Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh :
SEMESTER V D\ ANGKATAN V
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena hanya
atas berkat dan rahmat-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Klien Dengan Dermatitis Seboroik” ini dengan
baik.
Tugas menyusun makalah ini bukanlah tugas yang mudah, namun berkat
kesabaran serta bantuan dari berbagai pihak telah meringankan penulisan makalah ini.
Sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang terlibat.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, untuk
itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan makalah ini juga demi menambah wawasan penulis.
Penulis
DAFTAR ISI
halaman
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Teori Penyakit.……………………….……………............…......………...3
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan.…….…………….……...…………………………..8
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................……..........…18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fungsi sekretorik yang utama dari kulit dilaksanakan oleh kelenjar keringat yang
membantu mengatur suhu tubuh. Kelenjar ini mengekskresikan cairan keringat yang
akan mengevaporasi sehingga mendinginkan tubuh. Biasanya kulit yang basah terasa
hangat dan kulit yang kering cenderung terasa dingin. Namun demikian, kaidah ini
bukan kaidah yang kaku dan selalu demikian. Tidak jarang kita menemukan keringat
dingin. Kulit yang hangat tetapi kering terdapat pada pasien dehidrasi, dan kulit yang
panas serta kering khususnya dijumpai pada beberapa keadaan demam (Suzanne C.
Smeltzer, 1856).
Dermatitis seboroik (DS) atau seborrheic eczema merupakan penyakit yang umum,
kronik, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruiritus,
berminyak, bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah
inflamasi pada kulit kepala, muka, serta telinga. Daerah lain yang jarang terkena adalah
daerah presternal dada. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa sekurang-
kurangnya 50% pasien HIV terkena dermatitis seboroik. Ketombe berhubungan juga
dengan dermatitis seboroik, tetapi tidak separah dermatitis seboroik. Ada juga yang
menganggap dermatitis sama dengan ketombe (Arif Muttaqin, 84).
2.1.2 Epidemiologi
Dermatitis seboroik dapat timbul setiap saat sejak masa bayi sampai masa tua.
Dermatitis seboroik bisa ditemukan pada seluruh ras, dan lebih banyak terjadi pada
pria dibandingkan wanita (Sylvia Anderson Price, 2005; 1434).
2.1.3 Etiologi
Penyebab dari penyakit ini masih belum diketahui dengan pasti, tetapi beberapa faktor
dibawah ini dianggap berperan dalam terjadinya dermatitis seboroik, seperti :
a) Pityrosporum Ovale
Patogenesis yang pasti dari dermatitis seboroik belum dimengerti sepenuhnya,
tetapi dermatitis ini umumnya terkait dengan jamur pityrosporum ovale yang
memiliki aktivitas lipase yang menghasilkan transformasi trigliserida ke dalam
asam lemak bebas. Asam lemak bebas dan radikal oksigen reaktif yang
dihasilkan memiliki aktivitas antibakteri yang merubah flora kulit normal.
Sebagian penulis meyakini bahwa gangguan dalam flora, akibat aktivitas
lipase dan radikal oksigen bebas akan berhubungan erat dengan dermatitis
seboroik dibandingkan dengan perubahan respon kekebalan. Lipid sebum
penting untuk proliferasi pityrosporum ovale dan sintesa faktor-faktor
proinflamasi sehingga menciptakan kondisi yang sesuai untuk perkembangan
dermatitis seboroik. (Adhi Djuanda, 2002; 95).
b) Faktor genetik
Faktor genetik memegang peranan penting yang menyebabkan kelenjar
sebasea memproduksi sebum dalam keadaan yang berlebihan pada daerah-
daerah tempat kelenjar tersebut terdapat dalam jumlah yang besar (wajah, kulit
kepala, alis mata, kelopak mata, pada kedua sisi hidung serta bibir atas, daerah
malar [pipi], telinga, aksila, di bawah payudara, lipat paha dan lipatan gluteus
di daerah pantat) (Suzanne C. Smeltzer, 2001; 1856).
c) Perubahan hormon
Dermatitis seboroik paling umum terjadi pada masa pubertas dan remaja,
selama periode ini produksi sebum paling tinggi, hal ini berhubungan dengan
hormonal yang meningkat pada masa pubertas, oleh karena itu dermatitis
seboroik lebih umum terjadi pada laki-laki dari pada perempuan, yang
menunjukkan pengaruh androgen pada unit pilosebum (Adhi Djuanda, 2002,
94).
d) Stres emosional
Belakangan ini keadaan stres disebut-sebut mempengaruhi periode terjadinya
remisi dan eksaserbasi (Suzanne C. Smeltzer, 2001; 1857).
2.1.4 Patofisiologi Pathway (WOC) dan Respon Masalah Keperawatan
2.1.5 Gejala Klinik
Gejala yang timbul pada dermatitis seboroik adalah:
a) Pruritus atau rasa gatal yang berlebihan.
b) Berminyak
c) Bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah
inflamasi pada kulit kepala, muka, serta telinga.
d) Deskuamasi kulit kepala dengan sisik yang halus dan berbentuk serbuk dalam
jumlah yang besar serta berwarna kekuningan.
e) Krusta atau lapisan luar dari materi padat yang terbentuk dari pengeringan
eksudat dan atau sekresi tubuh.
2.1.7 Komplikasi
a) Infeksi
b) Ekskoriasi
Setiap pengelupasan substansi superfisial, seperti terjadi pada kulit akibat
garukan.
2.1.8 Penatalaksanaan
Menurut Arif Muttaqin (2011; 87) oleh karena tidak ada pengobatan seboroik yang
diketahui, maka tujuan terapinya adalah untuk mengendalikan kelainan tersebut dan
memberikan kesempatan kepada kulit untuk memperbaiki kulitnya sendiri.
Penatalaksanaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a) Pengobatan topikal
Pengobatan topikal dapat mengontrol dermatitis seboroik dan dandruff kronik
pada stadium awal. Dermatitis seboroik pada badan dan muka akan bereaksi
terhadap penggunaan preparat topikal krim kortikosteroid yang mengurangi
respons inflamasi sekunder. Namun demikian, obat ini harus digunakan
dengan hati-hati jika akan dioleskan di dekat kelopak mata karena dapat
memicu glaukoma dan katarak pada orang yang memilikipredisposisi.
Prinsip utama terapi ketombe adalah keramas yang besar dan sering (setiap
hari atau sedikitnya tiga kali seminggu) dengan menggunakan sampo obat.
Dua atau tiga jenis sampo harus dipakai secara bergantian agar keadaan
seboroik tidak resisten terhadap jenis sampo tertentu. Sampo atau obat
keramas harus dibiarkan sedikitnya selama 5 hingga 10 menit. Setelah kondisi
kulit kepala membaik, intensitas terapi dapat dikurangi. Sampo antiseboroik
adalah sampo yang mengandung suspensi selenium sulfida, sampo zinc
pyrithione, sampo asam salisilat-sulfur, dan sampo tar yang mengandung
sulfur, serta asam salisilat.
Steroid topikal potensi rendah dapat efektif mengobati dermatitis seboroik
pada bayi dan dewasa pada daerah fleksura maupun dermatitis seboroik
recalcitrant persistent pada dewasa. Topikal golongan azol dapat
dikombinasikan dengan regimen desonide (satu dosis per hari selama dua
minggu) untuk terapi pada wajah. Dapat juga diberikan salep yang
mengandung asam salisil 2%, sulfur 4%, dan ter 2%. Pada bayi dapat
diberikan asam salisil 3-5% dalam mineral minyak.
b) Sistemik
Dapat diberikan antihistamin maupun sedatif. Pemberian dosis rendah dari
terapi oral bromida dapat membantu penyembuhan. Terapi oral yang
menggunakan dosis rendah dari preparat hemopoetik yang mengandung
potasium bromida, sodium bromida, nikel sulfat, dan sodium klorida dapat
memberikan perubahan yang berarti dalam penyembuhan DS dan dandruff
setelah penggunaan selama 10 minggu. Pada keadaan yang berat dapat
diberikan kortikosteroid sistemik, dosis prednisolon 20-30 mg sehari, jika ada
perbaikan, dosis diturunkan perlahan. Kalau ada infeksi sekunder dapat
diberikan antibiotik.
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Menurut Arif Muttaqin (2011; 85-87) konsep pengkajian keperawatan pada klien
dengan dermatitis seboroik adalah sebagai berikut :
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
1) Anamnesa
(1)Identitas Pasien
Dermatitis seboroik dapat dijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak
terjadi pada pria dari pada wanita.
(2)Keluhan Utama
Klien mengeluh adanya kemerahan, kulit kering agak kekuningan, serta
ketombe bersisik tebal dengan rasa gatal.
(5)Pemenuhan ADL
Nutrisi :-
Eliminasi :-
Personal Hygiene : Kebersihan diri pada awalnya harus dikaji, karena
kebersihan diri yang kurang juga sebagai salah satu
predisposisi, untuk menghindari keringat berlebih.
Istirahat/aktivitas : Dapat tergantung pada distribusi lesi yang ada, dan
atau jenis dermatitis seboroiknya (ketombe, kulit
kering dengan eksudat).
6. Berikan obat
yang
6. Untuk
dianjurkan
menyakinkan
sesuai pengurangan
indikasi. nyeri yang
adekuat.
1. Jelaskan 1. Pruritus
2) Kerusakan Goal: Klien akan
pembatasan dapat
integritas kulit terbebas dari
kerusakan diet, contoh menyebabkan
b.d perubahan
integritas kulit untuk kerusakan
tugor. selama dalam
menghindari kulit.
perawatan.
alergi kulit
Objective: Klien terhadap
akan terbebas dari makanan.
perubahan tugor
selama dalam 2. Jelaskan
perawatan. terapi kepada
2. Untuk
pasien dan
Outcomes: Klien meningkatka
keluarga.
akan menunjukan: n kepatuhan.
1) Tidak ada 3. Inspeksi kulit
keluhan pasien setiap
3. Untuk
mengalami pergantian
menunjukan
gangguan tugas jaga,
keefektifan
permukaan jelaskan dan
program
kulit yang dokumentasi
perawatan
lebih kan kondisi kulit.
lanjut. kulit dan
2) Perbaikan laporkan
kerusakan perubahanny
lapisan a.
kulit. 4. Awasi pasien
dan anggota
keluarga 4. Praktik
dalam meningkatka
menjalankan n
regimen keterampilan
perawatan dalam
kulit. Berikan mengelolah
umpan balik. regimen
5. Observasi: perawatan
keluhan kulit.
gangguan
permukaan
kulit, 5. Untuk
kerusakan mengetahui
lapisan kulit. keberhasilan
tindakan
keperawatan.
3.1 KESIMPULAN
Dermatitis seboroik adalah kelainan inflamasi kronik kulit dengan predileksi di daerah
yang banyak dipasok dengan kelenjar sebasea atau yang terletak diantara lipatan kulit
tempat bakteri terdapat dalam jumlah yang besar . Dermatitis seboroik merupakan
masalah kesehatan masyarakat karena penyakit ini merupakan penyakit yang belum
diketahui dengan pasti penyebabnya dan masih perlu dipelajari untuk pemahaman yang
lebih baik dalam mendeteksi dan menanggulanginya secara dini.
3.2 SARAN
Jagalah kebersihan diri anda terutama setelah melakukan sebuah aktivitas ringan
maupun berat karena kalau tidak dijaga hal sederhana seperti ini malah akan
menimbulkan suatu penyakit yang sangat berbahaya bagi kulit anda.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi. 2002. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FK
UI.
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta : Salemba
Medika.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit Edisi 6
Vol. 2. Jakarta : EGC.
Smelter, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol. 3. Jakarta : EGC.
Taylor, C dan Ralph .2010. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta :
EGC.