Vous êtes sur la page 1sur 8

ANALISIS KADAR ANTOSIANIN DAN PROTEIN DENGAN

SPEKTROFOTOMETRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN

Matilda Christina Tri Tresnawati (240210140041)

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor


Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844,
779570 Fax. (022) 7795780Email: christina.tri78@gmail.com

ABSTRACT
Protein helpful in formation of biomolekul and can be a source of energy for our body.
Antioxidants are chemical compounds that can donate one or more electrons to free radicals, so
that these free radicals can be muted.The example of antioxidant is anthocyanin. Content of
protein can determine by biuret methods or spectrophotometry methods and antioxidants can
determine by spectrophotometry methods. Average levels of protein in koro benguk peanut is
27,67333%. Average levels of antochyanin in powder telang flower 0% is 6,3815%, in powder
telang flower 10% is 3,4035%, and in powder telang flower 20% is 4,94445%.

Key word :protein, antioxidants, biuret methods, spectrophotometry methods, levels of protein,
levels of powder telng flower .

PENDAHULUAN lain seperti biuret dan malonamida juga


memberikan reaksi positif yang ditandai
Protein merupakan salah satu dengan timbulnya warna merah-violet atau
kelompok bahan makronutrien. Tidak biru-violet (Sudarmadji dkk, 2010).
seperti bahan makronutrien lain (lemak dan Prinsip metode biuret adalah dalam
karbohidrat), protein ini berperan lebih larutan basa, Cu2+ membentuk kompleks
penting dalam pembentukan biomolekul dengan ikatan peptida (-CO-NH-) dari suatu
daripada sebagai sumber energi. Namun protein yang membentuk warna ungu
demikian apabila organism sedang dengan absorbansi 540 nm. Besarnya
kekurangan energi, maka protein ini absorbansi tersebut berbanding langsung
terpaksa dapat juga digunakan sebagai dengan konsentrasi protein dan tidak
sumber energi. Kandungan energi protein tergantung pada jenis protein, karena semua
rata-rata 4 kilokalori/gram atau setara degan protein pada dasarnya mempunyai jumlah
kandungan energi karbohidrat (Sudarmadji, ikatan peptida yang sama per satuan berat
dkk., 2010). (Nurwantoro dan Legowo, 2004).
Kandungan protein pada suatu bahan Prinsip kerja penentuan kadar protein
pangan dapat diuji dengan menggunakan dengan metode biuret adalah menganalisis
metode biuret. Metode biuret atau metode adanya ikatan peptida dengan cara
spektrofotometri visible adalah teknik menambahkan reagen biuret kedalam
analisis yang bertujuan untuk mengetahui sample yang kemudian di ukur
jumlah (konsentrasi) zat dalam suatu bahan absorbansinya menggunakan
berdasarkan spektroskopi khusus untuk spektrofotometer. Pada dasarnya suatu
panjang gelombang UV visible dan peptida adalah asil-asam amino, karena
infrared. Secara rinci, metode biuret gugus –COOH dan –NH2 membentuk
bertujuan untuk menunjukkan adanya ikatan peptida. Peptida didapatkan dari
senyawa-senyawa yang mengandung gugus hidrolisis protein yang tidak sempurna.
amida asam (-CONH2) yang bersama Apabila peptida yang dihasilkan dihidrolisis
gugus-gugus lain. Dengan demikian uji lebih lanjut akan dihasilkan asam-asam
biuret tidak hanya untuk protein tetapi zat amino. Sifat peptida ditentukan oleh gugus
–COOH, –NH2 dan gugus R. Sifat asam sebagai pendonor elektron (Molyneux, P.
dan basa pada peptida ditentukan oleh 2004).
gugus –COOH dan –NH2 , namun pada DPPH merupakan radikal yang stabil
rantai panjang gugus –COOH dan –NH2 dan banyak digunakan untuk mengetahui
yang terletak diujung rantai tidak lagi aktivitas antioksidan ekstrak tumbuhan
berpengaruh. Suatu peptida juga (Wijaya, 2011). Prinsip kerja dari
mempunyai titik isolistrik seperti pada asam pengukuran ini adalah adanya radikal bebas
amino. Reaksi biuret merupakan reaksi stabil yaitu DPPH yang dicampurkan
warna untuk peptida dan protein (Poedjiadi, dengan senyawa antioksidan yang memiliki
1994). kemampuan mendonorkan hidrogen,
Antioksidan adalah senyawa kimia sehingga radikal bebas dapat diredam
yang dapat menyumbangkan satu atau lebih (Ridho, 2013).
elektron kepada radikal bebas, sehingga Adanya aktivitas antioksidan dari
radikal bebas tersebut dapat diredam. sampel mengakibatkan perubahan
Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa warna pada larutan DPPH yang semula
yang dapat menunda, memperlambat, dan berwarna ungu menjadi kuning pucat.
mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti Perubahan intensitas warna disebabkan
khusus, antioksidan adalah zat yang dapat
oleh berkurangnya ikatan rangkap
menunda atau mencegah terbentuknya
reaksi radikal bebas (peroksida) dalam terkonjugasi pada DPPH, karena
oksidasi lipid (Dalimartha dan Soedibyo, elektron pada radikal DPPH
1999). berpasangan dengan atom hidrogen dari
Radikal bebas (free radical) adalah antioksidan sehingga menjadi DPPH-H
suatu senyawa atau molekul yang yang merupakan radikal stabil
mengandung satu atau lebih elektron tidak (Prakash, 2001). Selanjutnya, larutan ini
berpasangan pada orbital luarnya diujikan melalui spektrofotometer.
(Soematmaji, 1998). Adanya elektron yang Prinsip dari metode uji aktivitas
tidak berpasangan menyebabkan senyawa antioksidan ini adalah pengukuran
tersebut sangat reaktif mencari pasangan aktivitas antioksidan secara kuantitatif
dengan cara menyerang dan mengikat
yaitu dengan melakukan pengukuran
elektron molekul yang berada di sekitarnya.
Radikal bebas tersebut dapat mengoksidasi penangkapan radikal DPPH oleh suatu
asam nukleat, protein, lemak, bahkan DNA senyawa yang mempunyai aktivitas
sel dan menginisiasi timbulnya penyakit antioksidan dengan menggunakan
degeneratif (Leong dan Shui, 2004). spektrofotometri UV-Vis sehingga
Beberapa bahan pangan memiliki dengan demikian akan diketahui nilai
kandungan antioksidan yang dapat aktivitas peredaman radikal bebas yang
memerangi radikal bebas. Praktikum ini dinyatakan dengan nilai IC50 (Inhibitory
bertujuan untuk mengetahui kadar Concentration). Nilai IC50 didefinisikan
antioksidan dalam beberapa sampel melalui sebagai besarnya konsentrasi senyawa
uji spektrofotometri. Salah satu contoh uji yang dapat meredam radikal bebas
antioksidan adalah antosianin.
sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC50
Pengujian aktivitas antioksidan ini
menggunakan DPPH. Metode uji aktivitas maka aktivitas peredaman radikal bebas
antioksidan dengan DPPH (2,2-difenil-1- semakin tinggi (Molyneux, P., 2004).
pikrilhidrazil) dipilih karena metode ini Suatu senyawa dikatakan sebagai
adalah metode sederhana, mudah, cepat dan antioksidan sangat kuat jika nilai IC50
peka serta hanya memerlukan sedikit kurang dari 50, kuat (50-100), sedang
sampel untuk evaluasi aktivitas antioksidan (100-150), dan lemah (151-200).
dari senyawa bahan alam sehingga Kekuatan itu dianalisis dengan metode
digunakan secara luas untuk menguji DPPH (2,2-diphenil-1- picrylhydrazil
kemampuan senyawa yang berperan radical).
METODOLOGI Penentuan Kadar Protein Sampel
Disiapkan 0,2 ml sampel kedalam
Bahan dan alat tabung sentrifugasi kemudian ditambahkan
Bahan yang digunakan dalam akuades hingga volume bertambah menjadi
praktikum ini diantaranya adalah kacang 1 ml dan 1 ml TCA 10% lalu lakukan
koro benguk, minuman serbuk bunga telang sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm
konsentrasi 0%, 10%, dan 20%, aquades, selama 30 menit. Pisahkan supernatan dan
TCA 10%, etil eter, pereaksi biuret, buffer ditambahkan 2 ml etil eter lalu dilakukan
KCl, dan Na. Asetat. senrifugasi kembali selama 30 menit.
Alat yang digunakan dalam praktikum Ditambahkan 4 ml akuades dan 6 ml
ini diantaranya adalah timbangan analitik, pereaksi biuret lalu dididamkan dalam suhu
labu ukur, pipet ukur, tabung sentrifugasi, ruang dan dilakukan penyaringan. Diukur
pipet tetes, gelas kimia, batang pengaduk, absorbansi dengan panjang gelombang 520
spatula, botol aquades, kuvet, alat nm.
spektrofotometri, alat sentrifugasi,
inkubator, dan pH meter. Pembuatan Buffer KCl 0,0025 M pH 1
Disiapkan 1,86 gram KCl dalam 980
Preparasi Sampel Protein ml akuades. Diatur pH sampai menunjukan
Sampel kacang koro benguk ditimbang angka 1 dengan larutan HCl pekat
sebanyak 1-2 gram kemudian tepatkan kemudian tepatkan kedalam labu ukur 1000
dalam labu ukur 25 ml dengan aquades. mL.
Lakukan aliquot 0,5 ml kemudian tepatkan
aliquot menjadi 1 ml dengan aquades dalam Pembuatan Buffer Na Asetat (CH3COO
tabung sentrifugasi. Tambahkan 1 ml TCA Na3.H2O
10% ke dalam tabung sentrifugasi Disiapkan 54,43 gram Na Asetat ke
kemudian lakukan sentrifugasi selama 10 dalam 960 ml akuades. Diatur pH hingga
menit 3000 rpm. Setelah disentrifugasi, menunjukan pH 4,5 dengan menggunakan
buang supernatan dan tambahkan 2 ml etil HCl pekat lalu ditepatkan dalam labu ukur
eter ke dalam tabung kemudian lakukan lagi 1000 mL.
sentrifugasi dan divortex selama 1 menit.
Biarkan hasil vortex mengering di udara Penetapan Kadar Antosianin
kemudian tambahkan aquades sebanyak 4 Disiapkan 1 gram sampel untuk
ml dan divortex lagi selama 1 menit. dilarutkan dengan menggunakan HCl pH 1
Tambahkan 6 ml biuret, kemudian inkubasi ke dalam labu ukur 25 ml lalu tepatkan
dalam suhu ruang selama 30 menit menggunakan akuades. Suspensi sampel
kemudian baca absorbansi x 520 nm. dimasukan kedalam kuvet untuk diukur
absorbansnya dengan panjang gelombang
Penentuan Kadar Protein Metode Biuret 510 nm dan 700 nm.
Pereaksi Biuret
Disiapkan 0,3 gram CuSO4.5 H2O, 0,9 Rumus penentuan kadar antosianin :
gram Na.K, 0,5 gram KI, dalam 100 ml A = (A510-A700) pH1- (A510-A700) pH 4,5
NaOH 0,2 N. Kadar A (M) (%b/b) =
A x BM x FP x 1000
Kurva Standar εxb
Disiapkan 5 mg/ml BSA kemudian
dimasukan kedalam tabung reaksi. A = Absorbansi
Ditambahkan 4 ml akuades dan 6 ml 𝜀 = Absoprivitas molar sianidin 3-
pereaksi biuret kemudian dihomogenkan. glukosida
Diamkan dalam suhu ruang kemudian b = tebal kuvet (1 cm)
lakukan penyaringan. Diukur absorbansi
BM = 448,8 gram/mol
520 nm dan plotkan dalam grafik.
FP = faktor pengenceran
Gambar 1. Grafik Kurva Larutan
HASIL DAN PEMBAHASAN Standar
Pengujian protein pada sampel kacang
Analisis Kadar Protein koro benguk dilakukan penambahan TCA,
Praktikum pengujian kadar protein etil eter, dan biuret. Reaksi yang akan
dapat dilakukan juga dengan menggunakan terjadi antara protein dengan biuret
metode biuret. Reagen biuret yang digambarkan pada gambar di bawah ini.
digunakan dalam praktikum ini adalah
CuSO4. 5H2O, Na.K, dan KI dalam NaOH
0,2 N. Prosedur penentuan kadar protein
terbagi menjadi tiga, antara lain pembuatan
kurva standar, preparasi sampel, dan
pengujian sampel. Pengujian kadar protein
sampel dilakukan penambahan Bovine
Serum Albumine (BSA). BSA merupakan
larutan standar yang mengandung protein
(Dennison, 2002). Hasil pengamatan kurva
standar BSA pada sampel kacang koro
benguk dapat dilihat pada tabel berikut.
Gambar 3. Reaksi Antara Protein dan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kurva
Biuret
Standar BSA
Ppm (x) Absorbansi (y)
Penambahan TCA bertujuan untuk
0 0 melarutkan residu selain protein seperti
250 0,044 glukosa dan laktosa. Penambahan etil eter
500 0,118 bertujuan untuk menghilangkan TCA.
750 0,185 Tujuan dari inkubasi pada suhu ruang
1000 0,234 adalah untuk mengendapkan senyawa-
1250 0,303 senyawa kompleks yang mungkin akan
1500 0,386 mengganggu pada saat pengukuran
1750 0,439 absorbansi dengan spektrofotometer. Kadar
protein kacang koro benguk dapat dilihat
Regresi dari data pada tabel di atas pada tabel berikut.
adalah 0,9984 yang berarti data tersebut Tabel 2. Hasil Pengamatan Kadar
sudah akurat karena nilai regresinya Protein Kacang Koro Benguk
mendekati angka 1. Nilai a pada kalkulator Ppm Absorbnsi % Protein
sebesar - 0,0108, sedangkan nilai B pada (x) (y)
kalkulator sebesar 2,5652 x 10-4. Sehingga 0,175 27,83
persamaan nilai regresi linearnya yaitu y = 0,173 27,52
0,00026x – 0,0108. Berdasarkan data hasil 0,174 27,67
pengamatan kurva standar BSA tersebut, Rata-rata 27,67333
dapat dibentuk kurva standar sebagai
berikut. Berdasarkan tabel berikut, rata-rata
Kurva Larutan Standar kadar protein pada sampel kacang koro
benguk adalah sebesar 27,67333%.
0.5 Berdasarkan literatur, kadar protein kacang
Absorbansi

koro benguk adalah 27%-30% (Bambang


0 Kuswijayanto, 1990). Kadar protein pada
0 500 1000 1500 2000 sampel kacang koro benguk hasil praktikum
ppm ini sudah sesuai dengan literatur.
Kesalahan dalam pengujian kadar
protein kemungkinan dapat saja terjadi.
Dalam prosedur analisis dengan metode Tabel 3. Hasil Analisis Kadar Antosianin
biuret terdapat senyawa pengganggu yang Serbuk Bunga Telang berbagai
perlu diantisipasi yaitu urea karena Konsentrasi
mengandung gugus -CO-NH- dan gula
pereduksi yang akan bereaksi dengan ion Absorbansi Absorbansi Kadar
Kel Sampel pH
Cu2+. Hal inilah yang mungkin menjadi 510 nm 700 nm Antosianin
penyebab kadar protein menurut hasil Serbuk
14 1 0,569 0,003
percobaan lebih tinggi dibandingkan Bunga
4,371%
literatur (Nurwantoro dan Legowo, 2004). 19 Telang 4,5 0,321 0,017
0%
Selain itu, kesalahan prosedur dalam
3 Serbuk 1 1,1220 0,019
praktikum ini juga menyebabkan kadar Bunga
protein pada hasil pengamatan sangat 8,3920%
5,6 Telang 4,5 0,632 0,032
berbeda jauh dengan kadar protein pada 0%
literatur. Kesalahan prosedur ini terletak 15 Serbuk 4,5 0,241 0,021
Bunga
pada tidak dilakukannya penambahan 3,4035%
20 Telang 1 0,45 0,017
akuades hingga 4 ml pada pengujian sampel 10%
sehingga sampel yang diujikan menjadi 4 Serbuk 1 0,850 0,009
larutan yang lebih pekat dari seharusnya Bunga
3,4035%
dan memiliki nilai absorbansi yang lebih 7,8 Telang 4,5 0,459 0,021
10%
tinggi pula sedangkan saat pengujian Serbuk
larutan kurva standar, larutan kurva standar 1 1 0,670 0,007
Bunga
diberi perlakuan pengenceran maka 5,3889%
2 Telang 4,5 0,364 0,024
seharusnya hasil dari kurva standar ini tidak 20%
dapat digunakan untuk perhitungan 9 Serbuk 1 0,668 0,016
Bunga
konsentrasi sampel-sampel tersebut. Telang
4,5%
10 4,5 0,399 0,017
20%
Analisis Kadar Antosianin
Kadar antosianin pada praktikum ini Rata-rata kadar antosianin pada sebuk
dilakukan pada sampel minuman serbuk bunga telang 0% sebesar 6,3815%, pada
bunga telang konsentrasi 0%, 10%, dan sebuk bunga telang 10% sebesar 3,4035%,
20% dengan perbedaan pH 1 dan pH 4,5.
dan pada sebuk bunga telang 20% sebesar
Setelah dimasukkan pH yang berbeda
penentuan kadar antosianin dengan 4,94445%. Kadar antosianin pada serbuk
menggunakan spektrofotometer. Penetapan bunga telang 0% lebih besar dibandingkan
konsentrasi antosianin dengan metode ini dengan kadar antosianin pada serbuk bunga
karena dalam larutan, antosianin berada telang 10%. Hasil ini menunjukkan dengan
dalam lima bentuk kesetimbangan penambahan gula kadar antosianin semakin
tergantung pada kondisi pH. Kelima bentuk menurun sesuai dengan literatur. Kadar
tersebut yaitu kation flavilium, basa antosianin pada serbuk bunga telang 10%
karbinol, kalkon, basaquinonooidal, dan lebih kecil dibandingkan dengan kadar
quinonoidal anionic. Pada pH sangat asam antosianin pada serbuk bunga telang 20%.
(pH 1-2), bentuk dominan antosianin adalah Menurut Amrun dan Umiyah (2005),
kation flavilium. Pada bentuk ini, adanya penurunan absorban menunjukkan
antosianin berada dalam kondisi paling
peningkatan kemampuan peredaman radikal
stabil dan paling berwarna. Ketika pH
bebas DPPH yang artinya bahwa
meningkat di atas 4 terbentuk senyawa
antosianin berwarna kuning (bentuk konsentrasi yang tinggi juga menunjukkan
kalkon), senyawa berwarna biru (bentuk aktivitas antioksidan yang tinggi. Hasil ini
quinouid) atau senyawa yang tidak menunjukkan dengan penambahan gula
berwarna (basa karbinol). (Giusti M.M and kadar antosianin semakin meningkat dan
wrolstad R. E., 2001). Hasil pengamatan berarti belum sesuai dengan literatur.
pengukuran kadar antosianin dapat dilihat Menurut literatur, kadar antosianin pada
pada table berikut. bunga telang tanpa penambahan gula adalah
6,35 mg/ml (Zussiya, 2012). Kadar praktikum tidak baik atau terdapat kotoran
antosianin pada serbuk bunga telang 0% dalam suspensi yang ingin diukur. Menurut
hasil praktikum ini mendekati nilai literatur. Rohman (2007), hal-hal yang harus
Penurunan kadar antosianin diperhatikan dalam analisis
berbanding terbalik dengan penambahan spektrofotometri UV-Vis adalah:
kadar gula. Semakin tinggi kadar gula yang 1. Pembentukan molekul yang dapat
ditambahkan dalam sari buah, semakin menyerap sinar UV-Vis Hal ini perlu
rendah kadar antosianin yang terkandung. dilakukan jika senyawa yang dianalisis
Didukung oleh penelitian kadar antosianin tidak menyerap pada daerah tersebut.
ekstrak bunga rosella. Efek penurunan Cara yang digunakan adalah dengan
antosianin terjadi sebagai akibat adanya merubah menjadi senyawa lain atau
degradasi gula menjadi furfural dan 5- direaksikan dengan pereaksi tertentu.
hydroxymethyl-furfural yang terbentuk 2. Waktu operasional (operating time)
pada kondisi asam dan gula dipanaskan Cara ini biasa digunakan untuk
secara bersamaan dan bereaksi dengan pengukuran hasil reaksi atau
antosianin membentuk produk berwarna pembentukan warna. Tujuannya adalah
coklat (Cao, S., 2009). untuk mengetahui waktu pengukuran
Adanya kadar gula yang tinggi akan yang stabil. Waktu operasional
menyebabkan degradasi warna merah ditentukan dengan mengukur
sehingga warna merah terlihat makin pudar. hubungan antara waktu pengukuran
Konsentrasi gula yang lebih tinggi dan dengan absorbansi larutan.
adanya oksigen akan mengakibatkan 3. Pemilihan panjang gelombang Panjang
kerusakan pigmen yang lebih besar (deMan, gelombang yang digunakan untuk
1997). Hal ini didukung juga oleh analisis kuantitatif adalah panjang
Sudarmanto dkk. (1990) bahwa beberapa gelombang yang mempunyai
faktor yang mempengaruhi laju kerusakan absorbansi maksimal. Untuk memilih
antosianin selain lama penyimpanan dan panjang gelombang yang maksimal,
suhu yang tinggi, peningkatan kadar gula dilakukan dengan membuat kurva
juga akan mengurangi kandungan pigmen. hubungan antara absorbansi dengan
Hasil kadar protein yang berbeda dapat panjang gelombang dari suatu larutan
dikarenakan perbedaan tanah tempat baku pada konsentrasi tertentu.
tumbuh. Protein merupakan nutrisi yang 4. Pembuatan kurva baku Kurva baku
terbentuk dari nitrogen dalam unsur hara merupakan hubungan antara
tanah. Terbentuknya nitrogen antara lain absorbansi dengan konsentrasi. Bila
dengan jalan pengikatan oleh hukum Lambert-Beer terpenuhi maka
mikroorganisme dalam tanah dan nitrogen kurva baku berupa garis lurus. 5.
di udara, dari bahan organik tanah, pupuk Pembacaan absorbansi sampel atau
dan air hujan (Syafiuddin, 2012). cuplikan Absorban yang terbaca pada
Ketidaksesuaian hasil pengamatan dan spektrofotometer hendaknya antara 0,2
literatur mungkin terjadi karena varietas sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika
yang digunakan belum tentu sama, dibaca sebagai transmitans. Anjuran
pengaruh dari cepat tidaknya pengerjaan ini berdasarkan anggapan bahwa
praktikum ini dilakukan karena DPPH tidak kesalahan dalam pembacaan T adalah
dapat terpapar cahaya dan kondisi suhu 0,005 atau 0,5% (kesalahan
yang tidak dingin (Molyneux, P. 2004). fotometrik).
Hasil dari protein dan kadar antosianin yang
diukur menggunakan spektrofotometer KESIMPULAN
berbeda dengan literature juga dapat Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
disebabkan kuvet yang digunakan pada saat rata-rata kadar protein kacang koro benguk
adalah sebesar 27,68% sedangkan kadar Dennison, P. E., and Dennison, G.E. 2002.
antosianin rata-rata pada sebuk bunga BrainGym. Jakarta: PT. Grasindo.
telang 0% sebesar 6,3815%, pada sebuk
bunga telang 10% sebesar 3,4035%, dan Giusti, M. M., and Worlstad R. E. 2001.
pada sebuk bunga telang 20% sebesar Characterization and Measurement of
4,94445%. Kadar antosianin pada serbuk Anthocyanins by UV-Visible
Spectroscopy. Oregon State
bunga telang 0% lebih besar dibandingkan
University. Availabel at
dengan kadar antosianin pada serbuk bunga
http://does.org/masterli/facsample.htm-
telang 10%. Hasil ini menunjukkan dengan 37k. diakses pada 1 mei 2016
penambahan gula kadar antosianin semakin
menurun sesuai dengan literatur. Kadar Leong, L. P. dan G. H. Shui. 2004, Analysis
antosianin pada serbuk bunga telang 10% of Polyphenolics antioxidants in star
lebih kecil dibandingkan dengan kadar fruit using liquid of chromathography
antosianin pada serbuk bunga telang 20%. and mass spectrometry, J
Hasil ini menunjukkan dengan penambahan Chromathograph A, 1022: 67-75.
gula kadar antosianin semakin meningkat
dan berarti belum sesuai dengan literatur. Man, J. M. de. 1997. Kimia Makanan. ITB.
Bandung
DAFTAR PUSTAKA
Molyneux, P., 2004, The Use of The Stable
Abdul, Rohman Sumantri. 2007. Analisis Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl
Makanan. Yogyakarta: Gajah Mada (DPPH) for Estimating Antioxidant
University Prees. IKAPI. Activity, Songklanakarin J.
Sci.Technol.
Amrun, M., dan Umiyah. 2005. Pengujian
Antiradikal Bebas Difenilpikril Nurwantoro, S. dan M. A. Legowo. 2004.
Hidrazil (DPPH) Ekstrak Buah Kenitu Analisis Pangan. Badan Penerbit
(Chrysohyllum cainito L.). Jurnal Ilmu Universitas Diponegoro, Semarang.
Dasar VI (2) hal 110-112.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia.
Bambang, Kuswijayanto. 1990. Aktivitas Penerbit UI-Press, Jakarta.
Tripsin Inhibitor Selama Proses
Pembuatan Tempe Kara Benguk, Tolo Prakash, A. 2001. Antioxidant Activity
Putih dan Gude. Skripsi. Fakultas Medallion Laboratories Analitical
Teknologi Pertanian. Yogyakarta: Progress, 19(2). Minnesota, Hal 1-3.
UGM
Ridho, E. A. 2013. Uji Aktivitas
Cao, S. Liang, L. Qi Lu, Yuan Xu, Siyi Antioksidan Ekstrak Metanol Buah
Pan, Kexin Wang. Integrated Effects Lakum (Cayratia trifolia) dengan
of Ascprbic Acid, Flavonoids and Metode DPPH (2,2-Difenil-1-
Sugars on Thermal Degradation of Pikrilhidrazil). Universitas
Anhocyanins in Blood Orange Juice. Tanjungpura, Pontianak.
Eur Foof Res Technol. 2009. 2(28)
975-8983 Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi.
2010. Analisis Bahan Makanan dan
Dalimartha, S. dan M. Soedibyo. 1999. Pertanian. Penerbit Liberty Yogyakarta
Awet Muda dengan Tumbuhan Obat bekerja sama dengan Pusat Antar
dan Diet Suplemen. Trubus Agriwidya, Universitas Pangan dan Gizi
Jakarta. Universitas Gajah Mada.
Sudarmanto. 1990. Bahan Pewarna Alami Wijaya, A. G. 2011. Uji Aktivitas
dalam Tanaman Pangan. PAU Pangan Antioksidan Fraksi-Fraksi Hasil
dn Gizi. UGM. Yogyakarta Pemisahan Ekstrak Etil Asetat Kelopak
Bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa)
Soematmaji, D.W. 1998. Peran Stress dengan Metode Penangkap Radikal
Oksidatif dalam Patogenesis Angiopati DPPH (2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil).
Mikro dan Makro DM. Medica. 5: Universitas Islam Negeri Sunan
318-25. Kalijaga, Yogyakarta.

Syafiuddin, M., Ansar, M., Ahmad, A., dan Zussiya, A. et al.2012.Ekstraksi dan
Mustafa, M. 2012. Dasar Dasar Ilmu Analisis Zat Warna Biru (Anthosianin)
Tanah. Universitas Hassanudin Press. dan Bunga Telang (Clitoria Ternatea)
Makassar sebagai Pewarna Alami.Jurnal
teknologi Kimia dan Industri.
1(1).356-365.

Vous aimerez peut-être aussi