Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
105020103111006
Pada tahun 1956 Lasswell memperkenalkan tujuh tahap model proses kebijakan yang
terdiri dari kabar, dorongan, rekomendasi, permohonan, penerapan, keputusan, penilaian
kebijakan. Model ini telah sangat berhasil sebagai kerangka dasar bagi bidang studi kebijakan
dan menjadi titik awal dari berbagai tipologi proses kebijakan. Versi- versi yang dikembangkan
oleh Brewer dan Deleon (1983), Mei dan Wildavsky (1978), Anderson (1975), dan Jenkins
(1978) adalah salah satu yang paling banyak diadopsi. Saat ini, differensiasi antara agenda-
setting, perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi (yang
akhirnya mengarah ke terminasi) telah menjadi cara yang konvensional untuk dapat
menggambarkan kronologi proses kebijakan.
Dalam menyusun suatu kebijakan, urutan-urutan perlu dilalui, dari mulai perumusan
masalah, dan diakhiri dengan penghentian kebijakan. Tahap-tahap siklus kebijakan
diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Agenda Setting
Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas
kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut
sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu
berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam
agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih
daripada isu lain. Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu
publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues)
sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya
muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang
telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan
tersebut. Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari
adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu
masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan. Ada
beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber, 1974; Salesbury
1976; Sandbach, 1980; Hogwood dan Gunn, 1986) diantaranya:
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para
pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan
masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau
pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk
dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing slternatif
bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.
3. Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik.
Suatu kebijakan atau program harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan
yang diinginkan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat
administrasi publik dimana aktor, organisasi, prosedur, teknik serta sumber daya
diorganisasikan secara bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak
atau tujuan yang diinginkan.
Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut
estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan
dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya,
evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam
seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap
perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk
menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.
Kritik
AGENDA SETTING
Agenda Setting merupakan suatu proses awal yang akan menjadi cikal bakal
terbentuknya suatu kebijakan. Dalam proses ini terdapat identifikasi masalah-masalah yang
muncul dalam ruang publik. Selanjutnya dari masalah yang ada dipilih salah satu yang
dominan. Proses pemilihan ini dilakukan karena pada dasarnya tidak semua masalah dapat
diangkat sebagai kebijakan. Pengambilan masalah ini pada akhirnya akan membentuk suatu
policy agenda yang di dalamnya terdapat interpretasi dari masalah-masalah yang ada. Pihak-
pihak yang mempengaruhi setting policy agenda diantaranya sebagai berikut : (1) kantor-
kantor publik; (2) birokrasi; (3) media massa; dan (4) kelompok kepentingan. Pihak-pihak
tersebut memiliki peran masing-masing untuk membentuk suatu kebijakan[1].
Peran media dalam penyusunan agenda setting di Belanda adalah menjadi suatu
sarana yang efektif untuk menyebarkan diskursus dan isu-isu dari publik yang dapat dijadikan
sebagai cikal bakal suatu kebijakan. Karena pemerintahan Belanda benar-benar menghargai
eksistensi suara masyarakat sebagai implementasi sistem demokrasi. Di sisi lain media
Belanda juga menjadi sarana bagi pemerintah untuk menyalurkan kebijakan-kebijakan yang
akan dirilisnya kepada publik sehingga pada akhirnya peran media benar-benar menjadi
perantara antara rakyat dan pemerintah sebagai perwujudan sistem demokrasi.
POLICY FORMULATION
Dalam siklus tersebut Almond mengawali analisis dari input kebijakan berupa isu-isu
yang datangnya dari masyarakat. Input yang ada mengakomodasi kepentingan masyarakat
melalui artikulasi kepentingan melalui kelompok-kelompok kepentingan. Dalam pemerintahan
Belanda, isu-isu yang ada dihimpun melalui bill yang berisi tuntutan-tuntutan atau adanya
pengajuan dari kabinet. Akomodasi kepentingan dilakukan melalui media dan akses partai
politik yang mengakomodasi kepentingan individu. Kelompok kepentingan tidak menjadi fokus
dalam pemerintahan Belanda karena pada dasarnya Belanda lebih terfokus pada individu
sebagai makhluk independen.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintah Belanda dalam proses
pemerintahannya menerapkan model implementasi hybrid models, karena dalam proses
pemerintahan Belanda terdapat dua gelombang implementasi kebijakan yang dilakukan
secara berselingan yakni top down model dan bottom up. Top down model ditunjukkan pada
saat pemerintah pusat memberikan randstad, penerapan kebijakan keamanan, penerapan
kebijakan migrasi, dan jaminan sosial sedangkan bottom up dapat dilihat dari mekanisme
pemangkasan birokrasi dan realitas bahwa meskipun pemerintah pusat memberikan advice
ataupun randstad pemerintah daerah tetapmemiliki kewenanga untuk mempertimbangkan
apakah mereka akan melaksanakan kebijakan yang bersangkutan atau tidak.
EVALUATION
Evaluation merupakan suatu proses yang melihat apakah suatu output kebijakan telah
mencapai tujuan yang direncanakan setelah melalui proses legislasi dan diterapkan oleh
birokrasi. Evaluasi biasanya melibatkan pihak-pihak tertentu yang secara formal memang
memiliki keahlian dalam bidang-bidang tertentu dan memahami proses dan sasaran dari
kebijakan yang diaplikasikan.
Secara berkala pemerintahan Belanda melakukan debat dalam bidang sosial dan
politik. Pelaksanaan evaluasi melalui debat dilakukan dengan cara mendiskusikan dan
mengevaluasi pelaksanaan suatu kebijakan yang melibatkan pihak-pihak diantaranya ministry
(kementerian), parlemen, dan sekretaris negara. Proses awal evaluasi dilakukan dengan pola
sebagai berikut, (1) para menteri menyiapkan dokumen kebijakan dengan kabinet dalam
pertemuan kecil dan selanjutnya membawanya dalam forum; (2) selanjutnya pada tahap ini
setiap juru bicara partai diberi waktu untuk berbicara dengan tujuan evaluasi terhadap
kebijakan yang dirilis pemerintah Belanda serta implikasi dari kebijakan tersebut di
masyarakat. Dalam proses ini jubir partai dapat memberikan evaluasi mengenai sejauh mana
kebijakan telah terimplementasi dan memberikan suatu perubahan, apakah tujuan yang
direncanakan telah dapat dicapai dan sejauh mana pencapaiannya. Selanjutnya apa yang
disampaikan oleh jubir partai akan mendapat jawaban dari Sekretaris negara dan menteri-
menteriyang bertanggung jawab; (3) pada proses ini debat berlangsung antara Parlemen dan
kabinet, parlemen yang terdiri dari senate dan house of representatives memberikan evaluasi
terhadap kinerja kabinet dalam lingkup sebagai berikut senate dan house of representatives
memiliki kewenangan untuk mengidentifikasi sejauh mana pelaksanaan tugas mereka,
apakah telah mencapai tujuan yang direncanakan ataukah belum. Selanjutnya, parlemen
akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai anggaran dan kebijakan yang dilakukan
oleh kabinet, sejauh mana kinerja kabinet dalam hal ini, dan memberikan masukan-masukan
kekurangan dalam hal implikasi yang nantinya dapat dimunculkan kembali untuk proses
agenda setting.
Selain melalui debate, evaluasi juga dilakukan melalui pemberian advice melalui
proposal yang berasal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Kebijakan birokrasi
di Belanda menentukan adanya pengurangan PNS dan administrator dikurangi 1/3 tiap
tahunnya agar dapa dicapai pegawai dengan jumlah sesedikit mungkin sehingga dapat
diorientasikan pada enterpreneurship. Menanggapi proses ini pemerintah pusat melihat
adanya kemungkinan kekurangan tenaga kerja dari birokrasi-birokrasi yang ada sehingga
pemerintah merilis sebuah proposal advice yang disebut randstad yang didalamnya memuat
evaluasi dalam hal transportasi dan infrastruktur. Selain itu pemerintah pusat memberikan
masukan terhadap pemerintahan daerah mengenai kinerja mereka tanpa memasuki tugas
mereka yang spesifik karena dalam pemerintahan Belanda diferensiasi tugas sangat dijunjung
tinggi.