Vous êtes sur la page 1sur 3

1.

Impairment

a. Oedem di sekitar daerah fraktur


Oedem yang terjadi karena adanya luka bekas operasi, sehingga tubuh memberikan respon radang atas
kerusakan jaringan di dekat daerah fraktur.
b. Nyeri di sekitar luka operasi
Adanya luka bekas operasi serta adanya oedem di dekat daerah fraktur, menyebabkan peningkatan
tekanan pada jaringan interstitial sehingga akan menekan nociceptor, lalu menyebabkan nyeri.
c. Keterbatasan lingkup gerak sendi
Karena oedem dan nyeri yang disebabkan oleh luka fraktur dan luka operasi menyebabkan pasien takut
untuk bergerak, sehingga lingkup gerak sendi lama-lama akan mengalami gangguan atau penurunan.
d. Penurunan kekuatan otot
Oedem dan nyeri karena luka bekas operasi dapat menyebabkan penurunan kekuatan otot karena
pasien tidak ingin menggerakkan anggota geraknya dan dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan disused atrophy.

2. Functional Limitation

Adanya oedem dan nyeri menyebabkan pasien mengalami penurunan kemampuan fungsionalnya,
seperti transfer, ambulasi, jongkok berdiri, naik turun tangga, keterbatasan melakukan Buang Air Besar
(BAB) dan Buang Air Kecil (BAK).
Hal ini disebabkan adanya rasa nyeri, oedem, dan karena penyambungan tulang oleh callus yang belum
sempurna, sehingga pasien belum mampu menumpu berat badan dan melakukan aktifitas sehari-hari
secara optimal.

3. Participation Restriction

Oleh karena nyeri, oedem dan keterbatasan fungsional, pasien tidak mampu berhubungan dengan
lingkungan sekitarnya atau bersosialisasi dengan orang lain.

C. Teknologi Intervensi Fisioterapi

Teknologi Fisioterapi yang digunakan dalam kasus ini adalah terapi latihan. Terapi latihan adalah usaha
pengobatan dalam fisioterapi yang pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh, baik
secara aktif maupun pasif (Priatna,1985).
Pada umumnya, sebelum dan setelah pelaksanaan terapi latihan, bagian yang mengalami operasi yaitu
1/3 distal femur pasien dalam keadaan dielevasikan sekitar 30o.

1. Static Contraction

Terjadi kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang otot dan tanpa gerakan pada sendi
(Kisner,1996). Latihan ini dapat meningkatkan tahanan perifer pembuluh darah, vena yang tertekan oleh
otot yang berkontraksi menyebabkan darah di dalam vena akan terdorong ke proksimal yang dapat
mengurangi oedem, dengan oedem berkurang, maka rasa nyeri juga dapat berkurang.

2. Passive Movement

Passive movement adalah gerakan yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan dari luar sementara itu otot
pasien lemas (Priatna,1985). Passive movement ada 2, yaitu :
a. Relaxed Passive Movement
Gerakan pasif hanya dilakukan sebatas timbul rasa nyeri. Bila pasien sudah merasa nyeri pada batas
lingkup gerak sendi tertentu, maka gerakan dihentikan (Priatna,1985).
b. Forced Passive Movement
Forced Passive Movement bertujuan untuk menambah lingkup gerak sendi. Tekniknya hampir sama
dengan relaxed passive movement, namun di sini pada akhir gerakan diberikan penekanan sampai
pasien mampu menahan rasa nyeri (Priatna,1985).

3. Active Movement

Merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot anggota gerak tubuh pasien itu sendiri (Kisner,1996). Pada
kondisi oedem, gerakan aktif ini dapat menimbulkan “pumping action” yang akan mendorong cairan
bengkak mengikuti aliran darah ke proksimal. Latihan ini juga dapat digunakan untuk tujuan
mempertahankan kekuatan otot, latihan koordinasi dan mempertahankan mobilitas sendi.
Active Movement terdiri dari :
a. Free Active Movement
Gerakan dilakukan sendiri oleh pasien, hal ini dapat meningkatkan sirkulasi darah sehingga oedem akan
berkurang, jika oedem berkurang maka nyeri juga dapat berkurang. Gerakan ini dapat menjaga lingkup
gerak sendi dan memelihara kekuatan otot.
b. Assisted Active Movement
Gerakan ini berasal dari pasien sendiri, sedangkan terapis memfasilitasi gerakan dengan alat bantu,
seperti sling, papan licin ataupun tangan terapis sendiri. Latihan ini dapat mengurangi nyeri karena
merangsang relaksasi propioseptif.
c. Ressisted Active Movement
Ressisted Active Movement merupakan gerakan yang dilakukan oleh pasien sendiri, namun ada
penahanan saat otot berkontraksi. Tahanan yang diberikan bertahap mulai dari minimal sampai
maksimal. Latihan ini dapat meningkatkan kekuatan otot.

4. Hold Relax

Hold Relax adalah teknik latihan gerak yang mengkontraksikan otot kelompok antagonis secara
isometris dan diikuti relaksasi otot tersebut. Kemudian dilakukan penguluran otot antagonis tersebut.
Teknik ini digunakan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi ( Kisner,1996).

5. Latihan Jalan

Latihan transfer dan ambulasi penting bagi pasien agar pasien dapat kembali ke aktivitas sehari-hari.
Latihan transfer dan ambulasi di sini yang penting untuk pasien adalah latihan jalan. Mula-mula latihan
jalan dilakukan dengan menggunakan dua axilla kruk secara bertahap dimulai dari non weight bearing
atau tidak menumpu berat badan sampai full weight bearing atau menumpu berat badan. Metode jalan
yang digunakan adalah swing, baik swing to ataupun swing through dan dengan titik tumpu, baik two
point gait, three point gait ataupun four point gait. Latihan ini berguna untuk pasien agar dapat mandiri
walaupun masih menggunakan alat bantu.

Vous aimerez peut-être aussi