Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
1
Suhu : 36,7oC
Status Genaralisata :
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), ikterus (-/-), pupil bulat isokor
Hidung : Tidak ada pernapasan cuping hidung
Mulut : Sianosis (-)
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)
Paru-paru : Wheezing (+/+), Rh (-/-)
Thoraks anterior
o Inspeksi : Pergerakan nafas hemitorak kanan dan kiri sama, iktus cordis
tidak terlihat
o Palpasi : Fremitus taktil dan vokal hemitorak kiri dan kanan sama,
Ictus cordis tidak teraba
o Perkusi : Sonor pada hemitoraks kanan dan kiri
Batas jantung atas : sela iga 3 linea parasternalis kiri
Batas jantung kiri : sela iga 6 linea mid clavicularis sinistra
Batas jantung kanan : sela iga 4 linea sternalis kanan
THORAKS POSTERIOR
• Inspeksi : Pergerakan nafas hemitoraks kanan dan kiri sama
• Palpasi : Fremitus taktil dan vokal hemitoraks kiri dan kanan sama
• Perkusi : Sonor pada hemitoraks kanan dan kiri
• Auskultasi : Bronkhial, wheezing +/+, ronkhi -/-
Jantung : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), edem tibial (-)
Daftar Pustaka :
1. Dja’man Saleh Y, Mangunnegoro H, Hudoyo A, dkk, Kadar Eosinofil pada Sputum
Penderita Asma Bronkhial Dalam Serangan Di rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan
Jakarta. Jurnal Respirologi Indonesia 1998; 18:p.5-6
2. Bratawijdaya, Karnen. Asma Bronkhial dalam Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi III,
BP FKUI, Jakarta, 2006; hal 21-32
3. Yunus, Faisal. Penatalaksanaan Asma Bronkhial Masa Kini. Majalah Kedokteran
Indonesia, Volum: 46, Nomor : 10, Oktober 1996.
4. Solomon, William R. Ashma bronkhial : Alergi dan lain-lain. In: Price sylvia A, Wilson
2
Lorraine M. Editor. Patofisiologi Buku I. Edisi IV. Jakarta : EGC; 2006. hal 784-785
5. Yunus, Faisal. Penatalaksanaan Eksaserbasi Akut Asma. Pertemuan Ilmiah Khusus
PPOK Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Semarang
Hasil Pembelajaran :
1. Menegakkan diagnosis asma bronchial
2. Mengetahui penatalaksanaan asma bronchial
3. Konsultasi yang diperlukan untuk kasus asma bronchial
Tinjauan Pustaka
Definisi
Asma adalah penyakit saluran nafas dengan karakteristik berupa meningkatnya reaktifitas
trakea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan sehingga terjadi penyempitan saluran
nafas yang dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan, peningkatan reaktivitas tersebut
dihubungkan dengan proses inflamasi. Pada individu yang cenderung menderita penyakit ini,
inflamasi ini menyebabkan episode mengi yang berulang, sesak nafas, rasa tegang di dada,
serta batuk khususnya diwaktu malam dan/atau dini hari (1). Gejala ini berhubungan dengan
penyempitan saluran nafas yang difus dengan derajat yang bervariasi dan bersifat reversibel
baik dengan pengobatan maupun secara spontan (1-3). Inflamasi ini juga menyebabkan
hipereaktivitas saluran nafas terhadap berbagai rangsang (1-2). Asma terjadi pada semua suku
3
bangsa. Asma dapat terjadi pada semua usia walaupun faktor genetik merupakan predisposisi
yang penting untuk terjadinya atopi dan juga asma, bukti yang menunjukkan prevalensi asma
di negara-negara berkenbang diseluruh dunia diduga bahwa faktor lingkungan merupakan
faktor yang lebih penting daripada faktor ras (1,6)
Epidemiologi
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala padaumur 1 tahun,
sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala. pertamanya muncul sebelum umur 4-5
tahun. Sebagian besar anak yangterkena kadang-kadang hanya mendapat serangan ringan sampai
sedang, yangrelatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut,
biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang musiman. Haltersebut yang menjadikannya
tidak mampu dan mengganggu kehadirannya disekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dari
hari ke hari. Asma sudah dikenal sejak lama, tetapi prevalensi asma tinggi. Di
Australiaprevalensi asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat menjadi
29,7% pada tahun 1992. Penelitian di Indonesia memberikan hasilyang bervariasi antara 3%-
8%, penelitian di Menado, Pelembang, UjungPandang, dan Yogyakarta memberikan angka
berturut-turut 7,99%; 8,08%;17% dan 4,8%
Patogenesis
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme
otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus
intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi
jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan
prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat
elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan
perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup
mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO 2
akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan.
Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan,
maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus
dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan
ruang iterstisium paru.
4
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami
degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya
adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.
Rangsangan atau pencetus yang sering menimbulkan serangan asma perlu diketahui dan
sedapatnya dihindarkan. Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Alergen utama debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan.
2. iritan seperti asap, bau-bauan, polutan.
3. infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus.
4. Perubahan cuaca yang ekstrim.
5. Kegiatan jasmani yang berlebihan.
6. Lingkungan kerja.
7. Obat-obatan.
8. Emosi.
9. Lain-lain, seperti refluks gastro esophagus (2)
5
Obstruksi jalan nafas dapat reversible secara spontan ataupun dengan pengobatan. Gejala-
gejala asma antara lain :
1. Sesak.
2. Bising mengi ( wheezing ) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop.
3. Batuk produktif, sering pada malam hari.
4. Nafas atau dada seperti tertekan.
Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam
hari (5). Gejala-gejala tersebut tidak selalu terlihat bersama-sama. Ada penderita yang hanya
batuk tanpa rasa sesak, atau sesak dan mengi saja (2).
6
Pemeriksaan Penunjang
1. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible. Cara yang paling cepat dan
sederhana untuk diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan
diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator >20% tidak berarti ada asma.
Hal tersebut dapat dijumpai pada penderita yang sudah normal atau mendekati normal
sehingga kenaikan FEV1 atau FVC tidak melebihi 20%. Respon mungkin juga tidak
dijumpai pada obstruksi jalan nafas yang berat, oleh karena obat tunggal aerosol tidak
7
cukup memberikan efek yang diharapkan. Untuk melihat reversibilitas pada hal yang
akhir mungkin diperlukan pengobatan kombinasi adrenergik, teofilin dan bahkan
kortikosteroid untuk 2-3 minggu. Reversibilitas dapat terjadi tanpa pengobatan yang
dapat terlihat dari hasil pemeriksaan spirometri yang dilakukan pada saat yang berbeda-
beda misalnya beberapa hari atau bulan kemudian. Pemeriksaan spirometri tidak saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi
dan efek pengobatan.
8
4. Pemeriksaan laboratorium :
Darah : persentase eosinofil pada hitung jenis dan jumlah eosinophil yang meningkat,
Imunoglobulin E yang spesifik.
Analisa gas darah: bila ada kecurigaan gagal napas
Dahak dan sekret hidung: pemeriksaan eosinophil.
5. Pemeriksaan radiologi :
Foto toraks : Umumnya pemeriksaan foto dada penderita asma adalah normal.
Pemeriksaan tersebut dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses patologik di
paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, atelektasis
dll
Foto sinus paranasalis, jika asma tidak membaik
Diagnosis
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas,
mengi,rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik
cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran
faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru,akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
PENATALAKSANAAN
1. Bronkodilator
a. Agonis b2
Obat ini mempunyai efek bronkodilatasi. Terbutalin, salbutamol, dan fenetranol
memiliki lama kerja 4-6 jam, sedangkan agonis b2 long-acting bekerja lebih dari
12 jam, seperti salmeterol, formoterol, bambuterol dan lain-lain. Bentuk aerosol
dan inhalasi memberikan efek bronkodilatasi yang sama dengan dosis yang jauh
lebih kecil yaitu sepersepuluh dosis oral dan pemberiannya lokal.
b. Metilxantin
Teofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatornya berkaitan dengan
konsentrasinya di dalam serum. Efek samping obat ini ditekan dengan
pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan jangka panjag.
c. Antikolinergik
Golongan ini merupakan tonus vagus intinnsik dari saluran napas.
9
2. Anti inflamasi
Antiinflamasi menghambat inflamasi jalan napas dan mempunyai efek supresi dan
profilaksis.
a. Kortikosteroid
b. Natrium kromolin (sodium cromoglycate) merupakan antiinflamasi nonsteroid.
Jika respon tidak ada atau tidak baik terhadap terapi awal maka sebaiknya pasien dirawat di
10
rumah sakit.
Alur penanganan pasien dengan serangan asma (eksaserbasi akut) adalah sebagai
berikut:
Pasang oksigen (via nasal canul atau face mask, aliran disesuaikan). Jika pasien masih
dapat duduk, lebih baik lakukan anamnesis dan pemeriksaan sambil duduk. Jika
pasien mengalami penurunan kesadaran atau tidak sadar, pikirkan bahwa pasien
membutuhkan ventilasi bantuan, bahkan intubasi.
Berikan salbutamol (a.k.a albuterol) via inhaler atau nebulizer. Jika serangan pasien
adalah serangan berat, dapat diberikan dengan kombinasi antikolinergik, ex:
combivent (salbutamol cum ipratropium bromide). Pemberian terapi ini dapat di
ulang sampai 3 kali dengan interval waktu antar dosis adalah 20 menit. Lalu evaluasi
keadaan klinis pasien.
Untuk kasus serangan ringan, biasanya setelah 1 – 2 dosis pemberian salbutamol
keluhan pasien akan membaik. Selanjutnya pasien dapat di berikan terapi rawat jalan
untuk 3 – 5 hari agar serangan benar-benar hilang.
Untuk kasus serangan sedang sampai berat, biasanya setelah pemberian 1 – 3 dosis
salbutamol/kombinasi keluhan hanya berkurang sedikit atau bahkan menetap. Untuk
itu pasien memerlukan perawatan di RS. Penatalaksanaan selanjutnya adalah:
o Pasang IV line
o Infus cairan D5 atau kristaloid
o Drip Aminofilin. Sebenarnya berdasarkan jurnal penelitian terbaru dan
rekomendasi dari GINA menyatakan bahwa penggunaan aminofilin pada saat
serangan akut tidak bermanfaat karena length of stay pasien masih sama antara
yang diberikan aminofilin maupun tidak. Tapi berdasarkan penulis menilai
11
tidak ada salahnya memberikan aminofilin dosis rendah pada pasien yang
tidak ada kontraindikasi.
o Program pemberian salbutamol via inhaler atau nebulizer per 4-6 jam, sambil
dievaluasi sesuai perkembangan klinis pasien.
o Pada serangan berat dapat diberikan steroid sistemik per oral.
o Obat-obatan simtomatik seperti antipiretik dan ekspektoran. Penulis tidak
menyarankan pemberian mukolitik karena dapat memperburuk keluhan sesak
napas. Demikian pula mukolitik tidak direkomendasikan oleh GINA.
Komplikasi
1. Infeksi saluran nafas
2. Atelektasis
3. Pneumotoraks, pneumomediastinum. Emfisema kutis
4. Gagal nafas
5. Aritmia ( terutama, bila sebelumnya ada kelainan jantung )
4. Plan
Oksigen via nasal canul 3-4 lpm
Nebul combivent
Obat oral dilanjutkan : Salbutamol 3x1, Metilprednison 3x1, Ambroxol 3x1
Prognosis
Prognosis baik jika segera ditangani dengan adekuat.
Pendidikan
Edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit. Untuk menjaga terhadap faktor
alergen terjadinya asma
Rujukan
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harus ditangani di rumah sakit dengan saran
dan prasaran yang lebih memadai.
Peserta Pendamping
12