Vous êtes sur la page 1sur 22

COVER

KATA PENGANTAR

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ......................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................................................... 1
C. TUJUAN PENULISAN ....................................................................................................... 1
D. MANFAAT PENULISAN................................................................................................... 1
BAB II KONSEP DASAR TEORI ................................................................................................. 2
A. DEFINISI ............................................................................................................................. 2
B. ETIOLOGI ........................................................................................................................... 2
C. DAUR HIDUP TOXOPLASMA GONDII ......................................................................... 3
D. PATOFISIOLOGI................................................................................................................ 4
E. TANDA DAN GEJALA ...................................................................................................... 6
F. MANIFESTASI KLINIS ..................................................................................................... 6
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG......................................................................................... 6
H. PENATALAKSANAAN ..................................................................................................... 7
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .......................................................................................... 8
A. PENGKAJIAN ..................................................................................................................... 8
PEMERIKSAAN PENUNJANG .............................................................................................. 11
B. DIAGNOSA,INTERVENSI, IMPLEMENTASI, DAN EVALUASI ............................... 13
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 18
A. KESIMPULAN .................................................................................................................. 18
B. SARAN .............................................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 19

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. RUMUSAN MASALAH

C. TUJUAN PENULISAN

D. MANFAAT PENULISAN

1
BAB II KONSEP DASAR TEORI

A. DEFINISI
AIDS berasal dari kata acquired yang artinya didapat atau bukan penyakit
keturunan, immune berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency atau kekurangan dan
syndrome yang berarti kumpulan gejala-gejala penyakit. Jadi, dari kata-kata tersebut
dapat diartikan bahwa AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus
(HIV).(Sudoyo,2006)

Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang


disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Toxsoplasma adalah parasit protozoa dengan sifat
alami dengan perjalanannya dapat akut atau menahun, juga dapat menimbulkan gejala
simtomatik maupun asimtomatik. (Sudoyo,2006)

Insiden komplikasi SSP pada penderita AIDS cukup besar. Manifestasi klinis
AIDS pada SSP dapat terjadi karena 2 hal yaitu virus AIDS itu sendiri atau akibat infeksi
oportunistik atau neoplasma.

Ensefalitis toksoplasma merupakan penyebab tersering lesi otak fokal infeksi


oportunistik yang paling banyak terjadi pada pasien AIDS. Ensefalitis toksoplasma
muncul pada kurang lebih 10% pasien AIDS yang tidak diobati. Hal ini disebabkan oleh
parasit Toxoplasma gondii yang dibawa oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat
ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah
atau kurang matang.

B. ETIOLOGI
Ensefalitis toksoplasma disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa
oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh
tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang. Begitu parasit masuk
ke dalam sistem kekebalan, parasit tersebut menetap di sana, sistem kekebalan pada
orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas, dan dapat mencegah
terjadinya suatu penyakit. Namun, pada orang pasien HIV/AIDS mengalami penurunan
kekebalan tubuh sehingga tidak mampu melawan parasit tersebut. Sehingga pasien
mudah terinfeksi oleh parasit tersebut.

Transmisi pada manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau domba
yang mentah dan mengandung oocyst (bentuk infektif dari Toxoplasma gondii). Bisa juga
dari sayur yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu
dapat terjadi transmisi lewat transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ.
Infeksi akut pada individu yang immunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia
dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. Yang akan
mengakibatkan timbulnya infeksi opportunistik dengan predileksi di otak.

Cara penularan HIV/AIDS ada 4 yaitu:

2
1. Penularan melalui hubungan heteroseksual

2. Janin yang terinfeksi dari ibu saat kehamilan dan menyusui

3. Melalui jarum suntik (narkoba, tindik, tattoo, alat kesehatan)

4. transfuse darah

C. DAUR HIDUP TOXOPLASMA GONDII


Toxoplasma gondii hidup dalam 3 bentuk yaitu thachyzoite, tissue cyst (yang
mengandung bradyzoites) dan oocyst (yang mengandung sporozoites). Bentuk akhir
dari parasit diproduksi selama siklus seksual pada usus halus dari kucing. Kucing
merupakan pejamu definitif dari Toxoplasma gondii. Siklus hidup aseksual terjadi pada
pejamu perantara (termasuk manusia). Dimulai dengan tertelannya tissue cyst atau oocyst
diikuti oleh terinfeksinya sel epitel usus halus oleh bradyzoites atau sporozoites secara
berturut-turut. Setelah bertransformasi menjadi tachyzoite, organisme ini menyebar ke
seluruh tubuh lewat peredaran darah atau limfatik.

Parasit ini berubah bentuk menjadi tissue cysts begitu mencapai jaringan perifer.
Bentuk ini dapat bertahan sepanjang hidup pejamu, dan berpredileksi untuk menetap pada
otak, myocardium, paru, otot skeletal dan retina.

Tissue cyst ada dalam daging, tapi dapat dirusak dengan pemanasan sampai 67oC,
didinginkan sampai -20oC atau oleh iradiasi gamma. Siklus seksual entero-epithelial
dengan bentuk oocyst hidup pada kucing yang akan menjadi infeksius setelah tertelan
daging yang mengandung tissue cyst. Ekskresi oocysts berakhir selama 7-20 hari dan
jarang berulang. Oocyst menjadi infeksius setelah diekskresikan dan terjadi sporulasi
(pembentukan spora). Lamanya proses ini tergantung dari kondisi lingkungan, tapi
biasanya 2-3 hari setelah diekskresi. Oocysts menjadi infeksius di lingkungan selama
lebih dari 1 tahun.

Transmisi pada manusia terutama terjadi bila makan daging babi atau domba yang
mentah yang mengandung oocyst. Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau
kontak langsung dengan feces kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat
transplasental,transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu yang
imunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh yang
rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. yang akan mengakibatkan timbulnya
infeksi oportunistik dengan predileksi di otak. Tissue cyst menjadi ruptur dan melepaskan
invasive tropozoit (tachyzoite). Tachyzoite ini akan menghancurkan sel dan menyebabkan
focus nekrosis.

Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi
prediktor kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 < 200
sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi. Oportunistik infeksi
yangmungkin terjadi pada penderita dengan CD4 < 200 sel/mL adalah pneumocystis
carinii, CD4 < 100 sel/mL adalah toxoplasma gondii , dan CD4 < 50 adalah M. Avium

3
Complex, sehingga diindikasikan untuk pemberian profilaksis primer. M. tuberculosis
dan candida species dapat menyebabkan infeksi oportunistik pada CD4 > 200 sel/mL.

D. PATOFISIOLOGI
1. Patofisiologi HIV/AIDS

HIV secara signifikan berdampak pada kapasitas fungsional dan kualitas


kekebalan tubuh. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang
mempunyai reseptor CD4. Beberapa sel lain yang juga mempunyai reseptor CD4
adalah sel monosit, sel makrofag, sel folikular dendritik, sel retina, sel leher rahim,
dan sel langerhans. Infeksi limfosit CD4 oleh HIV dimediasi oleh perlekatan virus
kepermukaan sel reseptor CD4, yang menyebabkan kematian sel dengan
meningkatkan tingkat apoptosis pada sel yang terinfeksi. Selain menyerang sistem
kekebalan tubuh, infeksi HIV juga berdampak pada sistem saraf dan dapat
mengakibatkan kelainan pada saraf.

Human Immunodeficiency Virus (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam


keadaan bebas atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan
terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif
(CD4+) mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki
tubuh, benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper
menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper tidak berdaya; bahkan
HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut.

Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu
sudah dilumpuhkan. HIV kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T
helper sehingga reseptor ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya
sekaligus memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV
akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.

Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV


akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk
membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke
dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang
permanen.

Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan,


genom dari HIV dan proviral DNA kemudian dibentuk dan diintegrasikan pada DNA
sel T helper sehingga menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan
perkembangan biakan sel T helper. Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus
(mungkin karena infeksi virus lain) maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar
dari T helper dan menyerang sel lainnya untuk menimbulkan penyakit AIDS. Karena
sel T helper sudah lumpuh maka tidak ada mekanisme pembentukan sel T killer, sel B
dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang disebut AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau sindroma kegagalan kekebalan.

4
2. Patofisiologi Toxoplasmosis sebagai komplikasi HIV/AIDS

Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada


penderita HIV/AIDS. Infeksi tersebut dapat menyerang sistem saraf yang
membahayakan fungsi dan kesehatan sel saraf.

Setelah infeksi oral, bentuk tachyzoite atau invasif parasit dari Toxoplasma
gonii menyebar ke seluruh tubuh. Takizoit menginfeksi setiap sel berinti, di mana
mereka berkembang biak dan menyebabkan kerusakan. Permulaan diperantarai sel
kekebalan terhadap T gondii disertai dengan transformasi parasit ke dalam jaringan
kista yang menyebabkan infeksi kronis seumur hidup.

Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti


toxoplasmosis sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4, kegagalan
produksi IL-2, IL-12, dan IFN-gamma, kegagalan aktivitas Limfosit T sitokin. Sel-sel
dari pasien yang terinfeksi HIVmenunjukkan penurunan produksi IL-12 dan IFN-
gamma secara in vitro dan penurunan ekspresi dari CD 154 sebagai respon terhadap
Toxoplasma gondii. Hal ini memainkan peranan yang penting dari perkembangan
toxoplasmosis dihubungkan dengan infeksi HIV.

Ensefalitis toksoplasma biasanya terjadi pada penderita yang terinfeksi virus


HIV dengan CD4 T sel <100/mL. Ensefalitis toxoplasma ditandai dengan onset yang
subakut. Manifestasi klinis yangtimbul dapat berupa defisit neurologis fokal (69%),
nyeri kepala (55%), bingung atau kacau(52%), dan kejang (29%). Pada suatu studi
didapatkan adanya tanda ensefalitis global dengan perubahan status mental pada 75%
kasus, adanya defisit neurologis pada 70% kasus, nyeri kepala pada 50 % kasus,
demam pada 45 % kasus dan kejang pada 30 % kasus.

Defisit neurologis yang biasanya terjadi adalah kelemahan motorik dan


gangguan bicara. Bisa juga terdapat abnormalitas saraf otak, gangguan penglihatan,
gangguan sensorik, disfungsi serebelum, meningismus, movement disorders dan
menifestasi neuropsikiatri.

Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi
prediktor untuk validasi ke mungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien
dengan CD4< 200sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat
tinggi.

10 langkah HIV menginfeksi CD4:

1. HIV masuk ke sirkulasi


2. HIV menempel pada reseptor sel CD4
3. HIV menginvasi dan mengosongkan isinya ke dalam CD4
4. RNA HIV diubah menjadi DNA oleh enzim reverse transcriptase (NRTI &
NNRTI)
5. DNA HIV disatukan oleh DNA host oleh enzim integrase

5
6. Waktu CD4 bereplikasi, HIV juga ikut bereplikasi sehingga terbentuk provirus
baru
7. Provirus baru semakin banyak dan berkumpul di dalam CD4
8. Provirus baru saling menonjol ingin keluar dari sel CD4 (bounding)
9. Provirus bounding keluar dari sel CD4 dan dipotong oleh enzimprotease
sehingga menjadi lebih banyak dan terbentuk virus baru
10. HIV baru menginvasi CD4 lainnya

E. TANDA DAN GEJALA


Menurut komunitas AIDS Indonesia(2010), gejala klinis terdiri 2 gejala yaitu gejala
mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi)

1. Gejala mayor:

a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan


b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/HIV ensefalopati

2. Gejala minor:

a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan


b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
h. Retinitis virus sitomegali

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
2. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
3. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
4. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
5. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut
6. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Serologi

6
Didapatkan seropositif dari anti-Toxoplasma gondii IgG dan IgM. Deteksi juga dapat
dilakukan dengan indirect fluorescent antibody (IFA), aglutinasi, atau enzyme linked
immunosorbentassay (ELISA). Titer IgG mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah
terinfeksi kemudian bertahan seumur hidup.
2. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan
elevasi protein.
3. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Digunakan untuk mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. Polymerase Chain
Reaction (PCR) untuk Toxoplasmosis gondii dapat juga positif pada cairan
bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis
yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak berarti
terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak setelah
infeksi akut.
4. CT scan
Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple dan biasanya
ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai edema
vasogenik pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan
lesi tunggal atau tanpa lesi.
5. Biopsi otak
Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak

H. PENATALAKSANAAN
1. Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua
obat ini dapat melalui sawar-darah otak.
2. Toxoplasma gondii, membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin
menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Toxoplasma gondii. Sulfadiazin
menghambat penggunaannya.
3. Kombinasi pirimetamin 50-100mg perhari yang dikombinasikan dengan sulfadiazin1-
2 g tiap 6 jam.
4. Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-100
mg perhari dengan clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam.
5. Pemberian asam folinic 5-10 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum tulang.
6. Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat diganti dengan Azitromycin
1200mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau atovaquone 750 mg tiap 6
jam. Terapi ini diberikan selam 4-6 minggu atau 3 minggu setelah perbaikan gejala
klinis.
7. Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi HIVdengan
CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit totalkurang dari
1200. Pada pasien ini, CD4 42, sehingga diberikan ARV.

7
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1 Nama : Ny. S.W
2 Jenis Kelamin : Perempuan
3 Umur : 34 tahun
4 Status Perkawinan : Sudah Menikah
5 Pekerjaan : Penyanyi
Agama : Islam
7 Pendidikan Terakhir : SMA
8 Alamat : Lawang
9 No.register : 11232540
10 Tanggal MRS :
11 Tanggal Pengkajian :
1) RIWAYAT KESEHATAN KLIEN
 Keluhan Utama/Alasan Masuk Rumah Sakit: badan lemas
 Riwayat Penyakit Sekarang:
Klien mengalami diare, mual muntah, demam dan badan lemas ± 1 bulan, sejak
sakit BB turun 20 kg. Memburuk selama 5 hari terakhir, klien merasa
pusing, nyeri telan, sariawan, nafsu makan turun, sesak, berjalan seperti orang
mabuk. Lalu klien dibawa ke RSUD Lawang kemudian dirujuk ke RSSA
Malang.
 Riwayat Kesehatan Yang Lalu:
Klien baru MRS pertama kali, sebelumnya klien tidak pernah menderita
hipertensi, TBC, DM, atau penyakit yang mengharuskan dirawat di RS,penyakit
yang pernah diderita klien hanya demam dan batuk.
 Riwayat Kesehatan Keluarga:
Keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit seperti klien dan tidak ada
keluarga yang menderita penyakit menular.
2) POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI
 POLA TIDUR/ISTIRAHAT:
1.Waktu tidur : klien menghabiskan harinya dengan tidur karena
badannya terasa lemas
2. Waktu Bangun : Klien bangun saat diberi makan dan diberi suntikan obat
3. Masalah tidur :-
4. Hal-hal yang mempermudah tidur : -
5. Hal-hal yang mempermudah klien terbangun : -
 POLA ELIMINASI:

1. BAB : Klien BAB di pampers, tinja cair, ganti pampers baru satu kali

2. BAK : Klien BAK dibantu cateter, produksi urine 650cc/hari

8
3. Kesulitan BAB/BAK: Klien mengalami diare

4. Upaya/Cara mengatasi masalah tersebut: Pemberian cotrimoxazol 1×960 mg

 POLA MAKAN DAN MINUM:


1. Jumlah dan jenis makanan : makanan lunak, lauk tahu dan telur, sayur, dengan
total energy 1000 kkal

2. Waktu pemberian makan : pukul 06.00, 12.00, 17.00

3. Jumlah dan jenis cairan : susu 3×200cc, cairan infuse 2000 cc/24 jam

4. Waktu pemberian cairan : cairan infuse diberikan selama 24 jam

5. Pantangan : tidak ada

6. Masalah Makan dan Minum:

a. Kesulitan mengunyah : ada, klien merasa nyeri karena ada sariawan

b. Kesulitan menelan : ada, klien merasa sakit saat menelan

c. Mual dan muntah : ada, klien memuntahkan makanan yang diberikan

d. Tidak dapat makan sendiri : klien disuapi anggota keluarganya

7. Upaya mengatasi masalah : memasang NGT dan memberikan diit cair


pada klien

 KEBERSIHAN DIRI/PERSONAL HYGIENE:

1. Pemeliharaan badan : klien diseka keluarga 1 kali sehari

2. Pemeliharaan gigi dan mulut : klien tidak pernah gosok gigi selam MRS
, gigi tampak kotor, kuning, mulut bau, terdapat kandidiasis

3. Pemeliharaan kuku : kuku bersih, panjang

 POLA KEGIATAN/AKTIVITAS LAIN:


Klien hanya berbaring di tempat tidur dan tidak melakukan aktivitas apapun
3) DATA PSIKOSOSIAL

A. Pola Komunikasi : lancar, namun intensitasnya menurun

B. Orang yang paling dekat dengan klien : kakak perempuan

C. Rekreasi : menyanyi

Hobby : menyanyi

Penggunaan waktu senggang : jalan-jalan ke luar rumah

D. Dampak dirawat di Rumah Sakit: klien tidak bisa mengurusi suami dan anaknya
di rumah dan tidak bisa menyanyi di kafe lagi
E. Hubungan dengan orang lain/ Interaksi sosial : hubungan dengan orang lain baik,
namun interaksinya dengan orang lain menurun karena kondisinya lemah
9
F. Keluarga yang dihubungi jika diperlukan : kakak perempuan

4) DATA SPIRITUAL

A. Ketaatan Beribadah : klien tidak menjalankan ibadah selama sakit


B. Keyakinan terhadap sehat sakit : keluarga beranggapan penyakit ini adalah
kehendak Tuhan, sehinga tetap harus bersabar dan berusaha untuk mencari
kesembuhan
C. Keyakinan terhadap penyembuhan : Keluarga hanya pasrah pada Tuhan dan
menyerahkan pada tim medis dan menerima apapun yang terjadi walaupun buruk
bagi mereka

PEMERIKSAAN FISIK
 Kesan umum Keadaan Umum : lemah, komposmetis
 Tanda-tanda vital
o Suhu Badan : 38, 5°C Nadi ; 100x/ menit
o Tekanan Darah : 110/70 mmHg Respirasi : 30x/ menit
o Tinggi Badan : 160cm Berat Badan : 48 kg
 Pemeriksaan Head to toe
Kepala dan o Bentuk kepala : Simetris
Rambut Ubun-ubun : Normal, tidak ada benjolan ataupun lesi
Kulit kepala : Bersih
o Rambut : Bersih
Penyebaran dan keadaan rambut : Penyebaran merata
Bau : Tidak berbau
Warna : Hitam
o Wajah : simetris
Warna kulit : sawo matang
Struktur Wajah : normal
Mata Kelengksapan dan kesimetrisan: gerakan mata simetris
Kelopak mata (palpebra) : normal, tidak ada benjolan
Konjungtiva dan sclera : konjunctiva anemis, sclera tidak
ikteru
Pupil : Isokor
Kornea dan iris : RCL/RCTL + (miosis)
Ketajaman penglihatan/Visus : tidak dikaji
Tekanan bola mata : tidak dikaji

Hidung Tulang hidung dan posisi septum nasi : septum tepat di tengah
Lubang hidung : simetris, tidak ada ciaran atau serumen yang
keluar
Cuping hidung : Tidak ada pernapasan cuping hidung

10
Telinga Bentuk Telinga : normal
Ukuran Telinga : normal
Ketegangan telinga : normal
LubangTelinga : tidak ada serumen -/-, tidak ada cairan yang
keluar dari lobang telinga
Ketajaman pendengaran : menurun
Mulut dan Keadaan Bibir : bibir pecah-pecah
Faring Keadaan Gusi dan Gigi : gusi dan gigi kotor berwarna kuning
Keadaan Lidah : terdapat candidiasis
Leher Posisi Trakhea : normal
Tiroid : dalam batas normal
Suara : jelas namun lirih
Kelenjar Lymphe : terdapat limfedenopati
Vena Jugularis : tidak terdapat pembesaran vena jugularis
Denyut Nadi Coratis : normal, teraba
Thorax Pada inspeksi dada simetris, bentuk dada normal. Auskultasi bunyi
paru normal. Bunyi jantung S1 dan S2 tunggal. Tidak ada murmur.
Abdomen Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati dan limpa tidak membesar, ada
nyeri tekan, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit
Reproduksi vagina normal, lesi tidak ada.
Ekstremitas Klien masih mampu duduk berdiri dan berjalan sedikit, tetapi cepat
lelah. Ektremitas atas kanan terdapat tatoo dan pada tangan kiri
tampak tanda bekas suntikan.
Integumen Kulit keriput, pucat, akral hangat

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosa Medis : HIV/AIDS stadium 4
Pemeriksaan Diagnostik/ PenunjangMedis:
1. Laboratorium :
Jenis pemeriksaan Hasil Jenis pemeriksaan Hasil

Darah Urin Jernih

Hemoglobin 8,30 g/dl Warna Kuning

Eritrosit (RBC) 3,34 106/ μL pH 5,5

Leukosit (WBC) 6,53 103/ μL Berat jenis 1,020

Hematokrit (Ht) 25% Glukosa -

Trombosit (PLT) 229 103/ μL Protein 2+

MCV 74,90 Fl Keton -

MCH 24,90 pg Bilirubin -

11
MCHC 33,20 g/dL Nitrit -

SGOT 117/ μL Urobilin -

SGPT 51/ μL Lekosis -

Analisa gas darah Ureum 91,60 mg/dl

pH 7,30 Kreatinin 3,76 mg/dl

PCO2 24,0 mmHg Darah 2+

PO2 46,1 Albumin 2,42 g/dl

HCO3 11,8 mmol/L Tinja

Saturasi O2 77,1% Warna Coklat

Suhu 37 Bentuk Cair

Imunoserologi Epitel +

Determine HIV Reaktif Lekosit +

Bioline HIV Reaktif Parasit -

Oncoprobe HIV Reaktif Telur cacing -

CD 4 5 mm3 darah Larva -

Trophozoit -

Kiste -

Serat otot -

Serat makanan -

2. Rontgen :-
3. ECG :-
4. USG :-
5. Lain-lain :-

12
B. DIAGNOSA,INTERVENSI, IMPLEMENTASI, DAN EVALUASI

NO PENGKAJIAN PRIORITAS TANGGAL/JAM NDX INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI


MASALAH
1 DS: Ketidakefektifan Ketidakefektifan 1. Monitor 1. Memonitor
Klien mengeluh bersan jalan napas Kamis 04 bersihan jalan tanda-tanda tanda-tanda
sesak nafas Berhubungan Nov.2010 napas vital vital
DO: dengan produksi 09.00 Berhubungan TD:120/70
TTV: mukus berlebih dengan produksi mmHg
RR: 30×/menit 09.10 mukus berlebih RR: 30×/menit
TD: N: 100×/menit
110/70mmHg S: 37°C
N: 100×/menit 10.00 2. Atur posisi 2. Mengatur
Suhu: 38,5°C klien semi posisi klien
Terdapat suara fawler semi fawler
napas tambahan 12.00 3. Berikan O2 3. Memberikan
: ronchi(+), sesuai oksigen sesuai
batuk (-) order order 3l/menit
Hasil menggunakan
pemeriksaan 12.30 simple masker
lab: 4. Berikan 4. Memberi
Analisa gas informasi informasi pada
darah: pada klien klien dan
pH: 7,30; 12.45 dan keluarga
13
Po2: 46,1; keluarga tentang
HCO3: 11,8 tentang larangan
mmol/l larangan merokok di
Saaturasi O2: merokok di ruang
77,1% ruang perawatan
KU: lemah perawatan

14
NO PENGKAJIAN PRIORITAS TANGGAL/JAM NDX INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI
MASALAH
DS: Hipertermia Hipertermia 1. Monitor 1. Memonitor
berhubungan berhubungan
Kakak klien TTV TTV
peningkatan peningkatan
mengatakan bahwa metabolism metabolism 2. Kenakan 2. Memberikan
penyakit penyakit
badan adiknya pakaian klien pakaian
teraba panas yang tipis yang tipis
DO: pada klien
Suhu: 38,5°C 3. Berikan 3. Memberikan
Taikardia cairan IV cairan sesuai
Takipnea sesuai order order 2000
RR meningkat cc/24 jam
30×/menit 4. Berikan 4. Memberikan
Klien antipiretik paracetamol
berkeringat banyak
sesuai order 500 mg sesuai
order

15
NO PENGKAJIAN PRIORITAS TANGGAL/JAM NDX INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI
MASALAH
DS: Ketidakseimbangan Ketidakseimbangan 1. Monitor 1. Memonitor
nutrisi kurang dari
Kakak klien utrisi kurang kemampuan kemampuan
kebutuhan tubuh
mengatakan berhubungan dengan darikenutuhan mengunyah mengunyah dan
diare dan lesi mulut
bahwa klien tubuh berhubungan dan menelan klien
tidak mau dengan diare dan menelan
makan karena lesi mulut 2. Tingkatkan 2. Melakukan
mulutnya sakit, intake pemasangan
ada sariawan , makanan selang NGT
sakit jika melalui
menelan, BB pemasanga
turun ± 20 kg n selang
DO: NGT
Klien tidak mau 3. Berikan 3. Memberikan
makan antiemetic injeksi obat
Klien sesuai order sesui order:
memuntahkan metoclopramid
makanan yang 10 mg,
diberikan omeprazzole 40
Di lidah klien mg,
terdapat memberikan

16
kandidiasis cotrimoxazole
Terdapat 960 mg lewat
limfadenopati 4. Kolaborasi oral
Klien diare, dengan ahli 4. Berkolaborasi
tinja cair
gizi untuk dengan ahli gizi
menentukan untuk
jumlah menentukan
kalori dan jumlah kalori
nutrisi dan nutrisi yang
harian klien dibutuhkan
klien:
Memberikan
klien diit cair

17
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

B. SARAN

18
DAFTAR PUSTAKA

Aru W. Sudoyo, dkk. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi
IV.Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006

Athur, Frank. 2010. Toxoplasmosis. http://www.scribd.com/doc/81494363/BAB-I-II-III-Edit-


Toxoplasmosis. Diakses pada tanggal 20 Mei 2012.

Sandy, Indah. 2011. Infeksi Oportunistik Susunan Saraf Pusat Pada Pasien AIDS.
http://www.scribd.com/doc/49900217/Infeksi-Oportunistik-Susunan-Saraf-Pusat-
Pada-AIDS. Diakses pada tanggal 20 Mei 2012.

19

Vous aimerez peut-être aussi