Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
com/2015/04/27/analisis-penetapan-
komoditas-unggulan-hasil-hutan-bukan-kayu-dan-strategi-pengembangan-di-
kabupaten-seram-bagian-barat-provinsi-maluku/
Analisis Penetapan Komoditas Unggulan Hasil Hutan Bukan Kayu dan Strategi
Pengembangan di Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku
I. PENDAHULUAN
bki/Tbki
LQ =
BKt/TBKt
Dimana:
LQ = Komoditas basis HHBK
bki = Produksi tiap komoditi satu wilayah …………….…………..(Ton)
Tbki = Total produksi semua komoditi satu wilayah…………….…(Ton)
BKt = Produksi tiap komoditi seluruh wilayah …………………….(Ton)
TBKt = Total produksi semua komoditi seluruh wilayah……………(Ton)
e) Interpretasi nilai LQ
Nilai LQ yang diperoleh akan berada dalam kisaran lebih kecil atau sama dengan satu sampai
lebih besar dari angka 1, atau 1 > LQ >1. Besaran nilai LQ menunjukkan besaran derajat
spesialisasi atau konsentrasi dari komoditas itu di wilayah yang bersangkutan relatif terhadap
wilayah referensi. Artinya semakin besar nilai LQ di suatu wilayah,
semakin besar pula derajat kosentrasinya di wilayah
tersebut.
Gambar 5.1. Peta potensi dan penyebaran HHBK di Kabupaten Seram Bagian Barat
Gambar 5.1 diatas memberikan informasi penyebaran dan potensi produksi ketiga komoditi
tersebut. Sesuai hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditi damar tersebar di 4 kecamatan
dengan perkiraan luas panen 5.087 Ha, Kayu Putih tersebar 8 kecamatan dengan total luas
panen 18.094 Ha, sedangkan Sagu tersebar hampir di semua kecamatan dengan luas panen
3.712 hektar. Dari total luas penyebaran tersebut terlihat bahwa penyebaran 3 komoditi HHBK
tersebut tidak merata pada semua kecamatan, peta penyebaran komoditi Damar, Kayu Putih
dan Sagu per Kecamatan di Kabupaten SBB dapat dilihat pada Lampiran 4-14.
Berkaitan dengan proses pemanenan, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa produk HHBK
yang dipungut dari kawasan hutan di Provinsi Maluku oleh pemegang Izin Pemungutan Hasil
Hutan Bukan Kayu (IPHH-BK) terdiri dari : Damar, Daun Kayu Putih, Rotan, Kemedangan, dan
Sagu. Produksi HHBK di Provinsi Maluku 5 tahun terakhir (2008-2012) tiap komoditi
berfluktuatif dari tahun ke tahun, dimana total produksi HHBK sejak tahun 2008-2012 terdiri
dari Damar 2.400,80 ton, Minyak Minyak Kayu Putih 1.310,68 ton, Rotan 696,49 ton,
Kemedangan 548,35 ton, dan Sagu 860,24 ton. Gambaran produksi HHBK di Maluku tahun
2008-2012 dapat dilihat pada gambar 5.2 berikut.
Secara rinci dan detail produksi HHBK per komoditi di Provinsi Maluku tahun 2008-2012 dapat
dilihat pada Lampiran 15.
Dari data total produksi HHBK di Provinsi Maluku tersebut dan dikompilasi dengan hasil
penelitian di lapangan terdapat produksi HHBK yang berasal Kabupaten SBB, dimana pada
kabupaten ini terdapat tiga komoditi HHBK yakni Damar, Kayu Putih, dan Sagu yang telah
diusahakan serta memiliki nilai ekonomi yang terbukti telah mendorong peningkatan
kesejahteraan masyarakat, daerah dan negara.
Produksi riil HHBK di Kabupaten SBB tahun 2008-2013 sebesar 2.258,84 ton dengan rincian
Damar 1.910,50 ton, Minyak Kayu Putih 114,85 ton, dan Sagu 233,49 ton. Gambaran produksi
HHBK di Kabupaten SBB tahun 2008-2013 dapat dilihat pada gambar 5.3 berikut.
Sementara secara terperinci produksi HHBK per komoditi di Kabupaten SBB tahun 2008-2012
dapat dilihat pada Lampiran 16.
Hasil penelitian di lapangan tergambar bahwa komoditi HHBK berupa damar, kayu putih, dan
sagu banyak diusahakan oleh masyarakat setempat karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi
serta akses pasar yang lebih mudah. Data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten SBB
menunjukkan bahwa terdapat 15 pedagang pengumpul dan 63 petani damar yang tersebar di
Kecamatan Kairatu, Taniwel, dan Inomosol.
Sementara untuk komoditi Kayu Putih sesuai hasil penelitian dan disesuaikan dengan data
pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Seram Bagian Barat
terdapat 260 petani pengumpul dan pengolah kayu putih yang tersebar di Kecamatan Seram
Barat, Waesala, Kepulauan Manipa, Taniwel dan Taniwel Timur, sedangkan komoditi HHBK
berupa sagu yang juga telah terdata pada Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Seram Bagian
Barat sebanyak 9 usaha skala kecil dan 23 petani pengolah tepung sagu yang tergabung dalam
2 kelompok usaha tersebar di Kecamatan Seram Barat, Huamual, Kairatu dan Kairatu Barat.
Rincian pengusaha dan petani (pengumpul) Damar, Sagu dan Kayu Putih dapat dilihat pada
daftar Lampiran 17, 18 dan 19.
5.2. Analisis Komoditas Basis HHBK
Hasil inventarisir di lapangan menunjukkan bahwa komoditi HHBK yang banyak tersebar di
Kabupaten SBB terdiri dari Kelompok Resin berupa damar dan gaharu; diikuti oleh Kelompok
Minyak Atsiri berupa kayu putih dan kulit lawang; Kelompok Minyak, Lemak, Pati dan Buah-
Buahan berupa kenari, ketapang, aren, nipah, sagu, jamur, kecapi, durian, matoa, melinjo, dan
pala hutan, dll; Kelompok Tanin, Bahan Pewarna dan Getah berupa ketapang, pinang, pulai,
bintanggur, cempaka dll; Kelompok Obat-Obatan berupa pulai, cempaka, johar, kelor, kecapi,
mahoni, salam, titi, waru, dll; Kelompok Tanaman Hias berupa anggrek, beringin, pakis, palem,
dll; Kelompok Palma dan Bambu berupa Rotan, Bambu, Nibung, dll; Kelompok Hewani berupa
babi hutan, rusa, dan binatang buruan lainnya.
Sebagaimana yang diuraikan di atas bahwa dari semua komoditi HHBK yang tersebar di
Kabupaten SBB baru 3 (tiga) komoditi yaitu Damar, Kayu Putih, dan Sagu yang telah
diusahakan secara serius oleh masyarakat setempat baik secara kelompok maupun individu
dengan keterlibatan pihak pemerintah dan swasta sehingga telah menggerakan perekonomian
masyarakat di dalam dan sekitar hutan.
Gambar 5.4 menunjukkan 3 komoditi HHBK berupa Damar, Kayu Putih dan Sagu yang telah
diusahakan secara serius oleh masyarakat di lokasi penelitian.
Penyebaran luas panen serta perkiraan potensi produksi ketiga komoditi tersebut seperti yang
disajikan dalam Tabel 5.1 menunjukkan bahwa komoditi damar tersebar di 4 kecamatan dengan
perkiraan luas penyebaran 5.087 Ha serta perkiraan potensi produksi ± 1.118,88 ton, Kayu
Putih tersebar di 8 kecamatan dengan luas penyebaran 18.094 Ha dengan perkiraan produksi ±
54.282 ton, serta Sagu tersebar hampir disemua kecamatan dengan luas panen 3.712 Ha dan
potensi produksi ± 97.944 ton.
Sebagaimana telah diuraikan bahwa dari potensi produksi HHBK di Kabupaten SBB
sebagaimana di atas, terdapat produksi riil dari komoditi-komoditi tersebut yang telah
dimanfaatkan oleh masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi riil damar 5
tahun terakhir 2008-2012 sebesar 1.910,50 ton, minyak kayu putih sebesar 114,85 ton, dan
sagu sekitar 233,49 ton.
Dari hasil perbandingan antara produksi riil komoditi HHBK dengan total produksi seluruh
wilayah (skala provinsi) dibagi dengan produksi riil satu wilayah (skala kabupaten) maka dapat
dianalisis komoditas basis HHBK pada Kabupaten SBB dengan menggunakan metode Location
Quotient (LQ). Metode yang dapat mengidentifikasi komoditas unggulan yang diakomodasi dari
Miller dan Wright (1991) telah menempatkan komoditi Damar dengan nilai LQ terbesar yaitu
2,05 menjadi komoditas basis HHBK di Kabupaten SBB, sedangkan komoditi Sagu hanya
memiliki nilai LQ sebesar 0,70 dan Kayu Putih dengan nilai LQ 0,23 yang menjadi komoditi basis
HHBK dengan nilai terendah. Ketepatan metode LQ yang menjadikan Damar sebagai komoditas
basis di Kabupaten SBB ini diperkuat dengan hasil observasi di lapangan bahwa komoditi
Damar merupakan komoditas yang menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat
(petani) pengumpul di sekitar Kabupaten SBB, terutama wilayah-wilayah yang menjadi
konsentrasi penyebaran Damar. Rincian hasil analisis dengan menggunakan metode LQ untuk
menentukan komoditas basis HHBK dapat dilihat pada Lampiran 20.
Berdasarkan hasil pengolahan data pada matrik evaluasi faktor strategis internal dan eksternal,
didapatkan besaran nilai dari masing-masing matrik, yang kemudian akan dimasukan kedalam
analisa kuadran.
Nilai Matrik Evaluasi Faktor Strategis Internal:
Total Kekuatan – Total Kelemahan
1,62 – 0,81 = 0,81
Nilai Matrik Evaluasi Faktor Strategis Eksternal:
Total Peluang – Total Ancaman
1,53 – 1,32 = 0,21
Berdasarkan Gambar 5.9, hasil analisis kuadran menunjukkan bahwa posisi pengelolaan Damar
berada pada Kuadran I. Kuadran I menggambarkan penggunaan seluruh kekuatan untuk
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
5.5.3 Alternatif Strategi Pengembangan Damar
Dari hasil analisa SWOT yang dilakukan, pengelolaan Damar di Kabupaten SBB menempati
posisi pada Kuadran I diagram SWOT. Beberapa strategi SO (Strength Opportunities) yang
menjadi alternatif meliputi:
a. Peningkatan jumlah dan mutu produksi damar
Hasil hutan bukan kayu (Damar) merupakan jenis tanaman yang tumbuh, baik di dalam
maupun di luar kawasan hutan. Peranan Damar sudah dirasakan masyarakat sebagai salah satu
sumber pendapatan, namun sistem pengelolaanya masih bersifat tradisional sehingga kualitas
yang dihasilkan masih jauh dari standar yang diharapkan dan harganya masih relatif rendah.
Dalam hal ini strategi pengembangan berupa budidaya berbasis agroforestry dapat dilakukan
dengan memperhatikan jumlah penduduk usia produktif, partisipasi masyarakat, dukungan
pemerintah, permintaan pasar yang mendukung dalam pengembangan Damar. Selanjutnya
untuk memperkuat pengembangan pohon penghasil Damar dapat dilakukan dengan
intensifikasi dan ekstensifikasi yang diharapkan mampu meningkatkan jumlah dan mutu
produksi.
b. Penguatan Kelembagaan dan peraturan perundangan
Penguatan kelembagaan akan memberikan manfaat jika setiap aktivitasnya didasarkan pada
kondisi sosial budaya masyarakat dan potensi yang ada di masyarakat sekitar
hutan. Karenanya diperlukan suatu program khusus yang secara spesifik dapat mendorong
pemberdayaan masyarakat sekitar hutan.Program Penguatan Kelembagaan dimaksudkan agar
terjalin hubungan jejaring kerja antara semua stakeholder mulai dari pemerintah, pengusaha,
petani, peneliti, perguruan tinggi dan LSM untuk mendapatkan informasi tentang supply dan
harga serta teknologi sehingga komuditas Damar mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Selain
itu penyusunan peraturan dan perundang-undangan serta pedoman untuk mendorong
berkembangnya usaha Damar.
c. Peningkatan sumber daya manusia
Peningkatan sumber daya manusia (manajemen usaha tani) melalui pendidikan / pelatihan
untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan. Melalui peningkatan kapasitas petani
dengan berbagai cara seperti melalui pelatihan teknik budidaya dan pengolahan hasil secara
rutin akan meningkatkan profesionalisme masyarakat untuk memanfaatkan peluang yang ada.
d. Pengembangan Permodalan dan Pemasaran
Peningkatan kemampuan modal usaha tani dengan mengupayakan kemudahan sumber
permodalan bagi petani dan pengusaha serta turut mengembangkan sistem pemasaran hasil
Damar dengan kegiatan seperti : (1) Fasilitasi modal usaha kepada petani melalui subsidi
maupun kredit yang disesuaikan dengan kondisi setempat; (2) Peningkatan akses masyarakat
terhadap modal dan pasar dalam usaha Damar; (3) Peningkatan promosi potensi pemanfaatan
dan pengolahan Damar. Dengan adanya strategi pemasaran yang baik maka akan memenuhi
permintaan pasar terhadap Damar pada tingkat standar yang sesuai dengan kebutuhan
konsumen.
Berdasarkan hasil pemeringkatan Matriks Quantitative Strategic Planing (QSPM) di atas, maka
strategi yang diprioritaskan untuk pengelolaan dan pengembangan Damar di Kabupaten SBB
adalah peningkatan jumlah dan mutu produksi damar dengan nilai TAS = 3,61, diikuti dengan
peningkatan sumber daya manusia TAS = 3,55, Penguatan Kelembagaan Desa TAS = 3,46,
serta perlu adanya pengembangan permodalan dan pemasaran TAS = 3,40.
Berdasarkan uraian hasil penelitian di atas yang telah menempatkan damar sebagai komoditas
HHBK unggulan daerah Provisi Maluku dengan 4 strategi prioritas, maka untuk mendorong
percepatan pelaksanaan strategi-strategi mengembangkan komoditas unggulan tersebut untuk
mencapai hasil-hasil yang maksimal, perlu dipetakan peran pelaku utama ke dalam lini-lini
kegiatan dan hubungan keterkaitan antar lini dalam pengembangan HHBK. Pelaku utama
dikelompokkan dalam lini-lini kegiatan sebagai berikut:
a. Lini : Fasilitasi, Regulasi
b. Lini : Litbang
c. Lini : Produksi
d. Lini : Industri
e. Lini : Pemasaran
f. Lini : Penyuluhan dan Pengembangan SDM
g. Lini : Inkubasi dan BDS
Hubungan antar lini diatur berdasarkan penetapan kelompok institusi, kegiatan operasional dan
keluaran yang harus dihasilkan dari tiap-tiap lini seperti tercantum pada tabel 5.6.
5 Pemasaran 1. Dephut
2. Dep. Perindustrian,
3. Dep. Perdagangan
1. Penyebarluasan informasi
2. Promosi
3. Melakukan analisis pasar
1. Munculnya unit-unit usaha
2. Pemahaman oleh masyarakat
3. Permintaan HHBK
DAFTAR PUSTAKA