Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertussis (batuk rejan) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi tenggorokan
dengan bakteri ”Bordatella Pertussis”. Penyakit batuk rejan / juga dikenal sebagai ”Pertussis”
atau dalam bahasa Inggris ”Whooping Cough” adalah satu penyakit yang menular. Pertussis bisa
ditularkan melalui udara. Gejala awalnya mirip dengan infeksi saluran nafas atau lainnya yaitu
pilek dengan lendir cair dan jernih, mata merah dan berair, batuk ringan, demam ringan. Pada
stadium ini, kuman paling mudah menular. Setelah 1-2 minggu, timbullah stadium kedua dimana
frekuensi dan derajat batuk bertambah, disertai suara khas : ”nguuuuuk” tadi. Stadium
penyembuhan terjadi 2-4 minggu kemudian, ”nguuuuuk” hilang, namun batuk bisa menetap
hingga lebih dari 1 bulan. Didunia terjadi sekitar 30-50 juta kasus pertahun, dan menyebabkan
(http://ms.wikipedia.org/wiki/Batuk_kokol)
Penyakit ini biasanya terjadi pada anak berusia dibawah 1 tahun. 90% kasus ini
terjadi dinegara berkembang. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh Bakterium Bordetella
namun tidak jarang diakibatkan oleh Bordetella Parapertussis. Pertussis dikenal dengan batuk
serius yang diakhiri bunyi seakan –akan ”kokol” apabila anak-anak bernafas. Ia juga disertasi
dengan selema, bersin dan demam yang tidak begitu panas. Selain menyerang anak-anak batuk
pertussis juga menyerang bayi berusia dibawah 1 tahun, ini disebabkan karena ia belum
mendapatkan vaksin. Untuk itu anak-anak diberi vaksin DPT yang diberikan pada 2 bulan, 3
bulan dan akhirnya 5 bulan dari dosis tambahan pada usia 18 bulan. Vaksin ini berkisar selama 5
tahun. Penyakit ini lama-kelamaan dapat menyebabkan kematian. Untuk itulah kami menyusun
makalah yang berjudul ”Makalah Keperawatan Anak I Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Pertusis”.
(http://ms.wikipedia.org/wiki/Batuk_kokol)
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
k. Merumuskan asuhan keperawatan pada klien anak dengan pertusis meliputi pengkajian,
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh berdetellah
Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh berdetella pertusisa,
nama lain penyakit ini adalah Tussisi Quinta, whooping cough, batuk rejan. (Arif Mansjoer,
2000 : 428)
Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengnai setiap pejamu yang
rentan. Tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman. 1992)
Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular
dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodic dan
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pertusis adalah infeksi bakteri pada
saluran penafasan yang sangat menular dan menyebabkan batuk yang biasanya diakhiri dengan
Bordetella pertusis adalah satu-satunya penyebab pertusis yaitu bakteri gram negatif,
tidak bergerak, dan ditemukan dengan melakukan swab pada daerah nasofaring dan
2. Endotoksin (lipopolisakarida)
5. Mati pada suhu 55ºC selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah
(0º- 10ºC).
6. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik. Tidak sensitif
melekat pada silia epitel saluran pernapasan. Mekanisme pathogenesis infeksi oleh Bordetella
pertusis terjadi melalui empat tingkatan yaitu perlekatan, perlawanan terhadap mekanisme
pertahanan pejamu, kerusakan local dan akhirnya timbul penyakit sistemik. Filamentous
Hemaglutinin (FHA), Lymphosithosis Promoting Factor (LPF) / Pertusis Toxin (PT) dan protein
69-Kd berperan pada perlekatan Bordetella pertusis pada silia. Setelah terjadi perlekatan,
napas. Proses ini tidak invasif oleh karena pada pertusis tidak terjadi bakteremia. Selama
pertumbuhan Bordetella pertusis, maka akan menghasilkan toksin yang akan menyebabkan
toxin. Toksin pertusis mempunyaiu 2 subunit yaitu A dan B. Toksin sub unit B selanjutnya
berikatan dengan reseptor sel target kemudian menghasilkan subunit A yang aktif pada daerah
aktivasi enzim membrane sel. Efek LPF menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke daerah
infeksi. Toxin mediated adenosine diphosphate (ADP) mempunyai efek mengatur sintesis
protein dalam membrane sitoplasma, berakibat terjadi perubahan fungsi fisiologis dari sel target
termasuk lifosit (menjadi lemah dan mati), meningkatkan pengeluaran histamine dan serotonin,
efek memblokir beta adrenergic dan meningkatkan aktifitas insulin, sehingga akan menurunkn
konsentrasi gula darah. Toksin menyebabkan peradangan ringan dengan hyperplasia jaringan
limfoid peribronkial dan meningkatkan jumlah mukos pada permukaan silia, maka fungsi silia
sebagai pembersih terganggu, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder (tersering oleh
Penumpukan mucus akan menimbulkan plug yang dapat menyebabkan obstruksi dan
kolaps paru. Hipoksemia dan sianosis disebabkan oleh gangguan perukaran oksigenasi pada saat
ventilasi dan timbulnya apnea saat terserang batuk. Terdapat perbedaan pendapat mengenai
kerusakan susunan saraf pusat, apakah akibat pengaruh langsung toksin ataukah sekunder
sebagai akibat anoksia. Terjadi perubahan fungsi sel yang reversible, pemulihan tampak apabila
sel mengalami regenerasi, hal ini dapat menerangkan mengapa kurangnya efek antibiotic
terhadap proses penyakit. Namun terkadang Bordetella pertusis hanya menyebabkan infeksi yang
Masa tunas 7 – 14 hari penyakit dapat berlangsung sampai 6 minggu atau lebih dan
1. Stadium Kataralis
ringan, terutama pada malam hari. Batuk-batuk ini makin lama makin bertambah berat dan
terjadi serangan dan malam. Gejala lainnya ialah pilek, serak dan anoreksia. Stadium ini
menyerupai influenza.
2. Stadium Spasmodik
Berlangsung selama 2 – 4 minggu pada akhir minggu batuk makin bertambah berat
dan terjadi paroksismal berupa batuk-batuk khas. Penderita tampak berkeringat, pembuluh darah
leher dan muka melebar. Batuk sedemikian beratnya hingga penderita tampak gelisah Gejala –
Gejala Masa inkubasi 5 – 10 hari. Pada awalnya anak yang terinfeksi terlihat seperti terkena flu
biasa dengan hidung mengeluarkan lendir, mata berair, bersih, demam dan batuk ringan. Batuk
inilah yang kemudian menjadi parah dan sering. Batuk akan semakin panjang dan seringkali
berakhir dengan suara seperti orang menarik nafas (melengking). Anak akan berubah menjadi
biru karena tidak mendapatkan oksigen yang cukup selama rangkaian batuk. Muntah-muntah dan
kelelahan sering terjadi setelah serangan batuk yang biasanya terjadi pada malam hari. Selama
masa penyembuhan, batuk akan berkurang secra bertahap. Biasanya anak-anak tidak terkena
3. Stadium Konvalesensi
beratnya serangan batuk berkurang. Juga muntah berkurang, nafsu makan pun timbul kembali.
Ronki difus yang terdapat pada stadium spas,odik mulai menghilang. Infaksi semacam
Inhalasi dopler
↓
Hidung Reflek bersin Kuman keluar
↓
Radang Laring Reflek Batuk Kuman Keluar
↓ ↓ ↓
tubuh
↓ ↓ ↓ ↓
a. Antibiotik
atau menyembuhkan pertussis bila diberikan dalam stadium kataral, mencegah dan
menyembuhkan pneumonia dan oleh karena itu sangat penting dalam pengobatan pertusis
5) Kodein diberikan bila terdapat batuk-batuk yang hebat sekali. Luminal sebagai sedative
frekwensi efisode batuk poroksismal, tetapi ada pula yang berpendapat bahwa imunoglobulin
tidak faedah. Pemberian imunoglobulin pada stadium paroksismal sama sekali tidak faedah.
2. Penatalaksanaan Keperawatan (Ngastiyah. 1997)
b. Pemberian oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat yang disertai sianosis.
c. Pemberian makanan dan obat. Hindari makanan yang sulit ditelan dan makanan bentuk cair.
1) Dengan memberikan lingkungan perawatan yang tenang, mengatasi dehidrasi berikan nutrisi.
2) Bila pasien muntah-muntah sebaiknya diberikan cairan dan elektrolit secara parenteral.
3. Pembiakan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang ditandai sejumlah
besar limfosit, LEE tinggi, jumlah leukosit antara 20.000-50.000 sel / m³darah.
5. Foto roentgen dada memeperlihatkan adanya infiltrate perihilus, atelaktasis atau emphysema.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Anamnesa
d. Riwayat vaksinasi
2. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas / istirahat
b. Makanan / cairan
c. Nyeri / kenyamanan
d. Integritas ego
Tanda : gelisah
e. Pernafasan
Gejala : batuk, tarikan nafas panjang
3. Pemeriksan Diagnostik
a. Pemeriksaan sputum
c. Tes Elisa
d. Foto Rontgen.
muntah.
a. Tujuan :
b. Kriteria Hasil :
rentang normal.
c. Intervensi Keperawatan :
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas, pertahankan support ventilasi nbila diperlukan.
2) Kaji fungsi pernafasan, auskultasi bunyi nafas, kaji kulit setiap setiap 15menit sampai
4jam.
3) Berikan oksigen sesuai program dan pantau pulse oksimetri dan batasi (penyapihan) atau
5) Monitor efek samping pemberian pengobatan, monitor serum darah, dan catat kemudian
6) Kaji gejala dan tanda efek samping mual dan muntah pada gejala awal, dan
kemungkinan kejang.
8) Pemberian terapi pernafasan; nebulizer, fisioterapi dada bila indikasi, ajarkan batuk dan
9) Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan pada anak untuk menurunkan
kecemasan.
b. Kriteria Hasil :
3. Keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan berhubungan dengan muntah
a. Tujuan :
b. Kriteria Hasil :
membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat tanda vital stabil .
c. Intervensi keperawatan :
8) Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (insensible wáter loss/ IWL)
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
b. Kriteria Hasil :
c. Intervensi Keperawatan :
1) Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan unutk
2) Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas
intake nutrisi.
3) Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil
tetapi sering.
4) Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama.
1. Menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal.
membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat tanda vital stabil .
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pertusis (Whooping Cough) adalah salah satu penyakit menular pada anak-anak
disertai dengan serangan batuk-batuk paroksismal dan pada anak besar yang disertai suara khas
(Inspiratory Whoop). Penyebab pertusis adalah Bordetella pertusis atau Haemoephilus pertusis.
Bordetella Pertusis adalah suatu kuman tahan asam, tidak bergerak, gram negative. (Nelson,
2000). Masa tunas 7 – 14 hari penyakit dapat berlangsung sampai 6 minggu atau lebih dan
1. Stadium kataralis
2. Stadium spasmodik
3. Stadium konvaslensi
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah anak terkena pertusis
yaitu dengan Pembiakan lendir hidung dan mulut, pembiakan apus tenggorokan, dll. (Behrman,
1. Anamnesa
d. Riwayat vaksinasi
2. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas / istirahat
b. Makanan / cairan
c. Nyeri / kenyamanan
3. Pemeriksan Diagnostik
a. Pemeriksaan sputum
c. Tes Elisa
d. Foto Rontgen.
muntah.
(Ngastiyah. 1997)
b. Kaji fungsi pernafasan, auskultasi bunyi nafas, kaji kulit setiap setiap 15menit sampai
4jam.
c. Berikan oksigen sesuai program dan pantau pulse oksimetri dan batasi (penyapihan) atau
e. Monitor efek samping pemberian pengobatan, monitor serum darah, dan catat kemudian
f. Kaji gejala dan tanda efek samping mual dan muntah pada gejala awal, dan
kemungkinan kejang.
h. Pemberian terapi pernafasan; nebulizer, fisioterapi dada bila indikasi, ajarkan batuk dan
i. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan pada anak untuk menurunkan
kecemasan.
Intervensi keperawatan :
3. Keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan berhubungan dengan muntah
Intervensi keperawatan :
h. Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (insensible wáter loss/ IWL)
Intervensi Keperawatan :
a. Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan unutk
b. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas
intake nutrisi.
c. Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil
tetapi sering.
d. Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama.
Arief Manjoer. 2000. “Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II”. Jakarta: EGC
Behrman, Kliegnan, Arvin. 1999. “Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol.2. Edisi 15.” Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynnm E. dkk. 1999. “Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3”. Jakarta: EGC
Suryadi. 2010. “Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2”. Jakarta: CV Sagung Seto
Wong’s & Whaley. 2010. “Nursing Care Of Infants And Children”. Jakarta: EGC