Vous êtes sur la page 1sur 22

II.

IDENTIFIKASI DEFISIENSI UNSUR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT

A. Tujuan
Mahasiswa terampil melakukan identifikasi keharaan, sehingga dapat
melakukan tindakan secara tepat untuk mengatasi kekurangan hara pada
pertanaman kelapa sawit.

B. Metodologi Praktikum
1. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Acara II. Identifikasi Defisiensi Unsur Hara Tanaman
Kelapa Sawit ini dilaksanakan pada Sabtu, 1 Oktober 2016 di
Laboratorium Pertanian UNS, Jumantono, Karanganyar dan Fakultas
Pertanian, Universitas Negeri Sebelas Maret.
2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini antara
lain:
a. Alat :
1.) Cangkul
2.) Ember
3.) Sabit
4.) Gergaji
5.) Tali raffia
6.) Identitas kelompok
7.) Penggaris
8.) Alat tulis
9.) Logbook
b. Bahan :
Pertanaman kelapa sawit.
3. Cara Kerja
Identifikasi defisiensi unsur hara pada tanaman kelapa sawit
secara umum ada dua cara, yaitu:
a. Secara Fisiologis / Visual
Identifikasi ini dilakukan dengan pengamatan langsung dengan
memperhatikan kriteria sebagai berikut :
1) Perbandingan warna hijau daun dengan warna hijau yang baku
(hijau gelap). Warna daun yang hijau gelap merupakan ciri
keadaan hara tanaman yang baik. Sementara apabila warnanya
menjadi hijau pucat atau kekuning-kuningan, maka dapat
dipastikan bahwa tanaman tersebut mengalami defisiensi atau
pengaruh faktor lingkungan seperti suhu yang ekstrim, penyebab
penyakit, atau kesalahan penyemprotan.
2) Adanya tanda dan gejala (symptom) defisiensi hara
Cara yang paling mudah, untuk mendapatkan gambaran adanya
gejala atau tanda defisiensi hara adalah dengan membandingkan
daun dengan foto tanaman yang mengalami defisiensi.
Selain itu, dengan melihat tanda atau gejalanya, sebagai berikut :
a) Tanda atau gejala defisiensi muncul dari dan yang tertua
b) Tanda atau gejala defisiensi muncul dari dan yang termuda
c) Membandingkan pertumbuhan tanaman dengan plot tanaman
yang tidak mendapat pemupukan (teknik window)
b. Diagnosa Secara Kimia
1) Analisis Tanah
2) Analisis Jaringan
Dilakukan LSU (Leaf Sampling Unit), adapun cara kegiatan
LSU yang biasa dilakkan di perkebunan kelapa sawit sebagai
berikut :
a) Pengamatan sampel daun dilakukan mulai jam 07.00 – 12.00
b) Pengambilan sampel dimulai dari ujung sebelah utara – barat
blok, dan dimulai dari 10 baris ke selatan, kemdian masuk
barisan tersebut, tentukan pokok ke 5 dari barisan tersebut
sebagai pokok sampel 1 dan beri nomor dengan car berwarna
biru (ditulis angka 1) pada pokok sawit
c) Pokok sampel ke-2 adalah selang 10 pokok beriktnya dalam 1
baris. Apabila pokok yang akan ditetapkan sebagai sampel
ternyata pokok yang tidak normal, maka dilakukan
penggantian sampel. Penggantian sampel dilakkan dengan
cara maju atau mundur 3 pokok dari pokok yang harus
digantti.
d) Mengambil pelepah daun sebagai sampel dipilih pelepah
daun ke-17 dari pelepah paling muda yang telah membuka
sempurna
e) Daun dari pelepah tersebut diambil pad bagian daun yang
terletak pada pertemuan antara bagian runcing dan tumpul
dari pelepah, biasanya terletak agak diujung pelepah. Diambil
sebanyak 4 lembar daun, yang berada di sisi kanan 2 dan di
sisi kiri 2 daun.
f) Daun terpilih trsebut kemudian dipotong pada bagian
tengahnya kira-kira 25 cm.
g) Untuk sampel ganjil diukur tinggi tanaman (cm), panjang
pelepah (cm), lebar petiole (mm), dan tebal petiole (mm).
Sedangkan untuk sampel genap yang diukur hanya petiole
(mm) dan tebal petiole (mm).
h) Sampel daun diambil di waktu pagi hari sebelum jam 12.00
siang, dan sebelum dikirim ke lab terlebih dulu dicuci dengan
aquadest dengan cara mengusapnya dengan bantuan kapas.
Setelah dicuci sampel daun harus segera dikirim ke lab pada
hari itu juga.
C. Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Defisiensi Unsur Hara Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.).
Penunjuk
No. Tanggal Defisiensi Ciri-ciri Foto Defisiensi
Defisiensi
1. Sabtu, 1 Mg Daun Daun muda
Oktober muda atau anak
2016 daun ber-
warna
kuning yang
lama-lama
akan
Daun tua menjadi
kering.
Daun tua
menjadi
hijau pudar
atau kuning.
Terjadi
klorosis
pada daerah
sekitar
tulang daun.

Sumber:Logbook
D. Pembahasan
Praktikum Acara II kali ini akan membahas tentang cara
mengidentifikasi defisiensi unsur hara dari dalam tanah dengan bahan yaitu
tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Menurut Pahan (2006),
kemampuan tanah dalam menyediakan unsur hara mempunyai perbedaan
yang sangat mencolok, tergantung pada jumlah unsur hara yang tersedia,
adanya proses fiksasi dan mobilisasi, serta kemudahan unsur hara tersedia
secara kimia untuk mencapai zona perakaran tanaman. Menurut Risza
(2010), unsur hara adalah unsur kimia yang terdapat dalam tubuh tanaman
yang hamper seluruhnya berasal dari tanah. Apabila tanaman tidak
menerima unsur hara dengan jumlah yang cukup maka pertumbuhannya
akan lemah dan perkembangannya tampak tidak normal. Novya (2016),
menyatakan bahwa gangguan unsur hara pada tanaman merupakan masalah
utama bagi petani. Salah satu gangguan unsur hara pada tanaman adalah
terjadinya defisiensi (kekurangan unsur hara).
Defisiensi atau kekahatan unsur hara dapat disebabkan oleh kurangnya
suplai satu atau lebih unsur hara yang didapatkan oleh tanaman. Fahmi et al.
(2010), menyatakan bahwa tanggapan tanaman terhadap unsur hara bisa
berubah-ubah tergantung pada status ketersediaan unsur hara lainnya.
Berdasarkan adanya saling keterkaitan yang sifatnya interaksi positif
ataupun negatif dari setiap unsur hara dengan unsur hara lainnya serta
adanya pengaruh dari lingkungan terhadap interaksi tersebut. Defisiensi
unsur hara yang berlebihan dapat menurunkan produktivitas tanaman,
bahkan dapat menyebabkan kematian. Menurut Fauzi et al. (2012),
defisiensi unsur hara tanaman dapat diketahui dari gejala-gejala yang
tampak pada tanaman. Gejala yang muncul pertama kali tergantung pada
mobilitas unsur hara tanaman. Menurut Taufiq (2014) Unsur hara yang
mobil gejala awal biasanya tampak pada daun tua, sedangkan yang
kurang/tidak mobil gejala awal biasanya muncul pada daun muda.
Identifikasi secara langsung dilakukan dengan mengenali gejala kekahatan
(defisiensi) pada tanaman. Cara ini lebih murah dan cepat, bermanfaat untuk
mengindentifikasi unsur hara yang ketersediaannya kurang maupun berlebih
sehingga pupuk yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman .
Terdapat dua cara untuk mengidentifikasi defisiensi unsur hara
tanaman kelapa sawit yaitu secara fisiologis/visual yaitu dengan
membandingkan daun tanaman yang sehat dengan warna daun pada
tanaman kelapa sawit yang diamati, serta diagnosa secara kimia yang
dilakukan dengan melakukan analisis tanah dan analisis jaringan.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada Sabtu 1 Oktober 2016,
di Laboratorium Pertanian, Jumantono tanaman kelapa sawit yang diamati
menunjukan gejala defisiensi unsur hara Mg. Defisiensi unsur Mg dapat
terlihat pada daun muda atau anak daun dengan ciri-ciri daun berwarna
kuning yang lama-lama akan menjadi kering. Daun tua gejalanya adalah
warna daun berubah menjadi hijau pudar atau kuning, dan terjadi klorosis
pada daerah sekitar tulang daun. Menurut Panca et al. (2015), Mg
dibutuhkan dalam aktivitas enzim-enzim dan sebagai atom pusat dari
molekul klorofil. Menurut Sudradjad dan Fitriya (2015) Mg mengaktifkan
RuBP yang penting dalam proses fotosintesis. Selain itu, unsur Mg
merupakan hara makro yang berperan penting sebagai bahan pembentuk
molekul klorofil dan komponen enzim esensial, serta berperan dalam proses
metabolisme P dan respirasi tanaman.
Upaya terhadap defisiensi unsur hara perlu dilakukan agar unsur hara
cukup tersedia bagi tanah dan tanaman, mempebaiki kualitas tanah dan
tanaman, dan meningkatkan produktifitas tanaman kelapa sawit.
Penanggulangan defisiensi unsur hara untuk tanaman kelapa sawit yang
diamati meliputi penanggulangan unsur Mg melalui aplikasi pemupukan.
Menurut Stevanus et al. (2015), pemupukan merupakan kegiatan penting
yang berpengaruh pada pertumbuhan, status hara, peningkatan produksi dan
ketahanan terhadap penyakit. Ketersediaan Mg pada pemupukan sangat
tergantung pada banyak faktor pembatas seperti jenis tanah, dosis pupuk,
daya serap tanaman dan kontrakdisi dengan unsur hara lain. Strategi
penentuan penggunan jenis pupuk perlu mempertimbangkan teknis dan
ekonomis, serta keefektifan dan efisiensi. Salah satu pupuk yang dapat
diaplikasikan untuk mengatasi defisiensi Mg pada tanaman kelapa sawit
adalah dengan pemberian pupuk dolomit (CaMg(CO3)2). Dolomit adalah
mineral primer yang mengandung Mg yang dapat memperbaiki sifat fisik
dan kimia tanah dengan tidak meninggalkan residu. Menurut penelitian
yang telah dilakukan oleh Sudradjat dan Fitriya (2015), pemberian pupuk
dolomit pada tanaman kelapa sawit dapat meningkatkan tinggi tanaman,
meningkatkan lingkar batang, dan meningkatkan klorofil.
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat
disimpulkan bahwa :
a. Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) yang diamati
menunjukan mengalami defisiensi unsur hara Mg.
b. Mg berperan penting sebagai bahan pembentuk molekul
klorofil, membentuk komponen enzim esensial, dan respirasi
tanaman.
c. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi defisiensi Mg
adalah dengan pemberian pupuk dolomit (CaMg(CO3)2).
2. Saran
Diharapkan pada praktikum selanjutnya praktikan dapat
melakukan diagnosa secara kimia, agar mahasiswa mengetahui
defisiensi unsur hara kelapa sawit secara akurat melalui analisis tanah
dan analisis jaringan (daun).
DAFTAR PUSTAKA

Fahmi Arifin, Syamsudin, Sri Nuryani H. 2010. Pengaruh interaksi hara nitrogen
dan fosfor terhadap pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.) Pada
Tanah Regosol dan Latosol. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati 10(3):
297 – 304.
Fauzi, Yan, Yustina E Widyastuti, Imam Satyawibawa, Rudi H Paeru. 2012.
Kelapa sawit. Depok: Penebar Swadaya.
Novya, Ida Rohmawati. 2016. Deteksi kahat hara N,P, K, Na, Mg dan Ca pada
Talium paniculatum hasil pola tanam konvensional di plosoklaten
wonogiri. Artikel Skripsi: Universitas Nusantara PGRI Kediri.
Pahan, Iyung. 2006. Panduan lengkap kelapa sawit. Penebar Swadaya. Depok.
Panca Eltis Ningsih, Sudradjat, Supijatno. 2015. Optimasi dosis pupuk kalsium
dan magnesium pada bibit kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq.) di
pembibitan utama. J. Agronomi Indonesia 43(1): 81-88.
Risza, Suyatno. 2010. Masa depan perkebunan kelapa sawit indonesia. Kanisius.
Yogyakarta.
Sudradjat, Fitriya. 2015. Optimasi dosis pupuk dolomit pada tanaman kelapa
sawit (Elaeis Guineesis Jacq.) belum menghasilkan umur satu tahun.
J. Agrovigor 8(1): 1 – 8.
Stevanus, Charlos Togi, Jamin Saputra,Thomas Wijaya. 2015. Peran unsur mikro
bagi tanaman karet. J. Warta Perkaretan 34(1): 11 – 18.
Taufiq, Abdullah. 2014. Identifikasi masalah keharaan tanaman kedelai. Malang:
Balitkabi.
LAMPIRAN

Vous aimerez peut-être aussi