pengukuran masukan dan haluran cairan yang akurat dan evaluasi terhadap perubahan berat
badan dari hari kehari sangat penting pada pengkajian keseimbangan cairan. Pada dua hari
pertama masukan cairan sebaiknya dibatasi 1 L/24 jam, hari ketiga keempat 1,5 L dan
seterusnya 2 L/24 jam. Bila diberikan terapi koertikosteroid, diuretic atau cairan
hiperosmolar, jumlah cairan disesuaikan. Cairan yang diberikan ialah campuran Glukosa 5%
dan NaCl 0,4%. Perawat juga harus mengkaji kulit klien dan membrane mukosa terhadap
kekeringan dan pecah-pecah, yang mencetuskan timbulnya cidera lanjut. Evaluasi terhadap
perubahan kardiovaskuler secara ketat terutama dengan mengukur tanda-tanda vital, tekanan
Nutrisi pada klien trauma otak memerlukan jumlah kalori 2 kali lipat dengan
meningkatnya aktivitas system saraf ortosimpatik yang tampak pada hipertensi dan takikardi.
Kegelisaan dan tonus otot yang meningkat menambah kebutuhan kalori. Bila ebutuhan kalori
ini tidak dipenuhi maka jaringan tubuh dan lemak akan diurai, penyembuhan luka akan lebih
lama, timbul dekubitus, daya tahan tubuh menurun. Sebelum nutrisi diberikan kemampuan
menelan gunakan sonde untuk memasukan nutrisi. Evaluasi juga penutupan bibir dan gerakan
lidah, bicara ngorok yang menandakan penurunan otot orofaringeal. Selain itu pertimbangan
lain sebelum memberikan makanan peroral adalah status pernapasan dan kekuatan batuk.
f. Masalah Eliminasi
Pemantauan eliminasi usus dan fasilitas defekasi normal adalah tanggung jawab
keperawatan. Pada fase akut perawatan cidera otak, tanggung lainnya diprioritaskan seperti
pencegahan peningkatan TIK. Mekanisme normal dari pengosongan usus secara dasar oleh
aktivitas refleks pada tingkat medulla spinalis. Pada cidera otak, control volunteer pada
menimbulkan refleks ditingkat medulla. Ini dapat dilakukan dengan jari bersarung tangan,
enema volume kecil atau iritan kimia seperti biosaodil (dukolak), supositorio. Selain masalah
defekasi yang diperhatikan juga hádala masalah eliminasi urine. Pada fase akut kateter bisa
menjadi sumber infeksi. Latihan Bandung kemih bisa dimulai dengan kateter intermitten,
frekuensi berkemih atau sistostomi suprapubik indwelling yang memberikan infeksi lebih
sedikit.
g. Masalah Komunikasi
1) Disfasia
Ketika berkomunikasi dengan pasien disfasia, yang paling baik adalah dengan menggunakan
bahasa yang sederhana dengan gerakan tangan dan isyarat lingkungan. Menunjukkan objek,
nada suara, ekspresi wajah. Waktu dalam sehari, dan rutinitas rumah sakit berperan terhadap
pemahaman klien gunakan kalimat pendek, nada suara normal karena klien tidak tuli, klien
2) Disartia
Sekelompok gangguan wicara yang diakibatkan dari gangguan control otot mekanik bicara,
3) Apraksia
Ketidakmampuan untuk melakukan, meminta, gerakan kompleks atau trampil oleh karena
kelemahan otot, deficit sensori, kurang pemahaman. Dibagi apxaksia idesional, idemotor,
oral. Ciri utama apraksia adalah ketidakmampuan mengikuti perintah, tapi mampu melakukan
secara spontan. Perawatan dilakukan ara menghindari perintah, biarkan klien melakukan
dengan spontan. Hindari perintah minum tapi berikan gelas, biarkan reflek minum bekerja.
1) Manitol IV dengan dosis awal 1 g/kg BB, evaluasi 15-20 menit, bila belum ada perbaikan
5) Terapi koma, merupakan langkah terakhir untuk mengendalikan TIK secara, konservatif.
Terapi ini menurunkan metabolisme otak, mengurangi edema, dan menurunkan TIK.
dan dapat terjadi dehidrasi, kerusakan otak. Jika penyebab infeksi tambahkan Antibiotik.
7) Sedasi, gaduh gelisah merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita cidera otak
dan dapat meningkatkan tekanan intracranial. Lorazepam (Ativan) 1-2 mg IV/IM dapat
diberikan dan dapat diulang pemberiannya dalam 2-4 jam. Kerugian pemberian sedasi ini
9) Furosemid, adakalanya diberikan bersama dengan obat anti edema lain. Dosis 1 mg/k BB
proses yang terdiri dari serangkaian tahapan yang saling berkaitan satu sama laian dalam
mengambil keputusan dalam melakukan tindakan pembedahan antara lain adalah sebagai
berikut :
1) Tahap 1
Bila pola pernapasan terganggu dilakukan nafas buatan atau ventilasi dengan respirator
perdarahan
(a) Tentukan hal berikut : lamanya tak sadar, lamanya amnesia post trauma, sebab cedera, nyeri
kepala, muntah.
b) Diagnosis dari pemeriksaan laboratorium dan foto penunjang telah dijelaskan didepan
sejak
terjadi cedera kepala
3) Tahap III
a) lndikasi pembedahan
(4) Kontusio jaringan otak yang mempunyai diameter > 1 cm dan atau laserasi otak
b) Kontra indikasi
(1) Adanya tanda renjatan/shock, bukan karena trauma tapi karena sebab lain missal: rupture alat
(2) Trauma kepala dengan pupil sudah dilatasi maksimal dan reaksi cahaya negative, denyut nadi
c ) Tujuan pembedahan
(4 ) Mengontrol perdarahan
(6) Menutup defek pada kulit kepala untuk mencegah infreksi atau kepentingan kosmetik.
d) Persiapan pembedahan
(1) Mempertahankan jalan naf as agar tetap bebas
4) Tahap IV:
a) Pembedahan Spesifik
(1) Perlukaan pada kulit prinsipnya dilakukan "debridemen" Pada lesi desak ruang intrakranial
(a) Trepansi
Bila diagnosa dengan CT scan yang menunjukkan lesi dengan jelas, cukup dengan
kraniotomi yang terbatas. Pada epidural hematom yang lebih tebal < 1,5-1 cm, belum perlu
tindakan operasi.
Pada Hematom Subrudal akut senantiasa diperlukan kraniotomi yang luas. Tindakan
kraniektomi atau membuat lubang bur tidak dianggap cukup, ini hanya hematom subdural
yang kronis,
(4) Pada Hematom intraserebral dart kontusio serebri dengan efek massa yang jelas.
(a) Bila terdapat kontusio dengan diameter > 1cm, dipermukaan kortelis hendaknya diisap
(e) Menunjukkan peninggian tekanan inrakarnial > 30 mmHg dan atau berkaitan dengan
Pada hematorna intraserebral yang kronis dapat dilakukan dengan trepanasi secara
Prognosis buruk bila GCS < 8 pada saat masuk dirawat. Bila GCS > 8 prognosis lebih baik
c) Outcome
Outcome akibat trauma kepala. waluupun sudah dilakukan tindakan operasi tergantung
(4) Tergantung pada peninggian intrakraniel Tergantung pada faktor hematom: jenis, sifatnya,
(a) Outcome epidural hematem dengan kontusio serebri lebih buruk daripada kalau hanya ada
(b) Volume hernatom epidural (EDH) : EDH < 50 cc dengan mortaiitas 12%, EDH 50 - 100 cc
l. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses keperawatan dalam mengkaji
harus memperhatikan data dasar pasien. Informasi yang didapat dari klien (sumber data
primer), data yang didapat dari orang lain (data sekunder), catatan kesehatan klien, informasi
atau laporan laboratorium, tes diagnostik, keluarga dan orang terdekat, atau anggota team
kesehatan merupakan pengkajian data dasar (A. Aziz Alimul Hidayat 2001:12)
a. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab): nama umur, hubungan pasien dengan
penanggung jawab.
c. Bidang Pengkajian
Tingkat kesadaran atau responsivitas diujikaji secara teratur karena perubahan pada
tingkat kesadaran mendahului semua perubahan tanda vital dan neurologik lain. Skala koma
Glasgaw digunakan untuk mengkaji tingkat kesadaran berdasarkan tiga kriteria pembukaan
mata respon verbal dan respon motorik terhadap perintah verbal atau stimulus nyeri.
Tabel 1.3
Glassgow Coma Scale (GCS)
Buka mata (E) Respon motorik (M) Respon verbal terbaik (V)
4 = Spontan 6 = Mengikuti perintah 5 = Orientasi baik dan sesuai
3 = Dengan perintah 5 = Melokalisir nyeri 4 = Disorientasi tempat dan waktu
2 = Dengan rangsang 4 = Menghindari nyeri 3 = Bicara kacau
1 = Tidak ada reaksi 3 = Fleksi abnormal 2 = Mengerang
2 = Ekstensi abnormal 1 = Tidak ada suara
1 = Tidak ada gerakan
a) Sadar : Sadar penuh akan sekeliling, orientasi baik terhadap orang, tempat dan waktu,
b) Otomatisme : Tingkah laku relatif normal (misal, mampu makan sendiri) dapat berbicara
dalam kalimat tetapi kesulitan mengingat dan memberi penilaian, tidak ingat peristiwa-
peristiwa sebelum periode hilangnya kesadaran, dapat mengajukan pertanyaan yang semua
berulang kali, bertindak secara otomatis tanpa dapat mengingat apa yang baru daya atau yang
c) Konfusi : Malakukan aktivitas yang bertujuan dengan gerakan yang canggung, disorientasi
waktu tempat dan orang, gangguan daya ingat tidak mampu mempertahankan pikiran atau
d) Delirium : Disorientasi waktu, tempat dan orang, tidak kooperatif, agitasi, gelisah bersifat
selalu menolak.
e) Stupor : Diam, mungkin tampaknya tidur, berpesan terhadap rangsangan suara yang keras,
f) Stupor dalam: Bisu, sulit dibangunkan (sedikit respon terhadap rangsang nyeri).
g) Koma : Tidak sadar, tidak berespon terhadap rangsangan nyeri maupun verbal. Refleks masih
ada.
h) Koma ireversible dan kematian : Refleks t,ilang, pupil tcrpikasi dan dilatasi. Pernafasan dan
2) Fungsi serebal
Nervus olfaktorius menghantarkan bau menuju otak dan kemudian diolah lebih lanjut.
Dengan mata tertutup dan pada saat yang sama satu lubang hidung ditutup. Penderita diminta
membedakan zat aromatik lemah seperti vanila, cengkeh, kopi dan lain-lain.
Nervus optikus menghantarkan impuls dari retina menuju klasma optikum. Kemudian
melalui traktus optikus menuju korteks oksipitalis untuk dikenali dan diinterpretasikan saraf
ini dapat diperiksa dengan tes ketajaman penglihatan dengan menggunakan tes snellen atau
penderita diminta membaca berbagai ukuran huruf pada surat kabar. Dan dengan tes lapang
pandang dengan cara penderita diminta untuk menutup salah satu matanya dan diminta untuk
melihat lurus ke depan. Sebuah pensil atau jari pemeriksa digerakan memasuki lapang
pandang mata yang tidak tertutup dilakukan dari empat arah. Penderita diminta untuk
menyebutkan kapan pensil atau juri mulai tampak memasuki lapang pandang.
c) Nervus okulomotoris, troklearis dsn abdusen (nervus III, IV dan V)
Ketiga saraf ini diperiksa bersama karena bekerja sama mengatur otot-otot ekstra okuler.
Selain itu, saraf okulomotoris juga berfungsi mengangkat kelopak mata atas dan
mempersarafi otot konstriktor yang mengubah ukuran pupil. Persarafan ini diperiksa dengan
menyuruh penderita mengikuti gerakan tangan atau pensil dengan mata bergerak ke atas,
bawah, medial dan lateral. Selain itu persarafan ini diperiksa dengan cara refleks pupil
terhadap cahaya.
Nervus trigeminus membawa serabut motorik maupun sensorik dan memberi persarafan ke
otot temporalis dan maseter, yang merupakan otot-otot pengunyah. Bagi motorik saraf ini
Saraf ini membawa serabut sensorik yang menghantar persepsi pengecepan bagian anterior
lidah dan serabut motorik yang mempersarafi semua otot ekspresi wajah, termasuk
tersenyum, mengerutkan dahi dan menyeringai. Bagian motorik nervus fasialis dapat dinilai
dengan menyuruh penderita melakukan berbagai gerakan wajah dan memperhatikan cara
bicara penderita. Sensasi pengecapan dapat dinilai dengan meminta penderita dengan
impuls yang memungkinkan seseorang mendengar. Pemerikasa ini dilakukan dengan tes
pendengaran {whispering watc tick test) dan dengan menggunakan garpu tala (tes rinne dan
weher)
posterior lidah, mempersarafi sinus karotikus dan korpus karotikus serta memberi sensasil
faring. Nervus vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan mengahantarkan
impuls dari dinding usus, jantung dan paru. Penilaian nervus vagus ditujukan pada evaluasi
fungsi motorik palatum, faring dan laring. Fungsi ini dinilai dengan mengevaluasi palatum
Nervus asesorius adalah nervus motorik yang mempersarafi otot sternokleido mastoideus dan
bagian otot trapezius. Fungsi ini dinilai dengan penderita diminta untuk menggerakan kepala
Nervus hipoglosus mempersarafi otot-otot lidah. Fungsi lidah yang normal sangat penting
Berbagai kerusakan sistem motorik pada tiap tingkatan dapat mengganggu koordinasi
dan gaya berjalan. Tes yang dapat mengetahui adanya gangguan koordinasi: penderita
diminta untuk berjalan pada satu garis dengan tumit ditempelkan pada ujung jari kaki yeng
lain. Selain itu penderita diminta untuk meniru gerakan sederhana yang cepat (memukulkan
telapak tangan dan punggung tangan pada lutut secara bergantian). Gaya bejalan dapat dinilai
Tonus dan kekuatan otot harus diperhatikan, gangguan neuron motorik atas
meningkatkan tonus otot, sedangkan gangguan neuron motor bawah menurunkan tonus otot.
Tonus otot diperiksa dengan cara menggerakan sendi secara pasif, Kekuatan otot dapat
diperiksa dengan membandingkan otot saat sisi dengan otot sisi lainnya pada waktu penderita
Cara pemeriksaan: klien tanpa bantal, lakukan terlebih dahulu fleksi leher ke lateral,
menyingkirkan kemungkinan kekakuan leher karena proses lokal di leher seperti fraktur dan
artritis akut. Lakukan fleksi leher (mendekatkan dagu ke sternum), mengalami tahanan
b) Tanda Kernig
Lakukan fleksi paha hingga persendian panggul mencapai sudut 900 derajat, setelah itu
tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Positif jika terdapat rasa tahanan dan
Bila pada saat fleksi leher terjadi juga fleksi pada kedua lutut, maka tanda Brudzinski I
positif.
Tanda Brudzinski II, dilakukan satu tungkai difleksikan pada persendian panggul,
sedang tungkai yang lain lagi berada dalam keadaan ekstensi. Positif bila tungkai yang
7) Sirkulasi
takikardi).
8) Integritas ego
9) Elimiansi
Sakit kepala dengan intensitas dan durasi yang berbeda, wajah menyeringai, gelisah
11) Pernafasan
c) Angiografi serebral menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak
f) BAER (Brain Aditory Evoked Respon) rnenunjukan fungsi korteks dan batang otak.
otak.
i) GDA (Gus Darah Arteri), mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenesi yang akan
dapat meningkatkan TIK, Kimia atau elekrolit darah, mengetahui ketidakseimbangan yang
penurunan kesadaran.
l) Kadar antikonvulsan darah: Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup
masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau
Berikut ini adalah diagnosa keperawatan Cedera kepala menurut Marilyn E. Doengoes
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh
hematoma.
b. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif bcrhuhungan dengan kerusakan neurovaskuler
g. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurang pemajanan.
3. Rencana Keperawatan
Rohmah, 2009:58)
Berikut ini adalah intervensi keperawatan Cedera kepala menurut Marilyn E Doengoes:
Penghentian aliran darah oleh sol (hemoragi, hematoma): edema serebral (respon lokal atau
umum pada cedera perubahan metabolik takur lajak obat alkohol), penurunun TD sistematik
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa atau perbaikan, kognisi dan fungsi motorik atau
sensorik.
Tabel 1.5
Intervensi diagnosa perubahan perfusi jaringan serebral
Intervensi Rasional
1. Tentukan faktor-faktor yang1. Menentukan pilihan intervensi
berhubungan dengan keadaan tertentu
atau yang menyebabkan koma
penurunan perfusi jaringan otak dan
potensial peningkatan TIK
2. Pantau/catat status neurologist secara2. Mengkaji adanya kecenderungan pada
teratur dan bandingkan dengan nilai tingkat kesadaran dan potensial
standar (GCS) peningkatan TIK
3. Kaji respon motorik terhadap3. Mengukur kesadaran secara
penglihatan yang sederhana keseluruhan dan kemampuan untuk
merespon pada rangsangan eksternal
dan merupakan petunjuk keadaan
kesadaran terbaik pasien
4. Kaji perubahan pada penglihatan4. Gangguan penglihatan yang dapat
seperti adanya penglihatan yang kabur, diakibatkan oleh kerusakan
ganda, lapang pandang menyempit dan mikroskopik pada otak mempunyai
kedalaman presepsi konsekuensi terhaap keamanan
5. Catat ada atau tidaknya refleks-refleks5. Penurunan refleks menandakan
tertentu seperti refleks melenlan, batuk adanya kerusakan pada tingkat otak
dan babinski dan sebagainya tengah atau batang otak
6. Pertahankan kepala atau leher pada6. Kepala yang miring pada salah satu
posisi tengah atau posisi netral, sisi menekan vena juguralis dan
sokong dengan gulungan handuk kecil menghambat darah vena yang
atau bantal kecil selanjutnya akan meningkatkan TIK
7. Batasi pemberian cairan sesuai7. Pembatasan cairan mungkin
indikasi. Beri cairan melalui IV diperlukan untuk menurunkan edema
dengan alat kontrol serebral; meminimalkan fluktasi aliran
vaskuler TD dan TIK
8. Berikan oksigen tambahan sesuai8. Menurunkan hipoksemia yang mana
indikasi dapat meningkatkan vasolidai dan
volume darah serebral yang meingkat
TIK
b. Resiko tinggi terhadap tidak efektif pola nafas
c) Obstruksi trakeobronkial.
Tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dan gejala dapat membuat diagnosis aktual.
Mempertahankan pola pernafasan normal atau efektif, bebas diangosis, dengan GDA dalam
Tabel 1.6
Intervensi pada diagnosis resiko tinggi terhadap tidak efektif pola nafas
Intervensi Rasional
1. Pantau frekuensi, irama kedalaman1. Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi
pernafasan, catat ketidakteraturan
pulmonal (umumnya mengikuti cedera otak), atau
pernafasan menandakan lokasi atau luasnya keterlibatan otak
2. Angkat kepala tempat tidur sesuai2. Untuk memudahkan ekspansi paru atau ventilasi paru
aturannya, posisi miring sesuai indikasidan kemungkinan lidah jatuh yang menyambut jalan
nafas
3. Anjurkan pasien untuk melakukan nafas3. Mencegah atau menurunkan atelektasis
dalam yang efektif jika pasien sadar
4. Auskultasi suara nafas, perhatikan4. Untuk mengidintifikasi adanya masalah paru seperti
daerah hipoventilasi dan adanya suara- atelaktasi atau obstruksi jalan nafas yang membahayakan
suara tambahan yang tidak normal oksigensi serebral dan atau menandakan terjadinya
(seperti krekesl, ronchi, mengi) infeksi paru (umumnya merupakan komplikasi paru dari
cedera kepala)
Perubahan persepsi sensorik, transmisi dan atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
2) Kemungkinan dibuktikan oleh :
c) Inkoordinasi motorik perubahan dalam postur, ketidakmampuan untuk memberi tahu posisi
a) Melakukan kembali atau mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
Tabel 1.7
Intervensi pada diagnosa perubahan persepsi sensorik
Intervensi Rasional
1. Evaluasi atau pantau secara teratur perubahan1. Fungsi serebral bagian atas biasanya terpenuhi
orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan lebih dulu oleh adanya gangguan sirkulasi,
atau afektif, sensorik dan proses pikir oksigenasi
2. Kaji kesadaran sensorik seperti respon2. Informasi penting untuk keamanan
sentuhan, panas atau dingin, benda tajam atau
tumpul dan kedasaran terhadap gerakan dan
letak tubuh
3. Hilangkan suara bising atau stimulasi yang3. Menurunkan ansietas, respon emosi yang
berlebihan sesuai kebutuhan berlebihan atau bingung yang berhubungan
dengan sensorik yang berlebihan
4. Bicara dengan suara yang lembut dan pelan,4. Pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian
gunakan kalimat yang pendek dan sederhana, atau pemahaman selama masa akut dan
pertahankan kontak mata penyembuhan
5. Buat jadwal istirahat yang adekuat atau periode5. Mengurangi kelelahan, mencegah kejenuhan,
tidur tanpa ada gangguan memberikan kesempatan untuk tidur
a) Defisit atau perubahan memori jarak jauh saat ini yang baru terjadi
Tabel 1.8
Intervensi pada Diagnosa Perubahan Proses Pikir
Intervensi Rasional
1. Kaji rentang perhatian, kebingungan,1. Rentang perhatian kemampuan untuk konsentrasi
dan catat tingkat ansietas pasien mungkin memendek secara tajam yang menyebabkan dan
merupakan potensi terhadap terjadinya ansietas yang
mempengaruhi proses pikir pasien
2. Pastikan dengan orang terdekat untuk2. Masa pemulihan cedera kepala meliputi fase agitasi,
membandingkan kepribadian atau respon marah, dan fase berbicara atau proses pikir yang
tingkah laku pasien sebelum mengalami kacau
trauma dengan respon pasien sekarang
3. Pertahankan bantuan yang konsisten3. Memberikan pasien perasaan yang stabil dan mampu
dari staff sebanyak mungkin mengontrol situasi
4. Berikan penjelasan mengenai prosedur-4. Kehilangan struktur internal (perubahan dalam memori,
prosedur dan tekanan kembali alasan dan kemampuan untuk membuat konseptual)
penjelasan yang diberikan itu oleh menimbulkan kekuatan
senyawa lain
5. Jelaskan pentingnya melakukan5. Pemahaman bahwa pengkajian dilakukan secara teratur
pemeriksaan neurologis secara berulang untuk mencegah atau membatasi komplikasi yang
dan teratur mungkin terjadi atau tidak menimbulkan suatu hal yang
serius pada pasien dapat membantu menurunkan ansietas
6. Koordinasikan atau ikut serta pada6. Membantu dengan metode pengajaran yang baik untuk
pelatihan kognitif atau program kompensasi gangguan pada kemampuan berfikir dan
rehabilitasi sesuai indikasi mengatasi masalah konsentrasi, memori, daya penilaian,
runtunan dan menyelesaikan masalah
e. Kerusakan mobilitas fisik
Kerusakan persepsi kognitif, penurunan kekuatan atau tahanan, terapi pembatasan atau
a) Ketidakn mampuan bergerak sesuai tujuan dalam lingkungan fisik termasuk mobilitas di
b) Kerusakan koordinasi, keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan atau kontrol otot.
Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit atau
kompensasi.
Tabel 1.9
Intervensi pada diagnosa kerusakan mobilitas fisik
Intervensi Rasional
1. Periksa kembali kemampuan dan1. Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara
keadaan secara fungsional pada fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang
kerusakan yang terjadi akan dilakukan
2. Letakkan pasien pada posisi tertentu2. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran
untuk menghindari kerusakan karena terhadap berat badan dan meningkatkan sirkulasi
tekanan padaseluruh tubuh
3. Pertahanan kesejajaran tubuh secara3. Bidai tangan bervariasi dan didesain untuk mencegah
fungsional, seperti pantat, kaki dan deformitas tangan dan meningkatkan fungsinya secara
tangan optimal
4. Berikan atau bantu untuk melakukan4. Mempertahankan mobilitas dan fungsi sendi atau posisi
rentang gerak normal ekstermitas dan menurunkan terjadinya yang
statis
5. Instruksikan atau bantu pasien dengan5. Proses penyembuhan lambat seringkali menyertai trauma
program latihan dan penggunaan alat kepala dan pemulihan secara fisik merupakan bagian
mobilitas yang amat penting dari suatu program pemulihan secara
fisik merupakan bagian yang penting dari suatu program
pemulihan tersebut
6. Berikan perawatan kulit dengan cermat,6. Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan
masase dengan pelembab dan ganti menurunkan resiko terjadinya ekskoriasi kulit
linen atau pakaian yang basah
c) Kekurangan nutrisi.
Tidak dapat diharapkan; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual.
Tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual.
3) Hal yang diharapkan kriteria evaluasi pasien akan :
b) Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi dengan nilai laboratorium dalam rentang normal
Tabel 1.11
Intervensi pada Diagnosa Resiko Tinggi terhadap Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah,1. Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis
menelan, batuk, dan mengatasi sekresi makanan sehingga pasien harus terlindung dari
aspirasi
2. Auskultasi bising usus, catat adanya2. Fungsi saluran pencernaan biasanya tetap baik pada
penurunan atau hilangnya suara yang kasus cedera kepala. Jadi bising usus membantu
hiperaktif dalam menentukan respon untuk makan atau
berkembangnya komplikasi
3. Timbang berat badan sesuai indikasi 3. Mengevalusi keefektifan atau kebutuhan mengubah
pemberian nutrisi
4. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan4. Meningkatkan proses pencemaran dan toleransi
dalam waktu yang sering dan teratur pasien terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat
meningkatkan kerjasama pasien saat makan
5. Tingkatkan kenyamanan lingkungan yang5. Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau
santai termasuk sosialisasi saat makan teman dapat meningkatkan pemasukan dan
menormalkan fungsi makan
6. Konsultasikan dengan ahli gizi 6. Merupakan sumber yang efektif untuk kebutuhan
kalori atau nutrisi tergantung pada usia, berat badan,
ukuran tubuh, keadaan penyakit sekarang
h. Perubahan proses keluarga
konstruktif.
b) Ketidak tepatan untuk mengekpresikan atau menerima perasaan dari anggota keluarga.
Tabel 1.12
Intervensi pada Diagnosa Perubahan Proses Keluarga
Intervensi Rasional
1. Catat bagian-bagian dari unit keluarga,1. Menentukan adanya sumber keluarga dan
keberadaan atau keterlibatan system mengidentifikasi hal-hal yang diperlukan
pendukung
2. Anjurkan keluarga untuk menentukan hal-hal2.Kegembiraan dapat berubah menjadi kesedihan atau
yang menjadi perhatiannya tentang keseriusankemarahan akan ”kehilangan dan kebutuhan pertemuan
kondisi, kemung-kinan untuk meninggal atau dengan orang baru yang mungkin asing bagi keluarga
kecatatan (ketidakmampuan) dan bahkan tidak disukai oleh keluarganya” berlarutnya
perasaan seperti tersebut diatas dapat menimbulkan
depresi
3. Tentukan dan anjurkan untuk menggunakan3. Berfokus kepada kekuatan dan penguatan kemampuan
cara-cara koping tingkah laku yang cukup khusus untuk menghadapi krisis cacat sekarang ini
sebelumnya dilakukan
4. Libatkan keluarga dalam pertemuan tim4. Memfasilitasi komunikasi, memungkinkan keluarga
rehabilitasi dan perencanaan perawatan atau untuk menjadi bagian integral dari rehabilitasi dan
pengambilan keputusan memberikan rasa kontrol
Kurang pemahaman, tidak mengenal informasi atau sumber-sumber, kurang mengingat atau
keterbatsan kognitif,
Tabel 1.13
Intervensi pada Diagnosa Kurang Pengetahuan
Intervensi Rasional
1. Evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk1. Memungkinkan untuk menyampaikan bahan yang
belajar dari keluarga pasien dan juga didasarkan atas kebutuhan secara individual
keluarganya
2. Berikan kembali informasi yang2. Membantu dalam menciptakan harapan yang realitas
berhubungan dengan proses trauma dan dan meningkatkan pemahaman pada keadaan saat ini
pengaruh sesudahnya dan kebutuhannya
3. Diskusikan rancana untuk memenuhi3. Berbagai tingkat bantuan mungkin perlu
kebutuhan perawatan diri direncanakan yang didasarkan atas kebutuhan yang
bersifat individual
4. Berikan kembali atau berikan penguatan4. Aktivitas, pembatasan, pengobatan atau kebutuhan
terhadap pengobatan yang diberikan terapi yang direkomendasikan diberikan atau disusun
sekarang. Indikasi program yang kontinu atas dasar pendekatan antara disiplin atau evaluasi
setelah proses penyembuhan amat penting untuk perkembangan pemulihan atau
pencegahan terhadap komplikasi
5. Berikan instruksi dalam bentuk tulisan dan5. Memberikan penggunaan visual dan rujukkan setelah
jadwal mengenai aktivitas, obat-obatan dan sembuh
faktor-faktor penting lainnya
4. lmplementasi
lmplementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukkan kepada nursing
order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu tindakan
klien.(Nursalam 2001:63).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan Pasien (hasil
yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Nikmatur
Rohmah, 2009:94).
Diposkan oleh Nurlita's blog
nurlita-aprilia-solechati.blogspot.com/