Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan
ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika
batuan ultramafik tersingkap di permukaan bumi. Pelapukan pada
peridotit menyebabkan unsur-unsur dengan mobilitas rendah
sampai immobile seperti Ni, Fe dan Co mengalami pengayaan secara
residual dan sekunder (Burger, 1996). Berdasarkan hasil penyelidikan
eksplorasi yang dilakukan diperkirakan jumlah cadangan bijih laterit
mencapai 82 %, sedangkan sisanya berupa bijih jenis nikel sulfida.
Walaupun demikian, sebagian besar produksi nikel dunia masih berasal
dari bijih sulfida. Di masa mendatang jumlah cadangan bijih sulfida akan
semakin sulit diperoleh, sehingga cadangan bijih laterit akan menjadi
sumber utama produksi bijih nikel. Besarnya cadangan nikel dalam bijih
laterit di Indonesia diduga mencapai 15 % dari cadangan dunia.
1. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan karakteristik mineralogi endapan nikel laterit pada
penelitian ini, maka di rumuskan permasalahan yang ada di daerah
penelitian sebagai berikut :
– Bagaimana karakteristik mineralogi pada daerah penelitian
1. 2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik mineralogi
endapan nikel laterit pada daerah pertambangan nikel Pomalaa, yaitu di
daerah Tambang Tengah Bukit TLA2.
3. Lokasi Penelitian.
Lokasi penelitian ini dilakukan pada kuasa pertambangan PT. Antam Tbk
UBPN Sulawesi Tenggara, yaitu daerah Tambang Tengah (Bukit TLA2
Lembar 3).
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan meliputi studi pustaka, pekerjaan lapangan,
pengambilan conto batuan, penentuan lokasi pengamatan, pembuatan
zona penyebaran nikel, serta deskripsi sayatan tipis, analisis data, dengan
tahapan sebagai berikut :
3.1.1. Litologi
Pengelompokan atau pembagian satuan litologi didasarkan oleh
perbedaan kenampakan fisik baik secara megaskopis maupun
mikroskopis, dimana litologi pada daerah penelitian merupakan satuan
Dunit-Peridotit, satuan peridotit merupakan basement dari Mandala
Geologi Sulawesi Timur yang berumur Kapur Awal (Simandjuntak dkk,
1991). Satuan dunit-peridotit yang merupakan bagian dari ofiolit Sulawesi
Timur, menempati sebagian besar daerah perbukitan yang
mencakup daerah penelitian. Secara megaskopis satuan ini didominasi
oleh batuan beku ultramafik berupa peridotit (dunit dan lerzolit), piroksen
dan sebagian kecil serpentinit yang tersebar setempat-setempat (Gambar
4).
Gambar 5. Sayatan petrografi conto batuan TB 283 E yang menunjukkan adanya serpentinisasi
tingkat rendah pada batuan ultramafik (lherzolite) dan kenampakan kromit yang hadir sebagai
inklusi (A). Kenampakan dengan nikol sejajar. (B). Kenampakan dengan nikol bersilang.
2. Zona Saprolit
Secara kimiawi zona saprolit ditandai dengan kelimpahan unsur Mg dan
Ni serta berkurangnya unsur Fe. Hal tersebut disebabkan Mg dan Ni
biasanya terakumulasi dalam mineral hydrous silica yang berasal
dari leaching mineral primer penyusun batuan ultramafik. Unsur Ni pada
zona saprolit biasanya berasosiasi dengan mineral olivin, serpentin dan
mineral hydrous silica seperti garnierit dan krisopras. Unsur yang
bersifat immobile seperti Fe biasanya berkurang pada zona ini karena Fe
biasanya terakumulasi sebagai residual enrichment pada zona limonit.
Dasar klasifikasi zona saprolit berdasarkan unsur kimia adalah klasifikasi
Golightly (1972) yaitu : Fe (< 25 %), MgO (> 5 %), dan Ni (> 1,5 %). Seperti
halnya pada zona limonit klasifikasi ini tidak dapat diterapkan
sepenuhnya dalam pembagian zonasi menurut unsur kimia karena banyak
dijumpai anomali di lapangan sehingga diperlukan sedikit penyesuaian.
Hal ini disebabkan tiap daerah memiliki karakteristik yang khas namun
tidak menyimpang terlalu jauh dari model umumnya. Dari hasil deskripsi
lapangan pada titik bor (logging) zona saprolit dicirikan oleh kenampakan
fisik berupa warna coklat kekuning-kuningan sampai kuning kecoklat-
coklatan, ukuran butir pasir halus – kerakal, mulai dijumpai adanya fraksi
material yang lebih kasar yang merupakan hasil pelapukan yang belum
sempurna seperti bongkah batuan dasar, biasanya dijumpai mineral
seperti serpentin, talk, olivin, garnierit, krisopras dan mineral-
mineral hydrous silica lainnya (Gambar 7). Pada umumnya saprolit pada
daerah penelitian merupakan rocky saproliteyaitu zona saprolit yang kaya
akan fragmen batuan dasar yang masih tersisa.
Gambar 7. Inti bor zona saprolit.
3. Zona Bedrock
Secara kimiawi zona bedrock merupakan zona yang memiliki komposisi
kimiawi yang masih sama dengan batuan dasar yang masih fresh. Batuan
dasar dari endapan nikel laterit pada daerah penelitian adalah di dominasi
oleh Dunit dan lherzolit. Batuan tersebut umumnya mengalami
serpentinisasi dengan intensitas lemah sampai tinggi. Unsur yang umum
dijumpai dalam konsentrasi yang tinggi adalah Mg, sedangkan unsur Ni
dan Fe semakin menurun konsentrasinya. Mineral yang umum dijumpai
adalah mineral primer penyusun batuan tersebut yaitu olivin, piroksen
dan serpentin. Secara megaskopis zona bedrock dicirikan oleh batuan
yang masih segar dengan tingkat pelapukan maupun serpentinisasi yang
rendah, kompak, dan masif, masih memperlihatkan struktur, tekstur, dan
komposisi asli dari batuan tersebut (Gambar 8).
Dari beberapa sayatan tipis pada mineral olivin no kode TB 270 E, mulai
berwarna cokelat terutama pada tempat yang berpotongan dengan
rekahan dan alterasi menjadi mineral serpentin yang berwarna abu-abu.
Gambar 9. TB. 270 E. Kenampakan olivin (Ol) yang telah terubah menjadi serpentin (Srp)
Gambar 10. TB. 278 E. Kenampakan piroksen (Px) yang telah terubah menjadi serpentin (Srp)
3.4. Analisis X-Ray Diffraction
Untuk analisis XRD di lakukan terhadap 6 sampel. Analisa XRD dilakukan
dengan menggunakan Rigaku Multiflex X-ray diffractometer dengan
radiasi CuKα (pada 40 kV dan 20 mA), 1º divergence slit dan 1º (atau
1/2º) receiving slit, dan graphite monochromator. Hasil analisa
pada random powder mounts diperoleh dari kisaran 2º – 65º pada interval
0.02º, 2º dalam waktu 1 detik. Hasil analisa pada oriented clay
mounts diperoleh dari kisaran 2º – 30º pada interval 0.02º, 2θ tiap detik.
Interpretasi Difraktogram
Pola-pola difraksi yang dihasilkan kemudian diproses secara otomatis
menggunakan software pengidentifikasi peak yaitu MDI Jade v6.0.
Kondisi yang dibutuhkan dalam identifikasi otomatis : parabolic filter,
threshold = 3 = 0.1%, background = 3/1.0, peak-top = summit dan
wavelength to compute d-spacing = 1.54056 Å (Cu/K-alpha). Untuk
memastikan identifikasi peak yang benar, maka difraktogram tersebut
diperiksa ulang secara manual menggunakan tabel pola-pola X-RD oleh
Chen (1977) dan JCPDS (1988).
Secara umum mineral lempung yang hadir berdasarkan analisa X-Ray
Diffraction (X-RD), diantaranya : (seperti pada Gambar 10A dan B, 11A
dan B, 12A dan B)
DAFTAR PUSTAKA
Burger, P.A., 1996. Origins and Characteristic of Lateric Nickel
Deposits, Nickel ’96Seminar Proceedings, Kalgoorlie. p 179-183.
Golightly, J.P., 1979, Geology Of Soroako Nickeliferous Laterite Deposite,
Int. Laterite Simp, New Orleans.
Simandjuntak, T.O., Surono, dan Sukido., 1984, Laporan Geologi Lembar
Kolaka Proyek Pemetaan Geologi dan Interpretasi Foto Udara Dalam
Skala 1:250.000, Bandung. 50 p.
Waheed, A., 2002. Nickel Laterites-A Short Course : Chemistry,
Mineralogy, and
Formation of Nickel Laterites (tidak dipublikasikan ).
Waheed, A., 2005. Mineral Associated With Laterites. Tidak
Dipublikasikan, 54 p.