Vous êtes sur la page 1sur 15

KONSEP DASAR TEORI

2.1 Pengertian
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien-pasien yang
memiliki atopi, yang sebelumnya sudah tersensitisasi atau terpapar dengan allergen (zat/materi yang
menyebabkan timbulnya alergi) yang sama serta meliputi mekanisme pelepasan mediator kimia ketika terjadi
paparan ulangan dengan allergen yang serupa (Von Pirquet, 1986).
Rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-gejala bersin-bersin, keluarnya cairan dari hidung,
rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar dengan allergen yang mekanisme ini diperantarai oleh
IgE (WHO ARIA tahun 2001).Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung.
(Dipiro, 2005 ).
Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung ( Dorland, 2002 ).
Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi alergi mukosa hidung,
dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman. (Dorland,2002 ).
Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki yang berusia
30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti:
debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara.
Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa. Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus
aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada
suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan
musim semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang
berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.
2.2 Etiologi
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti oleh reaksi
alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
 Immediate Phase Allergic Reaction
Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya
 Late Phase Allergic Reaction
Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat
berlangsung hingga 24 jam.
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :
 Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari
bulu binatang serta jamur.
 Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau
perhiasan.
Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap besar :
1. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik
2. Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system humoral, system selular saja atau
bisa membangkitkan kedua system terebut, jika antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika
antigen masih ada, karena defek dari ketiga mekanisme system tersebut maka berlanjut ke respon tersier
3. Respon Tersier , Reaksi imunologik yang tidak menguntungkan
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan waktunya Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi:
1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever)
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah, seperti benang
sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
2. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan)) diakibatkan karena
kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta
bau-bauan yang menyengat
2.4 Patofisiologi
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa hidung. Alergen yang
larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang kecenderungan atopik secara genetik,
memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan
neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat
terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan
yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu
pengaruh persiapan. (Behrman, 2000).
Histamin merupakan mediator penting pada gejala alergi di hidung. Histamine bekerja langsung pada reseptor
histamine selular, dan secara tidak langsung melalui refleks yang berperan pada bersin dan hipersekresi. Melalui
saraf otonom, histamin menimbulkan gejala bersin dan gatal, serta vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
kapiler yang menimbulkan gejala beringus encer dan edema local reaksi ini timbul segera setelah beberapa menit
pasca pajanan allergen.
Kurang lebih 50% Rhinitis alergik merupakan manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe I fase lambat, gejala
Gejala rhinitis alergik fase lambat seperti hidung tersumbat, kurangnya penciuman, dan hiperreaktivitas lebih
diperankan ooleh eosinofil.

2.5 Manifestasi Klinis


1. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali).
2. Hidung tersumbat.
3. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening dan encer, tetapi
dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau
infeksi sinus.
4. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
5. Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.
Gejala klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin yang berulang-ulang terutama pada pagi hari, atau
bila terdapat kontak dengan sejumlah debu. Sebenarnya bersin adalah mekanisme normal dari hidung untuk
membersihkan diri dari benda asing, tetapi jika bersin sudah lebih dari lima kali dalam satu kali serangan maka
dapat diduga ini adalah gejala rhinitis alergi. Gejala lainnya adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan
banyak. Hidung tersumbat, mata gatal dan kadang-kadang disertai dengan keluarnya air mata.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik dan uji laboratorium. Keluhan pilek
berulang atau menetap pada penderita dengan riwayat keluarga atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa adanya
infeksi saluran nafas atas merupakan kunci penting dalam membuat diagnosis rinitis alergika. Pemeriksaan fisik
meliputi gejala utama dan gejala minor. Uji laboratorium yang penting adalah pemeriksaan in vivo dengan uji
kulit goresan, IgE total, IgE spesifik, dan pemeriksaan eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji Provokasi nasal
masih terbatas pada bidang penelitian.

2.7 Penatalaksanaan
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebab
2. Pengobatan, penggunaan obat antihistamin H-1 adalah obat yang sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan
rhinitis alergi atau dengan kombinasi dekongestan oral. Obat Kortikosteroid dipilih jika gejala utama sumbatan
hidung akibat repon fase lambat tidak berhasil diatasi oleh obat lain
3. Tindakan Operasi (konkotomi) dilakukan jika tidak berhasil dengan cara diatas
4. Penggunaan Imunoterapi.

Pemilihan obat-obatan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain :


1. Obat-obat yang tidak memiliki efek jangka panjang.
2. Tidak menimbulkan takifilaksis.
3. Beberapa studi menemukan efektifitas kortikosteroid intranasal. Meskipun demikian pilihan terapi harus
dipertimbangkan dengan kriteria yang lain.
4. Kortikosteroid intramuskuler dan intranasal tidak dianjurkan sehubungan dengan adanya efek samping
sistemik.
Penatalaksanaan rinitis alergika meliputi edukasi, penghindaran alergen, farmakoterapi dan imunoterapi.
Intervensi tunggal mungkin tidak cukup dalam penatalaksanaan rinitis alergika, penghindaran alergen hendaknya
merupakan bagian terpadu dari strategi penatalaksanaan, terutama bila alergen penyebab dapat diidentifikasi.
Edukasi sebaiknya selalu diberikan berkenaan dengan penyakit yang kronis, yang berdasarkan kelainan atopi,
pengobatan memerlukan waktu yang lama dan pendidikan penggunaan obat harus benar terutama jika harus
menggunakan kortikosteroid hirupan atau semprotan. Imunoterapi sangat efektif bila penyebabnya adalah alergen
hirupan. Farmakoterapi hendaknya mempertimbangkan keamanan obat, efektifitas, dan kemudahan pemberian.
Farmakoterapi masih merupakan andalan utama sehubungan dengan kronisitas penyakit. Tabel 3 menunjukkan
obat-obat yang biasanya dipakai baik tunggal maupun dalam kombinasi. Kombinasi yang sering dipakai adalah
antihistamin H1 dengan dekongestan. Medikamentosa diberikan bila perlu, dengan antihistamin oral sebagai obat
pilihan utama. Imunoterapi pada anak diberikan secara selektif dengan tujuan pencegahan. Jenis-jenis terapi
medikamentosa akan diuraikan di bawah ini
1. Antihistamin-H1 oral
Antihistamin-H1 oral bekerja dengan memblok reseptor H1 sehingga mempunyai aktivitas anti alergi. Obat
ini tidak menyebabkan takifilaksis. Antihistamin-H1 oral dibagi menjadi generasi pertama dan kedua. Generasi
pertama antara lain klorfeniramin dan difenhidramin, sedangkan generasi kedua yaitu setirizin/levosetirizin dan
loratadin/desloratadin.
Generasi terbaru antihistamin-H1 oral dianggap lebih baik karena mempunyai rasio efektifitas/keamanan dan
farmakokinetik yang baik, dapat diminum sekali sehari, serta bekerja cepat (kurang dari 1 jam) dalam mengurangi
gejala hidung dan mata, namun obat generasi terbaru ini kurang efektif dalam mengatasi kongesti hidung.
Efek samping antihistamin-H1 generasi pertama yaitu sedasi dan efek antikolinergik. Sedangkan
antihistamin-H1 generasi kedua sebagian besar tidak menimbulkan sedasi, serta tidak mempunyai efek
antikolinergik atau kardiotoksisitas.
2. Antihistamin-H1 lokal
Antihistamin-H1 lokal (misalnya azelastin dan levokobastin) juga bekerja dengan memblok reseptor H1.
Azelastin mempunyai beberapa aktivitas anti alergik. Antihistamin-H1 lokal bekerja sangat cepat (kurang dari 30
menit) dalam mengatasi gejala hidung atau mata. Efek samping obat ini relatif ringan. Azelastin memberikan rasa
pahit pada sebagian pasien.
3. Kortikosteroid intranasal
Kortikosteroid intranasal (misalnya beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason, dan
triamsinolon) dapat mengurangi hiperreaktivitas dan inflamasi nasal. Obat ini merupakan terapi medikamentosa
yang paling efektif bagi rinitis alergik dan efektif terhadap kongesti hidung. Efeknya akan terlihat setelah 6-12
jam, dan efek maksimal terlihat setelah beberapa hari.
Kortikosteroid topikal hidung pada anak masih banyak dipertentangkan karena efek sistemik pemakaian
lama dan efek lokal obat ini. Namun belum ada laporan tentang efek samping setelah pemberian kortikosteroid
topikal hidung jangka panjang. Dosis steroid topikal hidung dapat diberikan dengan dosis setengah dewasa dan
dianjurkan sekali sehari pada waktu pagi hari. Obat ini diberikan pada kasus rinitis alergik dengan keluhan hidung
tersumbat yang menonjol.
4. Kortikosteroid oral/IM
Kortikosteroid oral/IM (misalnya deksametason, hidrokortison, metilprednisolon, prednisolon, prednison,
triamsinolon, dan betametason) poten untuk mengurangi inflamasi dan hiperreaktivitas nasal. Pemberian jangka
pendek mungkin diperlukan. Jika memungkinkan, kortikosteroid intranasal digunakan untuk menggantikan
pemakaian kortikosteroid oral/IM. Efek samping lokal obat ini cukup ringan, dan efek samping sistemik
mempunyai batas yang luas. Pemberian kortikosteroid sistemik tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak.
Pada anak kecil perlu dipertimbangkan pemakaian kombinasi obat intranasal dan inhalasi.
5. Kromon lokal (‘local chromones’)
Kromon lokal (local chromones), seperti kromoglikat dan nedokromil, mekanisme kerjanya belum banyak
diketahui. Kromon intraokular sangat efektif, sedangkan kromon intranasal kurang efektif dan masa kerjanya
singkat. Efek samping lokal obat ini ringan dan tingkat keamanannya baik.
Obat semprot hidung natrium kromoglikat sebagai stabilisator sel mast dapat diberikan pada anak yang
kooperatif. Obat ini biasanya diberikan 4 kali sehari dan sampai saat ini tidak dijumpai efek samping.
6. Dekongestan oral
Dekongestan oral seperti efedrin, fenilefrin, dan pseudoefedrin, merupakan obat simpatomimetik yang dapat
mengurangi gejala kongesti hidung. Penggunaan obat ini pada pasien dengan penyakit jantung harus berhati-hati.
Efek samping obat ini antara lain hipertensi, berdebar-debar, gelisah, agitasi, tremor, insomnia, sakit kepala,
kekeringan membran mukosa, retensi urin, dan eksaserbasi glaukoma atau tirotoksikosis. Dekongestan oral dapat
diberikan dengan perhatian terhadap efek sentral. Pada kombinasi dengan antihistamin-H1 oral efektifitasnya
dapat meningkat, namun efek samping juga bertambah.
7. Dekongestan intranasal
Dekongestan intranasal (misalnya epinefrin, naftazolin, oksimetazolin, dan xilometazolin) juga merupakan
obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung. Obat ini bekerja lebih cepat dan efektif
daripada dekongestan oral. Penggunaannya harus dibatasi kurang dari 10 hari untuk mencegah terjadinya rinitis
medikamentosa. Efek sampingnya sama seperti sediaan oral tetapi lebih ringan.
Pemberian vasokonstriktor topikal tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak di bawah usia l tahun
karena batas antara dosis terapi dengan dosis toksis yang sempit. Pada dosis toksik akan terjadi gangguan
kardiovaskular dan sistem saraf pusat.
8. Antikolinergik intranasal
Antikolinergik intranasal (misalnya ipratropium) dapat menghilangkan gejala beringus (rhinorrhea) baik
pada pasien alergik maupun non alergik. Efek samping lokalnya ringan dan tidak terdapat efek antikolinergik
sistemik. Ipratropium bromida diberikan untuk rinitis alergik pada anak dengan keluhan hidung beringus yang
menonjol.
9. Anti-leukotrien
Anti-leukotrien, seperti montelukast, pranlukast dan zafirlukast, akan memblok reseptor CystLT, dan
merupakan obat yang menjanjikan baik dipakai sendiri ataupun dalam kombinasi dengan antihistamin-H1 oral,
namun masih diperlukan banyak data mengenai obat-obat ini. Efek sampingnya dapat ditoleransi tubuh dengan
baik.

2.8 Pencegahan
Beberapa langkah/tips berikut ini dapat membantu anda bahkan jika anda tidak tahu jenis pollen apa yang
membuat anda alergi. Jika anda tahu tipe pollen apa yang membuat anda alergi itu lebih bagus lagi.
 Tetaplah berada di dalam ruangan/rumah pada waktu pollen sangat banyak di udara. Umumnya pollen sedikit di
udara hanya beberapa saat setelah matahari terbit. Mereka kemudian jumlahnya makin banyak dan paling banyak
pada tengah hari dan sepanjang siang. Jumlahnya kemudian berkurang menjelang matahari terbenam.
 Tutuplah jendela dan pintu, baik pada siang maupun malam hari. Gunakan AC untuk membantu mengurangi jumlah
pollen yang masuk ke dalam rumah anda. Jangan gunakan kipas dengan buangan keluar (exhaust fan) karena
dapat membawa lebih banyak pollen masuk ke dalam rumah anda.
 Potonglah rumput di halaman rumah sesering mungkin.
 Cegah membawa pulang pollen masuk ke rumah setelah anda bepergian:
- Segeralah mandi dan ganti baju dan celana yang anda pakai di luar.
- Keringkan pakaian anda dengan mesin pengering, jangan jemur di luar.
 Berliburlah ke tempat lain pada saat musim pollen sedang berlangsung di tempat anda ke tempat di mana tanaman
yang membuat anda alergi tidak tumbuh.
 Jangan keluar rumah pada saat hujan atau hari berangin.
 Hindari aktivitas yang membat anda terpapar dengan mold, seperti berkebun (terutama saat bekerja dengan
kompos), memotong rumput.
 Buanglah jauh-jauh dari rumah anda daun-daun yang berguguran, potongan rumput, dan kompos.
Di daerah yang berudara lembab mold di dalam rumah dapat mencetuskan serangan asthma, rhinitis alergika
dan dermatitis alergika. Beberapa langkah berikut dapat membantu:
 Bersihkan kamar mandi, bathtubs, shower stalls, shower curtains, dan karet-karet jendela paling sedikit sebulan
sekali dengan disinfektan atau cairan pemutih. Gunakan pemutih dengan hati-hati, karena dapat membuat hidung
anda teriritasi. Jika hidung anda teriritasi, gejala alergi anda dapat memburuk.
 Rumah harus ada aliran udara yang baik dan kering.
 Gunakan exhaust fan di kamar mandi dan dapur.
 Jangan gunakan karpet.
Oleh karena orang dewasa menghabiskan 1/3 waktu mereka dan anak-anak menghabiskan ½ dari waktu mereka
di kamar tidur, maka penting agar tidak ada alergen di kamar tidur. Jangan gunakan kasur, bantal dan guling yang
diisi dengan kapuk.

2.9 Komplikasi
1. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.
2. Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama kita temukan pada
pasien anak-anak.
3. Sinusitis kronik
Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan adanya sumbatan pada
hidung sehingga menghambat drainase

BAB III
PEMBAHASAN KASUS
KASUS :
Nn. R umur 18 tahun dirawat di ruang THT Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Jambi hari kedua, ketika
dilakukan pengkajian oleh perawat didapat data hidung meler, bersin-bersin, mata merah berair yang tidak
berhenti-henti, lapisan hidung membengkak warna merah kebiruan, mudah tersinggung, nafsu makan menurun,
dan susah tidur, klien bernafas melalui mulut.
A. Pengkajian
DS :
 Nn. R mudah tersinggung
 Nn. R mengatakan nafsu makan menurun
 Nn. R mengatakan susah tidur
DO :
 Hidung meler
 Bersin-bersin
 Lapisan hidung membengkak, warna merah kebiruan
 Klien bernapas melalui mulut

B. Analisa data

SIGN & SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM


DS : - Akumulasi mucus Bersihan jalan nafas tidak
DO : efektif
 hidung meler, bersin-bersin, klien
bernafas melalui mulut
DO : Susah tidur, hidung Gangguan pola tidur
 klien mengatakan susah tidur. meler
DO :
 bersin-bersin
 hidung meler
DS : Nafsu makan menurun Nutrisi kurang dari
 klien mengatakan nafsu makan menurun kebutuhan
Do : -

C. NCP
no Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
keperawatan
1 Bersihan jalan nafas Bersihan jalan - Auskultasi bunyi napas. - Obstruksi jalan napas dan
tidak efektiif b.d nafas kembali Catat adanya bunyi napas, mis dapat atau tak di
akumulasi mucus efektif ; mengi, krekels, ronki manevestasikan adanya
DS : - Kh : menujukkan bunyi napas adventisius.
DO : hidung meler, perilaku untuk - Adanya beberapa derajat
bersin-bersin, klien memperbaiki - Kaji/pantau frekuensi dan dapat ditemukan pada
bernapas melalui mulut. bersihan jalan pernapasan penerimaan atau selama
nafas. stres atau adanya infeksi
Mis : akut. Penafasan dapat
mengeluarkan melambat dan frekunsi
sekret ekspirasi memanjaga
inspirasi memendek.
- Peningian kepala tempat
tidur mempermudah fungsi
pernapasan dengan
mengunakn grafitasi
- Kaji pasien untuk posisi yang
nyaman mis : peninggian - Pencetus tipe reaksi alergi
kepala tempat tidur, duduk pernapasan yang dapat
pada persandaran tempat tidur. mentreger episode akut
- Pertahankan polusi
lingkungan minimum mis : - hidrasi membantu
debu asap dan bulu bantal menurunkan kekentalan
yang berhubunggan dengan sekret, mempermudah
kondisi individu pengeluaran.
- tingkatkan masukan caian
3000 /hari sesuai jantung,
memberikan air hangat.
2 Gangguan pola istirahat Perbaikan pola - Tentukan kebiasan tidur - Mengakaji perlunya dan
b.d penyumbatan pada tidur atau istirahat biasanya dan perubahan yang mengidentifikasi intervensi
hidung Kh : terjadi yang tepat
DS : Klien tampak bisa - Berikan tempat tidur yang - Meningakatkkan
 klien mengatakan susah tidur nyaman dan beberapa milik kenyamanan tridur serta
tidur. Tidak sering pribadi mis : bantal, guling. dukungan
 Klien mengatakan mata terbangun pada - Buat rutinitas tidur baru yang fisiologis/psikologis
berair tak ada henti- malam hari dimasukkan dalam pola lama - bila rutinitas
hentinya dan ling kungan baru. barumenggandung aspek
DO : sebanyak kebiasaan
 bersin-bersin lama,stres dan ansietas yang
 hidung meler berhubungan dapat
- Tingkatkan regimen berkurang
kenyamanan waktu tidur . - Meningkatkan efek
- instruksikan tindakan relaksasi.
relaksasi.
- Berikan sedative sesuai - Membantu menginduksi
indikasi tidur
- Membantu pasien agar
mudah beristirahat
3 Gangguan nutrisi Nutrisi terpenuhi- Jelaskan tentang manfaat - Dengan pemahaman klien
kurang dari kebutuhan sesuai dengan makan bila dikaitkan dengan akan lebih kooperatif
b.d Nafsu makan kebutuhan tubuh kondisi klien saat ini mengikuti aturan
menurun Kh : - Anjurkan agar klien - Untuk menghindari
Ds : klien mengatakan - Nafsu makan memakan makanan yang makanan yang justru dapat
nafsu makan menurun membaik tersedia di RS mengganggu proses
Do : - - Keadaan umum penyembuhan klien.
membaik - Higiene oral yang baik
- Klien tampak mau- Lakukan dan ajarkan akan meningkatkan nafsu
makan perawatan mulut sebelum dan makan klien
sesudah makan serta sebelum
dan sesudah
intervensi/periksaan peroral.
- tingkakan lingkungan yang - makana adalah bagian dari
menenangkan untuk makan peristiwa sosial, dan nafsu
dengan teman jika makan dapat meningkat
memungkinkan. dengan sosialisasi
- Makanan hangat dapat
- Berikan makanan dalam meningkatkan nafsu makan.
keadaan hangat - membantu memenuhi
kebutuhan dan
- berikan makanan selingan meningkatkan pemasukan
(mis; keju, biskuit, sup, buah- - Meningkatkan pemenuhan
buahan)yang tersedia dalam sesuai dengan kondisi klien
24 jam
- Kolaborasi tentang
pemenuhan diet klien

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall.2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis Edisi 9. Jakarta : EGC
Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC

21. Definisi
 Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 )
 Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 )
 Rinitis adalah suatu inflamasi membran mukosa hidung dan mungkin dikelompokan baik sebagai rinitis alergik
atau non-alergik. (Keperawatan Medikal-Bedah: Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2002)
2. Etiologi
Beberapa hal yang pada umumnya menjadi penyebab rinitis antara lain :
 Alergi
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi.
Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
- Immediate Phase Allergic Reaction : Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya.
- Late Phase Allergic Reaction : Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam
setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :
 Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari
bulu binatang serta jamur
 Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang
 Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah
 Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau
perhiasan

Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap besar :
 Respon Primer,terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik
 Respon Sekunder,reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system humoral,system selular saja atau bisa
membangkitkan kedua system terebut, jika antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika antigen
masih ada, karena efek dari ketiga mekanisme system tersebut maka berlanjut ke respon tersier
 Respon Tersier ,Reaksi imunologik yang tidak meguntungkan.
Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:

b. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus
aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang
pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim
hujan dan musim semi.
c. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi
yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.

Berdasarkan penyebabnya :
 Rhinitis alergi
Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki yang berusia 30
tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti:
debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara.
Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi alergi mukosa hidung, dapat
terjadi bertahun-tahun atau musiman. (Dorland,2002 )
 Rhinitis alergi musiman (Hay Fever),
Biasanya terjadi pada musim semi.Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah, seperti benang
sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
Gejala :
Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal, baik secara tiba-tiba maupun
secara berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair, bersin-bersin dan hidung meler. Beberapa
penderita mengeluh sakit kepala, batuk dan mengi (bengek); menjadi mudah tersinggung dan deperesi; kehilangan
nafsu makan dan mengalami gangguan tidur. Terjadi peradangan pada kelopak mata bagian dalam dan pada
bagian putih mata (konjungtivitis). Lapisan hidung membengkak dan berwarna merah kebiruan, menyebabkan
hidung meler dan hidung tersumbat.
 Rhinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan)) diakibatkan karena
kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta
bau-bauan yang menyengat.
Gejala :
Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal, baik secara tiba-tiba maupun
secara berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair, bersin-bersin dan hidung meler. Beberapa
penderita mengeluh sakit kepala, batuk dan mengi (bengek); menjadi mudah tersinggung dan deperesi; kehilangan
nafsu makan dan mengalami gangguan tidur. Jarang terjadi konjungtivitis. Lapisan hidung membengkak dan
berwarna merah kebiruan, menyebabkan hidung meler dan hidung tersumbat. Hidung tersumbat bisa
menyebabkan terjadinya penyumbatan tuba eustakiusdi telinga, sehingga terjadi gangguan pendengaran, terutama
pada anak-anak. Bisa timbul komplikasi berupa sinusitis (infeksi sinus) dan polip hidung.
 Rhinitis non alergi
Rhinitis non allergidisebabkanoleh :infeksisalurannapas (rhinitis viral dan rhinitis bakterial,
masuknyabendaasingkedalamhidung, deformitasstruktural, neoplasma, danmassa,
penggunaankronikdekongestan nasal, penggunaankontrasepsi oral, kokaindan anti hipertensif.
Gejala :
o Kongesti nasal
o Rabas nasal (purulent dengan rhinitis bakterialis)
o Gatalpada nasal
o Bersin-bersin
o Sakitkepala

 Rhinitis vasomotor
Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh
bertambahnya aktivitas parasimpatis.
Penyebab :
Belum diketahui, diduga akibat gangguankeseimbangan vasomotor.
Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal :
o Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti: ergotamin, klorpromazin, obat
antihipertensi, dan obat vasokontriktor lokal.
o Faktor fisik, seperti iritasi asap rokok, udara dingin, kelembapan udara yang tinggi, dan bau yang merangsang
o Faktor endokrin, seperti : kehamilan, pubertas, dan hipotiroidisme
o Faktor psikis, seperti : cemas dan tegang ( kapita selekta)

Tanda dan gejala :


Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kana, tergantung pada posisi pasien. Terdapat rinorea yang mukus atau
serosa, kadang agak banyak. Jarang disertai bersin, dan tidak disertai gatal di mata. Gejala memburuk pada pagi
hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan
sebagainya.
Berdasarkan gejala yang menonjol, dibedakan atas golongan obstruksi dan rinorea. Pemeriksaan rinoskopi
anterior menunjukkan gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah
tua, dapat pula pucat. Permukaannya dapat licin atau berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid,
biasanya sedikit. Namun pada golgongan rinorea, sekret yang ditemukan biasanya serosa dan dalam jumlah
banyak. ( kapita).

 Rhinitis medikamentosa
Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor sebagai akibat
pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan.
Tanda dan gejala :
Penderita mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair. Pada pemeriksaan konka dengan secret hidung
yang berlebihan. Apabila diuji dengan adrenalin, adema konka tidak berkurang.
 Rhinitis atrofi
Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya atrofi progesif tulang dan mukosa
konka.
Penyebab
Belum jelas, beberapa hal yang dianggap sebagai penyebabnya seperti infeksi oleh kuman spesifik, yaitu spesies
Klebsiella, yang sering Klebsiella ozanae, kemudian stafilokok, sreptokok, Pseudomonas aeruginosa, defisiensi
Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronik, kelainan hormonal, dan penyakit kolagen. Mungkin berhubungan
dengan trauma atau terapi radiasi.
Tanda dan geajala :
Keluhan subyektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya nafas berbau (sementara pasien sendiri menderita
anosmia), ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan penciuman, sakit kepala, dan hidung tersumbat.
Pada pemeriksaan THT ditemukan rongga hidung sangat lapang, konka inferior dan media hipotrofi atau atrofi
secret purulen hijau dan krusta berwarna hijau.

3. Manifestasi Klinik
 Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali).
 Hidung tersumbat.
 Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening dan encer, tetapi dapat
menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi
sinus.
 Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
 Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.
Gejala klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin yang berulang-ulang terutama pada pagi hari,
atau bila terdapat kontak dengan sejumlah debu. Sebenarnya bersin adalah mekanisme normal dari hidung untuk
membersihkan diri dari benda asing, tetapi jika bersin sudah lebih dari lima kali dalam satu kali serangan maka
dapat diduga ini adalah gejala rhinitis alergi.
Gejala lainnya adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak. Hidung tersumbat, mata gatal dan
kadang-kadang disertai dengan keluarnya air mata.
Tanda dan gejala rinitis adalah rongesti nasal, nafas nasal (purulen dengan renitis bakterialis ) gatal pada
nasal, dan bersin-bersin. Sakit kepala dapat saja terjadi, terutama jika terdapat juga sinusitis. (Smeltzer, Suzanne
C. 2002. Hal 548).

4. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan kadar IgE pada serum serta hitung jenis oesinofil pada spesimen sekret hidung.
 Tes Alergi
Tes ini dilakukan untuk menegakkan bukti secara objektif akan adanya penyakit atopi. Ia juga dapat menentukan
agen penyebab reaksi alergitersebut, yang akan dapat membantu dalam penanganan secara spesifik.Terdapat dua
tipe pemeriksaan yang sering digunakan bagi menilai secarakausatif maupun kuantitatif sensitifitas suatu alergen:
tes kulit dan esai serumin vitro (in vitro serum assay).
a. Tes Kulit
dapat dilakukan secara epikutan, intradermal atau kombinasi keduanya.
 Tes cukit kulit merupakan tes kulit secara epikutan yang palingsering digunakan. Secara umumnya tes ini tergolong
cepat,spesifik, aman dan ekonomis.Dengan adanya sistem tesmultipel yang tersedia, tes ini mudah dilaksanakan
danprosedurnya selalu tidak pernah berubah.Namun bila hasil tesini diragukan, selanjutnya dilakukan tes secara
intradermal.
 Tes cukit kulit secara intradermal menggunakan pengenceranberseri yang kuantitatif 1:5 merupakan tes pilihan
bagikebanyakan ahli spesialis THT setelah dilakukan tes cukit kulitsecara epikutan. Tipe tes yang dikenal
sebagaiintradermaldilutional testing (IDT), dulunya dikenal sebagaiserialendpoint titration (SET) ini sangat
berguna dalam menentukantahap sensitifitas alergen, dan dalam rangka itu, amatbermanfaat dalam penentuan
terapi imunal yang tepat danaman bagi penderita rhinitis alergi.
b. Tes in vitro:
Tes ini melibatkan IgE serum yang spesifik dengan alergen dan merupakan teknik yang mudah dikerjakan serta
akurat dalam mendeteksiadanya pengaruh atopi pada pasien dengan rhinitis alergi. Teknologi in vitrojuga sudah
sangat dikembangkan sedemikian rupa sehingga efektifitasnyasudah kurang lebih sama dengan tes cukit kulit. Tes
ini aman, murah dancukup spesifik sehingga penderita tidak perlu bebas dari pengaruhantihistamin atau obat-obat
lain pada saat pada saat pemeriksaan dijalankan,yang kalau pada tes cukit kulit, dapat mengganggu penilaian.Tes
ini juga sangat mudah dan cepat dikerjakan sehingga menjadi pilihan dalammenangani pasien anak-anak maupun
dewasa yang disertai gangguananxietas. Walaupun tes in vitro yang pertama yaituradioallergosorbent
test(RAST) sudah tidak dikerjakan lagi, terminologiRAST ini masih digunakansecara umum dalam menjelaskan
pemeriksaan IgE spesifik darah. Saat ini,sudah banyak tipe esai in vitro yang ditinggalkan, karena peralihan ke
tipebaru yang lebih cepat, dapat diandalkan dan lebih efisien contohnyaImmunoCap.Dengan tidak menggunakan
tes yang dapat diandalkan, dapatberakibat buruk kepada diagnosis atopi yang seterusnya membawa
kepadapenanganan yang tidak adekuat. Dibawah merupakan bagan pelaksanaan tesin vitro
5. Penatalaksanaan medis dan keperawatan
 Penatalaksanaan medis.
Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, dekongestan dan kortikosteroid

 Antihistamin
Antihistamin yang sering digunakan adalah antihistamin oral. Antihistamin oral dibagi menjadi dua yaitu generasi
pertama (nonselektif) dikenal juga sebagai antihistamin sedatif serta generasi kedua (selektif) dikenal juga sebagai
antihistamin nonsedatif.
Efek sedative antihistamin sangat cocok digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan tidur karena rhinitis
alergi yang dideritanya. Selain itu efek samping yang biasa ditimbulkan oleh obat golongan antihistamin adalah
efek antikolinergik seperti mulut kering, susah buang air kecil dan konstipasi. Penggunaan obat ini perlu
diperhatikan untuk pasien yang mengalami kenaikan tekanan intraokuler, hipertiroidisme, dan penyakit
kardiovaskular.
Antihistamin sangat efektif bila digunakan 1 sampai 2 jam sebelum terpapar allergen. Penggunaan antihistamin
harus selalu diperhatikan terutama mengenai efek sampingnya. Antihistamin generasi kedua memang memberikan
efek sedative yang sangat kecil namun secara ekonomi lebih mahal.

 Dekongestan
Dekongestan topical dan sistemik merupakan simpatomimetik agen yang beraksi pada reseptor adrenergic pada
mukosa nasal, memproduksi vasokonstriksi. Topikal dekongestan biasanya digunakan melalui sediaan tetes atau
spray. Penggunaan dekongestan jenis ini hanya sedikit atau sama sekali tidak diabsorbsi secara sistemik (Dipiro,
2005). Penggunaan obat ini dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan rhinitis medikamentosa (rhinitis
karena penggunaan obat-obatan). Selain itu efek samping yang dapat ditimbulkan topical dekongestan antara lain
rasa terbakar, bersin, dan kering pada mukosa hidung. Untuk itu penggunaan obat ini memerlukan konseling bagi
pasien.
Sistemik dekongestan onsetnya tidak secepat dekongestan topical. Namun durasinya biasanya bisa lebih panjang.
Agen yang biasa digunakan adalah pseudoefedrin. Pseudoefedrin dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat
walaupun digunakan pada dosis terapinya (Dipiro, 2005). Obat ini harus hati-hati digunakan untuk pasien-pasien
tertentu seperti penderita hipertensi. Saat ini telah ada produk kombinasi antara antihistamin dan dekongestan.
Kombinasi ini rasional karena mekanismenya berbeda.
 Nasal Steroid
Merupakan obat pilihan untuk rhinitis tipe perennial, dan dapat digunakan untuk rhinitis seasonal. Nasal steroid
diketahui memiliki efek samping yang sedikit.
Obat yang biasa digunakan lainnya antara lain sodium kromolin, dan ipatropium bromida.
 Operatif : Konkotomi merupakan tindakan memotong konka nasi inferior yang mengalami hipertrofi berat.
Lakukan setelah kita gagal mengecilkan konka nasi inferior menggunakan kauterisasi yang memakai AgNO3 25%
atau triklor asetat.
 Imunoterapi : Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking
antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum
memuaskan. Netralisasi tidak membentuk blocking antibody dan untuk alergi ingestan.

 Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk Sinusitis akut) yaitu:


1. Ampisilin 4 X 500 mg
2. Amoksilin 3 x 500 mg
3. Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
4. Diksisiklin 100 mg/hari.
c. Pemberian obat simtomatik. Contohnya parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.
 Untuk Sinusitis kronis, bisa dengan:
1. Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
2. Irigasi 1 x setiap minggu (10-20)
3. Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi).
 Penatalaksanaan keperawatan.
1. Instruksikan pasien yang allergik untuk menghindari allergen atau iritan seperti (debu, asap tembakau, asap, bau,
tepung, sprei)
2. Sejukkan membran mukosa dengan menggunakan sprey nasal salin.
3. Melunakkan sekresi yang mengering dan menghiangkan iritan.
4. Ajarkan tekhnik penggunaan obat-obatan spt sprei dan serosol.
5. Anjurkan menghembuskan hidung sebelum pemberian obat apapun terhadap hidung.
6. Komplikasi
 Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.
 Otitis media.
Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama kita temukan pada pasien anak-
anak. Otitis media dan sinusitis kronik ini disebabkan penyumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase.
1.2 Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan.
1. Pengkajian.
a. Identitas pasien.
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
Tannggal masuk rumah sakit :
Penanggung jawab :
Hubungan :
No. MR :

b. Riwayat kesehatan.
- Keluhan Utama.
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala sinus dan tenggorokan.
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien masuk rumah sakit dengan keadaan klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering kambuh, demam,
pusing, ingus kental di hidung, nyeri di antara dua mata, penciuman berkurang, bersin pada malam hari atau pagi
harii terutama pada suhhu udara dingin, saat menyapu lantai/ membersihkan tempat tidur, klien mengeluh
mengganggu tidur dan aktivitas yang dilakukannya. Klien tampak lemas karena hidung yang tersumbat.
- Riwayat kesehatan dahulu.
Klien memiliki riwayat penyakit perdarahan pada hidung atau trauma pada hidung. Klien juga memilki riwayat
penyakit THT.
- Riwayat kesehatan keluarga.
Ayah klien juga menderita penyakit yang sama dengan klien.

c. Pemeriksaan fisik.
1. Keadaan umum.
Klien tampak pilek keluar ingus dari hidung klien.
2. Head to toe.
 Telinga.
Inspeksi :
Bentuk dan ukuran : normal.
Tidak terdapat benjolan.
Tidak terdapat serumen.
Tidak terdapat edema.
 Hidung.
Inspeksi.
Tidak terdapat kelainan congenital pada hidung.
Tidak terdapat jarinagn parut dalam hidung.
Tidak terdapat deviasi septum.
Tampak pembengkakan dan hiperemis pada konka hidung.
Tidak tampak udem mukosa.
Mukosa hidung hiperemis.
Terdapat secret.
Palpasi.
Tidak terdapat nyeri tekan.
Tidak ada krepitasi.
 Tenggorokan.
Inspeksi.
Mukosa lidah dalam batas normal, tidak terdapat gambaran peta.
Mukosa faring : hiperemis (+), granuler (+), oedem (+).
Ovula : tidak ada kelainan.
Tonsil : tidak membesar, tidak hiperemis.
Detritus (-)
Palpasi.
Pembesaran submandibula (-), nyeri tekan (-)

3. Pengkajian 11 fungsional Gordon.


1. Pola persepsi dan manajemen kesehatan.
Klien tidak mengetahui penyebab penyakit nya ini. Klien sangat sensitive dengan keadaan seperti banyak debu.
Bangun di pagi hari membuat pilek klien makin menjadi, bersin-bersin yang dikeluhkan klien juga bertambah.
Klien selalu menjaga diri nya agar tidak terhirup debu yang begitu banyak. Pada saat klien merasakan hal yang
demikian, klien hanya menggunakan obat resep apotik dan warung.
2. Pola nutrisi dan metabolic.
Biasanya pola nutrisi metabolic pada klien yang mengalami hipersensitivitas akan menjadi terganggu, nafsu
makan klien akan menjadi berkurang, dan biasanya klien yang mengalami hipersensitivitas tidak dapat memakan
sembarang makanan, sehingga mengakibatkan penurunan berat badan pada klien.
3. Pola eliminasi.
Pola perkemihan klien lancer dank lien juga tidak mengalami masalah pad BAB nya.
4. Pola aktivitas dan latihan.
Aktifitas klien berjalan seperti biasanya, namun terganggu bila pasien telah bersin-bersin pada saat dingin.
5. Pola istirahat dan tidur.
Klien mengatakan bahwa istirahatnya terganggu pada malam hari karena bersin-bersin yang berlebihan pada
malam hari dan pilek yang melanda klien, sehingga membuat klien susah tidur.
6. Pola kognitif dan persepsi.
Klien memiliki penglihatan yang masih baik, pendengaran yang masih baik, dan pengecapan klien masih baik,
namun pada penciuman klien kadang-kadang terganggu karena hidung klien yang sering tersumbat dan karena
pilek yang klien alami.
7. Pola persepsi dan konsep diri.
Klien tidak merasa rendah diri. Klien tetap berusaha dan percaya bahwa penyakitnya bisa sembuh.
8. Pola peran dan hubungan.
Karena penyakit yang diderita oleh klien sekarang mengganggu pekerjaan nya, maka klien tidak dapat membantu
penghasilan untuk keluarganya lagi. Klien mem iliki hubungan yang sangat baik dengan anggota keluarga yang
lain.
9. Pola seksualitas dan produksi.
Kebutuhan seksualitas klien tidak terganggu.
10. Pola koping dan toleransi stress.
Untuk menangani stress yang dialami klien, klien sealu bercerita dengan keluarga nya dan keluarga klien pun
memberikan perhatian lebih kepada klien.
11. Pola nilai dan keyakinan.
Klien mengaku agama penting dalam hidup, klien tidak merasa kesulitan dalam beribadah. Klien tetap
melaksanakan ibdah dengan baik, dank lien selalu berdoa dan meminta kepada Yang Maha Kuasa agar klien dapat
segera sembuh dari penyakit yang diderita nya sekarang.

2. Perumusan Diagnosa NANDA, NOC, NIC.


No. NANDA NOC NIC

1. Bersihan Jalan nafas tidak KEADAAN PERNAFASAN: PEMBERSIHAN JALAN


efektif berhubungan dengan JALAN NAFAS YANG JELAS NAFAS YANG TIDAK
adanya sekret yang Indikator: EFEKTIF
mengental.  Nilai pernafasan pada skala
yang ditentukan  Masuknya udara pada
 Pengeluaran dahak keluar dari jalan nafas dan stabilisasi
jalan nafas  Penatalaksanaan jalan
 Tidak ada demam nafas
 Pengurangan tingkat
KEADAAN PERNAFASAN: kegelisahan
PERTUKARAN GAS
Indikator: PENGATURAN JALAN
 Kemudahan bernafas NAFAS
 Tekanan O2 dalam batas
normal  Membuka jalan nafas
 Tekanan CO2 dalam batas dengan cara dagu
normal diangkat atau rahang
KEADAAN PERNAFASAN: ditinggikan.
VENTILASI  Memposisikan pasien
 Nilai pernafasan pada skala agar mendapatkan
yang ditentukan ventilasi yang maksimal.
 Tingkat kedalaman inspirasi  Mengidentifikasi pasien
 Kemudahan bernafas berdasarkan penghirupan
 Pengeluaran dahak dari jalan nafas yang potensial pada
nafas jalan nafas.
 Pengeluaran udara
 Tidak adanya pengumpulan  Penghirupan nafas
nafas melalui bibir melalui mulut atau
 Tidak adanya pernafasan nasopharing.
dangkal PEMBERSIHAN JALAN
Tidak adanya dyspnea pada saat NAFAS
Istirahat
 Menentukan kebutuhan
penyedotan pada mulut
dan/atau trakea.
 Mendengarkan bunyi
nafas sebelum dan
sesudah penyedotan.
 Menginformasikan pada
pasirn dan keluarga
mengenai penyedotan
tersebut.
 Poemberian obat
penenang.
 Melakukan pencegahan
umum: memakai sarung
tangan, kacamata debu,
dan masker.
TINGKAT KENYAMANAN
 Menyisipkan bunyi sengau
Indicator :
untuk memfasilitasi penyedotan
- Melaporkan perkembangan
pada nasotrake.
kepuasan
- Melaporkan perkembangan
psikologi
- Mengekspresikan perasaan
Gangguan pola tidur dengan lingkungan fisik sekitar
2. berhubungan dengan PENINGKATAN TIDUR
penyumbatan pada hidung - Anjurkan klien untuk
menghindari mengkonsumsi
makanan dan minuman yang dapat
mengganggu tidur.
- Ajarkan kepada klien dan
keluarga klien tentang faktor yang
dapat menimbulkan gangguan
pola tidur
- Fasilitasi pemeliharaan
rutinitas klien sebelum tidur
- Bantu klien membatasi
waktu tidur siang dengan memberi
aktivitas yang meningkatkan
keterjagaan, jika diperlukan.

MANAJEMEN ENERGI
- Tentukan pembatasan aktivitas
fisik pasien
- Monitor pola tidur
- Monitor lokasi
ketidaknyamanan/nyeri
- Bantu pasien membuat jdwal
istirahat
PENGETAHUAN : proses
- Jelaskan apa dan bagaimana
penyakit. Indikator :
aktivitas yang dibutuhkan untuk
- menjelaskan proses terjadinya
membangun energi
penyakit
- Monitor intake nutrisi yang
- mendeskripsikan penyebab atau
adekuat
faktor-faktor pendukung
- mendeskripsikan faktor resiko
- mendeskripsikan akibat
penyakit
Kurangnya pengetahuan- mendeskripsikan tanda dan
berhubungan dengan gejala MEMPERSIAPKAN
3. ketidak tahuan informasi - mendiskripsikan tindakan untuk PERBAIKAN
meminimalkan perkembangan PENGETAHUAN
penyakit Aktivitas:
- mendeskripsikan tindakan- Sediakan lingkungan yang aman
pencegahan komplikasi - Adakan hubungan
- fokus pada masalah pasien yang
spesifik
PENGETAHUAN :- bantu klien untuk menyadarai
KEBIASAAN SEHAT kerentanan untuk komplikasi
Indikator : - beri kesempatan pada klien untuk
- Mendeskripsikan kebiasaan bertanya
pemenuhan nutrisi
- Mendeskripsikan pola tidur1. Mengajarkan proses penyakit
bangun yang efektif Aktivitas:
- Mendeskripsikan efek kesehatan- hargai tingkat pengetahuan
dari penggunaan alkohol, zat pasien
kimia, kafein - jelaskan perjalanan suatu
- Mendeskripsikan keamanan penyakit
penggunaan resep obbta-obatan. - jelaskan tanda-tanda dan gejala
penyakit
PENGETAHUAN : Sumber- jelaskan proses penyakit
tindakan. Indikator : - identifikasi penyebab yang
- Mendeskripsikan tindakan mungkin
dalam keadaan darurat. - sediakan informasi mengenai
- Mendeskripsikan sumber untuk kondisi kepada pasien
perlindungan dalam keadaan- diskusikan pemikiran yang
darurat. ketinggalan yang
direkomendasikan manajemen
(terapi/pengobatan)
- jelaskan komplikasi yang
mungkin terjadi

MENGAJARKAN
MENENTUKAN
PENGOBATAN
Aktivitas:
- informasikan pada pasien dari
yang umum dan berbagai jenis
nama di setiap pengobatan
- informasikan pada pasien
maksud dari tindakan disetiap
pengobatan
- informasikan pada pasien
takaran, perjalanan dan waktu
pengobatan
- evaluasi kemampuan pasien
untuk melakukan pengobatan
sendiri
- informasikan pada pasien akibat
dari pengobatan yang tidak
dilakukan.
- instruksikan pada pasien efek
samping dari pengobatan

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall.2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis Edisi 9. Jakarta : EGC
Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC

Vous aimerez peut-être aussi