Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
D. MANFAAT PENULISAN
1
BAB II KONSEP DASAR TEORI
A. DEFINISI
AIDS berasal dari kata acquired yang artinya didapat atau bukan penyakit
keturunan, immune berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency atau kekurangan dan
syndrome yang berarti kumpulan gejala-gejala penyakit. Jadi, dari kata-kata tersebut
dapat diartikan bahwa AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus
(HIV).(Sudoyo,2006)
Insiden komplikasi SSP pada penderita AIDS cukup besar. Manifestasi klinis
AIDS pada SSP dapat terjadi karena 2 hal yaitu virus AIDS itu sendiri atau akibat infeksi
oportunistik atau neoplasma.
B. ETIOLOGI
Ensefalitis toksoplasma disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa
oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh
tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang. Begitu parasit masuk
ke dalam sistem kekebalan, parasit tersebut menetap di sana, sistem kekebalan pada
orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas, dan dapat mencegah
terjadinya suatu penyakit. Namun, pada orang pasien HIV/AIDS mengalami penurunan
kekebalan tubuh sehingga tidak mampu melawan parasit tersebut. Sehingga pasien
mudah terinfeksi oleh parasit tersebut.
Transmisi pada manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau domba
yang mentah dan mengandung oocyst (bentuk infektif dari Toxoplasma gondii). Bisa juga
dari sayur yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu
dapat terjadi transmisi lewat transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ.
Infeksi akut pada individu yang immunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia
dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. Yang akan
mengakibatkan timbulnya infeksi opportunistik dengan predileksi di otak.
2
1. Penularan melalui hubungan heteroseksual
4. transfuse darah
Parasit ini berubah bentuk menjadi tissue cysts begitu mencapai jaringan perifer.
Bentuk ini dapat bertahan sepanjang hidup pejamu, dan berpredileksi untuk menetap pada
otak, myocardium, paru, otot skeletal dan retina.
Tissue cyst ada dalam daging, tapi dapat dirusak dengan pemanasan sampai 67oC,
didinginkan sampai -20oC atau oleh iradiasi gamma. Siklus seksual entero-epithelial
dengan bentuk oocyst hidup pada kucing yang akan menjadi infeksius setelah tertelan
daging yang mengandung tissue cyst. Ekskresi oocysts berakhir selama 7-20 hari dan
jarang berulang. Oocyst menjadi infeksius setelah diekskresikan dan terjadi sporulasi
(pembentukan spora). Lamanya proses ini tergantung dari kondisi lingkungan, tapi
biasanya 2-3 hari setelah diekskresi. Oocysts menjadi infeksius di lingkungan selama
lebih dari 1 tahun.
Transmisi pada manusia terutama terjadi bila makan daging babi atau domba yang
mentah yang mengandung oocyst. Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau
kontak langsung dengan feces kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat
transplasental,transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu yang
imunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh yang
rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. yang akan mengakibatkan timbulnya
infeksi oportunistik dengan predileksi di otak. Tissue cyst menjadi ruptur dan melepaskan
invasive tropozoit (tachyzoite). Tachyzoite ini akan menghancurkan sel dan menyebabkan
focus nekrosis.
Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi
prediktor kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 < 200
sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi. Oportunistik infeksi
yangmungkin terjadi pada penderita dengan CD4 < 200 sel/mL adalah pneumocystis
carinii, CD4 < 100 sel/mL adalah toxoplasma gondii , dan CD4 < 50 adalah M. Avium
3
Complex, sehingga diindikasikan untuk pemberian profilaksis primer. M. tuberculosis
dan candida species dapat menyebabkan infeksi oportunistik pada CD4 > 200 sel/mL.
D. PATOFISIOLOGI
1. Patofisiologi HIV/AIDS
Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu
sudah dilumpuhkan. HIV kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T
helper sehingga reseptor ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya
sekaligus memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV
akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.
4
2. Patofisiologi Toxoplasmosis sebagai komplikasi HIV/AIDS
Setelah infeksi oral, bentuk tachyzoite atau invasif parasit dari Toxoplasma
gonii menyebar ke seluruh tubuh. Takizoit menginfeksi setiap sel berinti, di mana
mereka berkembang biak dan menyebabkan kerusakan. Permulaan diperantarai sel
kekebalan terhadap T gondii disertai dengan transformasi parasit ke dalam jaringan
kista yang menyebabkan infeksi kronis seumur hidup.
Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi
prediktor untuk validasi ke mungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien
dengan CD4< 200sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat
tinggi.
5
6. Waktu CD4 bereplikasi, HIV juga ikut bereplikasi sehingga terbentuk provirus
baru
7. Provirus baru semakin banyak dan berkumpul di dalam CD4
8. Provirus baru saling menonjol ingin keluar dari sel CD4 (bounding)
9. Provirus bounding keluar dari sel CD4 dan dipotong oleh enzimprotease
sehingga menjadi lebih banyak dan terbentuk virus baru
10. HIV baru menginvasi CD4 lainnya
1. Gejala mayor:
2. Gejala minor:
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
2. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
3. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
4. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
5. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut
6. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Serologi
6
Didapatkan seropositif dari anti-Toxoplasma gondii IgG dan IgM. Deteksi juga dapat
dilakukan dengan indirect fluorescent antibody (IFA), aglutinasi, atau enzyme linked
immunosorbentassay (ELISA). Titer IgG mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah
terinfeksi kemudian bertahan seumur hidup.
2. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan
elevasi protein.
3. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Digunakan untuk mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. Polymerase Chain
Reaction (PCR) untuk Toxoplasmosis gondii dapat juga positif pada cairan
bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis
yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak berarti
terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak setelah
infeksi akut.
4. CT scan
Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple dan biasanya
ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai edema
vasogenik pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan
lesi tunggal atau tanpa lesi.
5. Biopsi otak
Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak
H. PENATALAKSANAAN
1. Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua
obat ini dapat melalui sawar-darah otak.
2. Toxoplasma gondii, membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin
menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Toxoplasma gondii. Sulfadiazin
menghambat penggunaannya.
3. Kombinasi pirimetamin 50-100mg perhari yang dikombinasikan dengan sulfadiazin1-
2 g tiap 6 jam.
4. Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-100
mg perhari dengan clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam.
5. Pemberian asam folinic 5-10 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum tulang.
6. Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat diganti dengan Azitromycin
1200mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau atovaquone 750 mg tiap 6
jam. Terapi ini diberikan selam 4-6 minggu atau 3 minggu setelah perbaikan gejala
klinis.
7. Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi HIVdengan
CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit totalkurang dari
1200. Pada pasien ini, CD4 42, sehingga diberikan ARV.
7
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1 Nama : Ny. S.W
2 Jenis Kelamin : Perempuan
3 Umur : 34 tahun
4 Status Perkawinan : Sudah Menikah
5 Pekerjaan : Penyanyi
Agama : Islam
7 Pendidikan Terakhir : SMA
8 Alamat : Lawang
9 No.register : 11232540
10 Tanggal MRS :
11 Tanggal Pengkajian :
1) RIWAYAT KESEHATAN KLIEN
Keluhan Utama/Alasan Masuk Rumah Sakit: badan lemas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Klien mengalami diare, mual muntah, demam dan badan lemas ± 1 bulan, sejak
sakit BB turun 20 kg. Memburuk selama 5 hari terakhir, klien merasa
pusing, nyeri telan, sariawan, nafsu makan turun, sesak, berjalan seperti orang
mabuk. Lalu klien dibawa ke RSUD Lawang kemudian dirujuk ke RSSA
Malang.
Riwayat Kesehatan Yang Lalu:
Klien baru MRS pertama kali, sebelumnya klien tidak pernah menderita
hipertensi, TBC, DM, atau penyakit yang mengharuskan dirawat di RS,penyakit
yang pernah diderita klien hanya demam dan batuk.
Riwayat Kesehatan Keluarga:
Keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit seperti klien dan tidak ada
keluarga yang menderita penyakit menular.
2) POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI
POLA TIDUR/ISTIRAHAT:
1.Waktu tidur : klien menghabiskan harinya dengan tidur karena
badannya terasa lemas
2. Waktu Bangun : Klien bangun saat diberi makan dan diberi suntikan obat
3. Masalah tidur :-
4. Hal-hal yang mempermudah tidur : -
5. Hal-hal yang mempermudah klien terbangun : -
POLA ELIMINASI:
1. BAB : Klien BAB di pampers, tinja cair, ganti pampers baru satu kali
8
3. Kesulitan BAB/BAK: Klien mengalami diare
3. Jumlah dan jenis cairan : susu 3×200cc, cairan infuse 2000 cc/24 jam
2. Pemeliharaan gigi dan mulut : klien tidak pernah gosok gigi selam MRS
, gigi tampak kotor, kuning, mulut bau, terdapat kandidiasis
C. Rekreasi : menyanyi
Hobby : menyanyi
D. Dampak dirawat di Rumah Sakit: klien tidak bisa mengurusi suami dan anaknya
di rumah dan tidak bisa menyanyi di kafe lagi
E. Hubungan dengan orang lain/ Interaksi sosial : hubungan dengan orang lain baik,
namun interaksinya dengan orang lain menurun karena kondisinya lemah
9
F. Keluarga yang dihubungi jika diperlukan : kakak perempuan
4) DATA SPIRITUAL
PEMERIKSAAN FISIK
Kesan umum Keadaan Umum : lemah, komposmetis
Tanda-tanda vital
o Suhu Badan : 38, 5°C Nadi ; 100x/ menit
o Tekanan Darah : 110/70 mmHg Respirasi : 30x/ menit
o Tinggi Badan : 160cm Berat Badan : 48 kg
Pemeriksaan Head to toe
Kepala dan o Bentuk kepala : Simetris
Rambut Ubun-ubun : Normal, tidak ada benjolan ataupun lesi
Kulit kepala : Bersih
o Rambut : Bersih
Penyebaran dan keadaan rambut : Penyebaran merata
Bau : Tidak berbau
Warna : Hitam
o Wajah : simetris
Warna kulit : sawo matang
Struktur Wajah : normal
Mata Kelengksapan dan kesimetrisan: gerakan mata simetris
Kelopak mata (palpebra) : normal, tidak ada benjolan
Konjungtiva dan sclera : konjunctiva anemis, sclera tidak
ikteru
Pupil : Isokor
Kornea dan iris : RCL/RCTL + (miosis)
Ketajaman penglihatan/Visus : tidak dikaji
Tekanan bola mata : tidak dikaji
Hidung Tulang hidung dan posisi septum nasi : septum tepat di tengah
Lubang hidung : simetris, tidak ada ciaran atau serumen yang
keluar
Cuping hidung : Tidak ada pernapasan cuping hidung
10
Telinga Bentuk Telinga : normal
Ukuran Telinga : normal
Ketegangan telinga : normal
LubangTelinga : tidak ada serumen -/-, tidak ada cairan yang
keluar dari lobang telinga
Ketajaman pendengaran : menurun
Mulut dan Keadaan Bibir : bibir pecah-pecah
Faring Keadaan Gusi dan Gigi : gusi dan gigi kotor berwarna kuning
Keadaan Lidah : terdapat candidiasis
Leher Posisi Trakhea : normal
Tiroid : dalam batas normal
Suara : jelas namun lirih
Kelenjar Lymphe : terdapat limfedenopati
Vena Jugularis : tidak terdapat pembesaran vena jugularis
Denyut Nadi Coratis : normal, teraba
Thorax Pada inspeksi dada simetris, bentuk dada normal. Auskultasi bunyi
paru normal. Bunyi jantung S1 dan S2 tunggal. Tidak ada murmur.
Abdomen Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati dan limpa tidak membesar, ada
nyeri tekan, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit
Reproduksi vagina normal, lesi tidak ada.
Ekstremitas Klien masih mampu duduk berdiri dan berjalan sedikit, tetapi cepat
lelah. Ektremitas atas kanan terdapat tatoo dan pada tangan kiri
tampak tanda bekas suntikan.
Integumen Kulit keriput, pucat, akral hangat
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosa Medis : HIV/AIDS stadium 4
Pemeriksaan Diagnostik/ PenunjangMedis:
1. Laboratorium :
Jenis pemeriksaan Hasil Jenis pemeriksaan Hasil
11
MCHC 33,20 g/dL Nitrit -
Imunoserologi Epitel +
Trophozoit -
Kiste -
Serat otot -
Serat makanan -
2. Rontgen :-
3. ECG :-
4. USG :-
5. Lain-lain :-
12
B. DIAGNOSA,INTERVENSI, IMPLEMENTASI, DAN EVALUASI
14
NO PENGKAJIAN PRIORITAS TANGGAL/JAM NDX INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI
MASALAH
DS: Hipertermia Hipertermia 1. Monitor 1. Memonitor
berhubungan berhubungan
Kakak klien TTV TTV
peningkatan peningkatan
mengatakan bahwa metabolism metabolism 2. Kenakan 2. Memberikan
penyakit penyakit
badan adiknya pakaian klien pakaian
teraba panas yang tipis yang tipis
DO: pada klien
Suhu: 38,5°C 3. Berikan 3. Memberikan
Taikardia cairan IV cairan sesuai
Takipnea sesuai order order 2000
RR meningkat cc/24 jam
30×/menit 4. Berikan 4. Memberikan
Klien antipiretik paracetamol
berkeringat banyak
sesuai order 500 mg sesuai
order
15
NO PENGKAJIAN PRIORITAS TANGGAL/JAM NDX INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI
MASALAH
DS: Ketidakseimbangan Ketidakseimbangan 1. Monitor 1. Memonitor
nutrisi kurang dari
Kakak klien utrisi kurang kemampuan kemampuan
kebutuhan tubuh
mengatakan berhubungan dengan darikenutuhan mengunyah mengunyah dan
diare dan lesi mulut
bahwa klien tubuh berhubungan dan menelan klien
tidak mau dengan diare dan menelan
makan karena lesi mulut 2. Tingkatkan 2. Melakukan
mulutnya sakit, intake pemasangan
ada sariawan , makanan selang NGT
sakit jika melalui
menelan, BB pemasanga
turun ± 20 kg n selang
DO: NGT
Klien tidak mau 3. Berikan 3. Memberikan
makan antiemetic injeksi obat
Klien sesuai order sesui order:
memuntahkan metoclopramid
makanan yang 10 mg,
diberikan omeprazzole 40
Di lidah klien mg,
terdapat memberikan
16
kandidiasis cotrimoxazole
Terdapat 960 mg lewat
limfadenopati 4. Kolaborasi oral
Klien diare, dengan ahli 4. Berkolaborasi
tinja cair
gizi untuk dengan ahli gizi
menentukan untuk
jumlah menentukan
kalori dan jumlah kalori
nutrisi dan nutrisi yang
harian klien dibutuhkan
klien:
Memberikan
klien diit cair
17
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
18
DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudoyo, dkk. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi
IV.Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006
Sandy, Indah. 2011. Infeksi Oportunistik Susunan Saraf Pusat Pada Pasien AIDS.
http://www.scribd.com/doc/49900217/Infeksi-Oportunistik-Susunan-Saraf-Pusat-
Pada-AIDS. Diakses pada tanggal 20 Mei 2012.
19