Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Penulis
DAFTAR ISI
a. Wudhu ………………………………….................................
b. Mandi Wajib …………………………………………............
c. Tayammum …………………………....................................
a. Kesimpulan ………………………………………………….
b. Saran …………………………………………………………
A. Latar Belakang
Bersuci hukumnya wajib, bersuci itu sendiri terbagi menjadi 2, yaitu bersuci batin
(mensucikan diri dari dosa dan maksiat) dan lahir (bersih daari kotoran dan hadast).
Kebersihan dari kotoran cara menghilangkan dengan menghilangkan kotoran itu pada
tempat ibadah, pakaian yang dipakai, dan pada badan seseorang. Sedang kebersihan dari
hadast dilakukan dengan mengambil air wudhu, bertayamum, dan mandi.
Dari msing-masing cara bersuci lahir tersebut, mamiliki ketentuan-ketentuan
yang harus diketahui dan di taati. Namun kenyataannya, bnyak di antara kita yang
mamiliki banyak kekurangan tentang ketentuan-ketentuan tersebut. Untuk itu, pada
makalah ini penulis membahas tentang Wudhu, Mandi, Tayamum.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan wudhu’, mandi wajib dan tayamum secara bahasa dan
istilah?
2. Apa hukum wudhu’, mandi wajib dan tayamum menurut syariat?
3. Bagaimana tata cara pelaksanaan wudhu’, mandi wajib dan tayamum yang baik dan
benar sesuai syariat?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui dan memahami pengertian wudhu’, mandi dan tayamum secara bahasa
dan istilah.
2. Mengetahui hukum wudhu’, mandi dan tayamum menurut syariat.
3. Dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari tata cara pelaksanaan wudhu’,
mandi dan tayamum yang baik dan benar sesuai syariat.
4. Gaya hidup sehat dengan syariat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Wudhu
a. Pengertian wudhu
Wudhu menurut bahasa berarti: baik dan bersih. Menurut istilah syara’, wudhu
ialah membasuh muka, dan kedua tangan sampai siku, mengusap sebagan kepala,
dan membasuh kakai didahilui dengan niat dan dilakukan dengan tertib.
Menurut lughat, wudhu’ adalah perbuatan, menggunakan air pada anggota
tubuh tertentu, sedangkan wadhu’ adalah air yang digunakan untuk berwudhu. Kata
ini berasal dari wadha’ah yang berarti baik, dan bersih. Dalam istilah syara’ wudhu’
ialah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat (Nasution, 1995: 10)
Menurut hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, wudhu diwajibkan
sebelum hijrah, pada malam Isra’ Mi’raj, bersamaan dengan kewajiban sholat lima
waktu. Mula-mula wudhu itu diwajibkan setiap hendak melakukan sholat, tetapi
kemudian kewajiban itu dikaitkan dengan keadaan berhadast.Ijma’ ulama dalam hal
ini belum ada sekali pendapat yang mengatakan wudhu’ tidak wajib.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
صالةِ إِلَى قُ ْمت ُ ْم إِذَا آ َمنُوا الَّذِينَ أَيُّ َها يَا ِ ِس ُحوا ْال َم َراف
ُ ْ ق إِلَى َوأَ ْي ِديَ ُك ْم
َّ ْو ُجو َه ُكم فَا ْغ ِسلُوا ال َ َوأ َ ْر ُجلَ ُك ْم ُك ْمِْبِ ُر ُءوس َو ْام
اط َّه ُروا ُجنُبًا ُك ْنت ُ ْم َوإِ ْن ْال َك ْعبَي ِْن إِلَى
َّ َضى ُك ْنت ُ ْم َوإِ ْن ف
َ سفَر َعلَى ْْأَو َم ْر ْ ِ ال َم ْست ُ ُم أ َ ْو
َ ْالغَائِط ِمنَ ِم ْن ُك ْم أ َ َحد َجا َء أ َ ْو
سا َءَ ِِّص ِعيدًا فَتَ َي َّم ُموا َما ًء ت َِجد ُوا فَلَ ْم الن َ طيِِّبًا َ س ُحوا ْ َّللاُ ي ُِريد ُ َما ِم ْنهُ َوأَ ْيدِي ُك ْم ُك ْمِْبِ ُو ُجوه ف
َ ام َّ َح َرج ِم ْن َعلَ ْي ُك ْم َْ ِليَجْ عَل
َ ُ( ت َ ْش ُك ُرونَ َل َع َّل ُك ْم َع َل ْي ُك ْم ِن ْع َمتَهُ َو ِليُتِ َّم ِلي٦
ط ِِّه َر ُك ْم ي ُِريد ُ َو َل ِك ْن
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat,
maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah.
Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air,
bertayammumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu
dengan debu itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu
bersyukur”.( Surat Al Maidah Ayat 6)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
ْس ُحوا
َ ام ِ ِسلُواْ ُو ُجو َه ُك ْم َوأ َ ْي ِديَ ُك ْم إِلَى ا ْل َم َراف
ْ ق َو َّ يَا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُواْ إِذَا قُ ْمت ُ ْم إِلَى ال
ِ صال ِة فا ْغ
ِ َس ُك ْم َوأ َ ْر ُجلَ ُك ْم إِلَى ا ْل َك ْعب
ين ِ ِب ُرؤُو
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu henclak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. “
2. Sabda Rasulullah
3. Ijma’.
Telah terjalin kesepakatan kaum muslimin atas disyari’atkannya wudhu
semenjak zaman Rasulullah hingga sekarang ini, sehingga tidak dapat disangkal lagi
bahwa ia adalah ketentuan yang berasal dari agama.
c. Syarat Sah Wudhu’
Ada beberapa syarat – syarat yang harus dipenuhi dalam berwudhu, diantaranya :
a. Air yang digunakan untuk berwudhu harus air yang mutlaq / suci.
b. Air yang halal, bukan hasil ghasab (hasil curian).
c. Suci anggota wudhu dari najis.
d. Untuk sah nya wudhu, disyaratkan adanya waktu yang cukup untuk wudhu dan
salat, dalam arti bahwa setelah berwudhu yang bersangkutan masih
memungkinkan untuk melaksanakan shalat yang dimaksud pada waktunya yang
telah ditentukan. Sedangkan jika waktunya sempit, dimana jika ia berwudhu
maka keseluruhan salatnya atau sebahagian salatnya berada diluar waktu salat
yang telah ditentukan, sementara jika ia tayammum maka keseluruhan salatnya
masih bias ia laksanakan, maka dalam hal ini ia wajib tayammum, maka apabila
ia berwudhu, maka batallah wudhunya.
e. Melaksanakan wudhu sendiri, tidak boleh diwakilkan oleh orang lain
f. Diwajibkan adanya urutan di antara anggota – anggota wudhu.
g. Wajib bersifat segera. Artinya, tidak ada tenggang waktu yang panjang dalam
membasuh anggota wudhu yang satu dengan yang lain, sebelum kering. Kecuali
airnya kering karena terkena sinar matahari, ataupun panas badan.
a. Islam; orang yang tidak beragama islam tidak sah melaksanakan wudhu.
b. Tamyiz, yakni dapat membedakan baik buruknya sesuatu pekerjaan.
c. Tidak berhadats besar.
d. Dengan air suci, lagi mensucikan (air mutlak).
e. Tidak ada sesuatu yang menghalangi air, sampai ke anggota wudhu, misalnya
getah, cat dan sebagainya.
f. Tidak ada najis pada tubuh, sehingga merubah salah satu sifat air yang suci lagi
mensucikan.
d. Rukun Wudhu
Untuk dapat terpenuhinya definisi wudhu, adapun rukun-rukunya yang harus
dipenuhi sebagai berikut:
a. Niat
Yang dimaksud dengan niat ialah cetusan hati untuk melakukan perbuatan,
bergandengan dengan awal perbuatan itu. Semua amal ibadah tidak sah, tidak
dapat di terima, keculi dengan niat itu.
Firman Allah.
Artinya:”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan menurunkan ketaatan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama dengan
lurus.” (Al-Bayyinah/98:5).
b. Membasuh muka
Yang dimaksud muka ialah daerah yang berada diantara tepi dahi sebelah atas
sampai tepi bawah janggut, dan dari sentil telinga kanan sampai sentil telinga
kiri. Memebasuh muka yang wajib hanya sekali saja, sedang kalau
disempurnakan sampai tiga kali, maka hukumnya sunah.
Membasuh muka diwajibkan berdasarkan perintah pada surat Al-Ma’idah.
Artinya: ……maka basuhlah mukamu……(Al-Ma’idah/5:6).
c. Membasuh kedua tanagan hingga siku-siku
Apabila seseorang pakai cicin atau gelang, maka perlu kulit jari-jarinya atau
pergelangan tangan yang kena bagian dalam cincin atau gelang itu dibasahi,
dengan menggerak-gerakkan cincin atau gelang itu.
Kewajiban membasuh tangan pada wudhu’ didasarkan atas firman Allah:
Artinya: …….dan tanganmu sampai dengan siku……(Al-Ma’idah/5:6).
d. Mengusap kepala
Yang dimaksud ialah mengusap kepala dengan tangan yang dibasahi air.
Sedanag dalam mengusap kepala dapat dipahami tidak seluruh kepala, tetapi
cukup mengusap sebagian kepala.
Kewajiban menyapu kepala pada wudhu’ didasarkan atas firman Allah:
Artinya: …..dan sapulah kepalamu…….(Al-Ma’idah/5:6).
e. Membasuh kaki beserta kedua mata kakinya
Yang dimaksud ialah membasuh kedua kaki dengan sempurna beserta kedua
mata kaki.
Kewajiban membasuh kaki pada wudhu’ didasarkan atas firman Allah:
Artinya: ……..dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. (Al-
Ma’idah/5:6).
f. Tertib
Yang dimaksud dengan tertib ialah melakukan rukun-rukun wudhu’ itu sesuai
dengan urutan yang tersebut pada ayat wudhu’ diatas dimulai dengan muka,
tangan, kepala, dan kemudian kaki.
Tertib itu wajib berdasarkan:
1. Urutan pada ayat al-qur’an yang menyatakan hal itu.
2. Bahwa Nabi saw tidak pernah berwudhu’ tanpa tertib.
3. Bahwa Nbi setelah melakukan wudhu’ dengan tertib, mengatakan bahwa
begitulah cara berwudhu’ dan bahwa shalat seseorang hanya diterima Allh
swt jika disertai dengan wudhu’ seperti itu.
4. Bahwa wudhu’ itu adalah ibadah, sama dengan shalat jadi wajib bertertib
seperti shalat pula.
Mengenai ini ada juga yang mengatakan bahwa tertib itu tidak wajib,
melainkan sunnah saja. Pendapat ini dikemukan oleh Abu Hanifah, Sawry,
Daud Al Zahiry dan sebagian ulama malikiyah. Dalil yang mereka kemukakan
iyalah bahwa ayat berwudu’ itu tidak mengandung ketentuan tentang tertib.
Walaupun rukun-rukun wudhu’ itu memang disebutkan berurutan akan tetapi,
‘athaf yang menyambungkan antara satu dengan yang lainnya adalah ‘waw’
yang tidak mengandung arti berurutan. Dengan begitu kata mereka, tidak ada
kewajiban tertib hanya sunnah sebab Nabi selalu melakukannya demikian.
e. Sunah Wudhu
a. Membaca basmalah pada permulaan wudhu.
b. Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangan tangan .
c. Berkumur-kumur (madmadah), memasukan air ke mulut sambil
mengguncangkanya, kemudian membuangnya.
d. Istinsyaq yakni memasukan air ke hidung kemudian membuangnya.
e. Meratakan sapuan keseluruh kepala.
f. Menyapu kedua telinga luar dan dalam.
g. Menyela-nyela janggut dengan jari.
h. Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri.
i. Membasuh setiap anggota tiga kali.
j. Muwalah yaitu berturut-turut antara anggota. Yang dimaksudkan dengan
berturut-turut disini ialah sebelum kering anggota pertama, anggota kedua sudah
dibasuh, dan sebelum kering anggota kedua,anggota tiga sudah dibasuh pula,
dan seterusnya.
k. Menghadap kiblat.
l. Menggosok-gosok anggota wudhu,khususnya bagian tumit.
m. Menggunakan air dengan hemat, tidak berlebih-lebihan.
f. Hal- Hal Yang Membatalkan Wudhu
Orang-orang yang telah berwudhu’ dipandang suci dari hadats, akan tetapi ada
beberapa hal yang dapat menghilangkan kesuciannya itu dan menyebabkan
berhadats kembali. Yang membatalakan wudhu’ ada lima yaitu:
1. Keluar sesuatu dari qubul dan dubur, berupa apapun benda padat, angin, atau
cairan kecuali maninya sendiri, baik yang biasa maupun tidak, keluar dengan
sendirinya atau dikeluarkan daripadanya. Dalil-dalil yang berkenaan dengan ini
antara lain:
1. Firman Allah
Artinya: …..atau kembali dari tempat buang air(kakus). (Al-Ma’idah/5:6)
2. Hadits
Artinya: Allah tidak akan menerima shalat orang yang berhadats sampai ia
berwudhu’.
2. Tidur, kecuali dalam keadaan tidur dengan mantap.
Rasulullah saw bersabda:
Artinya: kedua mata adalah pengikat bagi dubur, maka barang siapa yang tidur
hendaklah ia berwudhu’. (HR. Abu Daud).
3. Hilang akal dengan sebab gila, mabuk, pitam, penyakit atau lain-lain. Batalnya
wudhu’ dengan hilang akal adalah berdasarkan qiyas kepada tidur, dengan
kehilangan kesadaran sebagai persamaan.
4. Bersentuh kulit laki-laki dan perempuan. Hal ini didasarkan atas firman Allah:
Artinya: ………..atau kamu telah menyentuh perempuan…...(An-Anisa’/4:43).
Dalam ayat ini hal menyentuh perempuan disebut bersama-sama dengan buang
air besar dan dihubungkan dengan perintah bertayammum jika tidak ada air. Ini
menunjukkan bahwa menyentuh perempuan adalah hadats seperti buang air.
5. Menyentuh kemaluan manusia dengan telapak tangan tanpa alas, berdasarkan
sabda rasul saw:
Artinya: barang siapa yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia
berwudhu’.(HR. Tirmizy).
B. Mandi Wajib
a. Pengertian Mandi Wajib
Menurut lughat, mandi disebut al-ghasl bearti mengalir air pada sesuatu.
Sedangkan dalam istilah syara’ ialah mengalir air keseluruh tubuh disertai dengan
niat (Drs. Lahmuddin Nasution, 1997)
Yang dimaksud dengan mandi ialah meratakan air yang suci pada seluruh
badan di sertai niat, hal ini berasarkan dalam firman Allah surat Al-Maidah ayat 6.
“Jika kalian dalam keadaan junub, maka mandilah.”
Penjabaran lebih lanjut di ungkapkan pada hadits berikut :
“sesungguhnya fatwa-fatwa yang menetapkan mandi itu kalau (bersetubuh)
mengeluarkan mani adalah rukhshah dari rosululloh Saw. Pada bermulaan Islam.
Kemudian beliau memerintahkan kami mandi sesudahnya.” (HR Ahmad dan Abu
Daud)
b. Dasar Hukum
1. Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 43:
ص َالةَ ت َ ْق َربُوا َال آ َمنُوا الَّ ِذينَ أَيُّ َها َيا َّ سكَا َرى َوأ َ ْنت ُ ْم ال
ُ ِإ َّال ُجنُبًا َو َال تَقُولُونَ َما ت َ ْعلَ ُموا َحتَّى
س ِبيل عَا ِب ِري َ سلُوا َحتَّى ِ َ سفَر ى ََعَل أ َ ْو َم ْرضَى ُك ْنت ُ ْم َو ِإ ْن ۚ ت َ ْغت َ ِمنَ ِم ْن ُك ْم أ َ َحد َجا َء أ َ ْو
ست ُ ُم أ َ ْو ا ْلغَا ِئ ِط َ ّص ِعيدًا فَتَيَ َّم ُموا َما ًء ت َ ِجدُوا فَلَ ْم ال ِن
ْ سا َء َال َم َ س ُحوا َط ِيّبًا ْ َََوأ ِب ُو ُجو ِه ُك ْم ف
َ ام َ ۗ ْيدِي ُك ْم
َّ َعفُ ًّوا كَان
َّّللاَ ِإن َ
ً ُ غف
َ ورا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula
hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu
saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau
datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian
kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik
(suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi
Maha Pengampun.”
1. Niat, karena mandi adalah ibadah maka diwajibkan melakukan dengan niat. Niat
itu dianggap sah dengan:
2. Berniat untuk mengangkat hadats besar, hadats janabah, haid, nifas, dan lainnya
dari seluruh tubuh.
3. Berniat untuk membolekan shalat, thawaf, atau pekerjaan lain yang hanya boleh
dilakukan dengan thaharah.
4. Berniat mandi wajib, berniat menunaikan mandi, berniat thaharah untuk shalat.
2. An-nisa’/ 4:43
ص َالةَ ت َ ْق َربُوا َال آ َمنُوا الَّ ِذينَ أَيُّ َها يَا َّ َارى َوأ َ ْنت ُ ْم ال
َ سك ُ ِإ َّال ُجنُبًا َو َال تَقُولُونَ َما ت َ ْعلَ ُموا َحتَّى
س ِبيل عَا ِب ِري َ سلُوا ۚ َو ِإ ْن َحتَّى ِ َ علَى أ َ ْو َم ْرضَى ُك ْنت ُ ْم ت َ ْغت
َ سفَرَ ا ْلغَائِ ِط ِمنَ ِم ْن ُك ْم أ َ َحد َجا َء أ َ ْو
ست ُ ُم أ َ ْو َ ّص ِعيدًا فَتَيَ َّم ُموا َما ًء ت َ ِجدُوا فَلَ ْم ال ِن
ْ سا َء َال َم َ س ُحوا َط ِيّبًا ْ ََوأ َ ْيدِي ُك ْم ۗ إِنَّ بِ ُو ُجو ِه ُك ْم ف
َ ام
َّ َعفُ ًّوا كَان
َّللا َ وراً ُ غف َ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu
dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan
pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar
berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir
atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan,
kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah
yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha
Pemaaf lagi Maha Pengampun.”
A. Kesimpulan
Dalam melaksanakan ibadah hendaknya kita harus dalam keadaan suci, baik dari
hadast maupun najis. Dalam syariat islam telah dianjurkan ketika akan melaksanakan
ibadah terlebih dahulu harus berwudhu atau tayamum (jika tidak ada air). Dan apabila
berhadast besar, maka diwajibkan untuk mandi besar sebelum melaksanakan ibadah.
Sebelum melakukan ibadah shalat harus membersihkan tubuh dari hadas kecil dan
hadas besar, seperti melaksanakan ibadah wudhu’, mandi dan tayammum. Wudhu’
adalah salah satu ibadah yang dilakukan dengan cara mencuci sebahagian anggota tubuh
dengan air dengan sarat dan rukun sebagai syarat sah sholat yang dilaksanakan sebelum
melaksanakan sholat dan ibadah yang lainnya.
Mandi (al-ghusl) adalah mencuci seluruh tubuh dengan menggunakan air yang
disertai dengan rukun mandi.
B. Saran
Dari pembahasan ini kita dapat memahami pengertian, landasan hukum, serta apa
saja syarat sah tentang Wudhu’, Mandi wajib, dan Tayammum. Setelah mengetahui dan
memahami tahap selanjutnya adalah menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
sa’adi , Zakiah Drajat. dkk. Ilmu Fiqh. (Jakarta: IAIN Jakarta, 1983)
Dainuri, Muhamad. Kajian kitab kuning terhadap ajaran islam(Magelang :Sinar Jaya
Offset,1996)
Saleh, Hasan. Kajian Fiqh Nabawi& Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Rajawali, 2008)