Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri,
NPM : 0806334413
Tanda Tangan :
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 13 Juni 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini.
Penulisan karya ilmiah akhir Ners ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Ners pada Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners ini.
Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Mustikasari,
SKp., MARS., selaku dosen pembimbing akademik dan Ibu Fauziah, M.Kep., Sp.
Kep. Jiwa., selaku pembimbing klinik yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini.
Selain itu, saya juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dewi Irawaty, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia;
2. Ibu Kuntarti, SKp., M.Biomed, selaku Ketua Program Studi Sarjana dan
Profesi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia;
3. Ibu Riri Maria, SKp., MANP., selaku dosen koordinator mata ajar Karya
Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia;
4. Pihak Rumah Sakit Mardzoeki Mahdi (RSMM) Bogor yang telah
menyediakan lahan praktik untuk mata ajar praktik klinik Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) Peminatan Jiwa;
5. Ibu Linggar Kumoro, SKp., selaku Kepala Ruang Antasena RSMM
Bogor
yang telah banyak membantu saya selama praktik di Ruang Antasena;
6. Seluruh staf perawat Ruang Antasena RSMM Bogor yang telah banyak
membantu dan memberikan banyak pengalaman kepada saya selama
praktik di Ruang Antasena;
7. Mama, Bapak, Iyang Ega, Duli Rika, dan Bowo yang telah memberikan
doanya serta dukungan semangatnya;
8. Teman-teman praktik Ruang Antasena (Mbak Cilik, Mbak Yani, Teh Fay,
Oyip) dan My Roommate “Sari” yang telah banyak memberikan semangat
dan membantu saya dalam memberikan kritik dan sarannya selama
penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini; dan
9. Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Saya menyadari bahwa penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran untuk
kesempurnaan karya ilmiah akhir Ners ini. Semoga karya ilmiah akhir Ners ini
dapat bermanfaat bagi saya dan pembaca khususnya, serta untuk masyarakat pada
umumnya.
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 13 Juni 2013
Yang menyatakan
Stroke merupakan salah satu penyakit perkotaan yang disebabkan oleh berbagai
faktor, salah satunya adalah gaya hidup buruk yang menjadi masalah kesehatan
yang serius di wilayah perkotaan. Terdapat 11 provinsi mempunyai prevalensi
stroke diatas prevalensi nasional, diantaranya Provinsi Jawa Barat (9.3%). Stroke
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap fisik penderitanya, seperti penurunan
fungsi tubuh yang dapat memicu munculnya beberapa masalah psikososial, salah
satunya berduka situasional. Pemunculan emosi positif dengan masalah berduka
situasional diperlukan agar pasien dapat melewati setiap tahapan berduka dengan
baik. Untuk itu, seorang perawat sebaiknya dapat memberikan asuhan keperawatan
dengan membantu memunculkan emosi positif pasien melalui pengungkapan
perasaan dengan cara lisan, aktivitas fisik, sosial dan spiritual berdasarkan tahapan
berduka yang sedang dialaminya.
Kata Kunci:
Asuhan keperawatan, berduka situasional, stroke
Name : Rosiana Putri, S.Kep
Study program : Ners Profession Program
Title : The Nursing Care Process of Situational Grieving on Mrs
A with Stroke Non-Hemoragic Disease in Antasena
Room Care of Mardzoeki Mahdi Bogor Hospital
Stroke is one of the urban disease that caused by many factors, one of them is bad
lifestyle that becomes serious health problem in the urban area. There are eleven
provinces that have higher stroke prevalence than national’s, one of them is West
Java Province (9.3%). Stroke may cause negative impacts on the physical problems,
such as the decline of body function that cause many psychosocial problems, one
of them is situational grieving. The appearance of positive emotions of patient who
has situational grieving problem is needed so that patient can through each stage of
grieving well. For that reason, a nurse should give the nursing care process to help
the patient to appear the positive emotions by expressing his or her feeling with
talking, doing physical activity, social and spiritual according to the stages of
grieving that is being experienced.
Keywords:
Nursing Care Process, Situational Grieving, Stroke
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
KATA PENGANTAR iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH vi
ABSTRAK vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penulisan 5
1.3.1 Tujuan Umum 5
1.3.2 Tujuan Khusus 5
1.4 Manfaat Penulisan 6
1.4.1 Manfaat Keilmuan 6
1.4.2 Manfaat Aplikatif 6
1.4.3 Manfaat Metodologis 6
2. TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Stroke 7
2.1.1 Definisi Stroke 7
2.1.2 Penyebab Stroke 7
2.1.3 Klasifikasi Stroke 10
2.1.3.1 Stroke Hemoragik 10
2.1.3.2 Stroke Non-Hemoragik 11
2.1.4 Patofisiologi Stroke Non-Hemoragik 12
2.1.5 Manifestasi Klinis Stroke 12
2.2 Berduka Situasional 14
2.2.1 Definisi Berduka 14
2.2.2 Faktor Penyebab Berduka 15
2.2.3 Tahapan Berduka 17
2.2.4 Tanda dan Gejala Berduka 18
2.2.5 Akibat Berduka 20
2.2.6 Asuhan Keperawatan Berduka 20
3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA 23
3.1 Pengkajian Kasus 23
3.2 Masalah Keperawatan 24
3.3 Pohon Masalah dan Diagnosa Keperawatan 25
4. ANALISIS SITUASI 26
4.1 Profil Lahan Praktik 26
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP
dan Konsep Kasus Terkait 27
4.3 Analisis Intervensi Keperawatan Berduka Situasional terhadap
Konsep dan Penelitian Terkait 32
4.4 Alternatif Pemecahan Masalah 36
5. PENUTUP 39
5.1 Kesimpulan 39
5.2 Saran 40
5.2.1 Bidang Keilmuan 40
5.2.2 Bidang Aplikatif 40
5.2.3 Bidang Metodologis 41
DAFTAR PUSTAKA 42
Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Stroke Berdasarkan Defisit Neurologis
yang Terkena 13
Tabel 2.2 Tanda dan Gejala Berduka Berdasarkan Respon yang
Muncul 19
Tabel 2.3 Tindakan Keperawatan Berdasarkan Tahapan Berduka 22
Gambar 3.1 Pohon Masalah Keperawatan 25
Lampiran 1 : Pengkajian
Lampiran 2 : Analisa Data
Lampiran 3 : Rencana Asuhan Keperawatan
Lampiran 4 : Catatan Perkembangan
Lampiran 5 : Riwayat Hidup Penulis
Pendahuluan merupakan tahap awal dari sebuah penulisan karya ilmiah untuk
memberikan gambaran permasalahan yang ada secara umum dan tujuan dari
diadakannya penulisan. Pada bab pendahuluan ini, penulis membahas latar
Masalah kesehatan yang sering disebabkan karena gaya hidup tidak sehat
diperkotaan adalah munculnya berbagai macam penyakit degeneratif yang
masuk dalam kategori masalah kesehatan modern. Penyakit degeneratif
merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan penyakit yang
muncul akibat kemunduran fungsi sel tubuh, yaitu dari keadaan yang normal
menjadi lebih buruk (Japardi, 2002). Ada sekitar 50 jenis penyakit degeneratif,
diantaranya penyakit jantung dan pembuluh darah (hipertensi, stroke, dan
jantung), endokrin (diabetes mellitus, tiroid, hiperkolesterol), neoplasma
(tumor ganas dan tumor jinak), gangguan pencernaan, kegemukan, dan lain-
lain. Stroke adalah penyebab utama kedua kematian setelah penyakit iskemik
jantung di seluruh dunia, dengan perkiraan 5.5 juta subjek meninggal
karena stroke setiap tahun dari kesemua penyakit degenaratif yang ada (WHO,
2004).
Penyakit stroke dianggap sebagai salah satu penyakit yang menakutkan bagi
masyarakat karena dianggap sebagai penyakit yang mematikan dari 10 jenis
penyakit mematikan yang masuk dalam daftar data Riskesdas pada tahun 2007.
Stroke didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer and Bare, 2002).
Berhentinya suplai darah ke otak ini merupakan akibat adanya sumbatan
ataupun pecahnya pembuluh darah yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah
satunya adalah gaya hidup atau kebiasaan yang buruk, seperti pola makan yang
tidak sehat, stress, dan kurang gerak (WHO dalam Andry
Hartono, 2006).
Respon berduka yang muncul pada penderita stroke merupakan akibat lanjut
dari kehilangan yang dirasakan oleh seseorang yang baru mengalami stroke.
Seperti diketahui, berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan. Umumnya, respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan
dimanifestasikan dengan perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah
tidur, dan lain-lain (NANDA, 2011).
Penelitian lain menyebutkan bahwa dalam proses pemulihan rasa berduka pada
penderita stroke diperlukan orang lain yang berperan untuk memotivasi
penderita stroke agar mau terlibat dalam kegiatan yang meningkatkan status
fungsionalnya (Deiner & Lucas, 2000). Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan Dunn, Elswatte, and Elliot (2009) yang melaporkan bahwa harapan
dan fokus berorientasi pada masa depan dapat meningkatkan emosi positif dan
memotivasi penderita stroke untuk melakukan aktivitas fisik yang
menguntungkan bagi kondisinya setelah stroke. Motivasi ini dapat berasal
dari orang-orang disekitar penderita stroke.
Upaya untuk meningkatkan emosi positif, dukungan sosial, dan motivasi untuk
melakukan aktivitas fisik dinilai cukup berhasil dalam mengatasi perasaan
depresi sebagai respon berduka yang dialami penderita stroke. Penelitan Seale,
et al (2010) menunjukkan dari 840 responden, yaitu sebanyak 35,6% pada tiga
bulan pasca stroke mengalami peningkatan emosi ke arah positif setelah
dilakukan upaya-upaya tersebut. Hal ini dikarenakan emosi positif dapat
mengurangi efek berbahaya dari kecemasan atau depresi yang sering menyertai
terjadinya awal penyakit, termasuk stroke (Fredickson,
et al, 2000).
Masalah berduka yang muncul sebagai respon dari kehilangan fungsi pada
penderita stroke ini harus segera ditangani karena dapat memberikan berbagai
dampak negatif. Dampak negatif yang umumnya muncul adalah perasaan
ketidakberdayaan, gangguan citra tubuh, harga diri rendah, hingga isolasi
sosial. Untuk itu, dibutuhkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak agar
dampak-dampak tersebut tidak muncul. Termasuk bantuan dari seorang
perawat. Perawat harus dapat menangani klien yang mengalami masalah
berduka situasional dengan memberikan asuhan keperawatan yang optimal.
1.2 Perumusan Masalah
Stroke merupakan salah satu penyakit perkotaan yang memiliki masalah yang
kompleks dengan penyebab yang bersifat multifaktorial. Stroke dapat
menimbulkan dampak negatif pada fisik penderitanya, seperti penurunan
fungsi tubuh yang dapat memicu munculnya masalah psikososial. Masalah
psikososial yang biasanya muncul pada awal terserang stroke adalah berduka
situasional sebagai respon dari kehilangan yang dirasakan penderita stroke.
Untuk mengatasi masalah berduka situasional pada penderita stroke agar tidak
berlanjut ke tahap yang lebih parah, seperti depresi, harga diri rendah, hingga
isolasi sosial diperlukan bantuan dari berbagai pihak, termasuk dari perawat
selama proses perawatan di rumah sakit. Perawat harus dapat menangani klien
yang mengalami masalah berduka situasional dengan memberikan asuhan
keperawatan yang optimal pada klien dengan cara membantu pasien
memunculkan emosi positif melalui pengungkapan
perasaan secara verbal, aktivitas fisik, sosial dan spiritual.
Pada bab tinjauan pustaka ini, penulis menguatkan permasalahan yang akan
dibahas dalam penulisan hasil asuhan keperawatan berduka situasional yang telah
diberikan sebelumnya. Tinjauan pustaka yang dibahas pada bab ini mengenai
konsep dan teori stroke dan berduka situasional. Selain itu, pada bab tinjauan
pustaka ini penulis juga membahas mengenai konsep dan teori terkait pemberian
asuhan keperawatan kepada klien dengan masalah berduka situasional, mulai dari
sampai dengan rencana tindakan yang akan dilakukan.
2.1 Stroke
2.1.1 Definisi Stroke
Stroke merupakan salah satu gangguan yang terjadi pada sistem neurologis
manusia. Stroke atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah suatu
keadaan dimana seseorang kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). WHO
(2004) sendiri mendefinisikan stroke sebagai defisit neurologi akut yang
disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak
dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal pada otak yang
terganggu. Definisi lain menyebutkan stroke adalah suatu defisit neurologis
mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragik sirkulasi saraf otak
(Ignatavicius & Workman, 2006). Dari beberapa definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa stroke merupakan gangguan yang terjadi pada
sistem neurologis sebagai akibat adanya iskemia ataupun hemoragik
pembuluh darah sehingga suplai darah ke bagian otak terhenti.
Hipertensi
Hipertensi menjadi faktor risiko karena orang yang mengalami
hipertensi (bukan hanya sistemik melainkan juga ginjal) dapat
menyebabkan kontur pembuluh darah berubah, sehingga apapun yang
lewat mudah tertempel dan memudahkan terjadinya arterosklerosis.
Penyakit jantung
Sebanyak 40-90% dari penderita Miocard Cardiac Infark (MCI) akan
berkembang menjadi stroke padahal kerusakan terjadi pada pembuluh
darah koroner (Smeltzer & Bare, 2002). Hal ini disebabkan karena
orang dengan MCI akan terjadi kerusakan ditingkat endokardium yang
rapuh sebagai akibat tidak adanya suplai oksigen sehingga
menyebabkan terjadinya nekrotik yang dapat menyumbat pembuluh
darah.
Diabetus mellitus
Pada penderita diabetes mellitus, viskositas darah akan menjadi kental.
Proses kekentalan darah inilah yang dapat mengendap pada pembuluh
darah. Komplikasi jangka panjangnya akan menyebabkan angiopati
pada pembuluh darah otak (Smeltzer & Bare, 2002).
Usia
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), seseorang berusia diatas 65 tahun
beresiko terkena stroke lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan data
Riskesdas (2007) bahwa penyakit terbanyak yang dialami seseorang
diatas usia 65 tahun yang dapat menimbulkan kematian baik pada laki-
laki maupun perempuan di Indonesia adalah stroke yaitu dengan
presentase sebesar 20.9% untuk laki-laki dan 24.4% untuk perempuan.
Hal ini disebabkan pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh
darah di otak.
Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol
sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah
satunya pembuluh darah otak.
Habit (kebiasaan)
Pola makan yang salah dapat memicu terjadinya stroke pada individu.
Seringnya mengonsumsi makanan junk food, makanan yang berlemak
atau mengandung kolestrol tinggi dapat memicu penumpukan plak pada
pembuluh darah. Akumulasi konsumsi makanan yang berlemak atau
tinggi kolesterol inilah yang akan berpengaruh terhadap aliran darah
dalam pembuluh darah, dimana elastisitas pembuluh darah dapat
menurun. Lama-kelamaan akan menyebabkan penyumbatan
pembuluh darah dan stroke.
Selain pola makan yang salah, kurang olahraga juga dapat memicu
terjadinya stroke. Hal ini disebabkan karena kurang olahraga dapat
mengakibatkan pembuluh darah seseorang menjadi lemah dan kaku
sehingga menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh, termasuk otak
menjadi kurang lancar. Kebiasaan buruk lain yang dapat menyebabkan
stroke adalah kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok dapat
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada pembuluh darah,
seperti pengerasan pembuluh darah (Smeltzer & Bare, 2002).
Faktor lain yang juga mempengaruhi timbulnya penyakit stroke adalah
adanya stress emosional. Seperti diketahui, stress emosional kini telah
melanda segenap lapisan masyarakat. Hal ini terutama akibat beban
ekonomi yang semakin berat, kehidupan keras yang menuntut
persaingan ketat, ketidakpuasan terhadap sesuatu yang telah dicapai,
kesulitan dalam hubungan antar manusia, dan sebagainya (Anies,
2005). Stres yang berkepanjangan inilah yang akan membahayakan
Stroke trombotik
Stroke trombotik terjadi akibat oklusi pembuluh darah, biasanya
karena arterosklerosis berat. Stroke trombotik biasanya berkembang
dalam periode 24 jam. Selama periode perkembangan
stroke, individu dikatakan mengalami stroke in evolution. Pada
akhir periode tersebut, individu dikatakan mengalami stroke lengkap
(completed stroke) (Corwin, 2008).
Stroke embolik
Stroke embolik berkembang setelah oklusi arteri oleh embolus yang
terbentuk di luar otak. Sumber umum embolus yang menyebabkan
adalah jantung setelah infark miokardium atau
fibrilasi atrium, dan embolus yang merusak arteri karotis komunis
atau aorta (Corwin, 2008).
Definisi lain menyebutkan bahwa berduka, dalam hal ini dukacita adalah
proses kompleks yang normal yang mencakup respons dan perilaku emosi,
fisik, spiritual, sosial, dan intelektual ketika individu, keluarga, dan
komunitas menghadapi kehilangan aktual, kehilangan yang diantisipasi,
2) Terkait pengobatan
Berhubungan dengan peristiwa kehilangan akibat dialisis dalam jangka
waktu yang lama dan prosedur pembedahan (mastektomi, kolostomi,
histerektomi);
4) Maturasional
Berhubungan dengan perubahan akibat penuaan seperti teman-teman,
pekerjaan, fungsi, dan rumah dan berhubungan dengan kehilangan
harapan dan impian.
Tanda dan gejala berduka juga dikemukan oleh Videbeck (2001), yang
mencakup ke dalam lima respon, yaitu respon kognitif, emosional, spiritual,
perilaku, dan fisiologis yang akan dijelaskan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 2.2 Tanda dan Gejala Berduka Berdasarkan Respon yang Muncul
1) Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama yang dapat dilakukan di dalam
proses pemberian asuhan keperawatan. Pengkajian dilakukan agar
perawat dapat memberikan tindakan keperawatan dengan tepat sesuai
dengan masalah-masalah keperawatan yang ditemukan pada klien.
Pengkajian yang dapat dilakukan meliputi pengkajian identitas, riwayat
penyakit (baik riwayat saat ini, dahulu, maupun riwayat
penyakit keluarga), pemeriksaan fisik secara keseluruhan, dan juga
pengkajian psikososial, sosial serta spiritual klien.
Bab ini membahas mengenai laporan asuhan keperawatan yang diberikan terhadap
klien dengan masalah berduka situasional. Laporan asuhan keperawatan pada bab
ini meliputi pengkajian kasus klien kelolaan utama, masalah keperawatan yang
muncul pada klien, dan penentuan diagnosa keperawatan psikososial utama yang
diambil penulis. Dalam menentukan diagnosa keperawatan psikososial utama, pada
bab ini penulis menggambarkan pohon masalah berdasarkan data pengkajian
yang telah dikumpulkan oleh penulis sebelumnya.
Saat pertama kali berinteraksi dengan klien, yaitu pada tanggal 7 Mei 2013
diperoleh data bahwa klien masih tampak gelisah dan tidak tenang. Raut wajah
klien tampak tegang, nada suara terkadang tampak meninggi ketika
berinteraksi dengan orang lain dan nampak kurang bersabar. Keluarga
mengatakan ketika hari pertama rawat, klien tampak seperti orang yang
mengalami syok dan cenderung menyalahkan dirinya sendiri serta sering
terlihat bersedih dan menangis.
23 Universitas Indonesia
Klien mengatakan andai saja dirinya menjaga pola makan dan tidak makan
‘ikan asin’ pada malam harinya mungkin dirinya tidak seperti saat ini. Klien
mengatakan takut tidak dapat kembali seperti dulu lagi dan tidak dapat
beraktivitas seperti dulu lagi. Selain itu, klien juga mengatakan jika keadaannya
seperti ini terus dirinya tidak bisa lagi menjaga warung, memasak, menjaga
cucu-cucunya dan mengikuti pengajian seperti biasanya.
Pada saat pemeriksaan klien tampak sadar, namun bicara kurang jelas (bicara
pelo). Keadaan umum sakit sedang dan tampak lemah, kesadaran compos
mentis, dimana verbal klien mengalami afasia. Tanda-tanda vital menunjukkan
bahwa tekanan darah 180/110 mmHg, nadi 88 x /menit, pernapasan 22 x/menit,
suhu 36,7oC. Pemeriksaan jantung dan paru klien dalam batas normal. Pada
pemeriksaan neurologis ditemukan hemiparese sinisitra dengan kekuatan 1,
parase nervus VII sinistra dan XII dextra. Klien
mengalami kelemahan pada anggota tubuh bagian kiri dengan kekuatan otot
sebesar 5555 .
3333
5555 3333
Masalah psikososial lain yang muncul sebagai akibat adanya masalah fisik
pada klien adalah ansietas. Hal ini nampak pada respon klien yang menyatakan
ketakutan “Tidak bisa seperti dulu lagi dan tidak dapat beraktivitas seperti dulu
lagi”. Selain itu terlihat dari adanya respon penyesalan yang diucapkan klien
saat berinteraksi. Klien masih tampak tegang saat berinteraksi, konsentrasi
kurang, dan mulut tampak kering.
Analisa data: terlampir
Ansietas
Berduka Situasional
Kehilangan
Bab ini membahas mengenai hasil analisis situasi terkait dengan pemberian asuhan
keperawatan situasional yang telah dilakukan sebelumnya yang dihubungkan
dengan teori dan penelitian-penelitian sebelumnya sehingga dapat
dicari alternatif pemecahan masalah jika ditemukan adanya kesenjangan. Analisis
situasi ini dikaitkan dengan masalah kesehatan utama yang timbul dan dihubungkan
dengan konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP). Selain itu,
penulis juga menambahkan profil lahan praktik untuk memberikan gambaran
mengenai kondisi dari tempat layanan kesehatan yang dijadikan penulis sebagai
lahan praktik dalam memberikan asuhan keperawatan
terhadap klien.
Rumah Sakit Mardzoeki Mahdi (RSMM) Bogor merupakan rumah sakit yang
berada di wilayah perkotaan, yaitu di bagian barat Kota Bogor. Seperti
diketahui, dewasa ini penduduk perkotaan harus berhadapan dengan berbagai
masalah kesehatan sebagai akibat gaya hidup dan lingkungan yang tidak sehat
(Anies, 2005). Pertambahan jumlah penduduk adalah faktor predisposisi bagi
masalah kesehatan di lingkungan perkotaan. Sempitnya ruang hidup ditambah
minimnya pengetahuan dan kewaspadaan masyarakat terhadap ancaman
lingkungan menyebabkan masyarakat perkotaan mengalami berbagai masalah
kesehatan.
26 Universitas Indonesia
menangani masalah kesehatan adalah Rumah Sakit Mardzoeki Mahdi (RSMM)
yang berada dibawah naungan Departemen Kesehatan RI.
Rumah Sakit Mardzoeki Mahdi (RSMM) Bogor adalah Badan Layanan Umum
yang memiliki kapasitas rawat inap sebanyak 718 tempat tidur, terdiri dari 580
tempat tidur untuk rawat inap psikiatri dan 138 tempat tidur untuk rawat inap
non psikiatri. RSMM menjadi salah satu rumah sakit yang dipilih
masyarakat di wilayah Bogor untuk menangani masalah kesehatan yang
dirasakan masyarakat, baik masalah kesehatan fisik maupun psikis. Terdapat
berbagai macam layanan, fasilitas, dan ruangan di RSMM, salah satunya
adalah ruang Antasena yang merupakan salah satu ruang rawat inap di
RSMM.
Ruang Antasena merupakan ruang rawat inap kelas II dan III di RSMM yang
menangani masalah kesehatan orang dewasa dan lansia dengan kapasitas
sebanyak 35 tempat tidur. Ruang Antasena dikelompokkan menjadi dua
klasifikasi penyakit, yaitu ruang penyakit dalam dan ruang penyakit bedah.
Menurut hasil rekapitulasi data penyakit selama tahun 2012 di ruang Antasena,
terdapat beberapa penyakit yang sering terjadi di ruang Antasena setiap
bulannya, baik di ruang penyakit bedah maupun penyakit dalam, diantaranya
penyakit DM, DHF, thypoid, TBC, stroke, CHF, hipertensi, kanker, tumor, dan
appendiksitis. Dari berbagai masalah penyakit yang sering terjadi di ruang
Antasena, lebih dari 80% masuk dalam kategori penyakit
perkotaan.
Faktor lain yang juga mempengaruhi timbulnya penyakit stroke adalah terkait
stress emosional. Seperti diketahui, stress emosional kini telah melanda
segenap lapisan masyarakat. Hal ini terutama akibat beban ekonomi yang
semakin berat, kehidupan keras yang menuntut persaingan ketat, ketidakpuasan
terhadap sesuatu yang telah dicapai, kesulitan dalam hubungan antar manusia,
dan sebagainya (Anies, 2005). Stres yang berkepanjangan inilah yang akan
membahayakan karena akan mempengaruhi jantung, dimana dapat
menyebabkan denyut jantung dan tekanan darah meningkat. Akibatnya jantung
bekerja lebih berat dan meningkatkan resiko timbulnya penyakit
stroke.
Klien sendiri mengakui bahwa selama ini dirinya kurang menjaga pola makan
dan tidak pernah berolahraga. Tidak ada makanan yang dipantang oleh klien
meskipun dirinya mengetahui memiliki hipertensi. Klien mengatakan sangat
jarang sekali kontrol ke puskemas atau pelayanan kesehatan lainnya untuk
memeriksakan hipertensi yang dialaminya, kecuali jika ada keluhan yang
dirasakan cukup berat oleh klien. Selain itu, klien mengakui bahwa dirinya
memang selama ini cenderung mudah emosional dan kurang bersabar dalam
bertindak.
Stroke yang dialami klien menimbulkan berbagai masalah fisik pada dirinya,
salah satunya adalah hemiparase tubuh bagian kiri yang menyebabkan klien
mengalami kehilangan salah satu fungsi tubuhnya sehingga muncul masalah
hambatan mobilitas fisik. Kehilangan fungsi tubuh ini memicu timbulnya
respon berduka situasional pada klien. Hasil pengkajian terhadap faktor
penyebab munculnya masalah berduka situasional ini adalah karena faktor
patofisiologis (kehilangan fungsi tubuh) yang dipengaruhi oleh mekanisme
koping dan support system klien. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hilari,
et al (2010) menyatakan bahwa faktor pemicu munculnya rasa berduka pada
tahap baseline adalah karena kurangnya dukungan sosial, rasa kesepian, dan
ketidakpuasan dengan lingkungan sosial. Penelitan lain menyebutkan bahwa
pemicu munculnya rasa berduka pada penderita stroke karena
ketidakmampuannya beradaptasi menerima kecacatan akibat stroke sehingga
menimbulkan perasaan sedih dan tak berguna (Townend, et al, 2010).
Kehilangan yang dirasakan klien yang sudah masuk dalam kategori sesuai
dengan teori kehilangan yang dikemukan oleh Miller. Pada lansia, proses
berduka sering kali dikaitkan dengan kehilangan dalam diri mereka, seperti
perubahan peran, perubahan citra tubuh, atau penurunan fungsi tubuh.
Kehilangan tersebut terkadang lebih sulit diterima dibandingkan kehilangan
orang terdekat (Miler, 1999 dalam Carpenito, 2006). Respon yang dialami
biasanya ada rasa sedih dan perasaan tidak berguna.
Evaluasi terhadap TUK 6 dan TUK 7, yaitu klien sudah mampu menyebutkan
cara kehilangan dengan ikhlas dan menggunakan sistem pendukung yang ada.
Klien sudah mampu mengambil hikmah dari kehilangan yang dialaminya dan
mau kembali mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan
kembali menjalankan ibadah sholat dan mengaji ketika dirawat di ruangan.
Selain itu, klien juga sudah mampu berbagi cerita bersama anak-anaknya
terkait perasaannya. Hal ini nampak ketika keempat anaknya yang lain datang
jauh-jauh dari luar kota mengunjungi dirinya, klien nampak lebih bersemangat.
Klien merasa jika tidak ada keluarganya mungkin dirinya akan sudah tidak
berguna dan berarti apa-apa lagi.
Penggunaan support system yang ada disekitar klien dan keyakinan religious
yang kuat merupakan hal penting yang berpengaruh dalam mengatasi rasa
berduka situasional sehingga dapat meningkatkan status fungsional klien.
Menurut Miller (1999) (dalam Carpenito, 2006), dukungan sosial dan
keyakinan religious yang kuat memiliki pengaruh yang besar terhadap respon
seseorang menghadapi kehilangan. Hal ini juga sejalan dengan penelitian
Hilari, et al (2010), bahwa untuk mengatasi rasa stress dari proses berduka pada
penderita stroke yang harus dilakukan adalah mengatasi faktor pemicu
munculnya rasa stress tersebut. Faktor pemicu yang dimaksud adalah
kurangnya dukungan sosial (support system), kesepian akibat mekanisme
koping yang buruk, dan ketidakpuasaan terhadap lingkungan sosial.
Cara lain yang dilakukan oleh penulis adalah dengan menekankan pada
pengungkapan perasaan terkait harapan di masa depan klien setelah terkena
stroke. Disini penulis lebih menggali keinginan-keinginan klien di masa depan
setelah keluar dari rumah sakit nantinya. Cara ini efektif dilakukan karena
perasaan klien lebih banyak tergali lagi sehingga memunculkan emosi
yang positif untuk mewujudkan keinginan-keinginannya. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Dunn, Elswatte, dan Ellot (2009) yang melaporkan
bahwa harapan dan fokus berorientasi pada masa depan dapat meningkatkan
emosi positif dan memotivasi seseorang untuk bertindak dengan cara
meningkatkan hasil yang menguntungkan setelah stroke.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya yang dilakukan penulis adalah
menumbuhkan keyakinan religious klien yang kuat. Seperti diketahui,
keyakinan religious yang kuat merupakan hal penting yang berpengaruh dalam
mengatasi rasa berduka situasional sehingga dapat meningkatkan status
fungsional klien. Hal ini sesuai dengan teori Miller (1999) (dalam Carpenito,
2006) yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang memiliki pengaruh yang
besar terhadap respon seseorang menghadapi kehilangan adalah keyakinan
religious yang kuat. Cara ini dapat dilakukan oleh perawat lainnya karena dapat
membantu menghantarkan klien pada tahap akhir berduka, yaitu
tahap penerimaan.
BAB 5
PENUTUP
Pada bab ini dibahas mengenai kesimpulan dari hasil penulisan karya ilmiah
berdasarkan asuhan keperawatan yang telah diberikan terhadap klien sebelumnya.
Penulis menyimpulkan hasil karya ilmiah ini secara keseluruhan. Selain itu, dalam
bab ini juga terdapat saran dari penulis yang dapat digunakan bagi bidang
keilmuan, aplikatif dan metodologis.
5.1 Kesimpulan
Penyakit stroke dianggap sebagai salah satu penyakit yang menakutkan bagi
masyarakat karena dianggap sebagai penyakit yang mematikan dari 10 jenis
penyakit mematikan yang masuk dalam daftar data Riskesdas pada tahun 2007.
Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di
seluruh dunia menderita stroke. Diantaranya ditemukan jumlah kematian
sebanyak 5 juta orang dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan yang
permanen. Prevalensi stroke di Indonesia sendiri ditemukan sebesar 8.3 per
1000 penduduk yang menderita stroke atau sebesar 8.3%.
39 Universitas Indonesia
merupakan akibat lanjut dari respon kehilangan dan berduka yang dirasakan
oleh seseorang yang baru mengalami stroke. Pada klien yang penulis kelola,
ternyata klien yang mengalami masalah berduka tidak mengalami tahap
depresi. Pada awal pengkajian, penulis menemukan klien sudah dalam tahap
tawar menawar.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diuraikan di atas, penulis dapat
memberikan saran terkait hasil pemberian asuhan keperawatan berduka
situasional pada klien yang mengalami stroke sebagai berikut:
No.4: 430-7.
Deiner, E., & Lucas, R.E. (2000). Handbook of emotions. New York: Guilford.
DepKes RI. (2008). Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Badan
Litbangkes DepKes RI.
Dunn, Elswatte, and Elliot (2009). Grief and its manifestations. Nursing Standard.
Vol.18, No. 45, 45-51.
Effendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan
praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fredickson, et al, (2000). Motivation and emotion. New York: American Scientist.
Hilari., et al. (2010). Psychological distress after stroke and aphasia: the first six
months. Medical Sciences, Sage Publication Group. Vol.24, No.2, 181-190.
42 Universitas Indonesia
Ignatavicius, D.D., & Workman. (2006). Medical surgical nursing: Critical
thinking for collaborative care. (5th Ed). Missouri: Elsevier Saunders.
Lanreville, Philippe., et al. (2009). The role of activity restriction in post stroke
depressive symptoms. American Psychological Association. Vol.54, No.3, 315-
322.
Moyle, W.P., & Hogan, N.S. (2006). Grief theories and models applications to
hospice nursing practice. Journal Of Hospice And Palliative Nursing. Vol.10,
No.6.
Price, Sylvia A., & Wilson, L.M. (2003). Patofisiologi: Konsep klinis proses-
proses penyakit. (Edisi ke-6). Jakarta: EGC.
Seale., et al. (2010). Change in positive emotion and recovery of functional status
following stroke. Rehabilitation Psychology. Vol.55, No.1: 33-39.
Smeltzer, S. C., & Bare (2002). Brunner & Suddarth'sTextbook of medical- surgical
nursing. Philadelphia: Lippincott.
Stroke Association. (2008). Risk factors for stroke and type of stroke in persons
with isolated systolic hypertension. Journal of The American Heart
Association. Vol.29, 1333-1340.
Townend., et al. (2010). Feeling sad and useless: an investigation into personal
acceptance of disability and its association with depression following stroke.
Medical Sciences, Sage Publication Group. Vol.24, No.6, 555-564.
Videbeck, S.I. (2001). Psychiatric mental health nursing. Philadelphia:
Lippincott.
B. Alasan Masuk
Klien dibawa kerumah sakit dengan alasan mengalami kelemahan anggota
badan sebelah kiri. Klien mengatakan ketika bangun pagi merasa lengan dan
tungkai kirinya terasa lemas dan terasa kesemutan. Sekitar jam 11.00 ketika
memasak, lengan dan tungkai kirinya terasa semakin berat dan lemas, klien
mulai sulit berjalan dan wajahnya, terutama bibirnya terlihat tidak simetris.
Jam 13.00 keluarga mengatakan bicara klien sudah mulai pelo, lengan dan
tungkai kiri tidak bisa digerakkan lagi, dan kepala terasa berat sehingga
keluarga memutuskan untuk membawa klien ke rumah sakit.
: perempuan
: laki-laki
: meninggal
: klien
Klien merupakan anak ke 3 dari 4 bersaudara. Orang tua klien, yaitu ayahnya
memiliki riwayat stroke dan juga hipertensi. Suami klien, yaitu Bpk M
meninggal 15 tahun yang lalu karena DM. Klien dan suaminya dikaruniai 6
orang anak, 3 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Saat ini, klien tinggal
bersama anak pertamanya, menantu, dan kedua cucunya.
F. Pengkajian Fisik
2) Tanda-tanda vital:
- RR: 22x/menit
- Suhu: 36.7 0 C
3333 3333
2) Psikologis
- Keadaan emosi:
Saat pertama kali berinteraksi dengan klien, yaitu pada tanggal 7 Mei
2013, klien masih tampak gelisah dan tidak tenang. Raut wajah klien
tampak tegang, nada suara terkadang tampak meninggi ketika
berinteraksi dengan orang lain dan nampak kurang bersabar. Keluarga
mengatakan ketika hari pertama rawat, klien tampak seperti orang yang
mengalami syok dan cenderung menyalahkan dirinya sendiri serta
sering terlihat bersedih dan menangis.
Klien mengatakan andai saja dirinya menjaga pola makan dan tidak
makan ‘ikan asin’ pada malam harinya mungkin dirinya tidak seperti saat
ini. Klien mengatakan takut tidak dapat kembali seperti dulu lagi dan
tidak dapat beraktivitas seperti dulu lagi. Selain itu, klien juga
mengatakan jika keadaannya seperti ini terus dirinya tidak bisa lagi
menjaga warung, memasak, menjaga cucu-cucunya dan mengikuti
pengajian seperti biasanya.
3) Sosial
- Dukungan keluarga:
Klien mengatakan saat ini dirinya tinggal bersama anak pertamanya,
menantu dan kedua cucunya. Menurutnta, dukungan terbesar berasal
dari keluarga, terutama anak-anaknya, mulai dari anak pertama hingga
anak terakhirnya. Klien mengatakan setiap hari anak-anaknya yang
berada di satu kota selalu bergantian menunggu dirinya di rumah sakit,
hanya anak kelima dan keenam saja yang belum menjenguknya karena
rumahnya berada di luar kota.
- Hubungan keluarga:
Klien mengatakan hubungan antar keluarga cukup baik dan akur. Sangat
jarang sekali anak-anaknya terlibat percekcokan atau perselisihan.
Menurut klien, meskipun dirinya jarang bertemu dengan kesemua
anaknya, tetapi komunikasi tetap berjalan lancar.
- Hubungan dengan oran lain:
Klien mengatakan dirinya tetap aktif mengikuti pengajian. Dalam
seminggu, dirinya bisa aktif mengikuti pengajian 3-4 kali. Klien
mengatakan senang mengikuti pengajian karena selain menambah ilmu
agama, juga dapat menambah teman, meningkatkan tali persaudaraan
dan silaturahmi. Hal ini terlihat saat klien di rawat di rumah sakit, banyak
teman-teman dan tetangga kline datang menjenguk klien secara
bergantian.
H. Data Penunjang
1) Pemeriksaan EKG:
Hasil: normal sinus rhtym
2) Pemeriksaan CT Scan kepala:
Hasil: infark cerebri pada basal ganglia dextra dan paraventrikel lateralis
pada temporoparietal dextra
3) Pemeriksaan Laboratorium ( Tanggal 5 Mei 2013)
Pemeriksaan Hasil
HEMATOLOGI
4. Hematokrit 40 %
KIMIA DARAH
1. SGOT 25 U/L
2. SGPT 26 U/L
TUM: Klien TUK 1: Klien Setelah 3x interaksi, klien Bina hubungan saling percaya dengan Hubungan saling percaya yang baik
dapat dapat membina menunjukkan tanda-tanda menggunakan prinsip komunikasi merupakan dasar yang kuat bagi klien
melewati hubungan saling percaya kepada perawat : terapeutik: dalam mengekspresikan perasaannya.
tahapan proses percaya dengan 1. Klien dapat berinteraksi secara 1. Sapa klien dengan ramah baik verbal 1. Menunjukkan keramahan dan sikap
berduka yang perawat. aktif dengan perawat, yang maupun non verbal; bersahabat;
adaptif. ditunjukkan dengan: 2. Perkenalkan nama, nama panggilan 2. Agar klien tidak ragu kepada perawat;
- Ekspresi wajah perawat dan tujuan perawat
bersahabat berkenalan; 3. Menunjukkan bahwa perawat ingin
- Menunjukkan rasa senang 3. Tanyakan nama lengkap dan nama kenal dengan klien;
- Ada kontak mata panggilan yg disukai klien; 4. Agar klien percaya kepada perawat;
- Mau berjabat tangan 4. Tunjukkan sikap jujur dan menepati
- Mau menyebutkan nama janji setiap berinteraksi dengan klien;
- Mau duduk berdampingan 5. Tunjukkan sikap empati dan 5. Penerimaan yang sesuai dengan
dengan perawat menerima klien apa adanya; keadaan yang sebenarnya dapat
- Bersedia mengungkapkan meningkatkan keyakinan pada
masalah yang dihadapi keluarga serta merasa adanya suatu
pengakuan.
6. Tanyakan perasaan klien dan masalah 6. Perhatian yang diberikan dapat
yang dihadapi klien. meningkatkan harga diri klien.
Dengarkan dengan penuh perhatian;
7. Hindari respon mengkritik atau 7. Respon mengkritik atau menyalahkan
menyalahkan saat klien dapat menimbulkan adanya sikap
mengungkapkan perasaanya; penolakan;
8. Buat kontrak interaksi yang jelas. 8. Memberi info tentang kontrak waktu.
berdu
TUK 2: Klien Setelah 3x interaksi, klien mampu: 1. Tunjukkan sikap menerima sehingga klien tidak
ka.
mampu 1. Mengungkapkan perasaan yang takut mengungkapkan perasaannya secara terbuka
yang
mengungkapkan dialaminya saat kehilangan orang yang tentang kehilangan. Dukung reaksi berduka klien
perasaan dicintainya; yang adaptif;
kehilangan akan 2. Mengekspresikan perasaannya akan 2. Identifikasi bersama klien apa yang dirasakan saat
orang yang proses kehilangan dengan aman. kehilangan salah satu fungsi tubuh.
dicintai dengan
cara yang
positif.
Setelah 3x interaksi, klien mampu
1. Menyebutkan konsep kehilangan; 1. Jelaskan pada klien tentang konsep kehilangan, yaitu
:
TUK 3 : Klien - Menyangkal, jelaskan manfaat tahap
mengetahui menyangkal klien, jangan
tahapan proses
bersal mampu menerima
1. Ungk
ah aspek positif dan
apan
yang negatif dari konsep
perasa
meng kehilangan.
an
hasilk
dapat
an
merin
respo
ganka
n
n
terseb
beban
ut.
klien;
1. Meng
hentik
2. Pengetahuan
an
yang diterima
prese
tentang perasaan
psi
yang
ideali
berhubungan
s
konsep
klien
kehilangan dapat
dan
membantu
agar
meringankan
klien
perasaan
sedang 2. Klien mengetahui posisi paksa klien melewati tahap
dialaminya. berduka yang dialami klien menyangkal dengan cepat tanpa
saat ini. kesiapan emosional;
- Isolasi, perkuat harga diri klien
dengan memberikan privasi,
dorong klien untuk melakukan
aktivitas sosial secara bertahap;
- Depresi, identifikasi tingkat
depresi dan kembangkan
pendekatan yang sesuai, gunakan
rasa berbagi dan empati, hargai
rasa berduka;
- Marah, dorong untuk ungkapkan
kemarahan yang adaptif, redamkan
kemarahan klien secara bertahap,
yakinkan klien bahwa hal ini
adalah takdir Yang maha Kuasa;
- Rasa bersalah, anjurkan klien
untuk mengidentifikasi aspek
positif dari hubungan antar
manusia, dan hindari argumentasi
negatif klien tentang penyebab
peristiwa ini;
- Ketakutan, bantu klien mengenali
perasaannya, gali sikap-sikap
terhadap kematian dan kehilangan,
gali metode-metode koping klien;
- Histeria;
- Dukung privasi klien untuk
menunjukkan rasa berduka yang
adaptif.
TUK 4: Klien Setelah 3x interaksi, klien dapat 1. Identifikasi bersama klien arti 1. Klien tidak mangalami proses
dapat menyebutkan arti kehilangan dan kehilangan. Tanyakan apa yang berduka yang berkepanjangan dan
menggambarkan hikmah yang dapat dipetik. diharapkan klien terhadap peristiwa disfungsional;
arti kematian ini;
atau kehilangan. 2. Identifikasi bersama klien hikmah 2. Menambah kekuatan klien dalam
yang dapat diambil dari peristiwa menghadapi kenyataan ini.
ini.
TUK 5:Klien Setelah 3x interaksi, klien dapat 1. Identifikasi bersama klien faktor- 1. Membantu klien menemukan koping
dapat menyebutkan faktor-faktor yang faktor yang mengancam yang adaptif untuk menghadapi
menggunakan mengancam penyelesaian proses penyelesaian proses berduka: proses berduka klien.
koping yang berduka - Ketergantungan kepada orang
adaptif dalam lain;
menghadapi - Konflik yang tidak teratasi;
proses berduka. - Sistem pemdukung tidak
adekuat;
- Jumlah kehilangan sebelumnya;
- Kesehatan fisik dan psikologis
klien.
TUK 6 : Setelah 3x interaksi, Klien dapat 1. Identifikasi bersama klien mengenai 1. Membantu klien untuk mengambil
Klien dapat menyebutkan cara menerima cara menghadapi musibah dengan hikmah dari setiap kejadian sehingga
menyebutkan kehilangan dengan ikhlas : ikhlas : mampu menerima kehilangan dengan
cara kehilangan 1. Mendekatkan diri kepada - Mendekatkan diri kepada Tuhan ikhlas.
dengan ikhlas. Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Esa, melalui;
melalui; perbanyak sholat perbanyak sholat sunnah,
sunnah, membaca al-qur an, membaca Al-Qur’an, berdoa,
berdoa, beristighfar, beristighfar, bersholawat,
membaca buku-buku agama; membaca buku-buku agama;
2. Mengidentifikasi hikmah - Mengidentifikasi hikmah dari
dari peristiwa ini. peristiwa ini seperti klien
menyebutkan “ini adalah takdir
Tuhan Yang Maha Esa dan ini
jalan yang terbaik”.
TUK 7:Klien Setelah 3x interaksi, klien dapat 1. Libatkan keluarga sebagai sistem 1. Keluarga merupakan support system
dapat menggunakan sistem pendukung pendukung klien dalam menghadapi yang dapat memberi kekuatan dan
menggunakan yang ada. proses berduka dengan cara: dukungan klien dalam menghadapi
sistem - Dukung reaksi berduka keluarga proses berduka.
pendukung yang yang adaptif;
ada. - Identifikasi dan tekankan
kekuatan yang dimiliki keluarga;
- Dukung privasi keluarga untuk
saling menceritakan perasaan
berduka satu sama lain;
- Dukung keluarga untuk
menemani dan menasehati klien;
- Identifikasi lembaga-lembaga
yang dapat membantu misalnya,
majlis ta’lim, asuransi, dan
sebagainya.
CATATAN PERKEMBANGAN
Hari ke-1
Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi (SOAP)
Rabu, Kerusakkan perfusi jaringan Mandiri: Subjektif:
8 Mei 2013 serebral 1. Mengkaji tingkat kesadaran dan GCS - Klien mengatakan mual dan rasa ingin muntah mulai
klien; berkurang;
Pukul: DS: 2. Mengevaluasi pupil dan ukuran bentuk - Klien mengatakan pusing sedikit berkurang.
08.00-08.15 WIB - Klien mengatakan kesamaan serta reaksi terhadap cahaya;
12.00-12.15 WIB kepala masih sering 3. Memberikan penjelasan kepada klien Objektif:
terasa pusing. dan keluarga tentang sebab-sebab - Tingkat kesadaran klien CM, GCS 15 dengan verbal afasia;
gangguan perfusi jaringan otak dan - TTV: TD=160/100 mmHg, Nadi=80 x/menit,
DO: akibatnya; RR=22x/menit, Suhu=36.5°C;
- Tingkat kesadaran CM; 4. Mengobservasi dan mencatat tanda- - Pupil isokor, diameter pupil 2/2, reflek terhadap cahaya +/+;
- GCS: 15, dengan verbal tanda vital dan peningkatan tekanan - Posisi kepala klien tampak lebih tinggi (200);
afasia; intrakranial tiap dua jam, - Klien tampak terpasang nasal kanul dengan aliran O2 2
- Tanda-tanda vital mengobservasi keluhan muntah; L/menit.
menunjukkan tekanan 5. Memberikan posisi kepala lebih tinggi
darah 180/110 mmHg, 15-30 dengan letak jantung (beri bantal Analisa:
nadi 88 x /menit, tipis); Masalah kerusakkan perfusi jaringan serebral teratasi sebagian
pernapasan 22 x/menit, 6. Menciptakan lingkungan yang tenang Planning:
o
suhu 36,7 C; dan membatasi pengunjung. u/ perawat
- Pada pemeriksaan CT- - Observasi TTV dan tingkat kesadaran klien setiap 2 jam dan
Scan didapatkan infark Kolaborasi: tanda-tanda peningkatan TIK;
cerebri pada basal ganglia 1. Memberikan oksigen sesuai indikasi - Pertahankan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak
dextra dan paraventrikel melalui nasal kanul dengan aliran O2 2 jantung (beri bantal tipis);
lateralis pada L/menit; - Lanjutkan terapi medikasi sesuai kolaborasi.
temporoparietal dextra. 2. Memberikan medikasi citicolin 2 x 500 u/ klien
mg sesuai kolaborasi. - Pertahankan tirah baring.
Rabu, Hambatan mobilitas fisik Mandiri: Subjektif:
8 Mei 2013 1. Mengubah posisi tiap dua jam (prone, - Keluarga mengatakan akan merubah posisi tidur klien tiap 2
DS: supine, miring, duduk) dan jam;
Pukul: - Klien mengatakan tangan menganjurkan keluarga untuk - Klien mengatakan cukup lelah berlatih ROM bersama;
09.00-09.30 WIB dan kaki kirinya sulit membantu merubah posisi tidur klien - Klien mengatakan akan berlatih ROM secara teratur sesuai
11.00-11.15 WIB digerakkan dan terasa tiap 2 jam apabila sedang tidak ada kemampuannya.
13.00-13.15 WIB berat jika diangkat; perawat;
- Klien mengatakan sudah 2. Melatih ROM aktif asistif pada Objektif:
tidak dapat berjalan lagi ekstremitas yang lemah dan ROM aktif - Tidak terlihat adanya luka dekubitus pada bagian kulit klien;
ketika stroke menyerang pada ekstremitas yang normal; - Klien masih belum semangat berlatih ROM;
dirinya; 3. Menganjurkan klien untuk berlatih - Kekuatan otot:
- Keluarga mengatakan ROM secara teratur; 5555 3333
klien hanya berbaring saja 4. Mengawasi bagian kulit diatas tonjolan 5555 3333
sejak hari pertama di tulang dan memberikan bantalan pada - Klien tampak mampu melakukan latihan ROM aktif pada
rawat. sela-sela tonjolan tulang; daerah ektremitas yang normal, sedangan pada ektremitas
DO: 5. Membantu meningkatkan yang lemah, latihan ROM tampak dibantu;
- Lengan dan kaki kiri keseimbangan duduk klien;
tampak kaku dan sulit 6. Membantu pemenuhan ADL klien. Analisa:
digerakkan; Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian
- ADL tampak dibantu; Kolaborasi:
- Klien tampak lemas; 1. Melakukan konsul kebagian fisioterapi Planning:
- Kekuatan otot: u/ perawat
5555 3333 - Ubah posisi tidur klien tiap 2 jam;
5555 3333 - Berikan dan motivasi latihan ROM secara teratur;
- Pantau adanya luka dekubitus pada klien;
- Bantu pemenuhan ADL klien.
u/ klien
- Latihan ROM secara mandiri sesuai jadwal.
Rabu, Berduka situasional 1. Mempertahankan hubungan saling Subjektif:
8 Mei 2013 percaya terhadap klien; - Klien mengatakan belum terlalu mengingat nama perawat
DS: 2. Menunjukkan sikap menerima karena baru sekali bertemu;
Pukul: - Keluarga mengatakan sehingga klien tidak takut - Klien mengatakan awalnya dirinya merasa sangat sedih dan
10.00-10.30 WIB ketika hari pertama rawat, mengungkapkan perasaannya secara kesal karena tubuh sebelah kirinya tidak bisa digerakkan;
klien tampak seperti orang terbuka tentang kehilangan; - Klien mengatakan dirinya seperti ini karena dirinya tidak
yang mengalami syok dan 3. Mendukung reaksi berduka klien yang pernah peduli dengan kesehatannya sebelum terkena stroke;
cenderung menyalahkan adaptif; - Klien mengatakan ingin rasanya dirinya memutar kembali
dirinya sendiri serta sering 4. Mengidentifikasi bersama klien apa waktu agar semuanya tidak terjadi;
terlihat yang dirasakan saat kehilangan salah - Klien mengatakan jadi tahu bahwa dirinya saat ini berada
bersedih/menangis; satu fungsi tubuh; dalam fase tawar-menawar.
- Klien mengatakan andai 5. Menjelaskan kepada klien tentang Objektif:
saja dirinya menjaga pola konsep kehilangan dan tahapan - Klien tampak tidak bersemangat;
makan dan tidak makan berduka; - Ekspresi wajah klien masih tampak murung.
‘ikan asin’ pada malam 6. Mengidentifikasi bersama klien
harinya mungkin dirinya tahapan berduka yang sedang dihadapi Analisa:
tidak seperti saat ini. klien saat ini. Masalah berduka situasional teratasi sebagian
DO: Planning:
- Ekspresi wajah klien u/ perawat
tampak murung; - Pertahankan hubungan saling percaya dengan klien;
- Klien tampak tidak - Identifikasi bersama klien arti kehilangan;
bersemangat; - Identifikasi bersama klien hikmah yang dapat diambil dari
- Klien tampak sering peristiwa kehilangan ini;
menyalahkan diri sendiri; - Identifikasi bersama klien faktor-faktor yang mengancam
- Klien tampak gelisah dan penyelesaian proses berduka.
tidak tenang. u/ klien
- Ungkapkan perasaan yang mengganjal pada keluarga atau
orang yang dipercaya.
Hari ke-2
Planning:
u/ perawat
- Observasi TTV dan tanda-tanda peningkatan TIK tiap 4jam;
- Pertahankan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak
jantung (beri bantal tipis);
- Lanjutkan terapi medikasi sesuai kolaborasi.
u/ klien
- Lapor perawat jika pusing dan rasa ingin muntah kembali
muncul.
Sabtu Hambatan mobilitas fisik Mandiri: Subjektif:
11 Mei 2013 1. Menganjurkan dan memotivasi klien - Klien mengatakan sudah berlatih ROM secara mandiri
DS: dan keluarga untuk mengubah posisi sesuai jadwal yang sudah dibuat;
Pukul: - Klien mengatakan ADL tiap dua jam (prone, supine, miring, - Klien mengatakan selalu merubah posisi tidurnya, meskipun
08.30-09.00 WIB masih dibantu keluarga; duduk); kadang-kadang masih dibantu keluarganya;
10.30-10.40 WIB - Klien mengatakan 2. Melatih ROM aktif asistif pada - Klien mengatakan tangan kirinya terasa lebih kuat dari
12.30-12.40 WIB aktivitas hanya dilakukan ekstremitas yang lemah dan ROM aktif sebelumnya, terutama saat menggenggam jari-jari tangan
ditempat tidur saja. pada ekstremitas yang normal; kirinya;
3. Mengevaluasi latihan ROM secara - Keluarga mengatakan klien tampak lebih bersemangat
DO: mandiri pada klien dan memotivasi berlatih ROM setelah merasa tubuhnya semakin lebih
- Lengan dan kaki kiri klien klien untuk berlatih ROM secara ringan untuk digerakkan.
tampak lebih luwes; teratur;
- ADL tampak dibantu; 4. Mengawasi bagian kulit diatas tonjolan Objektif:
- Kekuatan otot: tulang dan memberikan bantalan pada - Tidak terlihat adanya luka dekubitus pada bagian kulit klien;
5555 3344 sela-sela tonjolan tulang; - Klien tampak mampu melakukan latihan ROM aktif pada
5555 3333 5. Membantu pemenuhan ADL klien. daerah ektremitas yang normal, sedangan pada ektremitas
yang lemah, latihan ROM sesekali tampak dibantu;
- Kekuatan otot tampak meningkat, yaitu:
5555 3344
5555 3333
- Klien tampak lebih bersemangat berlatih ROM.
Analisa:
Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian
Planning:
u/ perawat
- Berikan dan motivasi latihan ROM secara teratur;
- Bantu pemenuhan ADL klien.
u/ klien
- Latihan ROM secara mandiri sesuai jadwal;
- Ubah posisi tidur tiap 2 jam;
- Tingkatkan aktivitas ditempat tidur.
Sabtu, Berduka situasional 1. Mempertahankan hubungan saling Subjektif:
11 Mei 2013 percaya dengan klien; - Klien mengatakan masih mengingat nama perawat dan
DS: 2. Menunjukkan sikap menerima klien mengingat pertemuan yang sudah dijanjikan sebelumnya;
Pukul: - Klien mengatakan sangat ketika berinteraksi dengan klien; - Klien mengatakan merasa senang karena banyak yang
09.30-10.00 WIB mensyukuri dirinya masih 3. Mengidentifikasi bersama klien memperhatikan dirinya sehingga membuat dirinya menjadi
diberi umur panjang mengenai cara menghadapi musibah lebih bersemangat lagi;
meskipun dirinya harus dengan ikhlas; - Klien mengatakan cara menghadapi musibah dengan ikhlas
mengalami kehilangan 4. Memotivasi keluarga untuk selalu adalah dengan terus mendekatkan diri kepada Tuhan Yang
salah satu fungsi memberikan support atau dukungan Maha Esa dengan tetap menjalankan kewajiban sebagai
tubuhnya; kepada klien karena keluarga seorang muslim, memperbanyak sholat sunnah, membaca
- Keluarga mengatakan merupakan salah satu sistem Al-Qur an, berdoa, beristighfar, dan senantiasa bersholawat;
klien sudah lebih ceria dan pendukung klien agar klien dapat - Klien mengatakan sudah mulai menyadari bahwa apa yang
lebih terbuka dan mulai menghadapi proses berduka dengan menimpanya saat ini merupakan takdir Tuhan yang harus
mau bercerita dengan baik; diterimanya dengan ikhlas;
keluarga. Apalagi setelah 5. Memberikan informasi terhadap - Anak-anak klien mengatakan akan selalu bergantian
semua anaknya sudah keluarga tentang apa yang harus menemani klien di rumah nantinya dan akan terus
datang menjenguknya. dilakukan keluarga untuk mencegah menyemangati klien agar cepat sembuh.
dampak lebih lanjut terjadinya proses
berduka berulang pada klien setelah Objektif:
DO: keluar dari rumah sakit. - Ekspresi wajah klien tampak cerah dan mulai tersenyum;
- Klien tampak tenang; - Klien tampak lebih bersemangat;
- Ekspresi wajah klien
tampak lebih cerah; Analisa:
- Klien tampak lebih Masalah berduka situasional teratasi
bersemangat;
- Keluarga tampak Planning:
memperhatikan klien. u/ perawat
- Motivasi keluarga untuk terus memberikan dukungan dan
perhatian terhadap klien.
u/ klien
- Ungkapkan perasaan yang mengganjal pada keluarga atau
orang yang dipercaya.
BIODATA MAHASISWA
Kewarganegaraan : Indonesia
Suku : Lampung
Agama : Islam
Nomor HP : 085658955589
Email : chie_oww@yahoo.com
rosiana.putri@ui.ac.id
Institusi Tahun
PENGALAMAN ORGANISASI