Vous êtes sur la page 1sur 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini aborsi merupakan salah satu topik yang selalu hangat dan menjadi
perbincangan di berbagai kalangan masyarakat, di banyak tempat dan di berbagai negara,
baik itu di dalam forum resmi maupun forum-forum non-formal lainnya. Aborsi menjadi
salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari tingginya angka aborsi yang kian
meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri, angka pembunuhan janin per tahun
sudah mencapai lebih dari 3 juta. Angka yang tidak sedikit mengingat besarnya tingkat
kehamilan di Indonesia. Masalah ini sudah banyak terjadi sejak zaman dahulu, di mana
dalam penanganan aborsi, cara-cara yang digunakan meliputi cara-cara yang sesuai dengan
protokol medis maupun cara-cara tradisional, yang dilakukan oleh dokter, bidan maupun
dukun beranak, baik di kota-kota besar maupun di daerah terpencil.

Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak


pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu
hamil dan melahirkan adalah perdarahan ,infeksi dan eklampsia. Hal itu terjadi karena
hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak
aborsi dianggap ilegal dan dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung
menyembunyikan kejadian aborsi. Para ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti ahli agama,
ahli hukum, sosial dan ekonomi memberikan pandangan yang berbeda terhadap
dilakukannya abortus buatan. Ahli agama melihatnya dari kaca dosa dan mereka sepakat
bahwa melakukan abortus buatan adalah perbuatan dosa.

Saat ini sebanyak 2750 kasus kekerasan terhadap anak dilaporkan terjadi di tahun
2014 dan 58 persen diantaranya merupakan kekerasan seksual terhadap anak. Menurut
Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan kondisi Indonesia
sekarang ini bisa digolongkan sebagai kondisi darurat kekerasan seksual anak. Hal inilah
yang menjadi perdebatan di kalangan ahli kedokteran untuk dilakukannya aborsi. Sehingga
dikeluarkan beberapa peraturan yang melegalkan dilakukannya tindakan aborsi ini.

Di kalangan ahli kedokteran dikenal dua macam abortus (keguguran kandungan)


yakni abortus spontan dan abortus buatan. Abortus spontan adalah merupakan mekanisme

1
alamiah yang menyebabkan terhentinya proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu.
Penyebabnya dapat oleh karena penyakit yang diderita si ibu ataupun sebab-sebab lain yang
pada umumnya berhubungan dengan kelainan pada sistem reproduksi. Lain halnya dengan
abortus buatan, abortus dengan jenis ini merupakan suatu upaya yang disengaja untuk
menghentikan proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu, dimana janin (hasil
konsepsi) yang dikeluarkan tidak bisa bertahan hidup di dunia luar.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana tinjauan aborsi dari sisi medis dan hukum kedokteran jika dibandingkan
dengan sisi agama hindu ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui aspek agama hindu mengenai aborsi


2. Untuk mengetahui etika dan hukun kedokteran mengenai aborsi dan beberapa syarat
yang dapat melegalkan dilakukannya aborsi

BAB II
STUDI KASUS

2.1 Gambaran Umum

Aborsi adalah segala usaha yang di lakukan untuk menghentikan kehamilan. Aborsi
bisa di lakukan untuk pengobatan yang nantinya menghentikan kehamilan. Namun adapula
aborsi dengan operasi , yakni mengosongkan uterus / mengambil janin dengan alat khusus.
Wanita yang akan menjalani aborsi harus tau prosedurnya, efek sampingnya, serta
resikonya. Karena akan menyangkut aspek emosional dan psikologi. Beberapa wanita
akhirnya memutuskan menjalani aborsi karena beberapa alasan seperti alasan pribadi,
alasan kesehatan janin, alasan kesehatan sang ibu hamil, atau lingkungan yang tidak
mendukung. Aborsi biasanya di lakukan sebelum usia janin 9 minggu atau 63 hari dan
dapat di lakukan dengan cara pembedahan. Aborsi juga bukan memiliki resiko seperti
pendarahan parah , kerusakan pada uterus, infeksi. Aborsi juga dapat menyebabkan pasien
harus di operasi karena kegagalan dalam aborsi . Aborsi dapat di klasifikasikan menjadi 3
macam. Yang pertama yaitu aborsi spontan / alamiah , merupakan aborsi yang berlangsung
secara alami tanpa adanya tindakan apapun. Itu di sebabkan karena tidak baiknya kualitas

2
sperma atau sel telur. Yang kedua adalah aborsi buatan / sengaja, yaitu pengkahiran
kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang di
sengaja dan di sadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi . Yang ketiga adalah aborsi
terapeutik/ medis yaitu pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik
karena kehamilan yang sedang berlangsung dapat membahayakan ibu maupun janin.

Studi Kasus

Ada seorang calon ibu yang sedang hamil muda tetapi mempunyai penyakit jantung
yang parah(kronik) yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang
dikandungnya. Ketika dia datang memeriksakan dirinya pada seorang Dokter.

Dokter pun sepakat kalau janin tersebut tetap dipertahankan menurut dugaan kuat
atau hampir bisa dipastikan nyawa ibu tidak akan selamat atau mati. Dalam kondisi seperti
ini,kehamilannya boleh dihentikan dengan cara menggugurkan kandungannya. Di
gugurkan jika janin tersebut belum berusia enam bulan,tetapi kalau janin tersebut tetap
dipertahankan dalam rahim ibunya,maka nyawa ibu tersebut akan terancam. Di samping
itu, jika janin tersebut tidak digugurkan ibunya akan meninggal,janinnya pun sama padahal
dengan janin tersebut,nyawa ibunya akan tertolong.

Hal ini dilakukan untuk menyembuhkan dan menyelamatkan nyawa ibunya. Sang
calon ibu pun sangat takut dan bersedih dengan masalah yang dia alami. Tetapi ini semua
sudah atas pertimbangan medis yang matang dan tidak ada jalan keluar lain lagi.

Secara medis,penghentian kehamilan tersebut bertujuan untuk menyelamatkan


nyawa ibu tersebut.Sementara menurut hukum agama sendiri,hal ini sangat bertentangan.
Menggugurkan kandungan sama dengan membunuh jiwa. Secara umum pun pengguguran
kandungan tersebut dinyatakan dalam konteks pembunuhan atau penyerangan terhadap
janin.

2.2. Pembahasan Studi Kasus

a) Aborsi Dalam Teologi Hinduisme

Aborsi dalam Teologi Hinduisme tergolong pada perbuatan yang disebut “Himsa
karma” yakni salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan dengan membunuh, meyakiti,

3
dan menyiksa. Membunuh dalam pengertian yang lebih dalam sebagai “menghilangkan
nyawa” mendasari falsafah “atma” atau roh yang sudah berada dan melekat pada jabang
bayi sekalipun masih berbentuk gumpalan yang belum sempurna seperti tubuh manusia.

Segera setelah terjadi pembuahan di sel telur maka atma sudah ada atas kuasa
Hyang Widhi. Dalam “Lontar Tutur Panus Karma” penciptaan manusia yang utuh
kemudian dilanjutkan oleh Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai “Kanda-Pat” dan
“Nyama Bajang”. Selanjutnya Lontar itu menuturkan bahwa Kanda-Pat yang artinya
“empat-teman” adalah: I Karen, sebagai calon ari-ari; I Bra, sebagai calon lamas; I
Angdian, sebagai calon getih; dan I Lembana, sebagai calon Yeh-nyom. Ketika cabang
bayi sudah berusia 20 hari maka Kanda-Pat berubah nama menjadi masing-masing: I Anta,
I Preta, I Kala, dan I Dengen. Selanjutnya setelah berusia 40 minggu barulah dinamakan
sebagai: Ari-ari, Lamas, Getih, dan Yeh-nyom. Nyama Bajang yang artinya “saudara yang
selalu membujang” adalah kekuatan-kekuatan Hyang Widhi yang tidak berwujud. Jika
Kanda-Pat bertugas memelihara dan membesarkan jabang bayi secara phisik, maka Nyama
Bajang yang jumlahnya 108 bertugas mendudukkan serta menguatkan atma atau roh dalam
tubuh bayi. Oleh karena itulah perbuatan aborsi disetarakan dengan menghilangkan
nyawa. Kitab-kitab suci Hindu antara lain :
Rgveda 1.114.7 menyatakan

MA NO MAHANTAM UTA MA NO ARBHAKAM


artinya: Janganlah mengganggu dan mencelakakan bayi.

Atharvaveda X.1.29:

ANAGOHATYA VAI BHIMA


artinya: Jangan membunuh bayi yang tiada berdosa.

Dan Atharvaveda X.1.29:

MA NO GAM ASVAM PURUSAM VADHIH

artinya: Jangan membunuh manusia dan binatang.

Dalam ephos Bharatayuda Sri Krisna telah mengutuk Asvatama hidup 3000 tahun
dalam penderitaan, karena Asvatama telah membunuh semua bayi yang ada dalam
kandungan istri-istri keturunan Pandawa, serta membuat istri-istri itu mandul selamanya.

4
Pembuahan sel telur dari hasil hubungan seks lebih jauh ditinjau dalam falsafah Hindu
sebagai sesuatu yang harusnya disakralkan dan direncanakan. Baik dalam Manava
Dharmasastra maupun dalam Kamasutra selalu dinyatakan bahwa perkawinan menurut
Hindu adalah “Dharmasampati” artinya perkawinan adalah sakral dan suci karena
bertujuan memperoleh putra yang tiada lain adalah re-inkarnasi dari roh-roh para leluhur
yang harus lahir kembali menjalani kehidupan sebagai manusia karena belum cukup suci
untuk bersatu dengan Tuhan atau dalam istilah Teologi Hindu disebut sebagai “Amoring
Acintya”

Oleh karena itu maka suatu rangkaian logika dalam keyakinan Veda dapat
digambarkan sebagai berikut: Perkawinan (pawiwahan) adalah untuk sahnya suatu
hubungan seks yang bertujuan memperoleh anak. Gambaran ini dapat ditelusuri lebih jauh
sebagai tidak adanya keinginan melakukan hubungan seks hanya untuk kesenangan
belaka. Perilaku manusia menurut Veda adalah yang penuh dengan pengendalian diri,
termasuk pula pengendalian diri dalam bentuk pengekangan hawa nafsu. Pasangan suami-
istri yang mempunyai banyak anak dapat dinilai sebagai kurang berhasilnya melakukan
pengendalian nafsu seks, apalagi bila kemudian ternyata bahwa kelahiran anak-anak tidak
dalam batas perencanaan yang baik.

Sakralnya hubungan seks dalam Hindu banyak dijumpai dalam Kamasutra. Antara
lain disebutkan bahwa hubungan seks hendaknya direncanakan dan dipersiapkan dengan
baik, misalnya terlebih dahulu bersembahyang memuja dua Deva yang berpasangan, yaitu
Deva Smara dan Devi Ratih, setelah mensucikan diri dengan mandi dan memercikkan tirta
pensucian. Hubungan seks juga harus dilakukan dalam suasana yang tentram, damai, dan
penuh kasih sayang. Hubungan seks yang dilakukan dalam keadaan sedang marah, sedih,
mabuk, atau tidak sadar, akan mempengaruhi perilaku anak yang lahir kemudian. Oleh
karena hubungan seks terjadi melalui upacara pawiwahan dan dilakukan semata-mata untuk
memperoleh anak, jelaslah sudah bahwa aborsi dalam Agama Hindu tidak dikenal dan tidak
dibenarkan.

b) Aborsi Dalam Segi Medis dan Hukum Kedokteran

Dari segi medis dan hukum kedokteran, aborsi merupakan hal yang legal untuk
dilakukan. Tetapi terdapat beberapa peraturan yang mengatur tentang legalitas dilakukannya
aborsi. Seperti PP yang telah ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 21

5
Juli 2014 yaitu Pasal 31 dan 32 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Reproduksi. PP ini menyebutkan bahwa wanita boleh melakukan aborsi pada
saat tertentu. PP Kesehatan Reproduksi merupakan turunan dari Undang-Undang Kesehatan
Nomor 26 Tahun 2009. Pasal yang memperbolehkan aborsi itu tertuang dalam pasal 31 ayat
1 disebutkan bahwa tindakan aborsi dilakukan jika ada indikasi kedaruratan medis atau
kehamilan akibat pemerkosaan. Sementara dalam pasal 31 ayat 2 disebutkan bahwa
tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan berusia 40
hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir dan selambat-lambatnya 3 bulan kehamilan.
Sementara, pada pasal 32 ayat 1 diatur mengenai aborsi bisa dilakukan jika ada kedaruratan
medis, yaitu kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu, kehamilan yang
mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit genetik berat
atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
hidup di luar kandungan. Hal ini juga tercantum dalam UU nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan (UU Kesehatan) pasal 194 yang menyebutkan bahwa aborsi dilarang oleh UU,
kecuali berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan yang dapat
menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.Itupun hanya dapat dilakukan
setelah persyaratan yang ditentukan UU dipenuhi. Aborsi yang tidak sesuai dengan
ketentuan UU merupakan tindak pidana. Pasal 194 menentukan bahwa setiap orang yang
dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10(sepuluh)tahun dan
denda paling banyak Rp.1000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2.3 Opini Kelompok

Dari tinjauan studi kasus yang telah dijabarkan diatas kami berpendapat bahwa, aborsi
dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan berikut. Yang pertama aborsi dapat dilakukan jika
kehamilan tersebut dapat membahayakan calon ibu maupun janin. Sebagai contoh seorang
ibu yang sedang mengandung menderita penyakit kronis yang dapat mengancam kesehatan
calon ibu. Dalam kondisi ini sebagai seorang dokter kita dapat mengambil kebijakan untuk
dilakukannya aborsi karena alasan medis. Hal ini tentunya harus didukung pula dengan
dilakukannya informed consent atau rekam medis, sehingga tindakan aborsi tersebut
merupakan keputusan dari pihak keluarga. Dalam kasus ini seorang dokter harus
mengutamakan keselamatan pasien yang sesuai dengan prinsip kedokteran yaitu
Beneficience yang berarti seorang dokter senantiasa memberikan pelayanan medis yang

6
bermanfaat bagi pasiennya bukan membahayakan keselamatan pasien. Yang kedua yaitu
aborsi dapat dilakukan jika calon ibu adalah anak dibawah umur korban pemerkosaan.
Karena janin tersebut tidak diinginkan dan korban pemerkosaan memerlukan perlindungan
untuk mengendalikan psikis dari pemerkosaan tersebut, sehingga dapat dilakukan aborsi.
Namun hal ini dapat dilakukan apabila usia kandungan dari calon ibu tersebut kurang dari
12 minggu atau sekitar 3 bulan, dimana pada saat ini belum terjadi masa kehidupan janin.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Aborsi adalah pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum


waktunya, baik itu secara sengaja maupun tidak. Biasanya dilakukan saat janin masih
berusia muda (sebelum bulan ke tiga masa kehamilan). Dari segi Agama Hindu, tindakan
aborsi merupakan perbuatan dosa yang disejajarkan dengan membunuh atau disebut Himsa
Karma. Sedangkan dari segi medis dan hukum kedokteran, ada pengecualian untuk
dilakukannya aborsi yaitu terhadap anak korban pemerkosaan dan kondisi dimana ibu atau
janin mengalami gangguan sehingga dapat membahayakan kesehatan ibu dan janinnya.

3.2 Saran

Aborsi merupakan masalah yang kompleks dimana tinjauan aborsi dapat dilihat dari
berbagai bidang kehidupan, sehingga tidak menutup kemungkinan dilakukan tinjauan
lebih lanjut selain dari sisi medis dan agama.

7
DAFTAR PUSTAKA

Winarne, Jane. 2011. Pengambilan Keputusan Etis Tentang Kasus Abortus dalam Medis,
Hukum dan Agama. [diakses dari http://regional.kompasiana.com/2011/01/01/
pengambilan-keputusan-etis-tentang-kasus-abortus-dalam-medishukumdan-agama-
330812.html pada 30 Desember 2014]

Wahyuningtyas, Nindia. 2010. Contoh Kasus Aborsi. [diakses dari


https://www.academia.edu /6348414/CONTOH_KASUS_ISBD_ABORSI pada 30
Desember 2014]

Dwija, Bhagawan. 2011. Aborsi Dalam Teologi Hinduisme. [diakses dari


http://stitidharma.org /aborsi-dalam-teologi-hinduisme/ pada 28 Desember 2014]

Setiawan, Hendra. 2012. Implementasi Konsep Satsangga Dalam Pendidikan Seks Bagi
Remaja Hindu di Bali. [ diakses dari
https://www.academia.edu/6245759/IMPLEMENTASI_KONSEP_SATSANGGA_
DALAM_PENDIDIKAN_SEKS_BAGI_REMAJA_HINDU_DI_BALI pada 1
Januari 2015]

Azizah. 2013. Apa Itu Aborsi. [diakses dari www.vemale.com/ABORSI pada 1 Januari
2015]

Raharjo, Yudho. 2014. Penjelasan Menteri Kesehatan tentang PP bolehkan aborsi.


[diakses dari http://nasional.news.viva.co.id/news/read/528562-penjelasan-menteri-
kesehatan-tentang-pp-bolehkan-aborsi pada 1 Januari 2015]

Martabat. 2013. Ketentuan Pidana Dalam UU Kesehatan. [diakses dari http://www.


jamsosindonesia.com/cetak/printout/192 pada 2 Januari 2015]

Do, Tedo. 2012. ABORSI. [diakses dari https://www.academia.edu/4464173/ABORSI


pada 2 Januari 2015]

Vous aimerez peut-être aussi