Vous êtes sur la page 1sur 13

STROKE

A. Pengertian

Berikut ini ada beberapa pengertian stroke menurut beberapa literatur yang penulis gunakan, yaitu :
Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
terhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne, 2001).
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesif cepat, berupa defisit
neurologis fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan
kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan perdarahan darah otak non traumatik (Arif
Mansjoer, 2000).
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba
terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia
yang dapat merusak atau mematikan sel-sel otak (Wikipedia Indonesia, 2008).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Stroke atau cedera serebrovaskuler ( CVA
) adalah defisit neurologis yang terjadi akibat terhentinya suplai darah ke otak yang dapat berakibat
kerusakan dan kematian sel-sel otak yang menimbulkan gejala klinis antara lain kelumpuhan wajah
atau anggota badan yang lain, gangguan sensibilitas, perubahan mendadak status mental, gangguan
penglihatan dan gangguan wicara.
Stroke dibedakan menjadi dua yaitu stroke infark (non haemoragik) dan stroke haemoragik. Pada
stroke infark, aliran darah ke otak terhenti karena arterosklerotik atau bekuan darah yang telah
menyumbat suatu pembuluh darah, melalui proses arterosklerosis. Pada stroke haemoragik, pembuluh
darah pecah sehingga aliran darah menjadi tidak normal dan darah yang ke luar merembes masuk ke
dalam suatu daerah diotak dan merusaknya. Kurangnya aliran darah ke otak akan menyebabkan
serangkaian reaksi biokimia yang dapat merusak atau mematikan sel-sel otak, kematian jaringan otak
ini dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan tersebut.

B. Patofisiologi
Untuk memudahkan penjelasan terjadinya stroke infark berikut ini akan penulis tuangkan
patofisiologi dari stroke infark sebagai berikut :
Menurut Sylvia A. Price (2005) dan Smeltzer C. Suzanne (2001), stroke infark disebabkan oleh
trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak) dan embolisme serebral (bekuan darah atau
material lain). Stroke infark yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan disuatu atau lebih arteri besar
pada sirkulasi serebrum dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk didalam suatu
pembuluh otak atau pembuluh organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas atau
mungkin terbentuk dalam suatu organ seperti jantung dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke
otak sebagai suatu embolus. Sumbatan di arteri karotis interna sering mengalami pembentukan plak
aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Apabila stenosis
mencapai suatu tingkat kritis tertentu, maka meningkatnya turbulensi disekitar penyumbatan akan
menyebabkan penurunan tajam kecepatan aliran darah ke otak akibatnya perfusi otak akan menurun
dan terjadi nekrosis jaringan otak.
Faktor risiko utama pada stroke antara lain hipertensi, penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, TIA
(Transient Ischemic attack), kadar lemak dalam darah yang tinggi, dan lain-lain. Adapun manifestasi
klinis pada klien dengan stroke yaitu kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak, perubahan status mental (delirium, stupor, atau koma), afasia (bicara tidak
lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami ucapan), disartia (bicara pelo atau cadel), gangguan
penglihatan diplopia, mual, muntah dan nyeri kepala.
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral dan luasnya area cedera
yang dapat mengakibatkan perubahan pada aliran darah serebral sehingga ketersediaan oksigen ke
otak menjadi berkurang dan akan menimbulkan kematian jaringan otak.

C. Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami stroke infark maka
penatalaksanaan pada klien stroke infark terdiri dari penatalaksanan medis/farmakologi,
penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan diet.
1. Penatalaksanaan medis (Arif Mansjoer, 2000)
a. Membatasi atau memulihkan infark akut yang sedang berlangsung dengan menggunakan
trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue – Plasminogen Activator).
b. Mencegah perburukan neurologis :
1) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark yaitu terapi dengan manitol.
2) Ekstensi teritori infark yaitu dengan pemberian heparin.
3) Konversi hemorargik yaitu jangan memberikan anti koagulan
c. Mencegah stroke berulang dini yaitu dengan heparin.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan stroke infark bertujuan untuk mencegah keadaan
yang lebih buruk dan komplikasi yang dapat ditimbulkan. Untuk itu dalam merawat pasien stroke
perlu diperhatikan faktor-faktor kritis seperti mengkaji status pernafasan, mengobservasi tanda-tanda
vital, memantau fungsi usus dan kandung kemih, melakukan kateterisasi kandung kemih, dan
mempertahankan tirah baring.
3. Penatalaksanaan Diet
Penatalaksanaan nutrisi yang dianjurkan pada klien dengan stroke infark yaitu dengan memberikan
makanan cair agar tidak terjadi aspirasi dan cairan hendaknya dibatasi dari hari pertama setelah cedera
serebrovaskuler (CVA) sebagai upaya untuk mencegah edema otak, serta memberikan diet rendah
garam dan hindari makanan tinggi lemak dan kolesterol.

D. Pengkajian
Untuk mengetahui permasalahan yang ada pada klien dengan stroke infark perlu dilakukan pengkajian
yang lebih menyeluruh dan mendalam dari berbagai aspek yang ada sehingga dapat ditemukan
masalah-masalah yang ada pada klien dengan stroke infark. Pengkajian pada klien stroke infark
menurut Tuti Pharia, dkk (1996), Doenges (1999) dan Lynda Juall (2006) adalah sebagai berikut :
1. Aktivitas / istirahat
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas / istirahat, hal
ini dapat diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : merasa kesulitan dalam melakukan aktifitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralisis ( hemiplegi ), merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat.
Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), kelemahan umum, gangguan penglihatan dan
gangguan tingkatan kesadaran.
2. Sirkulasi
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami perubahan dalam sistem sirkulasi, hal ini dapat
diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia
Tanda : hipertensi arterial, frekuensi nadi dapat bervariasi, distrimia, perubahan EKG
3. Integritas Ego
Pada klien dengan stroke infark akan merasakan suatu perubahan keadaan emosional dalam dirinya,
hal ini dapat diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : perasaan tidak berdaya dan putus asa.
Tanda : emosi yang labil, ketidaksiapan untuk marah , sedih, gembira dan kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
4. Eliminasi
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami perubahan dalam kebutuhan eliminasinya, baik
kebutuhan bak maupun bab, hal ini dapat diketahui melalui gejala sebagai berikut :
Gejala : perubahan pola kemih, distensi abdomen, bising usus negatif.
5. Makan / Minum
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan makan dan
minum, hal ini dapat diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : nafsu makan hilang, mual muntah, kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan,
disfagia, ada riwayat diabetes mellitus, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : kesulitan menelan, obesitas.
6. Neurosensori
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami gangguan pada sistem neurosensorinya, hal ini dapat
diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : pusing, sakit kepala, kelemahan/kesemutan, kebas, penglihatan menurun, penglihatan ganda,
gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda : gangguan fungsi kognitif, kelemahan/paralisis, afasia, kehilangan kemampuan untuk
mengenali/menghayati rangsangan visual, pendengaran, kekakuan muka dan kejang.
7. Nyeri / Kenyamanan
Pada klien dengan stroke infark akan merasakan suatu keadaan ketidaknyamanan, hal ini dapat
diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : sakit kepala
Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
8. Pernafasan
Pada klien dengan stroke infark biasanya akan mengalami masalah dalam sistem pernafasannya, hal
ini dapat diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : merokok
Tanda : ketidak mampuan menelan / batuk / tambatan jalan nafas, pernafasan sulit, suara nafas
terdengar ronkhi.
9. Keamanan
Pada klien dengan stroke infark akan sangat rentan terhadap faktor keamanan, hal ini dapat diketahui
melalui tanda sebagai berikut :
Tanda : masalah dengan penglihatan, tidak mampu mengenali objek, gangguan regulasi suhu tubuh,
kesulitan dalam menelan, perhatian sedikit terhadap keamanan.
10. Interaksi sosial.
Pada klien dengan stroke infark biasanya akan mengalami kesulitan dalam melakukan sosial dengan
lingkungan sekitarnya, hal ini dapat diketahui melalui tanda sebagai berikut :
Tanda : masalah bicara, ketidak mampuan untuk berkomunikasi
11. Penyuluhan / Pembelajaran
Pada klien dengan stroke infark sangat diperlukan penyuluhan / pembelajaran untuk mencegah
masalah lebih lanjut, hal ini dapat diketahui melalui gejala sebagai berikut :
Gejala : adanya riwayat hipertensi pada keluarga dan stroke

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien stroke untuk mengetahui penyebab dan daerah
yang terkena menurut Doenges (1999) adalah sebagai berikut :
1. Angiografi Serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik.
2. CT Scan : memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan infark.
3. Pungsi lumbal : menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis emboli serebral
dan TIA.
4. MRI : menunjukan adanya daerah yang mengalami infark, haemoragik, malformasi arteriovena.
5. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasikan penyakit arterivena.
6. EEG : mengidentifikasi masalah yang didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna dan parsial dinding aneurisma.

E. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian yang telah didapat atau terkaji, kemudian data dikumpulkan maka
dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan diagnosa keperawatan yang ada pada klien dengan
stroke infark. Menurut Tuti Pharia, dkk (1996), Doenges (1999), Lynda Juall (2006) dan Wahyu
widagdo, dkk (2008) diagnosa keperawatan pada klien stroke adalah sebagai berikut :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai darah serebral,
gangguan oklusif, haemoragik, vasospasme serebral, edema serebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler, kelemahan, paralisis.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia, kesulitan menelan
dan menurunnya nafsu makan.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sensorik, immobilisasi, inkontinensia,
perubahan status nutrisi.
5. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan
neuromuskuler, kehilangan tonus/kekuatan otot, kelemahan/kelelahan umum.
6. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi,
integritas, stress, psikologis.
7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan
ketahanan kerusakan kognitif, nyeri, depresi.
8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan
pengetahuan, tidak mengenal sumber-sumber informasi.
F. Perencanaan Keperawatan
Setelah diagnosa keperawatan pada klien dengan stroke infark ditemukan, maka dilanjutkan dengan
menyusun perencanaan untuk masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas diagnosa keperawatan,
penetapan tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai darah serebral,
gangguan oklusif, hemoragik, vasospasme serebral, edema serebral
Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan serebral adekuat
Kriteria Evaluasi :
a) Mempertahankan tingkat kesadaran
b) TTV stabil
c) Tidak ada peningkatan TIK
Intervensi :
a) Pantau / catat status neuroligis
b) Pantau TTV
c) Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya
d) Letakan kepala dengan posisi agak ditinggikan
e) Pertahankan keadaan tirah baring
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler, kelemahan, paralisis
Tujuan : Mampu mepertahankan kekuatan otot
Kriteria Evaluasi :
a) Mempertahankan / meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian yang terkena / kompensasi.
b) Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktifitas
c) Mempertahankan integritas kulit
Intervensi :
a) Kaji kemampuan klien secara fungsional
b) Ubah posisi minimal setiap 2 jam
c) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
d) Tinggikan kepala dan tangan
e) Anjurkan untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak
sakit
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia, kesulitan menelan
dan menurunnya nafsu makan.
Tujuan : Klien akan mempertahankan status nutrisi, pemasukan cairan dan keseimbangan cairan.
Kriteria evaluasi :
a) Berat badannya kurang lebih 10 % dari berat badan ideal
b) Mentoleransi terhadap nutrisi parenteral, makanan cair dengan residu minimal, tidak diare,
elektrolit seimbang
c) Menelan makanan yang lunak tanpa aspirasi
Intervensi :
a) Observasi kemampuan menelan, fungsi sensorik dan motorik
b) Monitor pemasukan dan pengeluaran serta pemasukan diet
c) Berikan makanan nasogastrik dan minum
d) Bantu makanan oral bila ada indikasi
e) Observasi makanan yang disukai dan tidak disukai
f) Ukur berat badan
g) Konsultasi ke ahli gizi
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sensorik, immobilisasi, inkontinensia,
perubahan status nutrisi.
Tujuan : klien akan mempertahankan integritas kulit, tonus,turgor dan sirkulasi
Kriteria evaluasi :
a) Memiliki kulit yang utuh
b) Bebas dari kemerahan pada tulang yang menonjol

Intervensi :
a) Observasi keutuhan kulit klien, perubahan warna, temperatur, dan adanya edema setiap 4 jam
dan sebagaiman kebutuhan
b) Pertahankan kebersihan kulit dan kekeringan
c) Tingkatkan sirkulasi dengan sering mungkin melakukan alih posisi, massase
d) Gunakan alat-alat untuk mencegah penekanan
5. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan
neuromuskuler, kehilangan tonus / kekuatan otot, kelemahan / kelelahan umum
Tujuan : Mampu menciptakan metode komunikasi yang dapat dipahami
Kriteria Evaluasi :
a) Mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi
b) Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
c) Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Intervensi :
a) Kaji tipe / derajat disfungsi
b) Berikan metode komunikasi alternatif seperti menulis dan gambar
c) Bicaralah dengan normal dan hindari percakapan yang cepat
6. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi,
integritas, stress, psikologis
Tujuan : Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual
Kriteria Evaluasi :
a) Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual
b) Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasikan terhadap/defisit hasil
Intervensi :
a) Kaji keadaan klien
b) Ciptakan lingkungan yang sederhana
c) Berikan stimulus terhadap rasa sentuhan
d) Observasi respon perilaku pasien
e) Bicara dengan tenang, perlahan dan pertahankan kontak mata.
7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan
ketahanan kerusakan kognitif, nyeri, depresi
Tujuan : Perawatan diri terpenuhi
Kriteria Evaluasi :
a) Mendemonstrasikan teknik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
b) Melakukan aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri
Intervensi :
a) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari – hari
b) Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan sendiri
c) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan
8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan
pengetahuan, tidak mengenal sumber-sumber informasi
Tujuan : Pengetahuan meningkat
Kriteria Evaluasi :
a) Berpartisipasi dalam proses belajar
b) Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi / prognosis dan aturan terapuetik
Intervensi :
a) Tinjau ulang / pertegas kembali pengobatan yang diberikan
b) Identifikasi cara meneruskan program setelah pulang
c) Identifikasi tanda / gejala yang memerlukan kontrol secara medis.

G. Pelaksanaan
Setelah perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang prioritas maka
langkah selanjutnya adalah pelaksanaan tindakan keperawatan. Pelaksanaan merupakan pengelolaan
dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dan merupakan
tindakan yang bermanfaat bagi klien berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan tujuan yang
telah ditetapkan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Tindakan
keperawatan yang dilakukan pada klien dapat berupa tindakan mandiri maupun tindakan kolaborasi.
Terkait dengan masalah yang ada pada pasien stroke, maka pelaksanaan tindakan keperawatan
ditujukan pada klien, perawat dan keluarga. Pelaksanaan pada klien meliputi melakukan, membantu,
mengarahkan kebutuhan dan aktivitas kehidupan sehari-hari kilen yang disesuaikan dengan
kemampuan dan kondisi klien pada saat itu. Pada perawat ditujukan untuk memberikan arahan dalam
melakukan tindakan keperawatan yang berpusat pada klien sehingga tujuan dapat tercapai. Pada
keluarga ditujukan untuk memahami kebutuhan klien dan memotivasi klien untuk mempertahankan
dan meningkatkan status kesehatannya.
Dalam pelaksanaan tindakan, langkah yang dilakukan pertama kali adalah mengkaji kembali keadaan
klien untuk menentukan apakan tindakan keperawatan yang direncanakan masih sesuai kondisi klien
saat itu, memvalidasi rencana keperawatan untuk menentukan apakah tindakan keperawatan yang
direncanakan masih dilanjutkan atau dimodifikasi sesuai keadaan klien saat itu, menentukan
kebutuhan dan bantuan yang diberikan pada klien baik dalam bentuk pengetahuan maupun
keterampilan keperawatan serta menetapkan strategi tindakan yang akan dilakukan dan
mengkomunikasikan intervensi keperawatan, selain itu juga dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian catatan keperawatan hal
yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan dilakukan, tindakan dan respon klien serta diberi
tanda tangan sebagai aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan.

H. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka perlu dilakukan kaji ulang terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan apakah masalah yang muncul pada klien dapat teratasi secara maksimal
atau tidak untuk itu perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses
keperawatan yang mengukur seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai berdasarkan
standar atau kriteria yang telah ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek penting di dalam proses
keperawatan, karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi keperawatan diakhiri atau ditinjau
kembali atau dimodifikasi. Prinsip evaluasi adalah obyektivitas yaitu mengukur keadaan yang
sebenarnya, reabilitas yaitu ketepatan hasil ukuran dan validitas yaitu mengukur dengan tepat harus
dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat.
Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan terdiri dari, mengumpulkan data keperawatan pasien,
menafsirkan (mengiterprestasikan) perkembangan pasien, membandingkan dengan keadaan sebelum
dan sesudah dilakukan tindakan dengan menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah di
tetapkan, mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar normal yang berlaku.
Evaluasi proses keperawatan terdiri dari evaluasi kwantitatif yaitu penilaian yang dilihat dari jumblah
kegiatan. Evaluasi kwalitatif yaitu evaluasi mutu yang difokuskan pada tiga dimensi yang saling
terkait. Evaluasi struktur / sumber yaitu terkait dengan tenaga manusia / bahan-bahan yang diperlukan
dalam pelaksanan kegiatan. Evaluasi proses (evaluasi formatif) yaitu pernyataan yang mencerminkan
pengalaman perawatan dan analisa respon pasien segera setelah intervensi. Evaluasi hasil (evaluasi
sumatif) yaitu pernyataan yang mencerminkan suatu observasi untuk menilai sejauh mana pencapaian
tujuan berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STROKE

A. Pengertian

Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara
mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak yang terkena (WHO, 1989).

B. Klasifikasi stroke

Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi :
1. stroke hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng disebabkan pecahnya
pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada
saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat
hipertensi yang tidak terkontrol.
2. stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi
setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik
dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu :

1. TIA’S (Trans Ischemic Attack)

Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

1. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)

Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan
maksimal 3 minggu..

1. stroke in Volution

Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan
bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.

1. Stroke Komplit

Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent.

C. Etiologi

Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;


1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan
pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah
cerebral.
2. Aneurisma pembuluh darah cerebral
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh
penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan
perdarahan.
3. Kelainan jantung / penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja
jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat
terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
4. Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya peningkatan viskositas
darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler
sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.
5. Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.
6. Polocitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak
menurun.
7. Peningkatan kolesterol (lipid total)
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.
8. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan
gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.
9. Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.
10. kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah
(embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.

D. Patofisiologi

1. Stroke non hemoragik


Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus.
Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah,
sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan
iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli
disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok
pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan
neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh
emboli.
2. Stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan
subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya
perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan
peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di
samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan
edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah
berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.

E. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah otak yang terkena.
1. Pengaruh terhadap status mental

Tidak sadar : 30% – 40%


Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar

1. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:

Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)


Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)

1. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:

hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)


inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena

1. Daerah arteri serebri posterior

Nyeri spontan pada kepala


Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)

1. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:

Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak


Hemiplegia alternans atau tetraplegia
Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:

1. Stroke hemisfer kanan

Hemiparese sebelah kiri tubuh


Penilaian buruk
Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke sisi yang
berlawanan

1. stroke hemisfer kiri

mengalami hemiparese kanan


perilaku lambat dan sangat berhati-hati

kelainan bidang pandang sebelah kanan


disfagia global
afasia
mudah frustasi

F. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :

1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu
analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak
4. angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pembuluh darah
yang terganggu

G. Penatalaksanaan medis

Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:

1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai
mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan ogsigen
sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa
murni atau cairan hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada
gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
11. Penatalaksanaan spesifik berupa:

Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat hemoragik


Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan, menurunkan
TIK yang tinggi
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN STROKE
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
KEPERAWATAN HASIL
1. Bersihan jalan nafas Pasien mampu mempertahankan 1. Auskultasi bunyi nafas
tidak efektif b.d. jalan nafas yang paten. 2. Ukur tanda-tanda vital
penumpukan sputum Kriteria hasil : 3. Berikan posisi semi fowler
(karena kelemahan, a. Bunyi nafas vesikuler sesuai dengan kebutuhan (tidak
hilangnya refleks b. RR normal bertentangan dgn masalah
batuk) c. Tidak ada tanda-tanda sianosis keperawatan lain)
dan pucat 4. Lakukan penghisapan lender
d. Tidak ada sputum dan pasang OPA jika kesadaran
menurun
5. Bila sudah memungkinkan
lakukan fisioterapi dada dan
latihan nafas dalam
6. Kolaborasi:
Pemberian ogsigen
Laboratorium: Analisa gas
darah, darah lengkap dll
Pemberian obat sesuai
kebutuhan
2. Penurunan perfusi Perfusi serebral membaik 1. Pantau adanya tanda-tanda
serebral b.d. adanya Kriteria hasil : penurunan perfusi serebral :GCS,
perdarahan, edema a. Tingkat kesadaran membaik memori, bahasa respon pupil dll
atau oklusi pembuluh (GCS meningkat) 2. Observasi tanda-tanda vital
darah serebral b. fungsi kognitif, memori dan (tiap jam sesuai kondisi pasien)
motorik membaik 3. Pantau intake-output cairan,
c. TIK normal balance tiap 24 jam
d. Tanda-tanda vital stabil 4. Pertahankan posisi tirah baring
e. Tidak ada tanda perburukan pada posisi anatomis atau posisi
neurologis kepala tempat tidur 15-30 derajat
f. 5. Hindari valsava maneuver
seperti batuk, mengejan dsb
6. Pertahankan ligkungan yang
nyaman
7. Hindari fleksi leher untuk
mengurangi resiko jugular
8. Kolaborasi:
Beri ogsigen sesuai indikasi
Laboratorium: AGD, gula
darah dll
Penberian terapi sesuai advis
CT scan kepala untuk
diagnosa dan monitoring
3. Gangguan mobilitas Pasien mendemonstrasikan 1. Pantau tingkat kemampuan
fisik b.d. kerusakan mobilisasi aktif mobilisasi klien
neuromuskuler, Kriteria hasil : 2. Pantau kekuatan otot
kelemahan, a. tidak ada kontraktur atau foot 3. Rubah posisi tiap 2 jan
hemiparese drop 4. Pasang trochanter roll pada
b. kontraksi otot membaik daerah yang lemah
c. mobilisasi bertahap 5. Lakukan ROM pasif atau aktif
sesuai kemampuan dan jika TTV
stabil
6. Libatkan keluarga dalam
memobilisasi klien
7. Kolaborasi: fisioterapi
4. Gangguan Komunikasi dapat berjalan 1. Evaluasi sifat dan beratnya
komunikasi verbal dengan baik afasia pasien, jika berat hindari
b.d. kerusakan Kriteria hasil : memberi isyarat non verbal
neuromuscular, a. Klien dapat mengekspresikan 2. Lakukan komunikasi dengan
kerusakan sentral perasaan wajar, bahasa jelas, sederhana
bicara b. Memahami maksud dan dan bila perlu diulang
pembicaraan orang lain 3. dengarkan dengan tekun jika
c. Pembicaraan pasien dapat pasien mulai berbicara
dipahami 4. Berdiri di dalam lapang
pandang pasien pada saat bicara
5. Latih otot bicara secara
optimal
6. Libatkan keluarga dalam
melatih komunikasi verbal pada
pasien
7. Kolaborasi dengan ahli terapi
wicara
5. (Risiko) gangguan Kebutuhan nutrisi terpenuhi 1. Kaji factor penyebab yang
nutrisi kurang dari Kriteria hasil : mempengaruhi kemampuan
kebutuhan b.d. intake a. Tidak ada tanda-tanda menerima makan/minum
nutrisi tidak adekuat malnutrisi 2. Hitung kebutuhan nutrisi
b. Berat badan dalam batas perhari
normal 3. Observasi tanda-tanda vital
c. Conjungtiva ananemis 4. Catat intake makanan
d. Tonus otot baik 5. Timbang berat badan secara
e. Lab: albumin, Hb, BUN dalam berkala
batas normal 6. Beri latihan menelan
7. Beri makan via NGT
8. Kolaborasi : Pemeriksaan
lab(Hb, Albumin, BUN),
pemasangan NGT, konsul ahli
gizi
6. Perubahan persepsi- Persepsi dan kesadaran akan 1. Cari tahu proses patogenesis
sensori b.d. lingkungan dapat dipertahankan yang mendasari
perubahan transmisi 2. Evaluasi adanya gangguan
saraf sensori, persepsi: penglihatan, taktil
integrasi, perubahan 3. Ciptakn suasana lingkungan
psikologi yang nyaman
4. Evaluasi kemampuan
membedakan panas-dingin, posisi
dan proprioseptik
5. Catat adanya proses hilang
perhatian terhadap salah satu sisi
tubuh dan libatkan keluarga
untuk membantu mengingatkan
6. Ingatkan untuk menggunakan
sisi tubuh yang terlupakan
7. Bicara dengan tenang dan
perlahan
8. Lakukan validasi terhadap
persepsi klien dan lakukan
orientasi kembali
7. Kurang kemampuan Kemampuan merawat diri 1. Pantau tingkat kemampuan
merawat diri b.d. meningkat klien dalam merawat diri
kelemahan, Kriteria hasil : 2. Berikan bantuan terhadap
gangguan a. mendemonstrasikan perubahan kebutuhan yang benar-benar
neuromuscular, pola hidup untuk memenuhi diperlukan saja
kekuatan otot kebutuhan hidup sehari-hari 3. Buat lingkungan yang
menurun, penurunan b. Melakukan perawatan diri memungkinkan klien untuk
koordinasi otot, sesuai kemampuan melakukan ADL mandiri
depresi, nyeri, c. Mengidentifikasi dan 4. Libatkan keluarga dalam
kerusakan persepsi memanfaatkan sumber bantuan membantu klien
5. Motivasi klien untuk
melakukan ADL sesuai
kemampuan
6. Sediakan alat Bantu diri bila
mungkin
7. Kolaborasi: pasang DC jika
perlu, konsultasi dengan ahli
okupasi atau fisioterapi
8. Risiko cedera b.d. Klien terhindar dari cedera 1. Pantau tingkat kesadaran dan
gerakan yang tidak selama perawatan kegelisahan klien
terkontrol selama Kriteria hasil : 2. Beri pengaman pada daerah
penurunan kesadaran a. Klien tidak terjatuh yang sehat, beri bantalan lunak
b. Tidak ada trauma dan 3. Hindari restrain kecuali
komplikasi lain terpaksa
4. Pertahankan bedrest selama
fase akut
5. Beri pengaman di samping
tempat tidur
6. Libatkan keluarga dalam
perawatan
7. Kolaborasi: pemberian obat
sesuai indikasi (diazepam,
dilantin dll)
9. Kurang pengetahuan Pengetahuan klien dan keluarga 1. Evaluasi derajat gangguan
(klien dan keluarga) tentang penyakit dan perawatan persepsi sensuri
tentang penyakit dan meningkat. 2. Diskusikan proses patogenesis
perawatan b.d. Kriteria hasil : dan pengobatan dengan klien dan
kurang informasi, a. Klien dan keluarga keluarga
keterbatasan kognitif, berpartisipasi dalam proses 3. Identifikasi cara dan
tidak mengenal belajar kemampuan untuk meneruskan
sumber b. Mengungkapkan pemahaman progranm perawatan di rumah
tentang penyakit, pengobatan, 4. Identifikasi factor risiko secara
dan perubahan pola hidup yang individual dal lakukan perubahan
diperlukan pola hidup
5. Buat daftar perencanaan
pulang

Vous aimerez peut-être aussi