Vous êtes sur la page 1sur 18

MAKALAH

AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

“Wudhu’, Mandi Wajin Dan Tayammum”

Dosen Pembimbing : Dra. Nurhuda, M.pd.i


Disusun Oleh :
Kelompok II
1. Ira Lorenza Nim : 122016015
2. Dwi Ramadhani Nim : 122016038
3. Indah Khirnanda Saputri Nim : 122015069

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2017
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala, semoga shalawat dan salam-Nya
terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dan seluruh
kerabatnya, sahabat, serta orang-orang yang mengikuti jejaknya hingga akhir zaman.
Makalah ini diajukan sebagai pemenuhan tugas terstruktur demi tercapainya sebuah
mata kuliah “Al-Islam Dan Kemuhammadiyahan” yang membahas tentang “Wudhu’,
Mandi Wajib, dan Tayammum”.
Dan kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Dra. Nurhuda, M.pd.i. Sebagai dosen
mata kuliah Al-Islam Dan Kemuhammadiyahan dan semua pihak yang telah mendukung
dalam pembuatan makalah ini, atas do’a dan dukungan yang memberikan semangat dan
kekuatan, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini tentunya masih sangat jauh dari kesempurnaan yang semestinya. Karena
pengetahuan yang kami miliki sangat terbatas. Oleh karena itu, kami sangat berharap kritik
dan saran yang sangat konstruktif demi kesempurnaan makalah-makalah kami yang lainnya.

Palembang, April 2017

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………….......

a. Latar Belakang …………………………………………….....


b. Rumusan Masalah …………………………………………....
c. Tujuan Masalah ……………………………………………...

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………........

a. Wudhu ………………………………….................................
b. Mandi Wajib …………………………………………............
c. Tayammum …………………………....................................

BAB III PENUTUP ………………………………………………....

a. Kesimpulan ………………………………………………….
b. Saran …………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………...


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bersuci hukumnya wajib, bersuci itu sendiri terbagi menjadi 2, yaitu bersuci batin
(mensucikan diri dari dosa dan maksiat) dan lahir (bersih daari kotoran dan hadast).
Kebersihan dari kotoran cara menghilangkan dengan menghilangkan kotoran itu pada
tempat ibadah, pakaian yang dipakai, dan pada badan seseorang. Sedang kebersihan dari
hadast dilakukan dengan mengambil air wudhu, bertayamum, dan mandi.
Dari msing-masing cara bersuci lahir tersebut, mamiliki ketentuan-ketentuan
yang harus diketahui dan di taati. Namun kenyataannya, bnyak di antara kita yang
mamiliki banyak kekurangan tentang ketentuan-ketentuan tersebut. Untuk itu, pada
makalah ini penulis membahas tentang Wudhu, Mandi, Tayamum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan wudhu’, mandi wajib dan tayamum secara bahasa dan
istilah?
2. Apa hukum wudhu’, mandi wajib dan tayamum menurut syariat?
3. Bagaimana tata cara pelaksanaan wudhu’, mandi wajib dan tayamum yang baik dan
benar sesuai syariat?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui dan memahami pengertian wudhu’, mandi dan tayamum secara bahasa
dan istilah.
2. Mengetahui hukum wudhu’, mandi dan tayamum menurut syariat.
3. Dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari tata cara pelaksanaan wudhu’,
mandi dan tayamum yang baik dan benar sesuai syariat.
4. Gaya hidup sehat dengan syariat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Wudhu
a. Pengertian wudhu
Wudhu menurut bahasa berarti: baik dan bersih. Menurut istilah syara’, wudhu
ialah membasuh muka, dan kedua tangan sampai siku, mengusap sebagan kepala,
dan membasuh kakai didahilui dengan niat dan dilakukan dengan tertib.
Menurut lughat, wudhu’ adalah perbuatan, menggunakan air pada anggota
tubuh tertentu, sedangkan wadhu’ adalah air yang digunakan untuk berwudhu. Kata
ini berasal dari wadha’ah yang berarti baik, dan bersih. Dalam istilah syara’ wudhu’
ialah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat (Nasution, 1995: 10)
Menurut hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, wudhu diwajibkan
sebelum hijrah, pada malam Isra’ Mi’raj, bersamaan dengan kewajiban sholat lima
waktu. Mula-mula wudhu itu diwajibkan setiap hendak melakukan sholat, tetapi
kemudian kewajiban itu dikaitkan dengan keadaan berhadast.Ijma’ ulama dalam hal
ini belum ada sekali pendapat yang mengatakan wudhu’ tidak wajib.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

‫صالةِ إِلَى قُ ْمت ُ ْم إِذَا آ َمنُوا الَّذِينَ أَيُّ َها يَا‬ ِ ِ‫س ُحوا ْال َم َراف‬
ُ ْ ‫ق إِلَى َوأَ ْي ِديَ ُك ْم‬
َّ ‫ْو ُجو َه ُكم فَا ْغ ِسلُوا ال‬ َ ‫َوأ َ ْر ُجلَ ُك ْم ُك ْمِْبِ ُر ُءوس َو ْام‬
‫اط َّه ُروا ُجنُبًا ُك ْنت ُ ْم َوإِ ْن ْال َك ْعبَي ِْن إِلَى‬
َّ َ‫ضى ُك ْنت ُ ْم َوإِ ْن ف‬
َ ‫سفَر َعلَى ْْأَو َم ْر‬ ْ ِ ‫ال َم ْست ُ ُم أ َ ْو‬
َ ‫ْالغَائِط ِمنَ ِم ْن ُك ْم أ َ َحد َجا َء أ َ ْو‬
‫سا َء‬َ ِِّ‫ص ِعيدًا فَتَ َي َّم ُموا َما ًء ت َِجد ُوا فَلَ ْم الن‬ َ ‫طيِِّبًا‬ َ ‫س ُحوا‬ ْ َ‫ّللاُ ي ُِريد ُ َما ِم ْنهُ َوأَ ْيدِي ُك ْم ُك ْمِْبِ ُو ُجوه ف‬
َ ‫ام‬ َّ ‫َح َرج ِم ْن َعلَ ْي ُك ْم َْ ِليَجْ عَل‬
َ ُ‫( ت َ ْش ُك ُرونَ َل َع َّل ُك ْم َع َل ْي ُك ْم ِن ْع َمتَهُ َو ِليُتِ َّم ِلي‬٦
‫ط ِِّه َر ُك ْم ي ُِريد ُ َو َل ِك ْن‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat,
maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah.
Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air,
bertayammumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu
dengan debu itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu
bersyukur”.( Surat Al Maidah Ayat 6)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

‫ث َحتَّى َيت َ َوضّأ‬ َ ‫الَيَ ْقبَ ُل هللاا‬


ْ ‫صالَة َ ا َ َح ِد ُك ْم إذا‬
َ َ‫احد‬
“Allah tidak menerima salat seseorang kamu bila ia berhadats, sampai ia berwudhu’.
(HR. Baihaqi, Abu Daud dan Tirmizi).
Jadi wudhu’ adalah perbuatan yang mengunakan air pada anggota tubuh
tertentu, untuk syarat sahnya shalat yang dikerjakan sebelim mengerjakan shalat.
b. Dasar Hukum

1. Firman Allah dalam surat Al-Ma-idah ayat 6:

ْ‫س ُحوا‬
َ ‫ام‬ ِ ِ‫سلُواْ ُو ُجو َه ُك ْم َوأ َ ْي ِديَ ُك ْم إِلَى ا ْل َم َراف‬
ْ ‫ق َو‬ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُواْ إِذَا قُ ْمت ُ ْم إِلَى ال‬
ِ ‫صال ِة فا ْغ‬
ِ َ‫س ُك ْم َوأ َ ْر ُجلَ ُك ْم إِلَى ا ْل َك ْعب‬
‫ين‬ ِ ‫ِب ُرؤُو‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu henclak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. “

2. Sabda Rasulullah

‫ال يقبل هللا صالة أحدكم إذا أحدث حتّى يتوضّأ‬

“Allah tidak menerima shalat salah seorang di antaramu bila ia berhadats,


sehingga ia berwudhu” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

3. Ijma’.
Telah terjalin kesepakatan kaum muslimin atas disyari’atkannya wudhu
semenjak zaman Rasulullah hingga sekarang ini, sehingga tidak dapat disangkal lagi
bahwa ia adalah ketentuan yang berasal dari agama.
c. Syarat Sah Wudhu’
Ada beberapa syarat – syarat yang harus dipenuhi dalam berwudhu, diantaranya :

a. Air yang digunakan untuk berwudhu harus air yang mutlaq / suci.
b. Air yang halal, bukan hasil ghasab (hasil curian).
c. Suci anggota wudhu dari najis.
d. Untuk sah nya wudhu, disyaratkan adanya waktu yang cukup untuk wudhu dan
salat, dalam arti bahwa setelah berwudhu yang bersangkutan masih
memungkinkan untuk melaksanakan shalat yang dimaksud pada waktunya yang
telah ditentukan. Sedangkan jika waktunya sempit, dimana jika ia berwudhu
maka keseluruhan salatnya atau sebahagian salatnya berada diluar waktu salat
yang telah ditentukan, sementara jika ia tayammum maka keseluruhan salatnya
masih bias ia laksanakan, maka dalam hal ini ia wajib tayammum, maka apabila
ia berwudhu, maka batallah wudhunya.
e. Melaksanakan wudhu sendiri, tidak boleh diwakilkan oleh orang lain
f. Diwajibkan adanya urutan di antara anggota – anggota wudhu.
g. Wajib bersifat segera. Artinya, tidak ada tenggang waktu yang panjang dalam
membasuh anggota wudhu yang satu dengan yang lain, sebelum kering. Kecuali
airnya kering karena terkena sinar matahari, ataupun panas badan.

Dan adapun syarat sah wudhu antara lain:

a. Islam; orang yang tidak beragama islam tidak sah melaksanakan wudhu.
b. Tamyiz, yakni dapat membedakan baik buruknya sesuatu pekerjaan.
c. Tidak berhadats besar.
d. Dengan air suci, lagi mensucikan (air mutlak).
e. Tidak ada sesuatu yang menghalangi air, sampai ke anggota wudhu, misalnya
getah, cat dan sebagainya.
f. Tidak ada najis pada tubuh, sehingga merubah salah satu sifat air yang suci lagi
mensucikan.
d. Rukun Wudhu
Untuk dapat terpenuhinya definisi wudhu, adapun rukun-rukunya yang harus
dipenuhi sebagai berikut:
a. Niat
Yang dimaksud dengan niat ialah cetusan hati untuk melakukan perbuatan,
bergandengan dengan awal perbuatan itu. Semua amal ibadah tidak sah, tidak
dapat di terima, keculi dengan niat itu.
Firman Allah.
Artinya:”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan menurunkan ketaatan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama dengan
lurus.” (Al-Bayyinah/98:5).

b. Membasuh muka
Yang dimaksud muka ialah daerah yang berada diantara tepi dahi sebelah atas
sampai tepi bawah janggut, dan dari sentil telinga kanan sampai sentil telinga
kiri. Memebasuh muka yang wajib hanya sekali saja, sedang kalau
disempurnakan sampai tiga kali, maka hukumnya sunah.
Membasuh muka diwajibkan berdasarkan perintah pada surat Al-Ma’idah.
Artinya: ……maka basuhlah mukamu……(Al-Ma’idah/5:6).
c. Membasuh kedua tanagan hingga siku-siku
Apabila seseorang pakai cicin atau gelang, maka perlu kulit jari-jarinya atau
pergelangan tangan yang kena bagian dalam cincin atau gelang itu dibasahi,
dengan menggerak-gerakkan cincin atau gelang itu.
Kewajiban membasuh tangan pada wudhu’ didasarkan atas firman Allah:
Artinya: …….dan tanganmu sampai dengan siku……(Al-Ma’idah/5:6).
d. Mengusap kepala
Yang dimaksud ialah mengusap kepala dengan tangan yang dibasahi air.
Sedanag dalam mengusap kepala dapat dipahami tidak seluruh kepala, tetapi
cukup mengusap sebagian kepala.
Kewajiban menyapu kepala pada wudhu’ didasarkan atas firman Allah:
Artinya: …..dan sapulah kepalamu…….(Al-Ma’idah/5:6).
e. Membasuh kaki beserta kedua mata kakinya
Yang dimaksud ialah membasuh kedua kaki dengan sempurna beserta kedua
mata kaki.
Kewajiban membasuh kaki pada wudhu’ didasarkan atas firman Allah:
Artinya: ……..dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. (Al-
Ma’idah/5:6).
f. Tertib
Yang dimaksud dengan tertib ialah melakukan rukun-rukun wudhu’ itu sesuai
dengan urutan yang tersebut pada ayat wudhu’ diatas dimulai dengan muka,
tangan, kepala, dan kemudian kaki.
Tertib itu wajib berdasarkan:
1. Urutan pada ayat al-qur’an yang menyatakan hal itu.
2. Bahwa Nabi saw tidak pernah berwudhu’ tanpa tertib.
3. Bahwa Nbi setelah melakukan wudhu’ dengan tertib, mengatakan bahwa
begitulah cara berwudhu’ dan bahwa shalat seseorang hanya diterima Allh
swt jika disertai dengan wudhu’ seperti itu.
4. Bahwa wudhu’ itu adalah ibadah, sama dengan shalat jadi wajib bertertib
seperti shalat pula.
Mengenai ini ada juga yang mengatakan bahwa tertib itu tidak wajib,
melainkan sunnah saja. Pendapat ini dikemukan oleh Abu Hanifah, Sawry,
Daud Al Zahiry dan sebagian ulama malikiyah. Dalil yang mereka kemukakan
iyalah bahwa ayat berwudu’ itu tidak mengandung ketentuan tentang tertib.
Walaupun rukun-rukun wudhu’ itu memang disebutkan berurutan akan tetapi,
‘athaf yang menyambungkan antara satu dengan yang lainnya adalah ‘waw’
yang tidak mengandung arti berurutan. Dengan begitu kata mereka, tidak ada
kewajiban tertib hanya sunnah sebab Nabi selalu melakukannya demikian.
e. Sunah Wudhu
a. Membaca basmalah pada permulaan wudhu.
b. Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangan tangan .
c. Berkumur-kumur (madmadah), memasukan air ke mulut sambil
mengguncangkanya, kemudian membuangnya.
d. Istinsyaq yakni memasukan air ke hidung kemudian membuangnya.
e. Meratakan sapuan keseluruh kepala.
f. Menyapu kedua telinga luar dan dalam.
g. Menyela-nyela janggut dengan jari.
h. Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri.
i. Membasuh setiap anggota tiga kali.
j. Muwalah yaitu berturut-turut antara anggota. Yang dimaksudkan dengan
berturut-turut disini ialah sebelum kering anggota pertama, anggota kedua sudah
dibasuh, dan sebelum kering anggota kedua,anggota tiga sudah dibasuh pula,
dan seterusnya.
k. Menghadap kiblat.
l. Menggosok-gosok anggota wudhu,khususnya bagian tumit.
m. Menggunakan air dengan hemat, tidak berlebih-lebihan.
f. Hal- Hal Yang Membatalkan Wudhu

Orang-orang yang telah berwudhu’ dipandang suci dari hadats, akan tetapi ada
beberapa hal yang dapat menghilangkan kesuciannya itu dan menyebabkan
berhadats kembali. Yang membatalakan wudhu’ ada lima yaitu:

1. Keluar sesuatu dari qubul dan dubur, berupa apapun benda padat, angin, atau
cairan kecuali maninya sendiri, baik yang biasa maupun tidak, keluar dengan
sendirinya atau dikeluarkan daripadanya. Dalil-dalil yang berkenaan dengan ini
antara lain:
1. Firman Allah
Artinya: …..atau kembali dari tempat buang air(kakus). (Al-Ma’idah/5:6)
2. Hadits
Artinya: Allah tidak akan menerima shalat orang yang berhadats sampai ia
berwudhu’.
2. Tidur, kecuali dalam keadaan tidur dengan mantap.
Rasulullah saw bersabda:
Artinya: kedua mata adalah pengikat bagi dubur, maka barang siapa yang tidur
hendaklah ia berwudhu’. (HR. Abu Daud).
3. Hilang akal dengan sebab gila, mabuk, pitam, penyakit atau lain-lain. Batalnya
wudhu’ dengan hilang akal adalah berdasarkan qiyas kepada tidur, dengan
kehilangan kesadaran sebagai persamaan.
4. Bersentuh kulit laki-laki dan perempuan. Hal ini didasarkan atas firman Allah:
Artinya: ………..atau kamu telah menyentuh perempuan…...(An-Anisa’/4:43).
Dalam ayat ini hal menyentuh perempuan disebut bersama-sama dengan buang
air besar dan dihubungkan dengan perintah bertayammum jika tidak ada air. Ini
menunjukkan bahwa menyentuh perempuan adalah hadats seperti buang air.
5. Menyentuh kemaluan manusia dengan telapak tangan tanpa alas, berdasarkan
sabda rasul saw:
Artinya: barang siapa yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia
berwudhu’.(HR. Tirmizy).
B. Mandi Wajib
a. Pengertian Mandi Wajib
Menurut lughat, mandi disebut al-ghasl bearti mengalir air pada sesuatu.
Sedangkan dalam istilah syara’ ialah mengalir air keseluruh tubuh disertai dengan
niat (Drs. Lahmuddin Nasution, 1997)
Yang dimaksud dengan mandi ialah meratakan air yang suci pada seluruh
badan di sertai niat, hal ini berasarkan dalam firman Allah surat Al-Maidah ayat 6.
“Jika kalian dalam keadaan junub, maka mandilah.”
Penjabaran lebih lanjut di ungkapkan pada hadits berikut :
“sesungguhnya fatwa-fatwa yang menetapkan mandi itu kalau (bersetubuh)
mengeluarkan mani adalah rukhshah dari rosululloh Saw. Pada bermulaan Islam.
Kemudian beliau memerintahkan kami mandi sesudahnya.” (HR Ahmad dan Abu
Daud)

b. Dasar Hukum
1. Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 43:
‫ص َالةَ ت َ ْق َربُوا َال آ َمنُوا الَّ ِذينَ أَيُّ َها َيا‬ َّ ‫سكَا َرى َوأ َ ْنت ُ ْم ال‬
ُ ‫ِإ َّال ُجنُبًا َو َال تَقُولُونَ َما ت َ ْعلَ ُموا َحتَّى‬
‫س ِبيل عَا ِب ِري‬ َ ‫سلُوا َحتَّى‬ ِ َ ‫سفَر ى ََعَل أ َ ْو َم ْرضَى ُك ْنت ُ ْم َو ِإ ْن ۚ ت َ ْغت‬ َ ‫ِمنَ ِم ْن ُك ْم أ َ َحد َجا َء أ َ ْو‬
‫ست ُ ُم أ َ ْو ا ْلغَا ِئ ِط‬ َ ّ‫ص ِعيدًا فَتَيَ َّم ُموا َما ًء ت َ ِجدُوا فَلَ ْم ال ِن‬
ْ ‫سا َء َال َم‬ َ ‫س ُحوا َط ِيّبًا‬ ْ َ‫ََوأ ِب ُو ُجو ِه ُك ْم ف‬
َ ‫ام‬ َ ‫ۗ ْيدِي ُك ْم‬
َّ َ‫عفُ ًّوا كَان‬
َّ‫ّللاَ ِإن‬ َ
ً ُ ‫غف‬
َ ‫ورا‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula
hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu
saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau
datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian
kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik
(suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi
Maha Pengampun.”

2. Sabda Rasulullah saw:


Artinya: Sabda Rasulullah saw: apabila bertemu dua penyunatan (khitan) maka
sesungguhnya telah diwajibkan mandi, meskipun tidak keluar mani.(Riwayat
Muslim).
c. Sebab- Sebab Mandi Wajib
a. Bersetubuh, baik keluar mani ataupun tidak.
b. Keluar mani, baik karena bermimpi ataupun sebab lain dengan sengaja atau
tidak, dengan perbuatan sendiri ataupun bukan.
c. Meninggal. Orang islam yang meninggal, fardhu kifayah atas muslimin yang
hidup memandikanya, kecuali orang yang mati syahid.
d. Haid.
e. Nifas. Yang dinamakan nifas ialah darah yang keluar dari kemaluan perempuan
sesudah melahirkan anak.
f. Wiladah. Yaitu darah yang keluar bebarengan dengan keluarnya bayi, baik anak
yang dilahirkan itu cukup umur ataupun tidak seperti keguguran.
d. Syarat Sah Mandi Wajib
a. Beragama islam.
b. Sudah tammyiz.
c. Bersih dari haid dan nifas.
d. Bersih dari sesuatu yang menghalangi sampainya air pada seluruh anggota
tubuh seperti cat, lilin dan sebagainya.
e. Pada anggota tubuh harus tidak ada sesuatu yang bisa merubah sifat air untuk
mandi seperti minyak wangi dan lainnya.
f. Harus mengerti bahwa mandi besar hukumnya fardhu (wajib).
g. Salah satu dari rukun-rukun mandi tidak boleh di I’tikadkan sunah.
h. Air yang digunakan harus suci dan mensucikan.
e. Rukun Mandi Wajib
Drs. H. Moh. Rifa’i dalam buku fikih islam lengkap mengatakan rukun mandi
sebagai berikut:
a. Niat yakni menyengajakan mandi untuk menghilangkan hadas besar.
b. Membasuh badan.
c. Menghilangkan najis yang ada pada badan.
d. Meratakan air keseluruh tubuh, yakni yakni dari ujung rambut sampai ujung
kaki .
Selain itu Drs. Lahmuddin Nasution, M.Ag membagi rukun mandi sebagai berikut:

1. Niat, karena mandi adalah ibadah maka diwajibkan melakukan dengan niat. Niat
itu dianggap sah dengan:
2. Berniat untuk mengangkat hadats besar, hadats janabah, haid, nifas, dan lainnya
dari seluruh tubuh.
3. Berniat untuk membolekan shalat, thawaf, atau pekerjaan lain yang hanya boleh
dilakukan dengan thaharah.
4. Berniat mandi wajib, berniat menunaikan mandi, berniat thaharah untuk shalat.

f. Sunah-Sunah Mandi Wajib

Disunahkan bagi yang mandi memperhatikan perbuatan rosulullah SAW


ketika mandi itu, hingga ia mengerjakan sebagai berikut :
a. Mulai dari mencuci kedua tangan hingga dua kali.
b. Kemudian membasuh kemaluan.
c. Lalu berwudhu secara sempurna seperti halnya wudhu buat sholat. Dan ia boleh
menangguhkan membasuh kedua kaki sampai selesai mandi, bila ia mandi itu
pasutembaga dll.
d. Kemudian menuangkan air ke atas kepala sebanyak tiga kali sambil menyela-
nyela rambut agar air sampai membasahi urat-uratnya.
e. Lalu mengalirkan air keseluruh badan memulai sebelah kanan lalu sebelah kiri
tanpa mengabaikan dua ketiak, bagian dalam telinga, pusar dan jari-jari kaki
serta mengasah anggota tubuh yang dapat digosok.
f. Jenis – Jenis Mandi Sunah
a. Mandi hari jum’at.
b. Mandi hari raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha.
c. Mandi orang gila apabila ia sembuh dari gilanya.
d. Mandi ketika hendak ihram haji atau umrah.
e. Mandi sehabis memandikan mayat.
f. Mandi orang yang kafir setelah memeluk agama islam.
C. Tayammum
a. Pengertian Tayammum
Tayammum adalah mengusap tanah kemuka dan kedua tangan sampai siku
dengan beberapa syarat. Tayammum adalah penganti wudhu’ dan mandi, sebagai
rukhsah(keringanan) untuk orang yang tidak dapat memakai air karena beberapa
halangan(uzur) yaitu:
1. Uzur karena sakit, kalau memakai air bertambah sakitnya atau lambat
sembuhnya.
2. Karena dalam perjalanan
3. Karena tidak ada air. (H. Sulaiman Rasjid, 1987)
Apabila seseorang junub atau seseorang akan mengerjakan sembahyang,
orang tadi tidak mendapattkan air, untuk mandi atau untuk wudhu, maka sebagai
ganti untuk manghilangkan hadas besar atau kecil tadi dengan melakukan tayamum.
Tayamum menurut bahasa artinya menuju seangkan menurut pengertian sara’,
tayamum ialah menuju kepada tanah untuk menyapukan dua tangan dan uka dengan
niat agar dapat mengerjakan sembahyang. Adapun dasar disyariatkanya tayamum
ialah qur’an surat an-nisa’ ayat 43.[6]

“Kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah dengan tanah


yang baik (suci). Usaplah wajah dan tangan kalian”
b. Dasar Hukum

Firman Allah Swt:


1. Al-ma’idah/5:6)
Artinya: Dan apabila kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari
tempat dari buang air(kakus), atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
mendapat air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik(bersih), sapulah
mukamu dan kedua tanganmu dengan tanah itu. (Al-Ma’idah/5:6).

2. An-nisa’/ 4:43

‫ص َالةَ ت َ ْق َربُوا َال آ َمنُوا الَّ ِذينَ أَيُّ َها يَا‬ َّ ‫َارى َوأ َ ْنت ُ ْم ال‬
َ ‫سك‬ ُ ‫ِإ َّال ُجنُبًا َو َال تَقُولُونَ َما ت َ ْعلَ ُموا َحتَّى‬
‫س ِبيل عَا ِب ِري‬ َ ‫سلُوا ۚ َو ِإ ْن َحتَّى‬ ِ َ ‫علَى أ َ ْو َم ْرضَى ُك ْنت ُ ْم ت َ ْغت‬
َ ‫سفَر‬َ ‫ا ْلغَائِ ِط ِمنَ ِم ْن ُك ْم أ َ َحد َجا َء أ َ ْو‬
‫ست ُ ُم أ َ ْو‬ َ ّ‫ص ِعيدًا فَتَيَ َّم ُموا َما ًء ت َ ِجدُوا فَلَ ْم ال ِن‬
ْ ‫سا َء َال َم‬ َ ‫س ُحوا َط ِيّبًا‬ ْ َ‫َوأ َ ْيدِي ُك ْم ۗ إِنَّ بِ ُو ُجو ِه ُك ْم ف‬
َ ‫ام‬
َّ َ‫عفُ ًّوا كَان‬
َ‫ّللا‬ َ ‫ورا‬ً ُ ‫غف‬ َ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu
dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan
pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar
berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir
atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan,
kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah
yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha
Pemaaf lagi Maha Pengampun.”

c. Syarat Sah Tayammum


1. Sudah masuk waktu sholat. Tayamum disyariaatkan untuk orang yang
terpakasa. Sebelum masuk waktu sholat ia belum terpaksa, sebab sholat belum
wajib atasnya ketika itu.
2. Sudah diusahakan mencari air, tetapi tidak dapat, sedangkan waktu sudah
masuk. Alasanya kita disuruh tayamum bila tidak ada air sesudah dicari dan kita
yakin tidak ada.
3. Dengan tanah yang suci dan berdebu.
4. Debunya harus suci.
5. Debunya tidak mustamal (sudah digunakan).
6. Debunya tidak kecampuran tepung dan menyerupainya.
7. Harus menghilangan najis dulu.
8. Mengusap muka dengan kedua tangannya dengan dua pukulan.
9. Harus mengetahui dengan sungguh-sungguh arah kiblat sebelum tayamum.
10. Tayamum itu hanya mengerjakan satu fardhu.
d. Rukun Tayammum
1. Niat. Niat ini dilakukan serentak dengan dengan pekerjaan pertamadalam
tayamum yaitu ketika memindahkan tanah ke wajah.
2. Mengusap wajah.
3. Mengusap kedua tangan sampai siku.
4. Tertib, yaitu mendahulukan wajah daripada tangan.
e. Sunah Tayammum
1. Membaca basmalah diawalnya.
2. Memulai sapuan dari bagian atas wajah.
3. Menipiskan debu ditelapak tangan sebelum mengusapkanya.
4. Merenggangkan jari-jari ketika menepukanya pertama kali ke tanah.
5. Mendahulukan tangan kanan daripada yang kiri.
6. Menyela-nyela jari setelah mengusap kedua tangan.
7. Muwallah, mengusap wajah dan kedua tangan secara berurutan, tidak berselang
lama antara satu dengan lainya.
f. Hal- Hal Yang Membatalkan Tayammum
1. Semua yang membatalkan wudhu
2. Ada air. Mendapatkan air sebelum melakukan sholat
3. Murtad
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam melaksanakan ibadah hendaknya kita harus dalam keadaan suci, baik dari
hadast maupun najis. Dalam syariat islam telah dianjurkan ketika akan melaksanakan
ibadah terlebih dahulu harus berwudhu atau tayamum (jika tidak ada air). Dan apabila
berhadast besar, maka diwajibkan untuk mandi besar sebelum melaksanakan ibadah.

Sebelum melakukan ibadah shalat harus membersihkan tubuh dari hadas kecil dan
hadas besar, seperti melaksanakan ibadah wudhu’, mandi dan tayammum. Wudhu’
adalah salah satu ibadah yang dilakukan dengan cara mencuci sebahagian anggota tubuh
dengan air dengan sarat dan rukun sebagai syarat sah sholat yang dilaksanakan sebelum
melaksanakan sholat dan ibadah yang lainnya.

Mandi (al-ghusl) adalah mencuci seluruh tubuh dengan menggunakan air yang
disertai dengan rukun mandi.

Sedangkan tayammum adalah mengusapkan tanah ke sebagian anggota tubuh


(muka dan tangan) sebagai ganti wudhu’ yang dilakukan karena adanya uzur bagi orang
yang tidak dapat memakai air, yang mempunyai sarat dan rukun.

B. Saran
Dari pembahasan ini kita dapat memahami pengertian, landasan hukum, serta apa
saja syarat sah tentang Wudhu’, Mandi wajib, dan Tayammum. Setelah mengetahui dan
memahami tahap selanjutnya adalah menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Rasjid. S, 1987. Fiqh Islam. Sinar Baru Algensindo. Bandung.

Rifa’i. M, 1978. Fiqh Islam Lengkap. Karya Toha Putra. Semarang.

Nasution. L, 1997. Fiqh Ibadah. PT. LOGOS Wacana Ilmu. Jakarta.

sa’adi, Adil dkk. Fiqhun nisa’_Thaharoh sholat,(Jakarta Selatan: PT Mizan Publika,2008)

sa’adi , Zakiah Drajat. dkk. Ilmu Fiqh. (Jakarta: IAIN Jakarta, 1983)

Dainuri, Muhamad. Kajian kitab kuning terhadap ajaran islam(Magelang :Sinar Jaya
Offset,1996)

Saleh, Hasan. Kajian Fiqh Nabawi& Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Rajawali, 2008)

Ash-shiddieqy, Hasbi. Hukum-hukum Fiqh Islam, (Jakarta: Bulan bintang, 1970)

Mubarok, Modifikasi Hukum Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002)

Vous aimerez peut-être aussi