Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Landasan Teori
1. Definisi
Luka adalah gangguan integritas kulit yang disebabkan diantaranya
gesekan, tekanan, suhu, perkembangbiakan kuman yang berlebihan dan tidak
dapat ditolelir oleh kulit (Arisanty, 2013).
Luka kronik adalah luka yang sudah lama terjadi atau menahun dengan
peyembuhan yang lebih lama akibat adanya gangguan selama proses
penyembuhan luka (Arisanty, 2011).
Luka kronik adalah luka yang terjadi karena adanya kegagalan dalam
proses penyembuhan pada tahapan-tahapan yang harus dilalui secara tertib dan
tepat waktu dalam perbaikan jaringan kulit (Suriadi, 2015).
Luka kanker merupakan luka kronik yang berhubungan dengan kanker
stadium lanjut. Hoplamazian (2006) menyebutkan definisi luka kanker sebagai
kerusakan integritas kulit yang disebabkan infiltrasi sel kanker. Infiltrasi sel
kanker juga akan merusak pembuluh darah dan pembuluh lymph yang terdapat
di kulit (Grocott, 2003).
2. Etiologi
Seringnya luka menjadi kronik disebabkan karena adanya penyakit
penyerta seperti penyakit gula, penyumbatan pembuluh darah arteri,
permasalahan pembuluh darah vena, imobilisasi, dan lain-lain. Selain penyakit
penyerta faktor penyulit lainnya yaitu usia, status nutrisi, status psikologis,
penggunaan obat-obatan, dan perawatan yang tidak tepat yang menyebabkan
luka sulit sembuh.
3. PATOFISIOLOGI
Istilah fungating wound dan malinant wound selalu berubah untuk
menjelaskan luka kanker. Istilah ini berhubungan dengan infiltrasi dan
proliferasi sel kanker menuju epidermis kulit. Tumor ini dapat tumbuh secara
cepat lebih kurang 24 jam dengan bentuk seperti cauliflower. Luka kanker
dapat berupa kejadian primer kanker kulit seperti squamous cell carcinoma,
basal cell carcinoma dan malignant melanoma (Naylor, 2002b). Luka kanker
dapat pula berkembang dari tumor lokal menuju epitelium (Kalinski, 2005).
Selain itu luka kanker dapat terjadi akibat metastase kanker (Goldberg &
McGinn- Byer, 2000, dalam Schiech, 2002). Perlupula diketahui beberapa luka
kronik dapat berkembang menjadi luka kanker, misalnya Marjolin’s ulcer
(Pudner, 1998).
Tanda awal luka kanker pada beberapa kasus ditemukan nodul non-
tender pada kulit. Ketika sel tumor tumbuh dan menyebar, nodul-nodul ini
makin membesar dan merusak kapiler dan kelenjar getah bening. Pertumbuhan
tumor biasanya akan mengganggu sirkulasi mikro dan mengganggu proses
pembekuan darah. Hal ini akan menimbulkan perfusi yang buruk menuju kulit,
edema, dan nekrosis (Collier, 1997; Mortimer, 1998; Young, 1997; dalam
Naylor, 2002b). Selanjutnya tumor dapat berkembang menuju struktur yang
dalam dan dapat menimbulkan sinus atau fistula pada luka, pada umumnya
berhubungan dengan luka di abdomen atau perineal (Collier, 1997; Young,
1997; dalam Naylor, 2002b).
Sel tumor akan melakukan infiltrasi pada lapisan epitel kulit melalui
pembuluh darah dan pembuluh limfatik. Proses ini akan memberikan dampak
pada hemostasis darah, kelenjar getah bening, interstisial,dan lingkungan
seluler, misalnyaperdarahan pada luka, lymphoedema (Pudner, 1998).
Biasanya akan terjadi hipoksia jaringan dan bakteri anaerob akan melakukan
kolonisasi pada jaringan nekrotik, hal ini merupakan karakteristik yang umum
pada luka kanker (Grocott, 1995 dalam Collier, 2000). Volatille fatty acid akan
dilepaskan sebagai hasil metabolisme yang bertanggung jawab terhadap
malodor dan pembentukan eksudat pada luka kanker (Collier, 2000).
Selanjutnya eksudat diproduksi akibat aktivitas protease yang berasal dari
jaringan nekrotik (Collier, 1997, dalam Pudner, 1998).
4. Pathway
Luka Akut
Penundaan
penyembuhan >21
hari
Luka Kronik
5. Manifestasi Klinis
Gejala yang sering ditemukan pada luka kanker adalah malodor, eksudat, nyeri,
dan perdarahan.
a. Malodor
Malodor merupakan sensasi yang dirasakan reseptor olfactory yang
terletak di belakang hidung (van Toller, 1994, dalam Kelly, 2001). Produksi
odor pada luka kanker selalu dirasakan dan dapat menstimuli reflek gag
maupun muntah. Malodor pada luka kanker merupakan sumber bau yang
menyengat bagi pasien, keluarga, maupun petugas kesehatan (Kalinski,
2005). Penyebab malodor sebenarnya belum diketahui, namun beberapa hal
yang berkontribusi terhadap malodor sudah menjadi postulat yaitu
terjadinya infeksi, kolonisasi bakteri anaerob, degradasi atau nekrosis
jaringan seperti dinyatakan oleh Bale et al (2004, dalam Cooper & Gray,
2005). Faktor-faktor predisposisi pasien kanker terhadap infeksi, meliputi
kerusakan integritas kulit dan membran mukosa, kemoterapi, terapi radiasi,
kankernsi, malnutrisi, medikasi, kateter urine, kateter intravena, prosedur
invasive lainya, pembedahan dan parasentensi torakosentesis, selang
drainase, endoskopi, ventilasi mekanik, alat-alat penampung, usia, penyakit
kronis, hospitalisasi yang lama (Smeltzer & Bare, 1996).
Pada stadium penyakit yang sangat lanjut, tumor lokal dapat menyebar
ke dalam kulit yang berada di atasnya dan dapat pula berkembang menjadi
suatu massa berbentuk jamur dari jaringan yang sangat rapuh (Morison,
2004). Jaringan tersebut dengan mudah dapat berdarah, sering juga sangat
malodor, dan menghasilkan sejumlah besar eksudat, serta dapat
menyebabkan pasien menjadi tidak nyaman. Bakteri yang menyebabkan
malodor pada luka merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Bale et al,
2004). Pseudomonas dan Klebsiella merupakan bakteri aerob yang
menghasilkan malodor pada luka yang terjadi secara persisten dan konstan
(Bale et al, 2004). Bakteri anaerobyang berhubungan dengan malodor
yaitu:Bacteroides, Prevotella Fusobacterium nucleatum, Clostridium
perfringens, dan Anaerobic cocci (Moody, 1998; Thomas et al, 1998,
dalam Draper, 2005). Bowler et al (1999, dalam Cooper dan Gray, 2005)
menyebutkan proporsi bakteri anaerob relatif meningkat pada luka malodor.
Bakteri anaerob yang tidak berspora melakukan kolonisasi pada luka dan
melepaskan volatille fatty acid sebagai sisa metabolik yang bertanggung
jawab menghasilkan malodor pada luka (Moody 1998, dalam Kalinski, et al
2005).
b. Eksudat
Luka kanker juga mengeluarkan eksudat yang berlebihan dan tidak
terkontrol. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah oleh tumor dan
sekresi faktor permeabilitas vaskular oleh sel tumor merupakan penyebab
pengeluaran eksudat yang berlebihan seperti dijelaskan oleh Haisfeld-Wolfe
dan Rund (1997, dalam Naylor b, 2002). Produksi eksudat juga akan
meningkat ketika terjadi infeksi dan rusaknya jaringan karena protease
bakteri (Naylor b, 2002).
Pada luka kronik juga terjadi fase inflamasi yang memanjang (Moore,
1999, dalam Vowden & Vowden, 2003), yang menyebabkan vasodilatasi
dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini akan menimbulkan
produksi cairan luka dan eksudat meningkat (Vowden & Vowden, 2003).
Histamin dan serotonin dilepaskan dari sel yang rusak, bertanggung jawab
terhadap peningkatan permeabilitas kapiler, menimbulkan pelepasan plasma
menuju jaringan.
c. Nyeri
Beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan nyeri pada luka kanker
yaitu penekanan tumor pada saraf dan pembuluh darah dan kerusakan saraf
yang biasanyamenimbulkan nyeri neuropati Naylor, 2002b). Jika luka
kanker mengenai dermis pasien akan merasakan superficial stinging. Nyeri
juga dapat terjadi pada saat melakukan prosedur pencucian luka atau
pengangkatan balutan yang lengket pada dasar luka (Jones, 1998, dalam
Naylor, 2002b).
d. Perdarahan
Luka kanker biasanya rapuh sehingga mudah berdarah terutama bila
terjadi trauma saat penggantian balutan (Hallet, 1995; Jones et al, 1998,
dalam Naylor, 2002b). Perdarahan spontan juga bisa terjadi jika tumor
merusak pembuluh darah besar. Selain itu, perdarahan dapat terjadi karena
penurunan fungsi platelet akibat tumor.
6. Jenis-jenis luka kronik
a. Luka Diabetes Melitus
b. Luka Kanker
c. Luka Dekubitus
d. Luka Bakar
e. Luka Dehiscence
f. Luka Abses
g. Luka Kanker
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah lengkap
b. Pemeriksaan mikrobiologi
c. Pemeriksaan kultur eksudat
d. Pemeriksaan radiologi
8. Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka terdiri dari 4 tahapan, yaitu:
a. Hemostasis
Fase pertama penyembuhan luka dimulai dengan penyempitan otonom
pembuluh darah sebagai respon terhadap cedera, spasme ini kemudian
diikuti oleh relaksasi otot pembuluh darah dan pelepasan platelet atau
trombosit. Trombosit adalah sel yang bertindak sebagai pekerja yang
berguna menghentikan pembuluh darah yang rusak. Trombosit
mengeluarkan zat vasokontriksi untuk membantu dalam proses ini, tetapi
peran utamanya adalah untuk membentuk bekuan yang stabil pada
pembuluh darah yang rusak. Dibawah pengaruh ADP (adenosin difosfat)
yang bocor dari jaringan-jaringan yang rusak trombosit melakukan
agregasi dan menempel pada kolagen yang terkena. Trombosit juga
mengeluarkan faktor pembekuan darah dan merangsang kaskade
pembekuan intrinsik melalui produksi trombin, yang pada gilirannya
memulai pembentukan fibrin dari fibrinogen. Jala fibrin yang dihasilkan
memperkuat agregat platelet lalu membentuk plus hemostatik yang stabil.
Kemudian, platelet menyekresi sitokin seperti platelet-derived growth
factor(PDGF), yang diakui sebagai salah satu faktor pertama yang
dikeluarkan dalam memulai langkah-langkah selanjutnya. Hemostasis
terjadi dalam beberapa menit setelah cedera, kecuali terdapat masalah
pembekuan yang mendasari gagalnya pembekuan.
b. Tahap Inflamasi
Tahap kedua penyembuhan luka muncul dengan tanda eritema,
pembengkakan, dan panas, sering dikaitkan dengan nyeri, tanda klasik
seperti “rubor, tumor, kalor, dolor”. Tahap ini biasanya berlangsung
sampai 4 hari pasca cedera. Dalam analogi penyembuhan luka, proses
pertama yang harus dilakukan adalah membersihkan puing-puing atau
debris. Pada proses ini, yang pertama kali bekerja adalah neutrofil atau
polimorfonukleosit (PMN). Respon inflamasi menyebabkan pembuluh
darah mengalami kebocoran plasma dengan melepaskan PMN kedalam
jaringan sekitar luka. Neutrofil memfagositosis debris dan mikroorganisme
serta memberikan garis pertahanan pertama terhadap infeksi. Neutrofil
dibantu oleh sel mast lokal. Fibrin kemudian dipecah menjadi bagian
produk degradasi dan menarik sel berikutnya yang terlibat.
Tugas rekonstruksi merupakan proses yang kompleks dan
membutuhkan sel-sel tertentu untuk mengarahkan proses ini. Sel yang
bertindak sebagai kontraktor dalam penyembuhan luka adalah makrofag.
Makrofag dapat memfagositosis bakteri dan memberikan garis pertahanan
kedua. Makrofag juga mengeluarkan berbagai kemotaktik komplemen dan
faktor pertumbuhan seperti fibroblast growth factor (FGF), epidermal
growth factor(EGF), transforming growth factor beta (TGF-β) dan
interleukin-1 (IL-1) untuk mengarahkan tahap berikutnya.
c. Tahap Proliferasi (granulasi dan kontraksi)
Tahap granulasi dimulai sekitar empat hari setelah cedera dan biasanya
berlangsung sampai hari ke 21 pada luka akut, bergantung pada ukuran
luka. Hal ini ditandai secara klinis oleh adanya jaringan merah berkerikil di
dasar luka dan yang melibatkan penggantian jaringan kulit dan jaringan
subdermal pada luka dalam, serta kontraksi luka. Dalam penyembuhan
analogi luka setelah dibersihkan dari debris, sel-sel lain bergerak di bawah
arahan kontraktor untuk membangun kerangka jaringan baru. Sel tersebut
adalah fobrolas, yang mengeluarkan kerangka kolagen untuk regenerasi
kulit lebih lanjut. Ada juga fibrolas khusus yang bertanggung jawab untuk
kontraksi luka. Aktivitas sel fibrolas diawali dengan produksi kolagen tipe
III dan rangsangan pertumbuhan kapiler baru yang disebut angiogenesis.
Defisit luka diisi dengan jaringan granulasi atau jaringan parut.
Jaringan ini berisi pembuluh darah baru, kolagen, dan fibrolas, dengan
tampilan glanular merah. Jaringan ini mudah rapuh dan berdarah sehingga
perawatan pembersihan luka harus dilakukan secara hati-hati. Selanjutnya,
keratinosit bertanggung jawab untuk epitelisasi. Pada tahap akhir
epitelisasi, kontraktur terjadi, keratinosit membentuk lapisan luar
pelindung atau stratum korneum.
d. Tahap Remodeling (pematangan)
Lamanya tahap ini tergantung umur, jenis luka, kedalaman, lokasi luka, dan
durasi tahap inflamasi, yang dapat berlangsung hingga 2 tahun.
Pematangan terjadi setelah luka tertutup pada bagian atas dan jaringan
parut mengisi luka yang kemudian direstrukturisasi. Awalnya kolagen tipe
III digantikan oleh kolagen tipe I lalu ditata ulang sehingga ikatan antar
serat menjadi lebih stabil, yang meningkatkan kekuatan jaringan. Hal
penting yang perlu diketahui adalah bahwa jaringan parut hanya memiliki
kekuatan kulit sebesar 80% dibandingkan sebelum cedera. Selama tahap
pematangan, bekas luka menjadi lunak, merata dan mengalami perubahan
warna. Fibroblasmeninggalkan area luka dan vaskularisasi berkurang. Hal
ini menjelaskan proses terjadinya penyembuhan luka akut, namun ketika
terjadi gangguan pada tahap penyembuhan luka maka luka menjadi kronik.
9. Penatalaksanaan
Luka kanker merupakan luka pada kanker stadium lanjut yang
membutuhkan perawatan paliatif. Perawatan paliatif akan meningkatkan
kualitas hidup pasien dengan luka kanker (Grocott, 2005). Pengkajian luka
meliputi faktor-faktor yang berhubungan dengan pengalaman pasien, yaitu:
reaksi pasien terhadap luka dan efeknya terhadap aktivitas sehari-hari,
mekanisme koping, dan efek luka terhadap hubungan sosial pasien.
ASUHAN KEPERAWATAN LUKA MAHIR
PADA Nn. T DENGAN DEKUBITUS DI RUANG SYARAF (L)
DI RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK
A. PENGKAJIAN
I. Identitas Klien
a. Nama : Nn. T
b. Usia : 19 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Alamat : Gg. Panca Bakti Rt 014 Rw OO4 Batu Layang
f. Pekerjaan : Pelajar
g. Pendidikan : SMA
1. Luka Dekubitus Grade 3 pada bokong dengan luas luka FU Grade 5 pada
punggung pedis dengan luas luka 5 x 4 cm
V. Pemeriksaan Penunjang
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
Data objektif
- Terdapat luka dekubitus
dibagian bokong klien
- Adanya kerusakan pada lapisan
epidermis dan dermis
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama : Nn.T
No. Rm : 065218
Umur : 19 tahun Dx : Dekubitus
Tgl Tgl Paraf
No Diagnosa Keperawatan
Ditemukan Teratasi
1 Kerusakan integritras kulit b.d immobilitasi
fisik
Nama : Nn.T
No. Rm : 065218
Umur : 19 tahun Dx : Dekubitus
2 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat nyeri, catat lokasi,
Agen cedera fisik asuhan keperawatan karateristik, durasi, dan skala
selama 2x nyeri (0-10)
pertemuan 2. Dorong ekspresi perasaan
diharapkan nyeri tentang nyeri
berkurang atau 3. Kontrol lingkungan yang dapat
hilang : mempengaruhi nyeri seperti
1. Melaporkan suhu ruangan, pencahayaan dan
bahwa nyeri kebisingan
berkurang skala 4. Berikan informasi tentang nyeri
1-3. seperti penyebab nyeri, berapa
2. Mampu lama akan berakhir dan
mengenali nyeri antisipasi ketidaknyamanan
(skala, intensitas, dari prosedur.
frekuensi dan 5. Ubah posisi dengan sering dan
tanda nyeri) rentang gerak pasif dan aktif
3. Menyatakan rasa sesuai indikasi
nyaman setelah 6. Dorong penggunaan teknik
nyeri berkurang. relaksasi, contoh pedoman
4. Ekspresi wajah, imajinasi, visualisasi, aktivitas
dan menyatakan terapeutik.
kenyamanan 7. Kolaborasikan dengan tim
fisik dan medis lain dalam pemberian
psikologis. analgetik dengan tepat.
3 Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan 1. Cuci tangan setiap sebelum dan
pertahanan primer asuhan keperawatan sesudah tindakan keperawatan
tidak adekuat (kulit selama 2x 2. Gunakan sarung tangan steril
tidak utuh, trutama pertemuan setiap mengganti balutan.
jaringan) diharapkan tidak 3. Gunakan tehnik yang tepat
terjadi infeksi : selama mengganti balutan.
1. Klien bebas dari 4. Monitor tanda dan gejala
tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
infeksi 5. Cuci dasar luka dengan larutan
2. Mendeskripsikan NaCl 0,9 %.
proses penularan 6. Berikan obat antibiotic sesuai
penyakit, factor indikasi.
yang
mempengaruhi
penularan serta
penatalaksanaann
ya,
3. Menunjukkan
kemampuan
untuk mencegah
timbulnya infeksi
4. Menunjukkan
perilaku hidup
sehat
Nama : Nn.T
No. Rm : 065218
Umur : 19 tahun Dx : Dekubitus
Respon
Pasien menggunakan pakaian sesuai
dengan anjuran, tempat tidur rapi,
telah dilakukan pengubahan posisi
pada pasien, perawatan luka telah
dilakukan .
Action
1. Mengkaji tingkat nyeri, catat
lokasi, karateristik, durasi, dan
skala nyeri (0-10)
2. Mendorong ekspresi perasaan
tentang nyeri
3. Mengkontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
4. Memberikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama akan berakhir dan
antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur.
5. Mengubah posisi dengan sering
dan rentang gerak pasif dan aktif
sesuai indikasi
6. Mendorong penggunaan teknik
relaksasi, contoh pedoman
imajinasi, visualisasi, aktivitas
terapeutik.
7. Berkolaborasi dengan tim medis
lain dalam pemberian analgetik
dengan tepat.
Respon
- Pasien mengatakan mengerti
dengan apa yang disampaikan
perawat.
- Pasien masih tampak meringis,
posisi menghindari nyeri,
gelisah
3 Data S:-
Data subyektif O:
- Klien mengatakan terdapat luka - Perawatan pada pasien
di bagian belakang tubuhnya menggunakan teknik
- Klien mengatakan adanya bau di aseptic
area lukanya - perawatan luka yang
Data objektif dilakukan sesuai dengan
- Terdapat luka dekubitus prosedur
dibagian bokong klien - tanda dan gejala infeksi
- Terdapat luka post kecelakaan di sistemik dan local tidak
bagian belakang klien ditemukan
- Hemoglobin 10,7
- Leukosit 18,15 A : masalah keperawatan
- Trombosit 69 dengan diagnosa resiko
infeksi teratasi sebagian
Action P : Lanjutkan intervensi
Respon
Respon
Tempat tidur rapi, telah
dilakukan pengubahan posisi
pada pasien, perawatan luka
telah dilakukan, bau pada luka
berkurang, luka dekubitus
dibagian bokong klien mulai
tampak bersih nekrotik
berkurang
Rabu 2 Data S :
31/01/18 Data subyektif Pasien mengatakan telah
- Klien mengatakan pada daerah melakukan apa yang telah di
bokong masih terasa sakit (luka sampaikan perawat.
dekubitus) O:
- P : Saat diam atau bergerak - Pasien masih tampak
- Q : Berdenyut – denyut meringis
- R : Pada daerah bokong - posisi menghindari nyeri
- S : Skala 6 (sedang) - gelisah
- T : Tidak menentu
Data objektif A :
- Klien tampak meringis kesakitan, masalah keperawatan
- Dan luka tampak luas dengan diagnosa nyeriakut
- Gelisah belum teratasi
- Posisi menghindari nyeri.
- skala nyeri 6 P : Lanjutkan Intervensi
Action
1. Mengkaji tingkat nyeri, catat
lokasi, karateristik, durasi, dan
skala nyeri (0-10)
2. Mendorong ekspresi perasaan
tentang nyeri
3. Mengkontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
4. Memberikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama akan berakhir dan
antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur.
5. Mengubah posisi dengan sering
dan rentang gerak pasif dan aktif
sesuai indikasi
6. Mendorong penggunaan teknik
relaksasi, contoh pedoman
imajinasi, visualisasi, aktivitas
terapeutik.
7. Berkolaborasi dengan tim medis
lain dalam pemberian analgetik
dengan tepat.
Respon
- Pasien mengatakan telah melakukan
apa yang telah di sampaikan
perawat.
- Pasien masih tampak meringis,
posisi menghindari nyeri, gelisah
Rabu 3 Data subyektif S:-
31/01/18 - Klien mengatakan terdapat luka di O:
bagian belakang tubuhnya - Perawatan pada pasien
- Klien mengatakan adanya bau di menggunakan teknik
area lukanya aseptic
- perawatan luka yang
Data objektif dilakukan sesuai dengan
- Terdapat luka dekubitus dibagian prosedur
bokong klien - tanda dan gejala infeksi
- Terdapat luka post kecelakaan di sistemik dan local tidak
bagian belakang klien ditemukan.
- Hemoglobin 10,7 A :
- Leukosit 18,15 masalah keperawatan
- Trombosit 69 dengan diagnosa resiko
Action infeksi teratasi sebagian
1. Mencuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan P : lanjutkan intervensi
2. Menggunakan sarung tangan steril
setiap mengganti balutan.
3. Menggunakan tehnik yang tepat
selama mengganti balutan.
4. Memonitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local
5. Mencuci dasar luka dengan larutan
NaCl 0,9 %
6. Memberikan obat antibiotic sesuai
indikasi.
Respon