Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
EDEMA PARU
A. Definisi
Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskuler
dalam paru.( Arief Muttaqin, 2008 )
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik rongga interstitial
maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tindak lanjut,
dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar menimbulkan
dispneu sangat berat. (Smeltzer,C.Suzanne.2008.hal 798). Kongesti paru terjadi bila dasar
vaskuler paru penerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan, yang tidak mampu
diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Sedikit ketidakseimbangan antara aliran masuk
dari sisi kanan dan aliran keluar pada sisi kiri jantung tersebu mengaibatakan konsekuensi
yang berat.
Edema paru adalah akibat dari perubahan fisiologis tekanan dalam paru seperti ketika
aliran darah berlangsung sangat cepat dan tidak normal sehingga terlalu membebani sistem
sirkulasi tubuh yang kemudian menyebabkan terakumulasinya cairan dalam paru. ( KMB
Joko Setyono hal: 55 )
Edema paru adalah terkumpulnya cairan extravaskuler yang patologis di dalam paru.(
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II hal : 767 )
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru.
cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk
bernapas.
B. Etiologi
Menurut Arif Muttaqin.2008. Edema paru disebapkan karena 2 hal yaitu :
a. Peningkatan tekanan hidrostatik
b. Peningkatan permeabilitas kapiler paru
Secara garis besar Edema Paru dibagi menajdi 2 garis besar yaitu :
1. Kardiogenik
a. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral)
b. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri
c. Peningkatan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteri pulmonalis
d. Post cardioversion
e. Eclampsia
2. Non Koardiogenik
a. Pneumonia
b. Pneumonitis radiasi akut
c. Bahan vasoaktif endogen
d. Aspirasi asam lambung
e. Peningkatan tekanan onkotik interstitial
f. Bahan toksik ihalan
g. Bahan asing dalam sirkulasi seperti bisa ular, endoktoksin, dan bakteri
h. Emboli paru
i. Post cardiopulmonary bypass
j. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura
C. Patofisiologi
Pemahaman mengenai mekanisme ini memerlukan tinjauan mengenai pembentukkan
dan reabsorbsi cairan paru serta struktur ultra paru.Ruang alveolar dipisahkan dari
interstisium paru terutama oleh sel epitel alveoli Tipe I, yang dalam kondisi normal
membentuk suatu barier relatif nonpermiabel terhadap aliran cairan dari interstitium ke
rongga – rongga udara (spaces). Faktor penentu yang paling penting dalam pembentukkan
cairan ekstravaskuler adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen kapiler
dan ruang interstitial, serta permeabilitas sel endotelium terhadap air, zat terlarut (solut) dan
molekul besar seperti protein plasma. (Aryanto,1994)
Ciri perubahan dini pada edema paru adalah terjadinya peningkatan aliran limfatik.
Perubahan ini terjadi karena saluran limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar yang
mengelilingi arteriola paru dan saluran pernafasan yang kecil pembekaan saluran limfatik ini
akan berdampak pada struktur sekitarnya dan mengakibatkan terjadinya prubahan hubungan
tekanan pada struktur tersebut. Salah satu akibatnya adalah adanya obstruksi pada saluran
kecil yang telah dibuktikan sebagai perubahan fisiologis dini pada klien dengan gagal jantung
kiri mengingat lesi ini tidak merata disaluran paru, maka timbul perubahan dalam distribusi,
ventilasi, dan perfusi yang kemidian menyebabkan terjadinya hipoksemia ringan terkenanya
arteriola kecil juga menyebabkan gambaran radiologis dini pada gagal jantung kiri, yaitu
suatu redistribusi aliran darah dari basis ke apek paru pada klien dengan posisi tegak.
Jika terbentuknya cairan intersisial melebihi kapasitas sistem limfatik, maka terjadi
edema dinding alveolar.Pada fase ini komplan paru berkurang hal ini menyebabkan
terjadinya takipneu yang mungkin tanda klinis awal pada klien dengan edema
paru.Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah menyebabkan hipoksenia
memburuk. Meskipun demikian, ekskresi karbondioksida tidak terganggu dan klien akan
menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan alkalosis respiratorik.
Selain hal yang telah disebutkan diatas gangguan difusi juga berperan, dan pada fase
ini mungkin terjadi peningkatan pintas kanan ke kiri melalui alveoli yang tidak mengalami
ventilasi. Pada fase alveolar penuh dengan cairan, semua gambaran menjadi lebih berat dan
komplain akan menurun dengan nyata ( Nowak, 2004). Alveoli terisi cairan dan pada saat
yang sama aliran darah kedaerah tersebut tetap berlangsung, maka pintas kanan ke kiri aliran
darah akan menjadi lebih berat dan menyebabkan hipoksia yang rentan terhadap peningkatan
konsentrasi oksigen yang diinspirasi. Kecuali pada keadaan yang amat berat, hiperventilasi
dan alkalosis respiratorik akan tetap berlangsung.
Secara radiologis akan tampak gambaran infiltrat alveolar yang tersebar diseluruh
paru, terutama daerah parahilar dan basal. Ketika klien dalam keadaan sadar dia akan tampak
mengalami sesak nafas hebat dan ditandai dengan takipnea, takikardi, serta sianosis bila
pernafasannya tidak dibantu. Keadaan ini disebut sebagai adult respiratory sindrom (ARDS).
Nursing Pathway
Faktor
kardiogenik Faktor Non-Kardiogenik
Gagal jantung kiri ARDS Insufisiensi
Limfatik Lain-lain
Jaringan otak O2
trganggu mnurun mnurun
Iskemia sel intoleransi
Penurunan
kesadaran mual muntah
Ggn. Pola
napas aliran drah koroner ggn eliminasi urin
1. Risk
cedera menurun nutrisi
ginjal
nyeri dada
Kelebihan vol.
cairan
D. Manifestasi klinis
Serangan mendadak yang khas pada edema paru terjadi setelah pasien berbaring
selama beberapa jam. Posisi baring akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan
memudahkan penyerapan kembali edema dari tungkai. Darah yang beredar menjadi lebih
encer dan volumenya bertambah. Tekanan vena meningkat dan atrium kanan terisi lebih
cepat. Akibatnya terjadi peningkatan curah ventrikel kanan yang ternyata melebihi curah
ventrikel kiri. Pembuluh darah paru membesar oleh darah dan mulai mengalami kebocoran.
Sementara pasien mulai merasa gelisah dan cemas.
Terjadi awitan kesulitan bernapas mendadak dan perasaan tercekik. Tangan
pasien menjadi dingin dan basah, kuku sianosis, dan warna kulit menjadi abu-abu
sampai pucat. Selain itu denyut nadi juga melemah, dan cepat, vena leher menegang.
Pasien mulai batuk, dengan mengeluarkan sputum yang banyak. Dengan berkembangnya
edema paru, kecemasan berubah menjadi panik. Napas berbunyi dan basah, pasien yang
mulai tercekik oleh darah, mengeluarakan cairan berbusa ke bronchi dan trakhea.
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin
adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau
ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut.
Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak
napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat
(tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien
dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope,
dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-
suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan
dalam alveoli selama bernapas).
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada
stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga
tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena
terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial.Batas pembuluh darah paru menjadi
kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley
B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil
saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula
terjadi refleks bronkhokonstriksi.Sering terdapat takhipnea.Meskipun hal ini merupakan
tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe
sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat.Pada pemeriksaan spirometri hanya
terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar.Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia.Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan.
Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left
intrapulmonary shunt.Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat
dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.Pada keadaan ini morphin hams
digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988).
Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru.
Kadang kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler
pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema
secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada
beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh
karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.
E. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis ditegakkan dengan mengevaluasi manifestai klinis sehubungan dengan
kongesti paru. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan antara lain berupa :
1. EKG : untuk melihat apakah terdapat sinus takikardi dengan hipertropi atrium kiri atau
fibrilasi atrium, tergantung penyebap gagal jantung, gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri
atau aritmia
2. Laboratorium
- Analisa Gas Darah : pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah kemudian hiperkapnea
- Enzim jantung : meningkat jika penyebap gagal jantung adalah infark miokard
- Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalis, Enzim jantung (CK-MB, Troponin T),
angiografi koroner
- Foto thorak
Gambaran radiologisnya berupa :
a. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskuler di hilus)
b. Corakan paru meningkat ( > 1/3 lateral)
c. Kranialisasi vaskuler
d. Hilus suram (batas tidak jelas)
- Echokardiography : gambaran penyebap gagal jantung : kelainan katup, hipertopi
ventrikel (hipertensi), segemental wall motion abnormally (PJK) umumnya ditemukan
dilatasi ventrikel kiri/atrium kiri
- Pulmonary Artery Catheter : Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang
panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan
dimajukan melalui ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-
kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh
darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan
dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure
dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema,
sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic
cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan
hanya pada intensive care unit (ICU).
F. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan medis pada pasien dengan Edema Paru akut adalah
mengurangi volume sirkulasi total untuk memperbaiki pertukaran gas pernapasan. Tujuan ini
dapat dicapai dengan kombinasi terapi oksigen dan terapi medis.
Oksigenasi. Oksigen diberikan dengan konsetrasi yang adekuat untuk mengurangi
hipoksia dan dispnea. Bila tanda-tanda hipoksia menetap, oksigen harus diberikan dengan
tekanan positif intermiten atau kontinu. Bila terjadi gagal napas, meskipun penatalaksanaan
telah optimal, perlu diberikan intubasi endotrakea dan ventilasi mekanis. Penggunaan tekanan
positif akhir ekspirasi sangat efektif mengurangi aliran balik vena, menurunkan tekanan
kapiler paru, dan memeperbaiki oksigenasi. Oksigenasi dipantau melalui pulse oksimetri dan
pengukuran AGD.
Farmakologi. Dilakukan pemberian Morfin secara intravena dalam dosis kecil untuk
mengurangi kecemasan dan dispnea serta menurunkan tekanan perifer sehingga darah dapat
didistribusikan dari paru ke bagaian tubuh lain. Hal tersebut akan menurunkan tekanan dalam
kapiler paru dan mengurangi perembesan cairan ke jaringan paru. Morfin juga bermanfaan
dalam menurunkan kecepatan napas.
Morfin tidak boleh diberikan bila edema paru disebapkan oleh cedera vaskuer otak,
penyakit paru kronis, atau syok kardiogenik. Pasien harus diawasi bila terjadi depresi
pernapasan berat.
Diuretik. Furosemide diberikan secara intravena untuk memberi efek diuretik yang
cepat. Furosemide juga mengakibatkan vasodilatasi dan penimbunan darah di pembuluh
darah perifer yang pada gilirannya mengurangi jumlah darah yang kembali ke jantung,
bahkan sebelum terjadi efek diuretik.
Digitalis. Diberikan untuk meningkatkan kontrakitilitas jantung dan curah ventrikel
kiri. Perbaikan kotrakitilitas jantung akan meningkatakan curah jantung, memeperbaiki
diuresis dan menurunkan tekanan diastole. Jadi tekanan kapiler paru dan trasnudasi atau
perembesan cairan ke alveoli akan berkuarang.
Aminofilin. Bila pasien mengalami wheezing dan terjadi bronkospasme yang berarti,
maka perlu diberikan aminofilin untuk merelaksasi bronkospasme. Aminofilin diberikan
melalui intravena secara terus menerus dengan dosis sesuai berat badan.
G. Komplikasi
Pada pasien dengan Edema paru kemungkina untuk terjadi Gagal napas sangat tinggi
jika tidak dilakukan penatalaksanaan dengan tepat. Hal ini dikarenakan terjadinya akumulasi
cairan pada alveoli yang menyebapkan ketidakmampuan paru untuk melakukan pertukaran
gas O2 dan CO2 secara adekuat, sehingga mengakibatkan pasokan Oksigen ke jaringan paru
menjadi sedikit.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN EDEMA PARU
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama : Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau
batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat
terjadi dengan tiba-tiba pada trauma..
3. Riwayat penyakit
a. Dahulu : Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis,
pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal
mungkin ditemui pada klien
4. Pemeriksaan fisik
a. Sistem pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan. Obyektif : Pernafasan cuping hidung,
hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar
stridor, ronchii pada lapang paru.
b. Sistem kardiovaskuler
Subyektif : sakit dada, Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah
vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan.
c. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang,Obyektif : GCS menurun, refleks
menurun/normal, letargi
d. Sistem perkemihan
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
e. Sistem perncernaan
f. Sistem muskuluskletal
Subyektif : lemah, cepat lelah, Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi
paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
g. Sistem integumen
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
5. Pemeriksaan penunjang
a. Hb : menurun/normal
b. Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon
darah meningkat/normal
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
pengambilan Oksigen tidak adekuat.
8. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah
C. Perencanaan keperawatan
1. Diganosa : Gangguan pola Napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru, pengambilan O2 tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selam ---x24 jam diharapkan pola napas kembali
efektif dengan kriteria hasil hasil pola napas pasien reguler, tidak tampak adanya retraksi
dinding dada, pasien tampak relaks.
Tindakan :
1. Monitor jumlah pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan, bunyi paru, tanda vital,
warna kulit dan AGD
Rasional : mengetahui status awal pernapasan pasien
2. Posisikan semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Rasional : meningkatkan ekspansi paru
3. Ajarkan pasien teknik relaksasi napas dalam
Rasional : membantu meningkatkan pemenuhan oksigen
4. Berikan oksigen sesuai program
Rasional : mempertahankan oksigen arteri
5. Berikan pendidikan kesehatan mengenai perubahan gaya hidup, teknik bernapas, teknik
relaksasi.
Rasional : membantu beradaptasi dengan kondisi saat ini.
Tindakan :
I. PENGERTIAN
Gagal nafas adalah kegagalan system pernafasan untuk mempertahankan pertukaran O2dan
CO2 dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (Heri Rokhaeni, dkk,
2001)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran O2 terhadap CO2 dalam paru-paru tidak dapat
memelihara laju konsumsi O2 dan pembentukan CO2 dalam sel-sel tubuh sehingga menyebabkan
PO2 <>2 > 45 mmHg (hiperkapnia) (Smeltzer, C Susane, 2001)
II. ETIOLOGI
Luka di kepala
Tetanus
Obat-obatan
Penyakit pada saraf seperti medula spinalis, otot-otot pernafasan atau pertemuan
neuromuskular yang terjadi pada pernafasa sehingga mempengaruhi ventilasi.
e. Trauma
Pneumonia yang disebabkan bakteri dan virus, asma bronchiale, atelektasis, embolisme paru
dan edema paru
III. PATHWAYS
IV. TANDA DAN GEJALA
Tanda
Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak ada
pengemabngan dada pada inspirasi
Gejala
Hiperkapnia yaitu peningkatan kadar CO2 dalam tubuh lebih dari 45 mmHg
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. BGA
Hipopksemia
Untuk melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak
diketahui
d. EKG
VI. PENGKAJIAN
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
Sakit kepala
c. Inhalasi nebulizer
d. Fisioterapi dada
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas dan
kurangnya ventilasi sekunder terhadap retensi lendir
Tujuan: jalan nafas efektif
Kriteria hasil:
Intervensi:
Berikan lavase cairan garam faaal sesuai indiaksi untuk membuang skresi yang
lengket
Berikan bronkodilator
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan dalam
interstitial / area alveolar, hipoventilasi alveolar, kehilangan surfaktan
Criteria hasil:
Intervensi:
Intervensi:
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan selang ET dengan kondisi
lemah
Intervensi:
Alirkan air hangat dalam selang ventilator dengan cara eksternal keluar dari
jalannafas dan reservoir humidifier
Pakai sarung tangan steril tiap melakukan tindakan / cuci tangan prinsip steril
e. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi tubuh tidak mampu makan peroral
Intervensi:
Pertahankan asupan kalori dengan makan per sonde atau nutrisi perenteral sesuai
indikasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku
asli diterbitkan tahun 1996)
2. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and
documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M, Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan
tahun 1993
3. Hudak, Carolyn M, Gallo, Barbara M., Critical Care Nursing: A Holistik Approach(Keperawatan
kritis: pendekatan holistik). Alih bahasa: Allenidekania, Betty Susanto, Teresa, Yasmin Asih. Edisi
VI, Vol: 2. Jakarta: EGC;1997
4. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih
bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)
5. Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J. Jakarta:
Salemba Medika; 2001(Buku asli diterbitkan tahun 1999)
6. Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong, Buku-ajar Ilmu Bedah. Ed: revisi. Jakarta: EGC, 1998
7. Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001
I. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Umur : 77 tahun
Agama : Islam
Alamat :
No Register : 5103659
B. Riwayat Keperawatan
Sebelum masuk RS klien terjatuh terpeleset di kamar mandi terus tidak sadar, setelah
beberapa jam klien mengalami demam, nafas sesak kemudian dibawa ke RSDK lewat
IGD. Di IGD diberikan tindakan pasang ET, periksa darah lengkap, pasang infuse,
kemudian dirawat di ICU sampai pengkajian dilakukan
C. Pengkajian Primer
1. Airways
Jalan nafas secret kental produktif, ada reflek batuk bila dilakukan isap lendir
2. Breathing
Memakai ET no 7,5 dengan ventilator mode CPAP, FiO 2: 30 %, nafas mesin:10, nafas
klien: 28 x/mnt, SaO2: 96, bunyi ronchi kasar seluruh area paru.
3. Circulation
TD: 147/86 mmHg, HR: 100 x/mnt, MAP: 94, suhu: 36,5 oC, edema ekstremitas atas dan
bawah, capillary refill <>
D. Pengkajian sekunder
2. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak icterik, pupil isokor 2 mm, tidak ada
hematom kelopak mata
3. Hidung : Terpasang NGT, ada lendir kental saat dilakukan isap lendir
6. Thorak :
Paru
Jantung
7. Abdomen
Inspeksi : Datar
Perkusi : Timpani
9. Data Penunjang:
a. Laboratorium:
Darah Urin
Hb : 8,7 gr% PH : 6
Bakteri : positif
PH : 7,36
HCO3 : 24,5
BE : 0,7
BE ecf : - 0,5
AaDO2: 143
SaO2 : 93 %
b. Foto Rontgen
Perdarahan subarachnoid
Subdural higroma region fronto temporal kanan, temporo parietal kiri dan
interhemisfer serebri
c. Terapi
BGA tanggal
3 DS:- Ketidakmampuan Perubahan pola
menelan nutrisi
DO:
Terpasang NGT
Perdarahan subarachnoid
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas dan
kurangnya ventilasi sekunder terhadap retensi lendir
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan dalam
interstitial / area alveolar
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan selang ET dengan kondisi
lemah
f. Resiko terhadap penularan lewat udara berhubungan dengan adanya sumber penularan
dari kuman stapilokokus
Laborat Hb, protein dalam Pertahankan asupan kalori dengan makan per
batas normal sonde atau nutrisi perenteral sesuai indikasi
Makanan dapat masuk sesuai Periksa laborat darah rutin dan protein
dietnya
9/7/05 4 Setelah dilakukan tindakan Monitor ventilator terhadap peningkatan tajam
keperawatan selama 1x24 jam pada ukuran tekanan
klien bebas dari cidera selama
ventilasi mekanik Observasi tanda dan gejala barotrauma
Semua bahan dan alat yang Hindari kontak secara langsung dengan klien
dipakai klien ditempatkan dan alat serta bahan yang dipakai klien
tersendiri
Berikan penkes terhadap keluarga maupun
Tersedianya baju khusus pengunjung
untuk perawat maupun
pengunjung Pantau hasil laborat kultur dan sensitivitas, baik
darah maupun urin
TGL
DP IMPLEMENTASI & RESPON KLIEN EVALUASI TTD
JAM
9/7/05 1 Mencatat karakteristik bunyi nafas 10/7/05 jam 07.00
WIB
21.00 R: ronchi (+) paru kanan dan kiri
S: -
24.00 Mencatat karakteristik batuk, dan lendir O:
05.00 R: reflek batuk (+) bila isap lendir, lendir Ronchi (+)
keluar
07.00 Lendir keluar
Memberikan cairan garam faal sesuai lebih encer
indiaksi untuk membuang sekresi yang
lengket Posisi elevasi 300
TGL
DP IMPLEMENTASI & RESPON KLIEN EVALUASI TTD
JAM
10/7/05 1 Mencatat karakteristik bunyi nafas 11/7/05 jam 07.00
WIB
21.00 R: ronchi (+) paru kanan dan kiri
S: -
24.00 Mencatat karakteristik batuk, dan lendir
O:
05.00 R: reflek batuk (+) bila isap lendir, lendir
keluar Ronchi (+)
07.00
Memberikan cairan garam faal sesuai Lendir keluar
indiaksi untuk membuang skresi yang lebih encer
lengket
Posisi elevasi 300
R: lendir dapat keluar lebih encer
A:
Memberikan humidifikasi pada jalan nafas
Masalah teratasi
R: aguades masuk kedalam penampung sebagian
sesuai level
P:
Mempertahankan posisi tubuh/kepala dan
gunakan ventilator sesuai kebutuhan Lanjutkan
intervensi
R: posisi kepala tempat tidur tetap elevasi sebelumnya
300
P: Lanjutkan
intervensi
sebelumnya
10/7/05 4 Memonitor ventilator terhadap peningkatan 11/7/05 jam 07.00
21.00 tajam pada ukuran tekanan WIB