Vous êtes sur la page 1sur 42

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pakan merupakan komponen pokok yang mengambil porsi terbesar dari biaya

produksi suatu usaha peternakan. Kualitas pakan ditentukan oleh kualitas bahan

baku yang menyusunnya. Pakan memiliki peranan penting bagi ternak, baik untuk

pertumbuhan ternak muda maupun untuk mempertahankan hidup dan

menghasilkan produk (susu, telur, daging) serta tenaga bagi ternak dewasa. Fungsi

lain dari pakan adalah untuk memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan. Agar

ternak tumbuh sesuai dengan yang diharapkan, jenis pakan yang diberikan pada

ternak harus bermutu baik dan dalam jumlah cukup.

Ternak membutuhkan zat-zat makanan yang ada dalam pakan seperti protein,

karbohidrat, dan lemak. Analisis proksimat merupakan suatu metoda analisis kimia

untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan

serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan. Komponen fraksi yang

dianalisis masih mengandung komponen-komponen lain dengan jumlah yang

sangat kecil, yang seharusnya tidak masuk ke dalam fraksi yang dimaksud, itulah

sebabnya mengapa hasil analisis proksimat menunjukkan angka yang mendekati

angka fraksi atau nilai sesungguhnya. Analisis proksimat dapat digunakan untuk

mengevaluasi dan menyusun formula ransum dengan baik. Mengevaluasi ransum

yang telah ada seperti mencari kekurangan pada ransum tersebut kemudian kita bisa

menyusun formula ransum baru dengan menambahkan zat makanan yang

diperlukan.
1.2 Identifikasi Masalah

(1) Apa yang dimaksud dengan menir kedelai.

(2) Berapa kadar air pada sampel.

(3) Berapa kadar abu pada sampel.

(4) Berapa kadar lemak kasar pada sampel.

(5) Berapa kadar serat kasar pada sampel.

(6) Berapa kadar protein kasar pada sampel.

(7) Berapa kandungan energi pada sampel.

(8) Berapa kadar BETN pada sampel.

1.3 Maksud dan Tujuan

(1) Untik mengetahui pengertian menir kedelai.

(2) Untuk mengetahui kadar air pada sampel.

(3) Untuk mengetahui kadar abu pada sampel.

(4) Untuk mengetahui kadar lemak kasar pada sampel.

(5) Untuk mengetahui kadar serat kasar pada sampel.

(6) Untuk mengetahui kadar protein kasar pada sampel.

(7) Utuk mengetahui kandungan energi pada sampel.


(8) Untuk mengetahui kadar BETN pada sampel.
1.4 Waktu dan Tempat

Pelaksanaan praktikum analisis proksimat “menir kedelai” dilakukan

sebanyak 3 kali:

1.4.1 Analisis air, analisis abu, dan analisis lemak kasar

Hari, Tanggal : Kamis, 22 Oktober 2015

Waktu : 10.00-12.00 WIB

Tempat : Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia

Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas

Padjadjaran

1.4.2 Analisis serat kasar, dan analisis energi bruto

Hari, Tanggal : Kamis, 29 Oktober 2015

Waktu : 10.00-12.00 WIB

Tempat : Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia

Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas

Padjadjaran

1.4.3 Analisis protein kasar

Hari, Tanggal : Kamis, 5 November 2015

Waktu : 10.00-12.00 WIB

Tempat : Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia

Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas


Padjadjaran
II
DESKRIPSI BAHAN

2.1 Kedelai

Kedelai merupakan salah satu tanaman sumber utama protein nabati dan

minyak nabati yang paling baik serta sebagai sumber lemak, vitamin, mineral dan

serat. Kandungan protein berkisar 30-40%, karbohidrat 34,8%, lemak 18,1% dan

masih mengandung zat gizi yang lain sehingga mempunyai potensi yang cukup baik

untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi ternak, khususnya kebutuhan protein.

Selain itu kedelai merupakan sumber protein nabati yang efisien, dalam arti bahwa

untuk memperoleh jumlah protein yang cukup diperlukan kedelai dalam jumlah

yang kecil. Dengan jumlah kandungan nutrisi yang dimiliki oleh kedelai cukup

baik, terutama bagi ternak dan adanya teknologi pengolahan untuk mengolah

limbah yang dihasilkan dari kedelai tersebut yang dapat dimanfaatkan sebagai

pakan ternak maka pemanfaatan limbah kedelai untuk dijadikan bungkil menjadi

alternatif yang baik dengan mengingat kandungan nutrisi yang dimilikinya

(Ahmad, 2006).

2.2 Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai merupakan limbah pembuatan minyak kedelai, mempunyai

kandungan protein ± 42,7% dengan kandungan energi metabolisme sekitar 2240

Kkal/Kg, kandungan serat kasar rendah, sekitar 6%, tetapi kandungan methionin

rendah. Penggunaan bungkil kedelai dalam ransum ayam dianjurkan tidak melebihi

40%. Walaupun dalam penggunaannya sangat dominan, akan tetapi memiliki zat

anti nutrisi yang ada pada Kacang kedelai mentah mengandung beberapa trypsin,
yang tidak tahan terhadap panas, oleh karena itu sebaiknya kacang kedelai diolah

lebih dahulu (Ahmad, 2006).

2.2 Kandungan Nutrisi Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai memiliki kandungan zat nutrisi yaitu 4,9% abu, 16,6%

lemak kasar, 60% serat kasar, 26,1% BETN dan 32,4% protein kasar. Protein yang

terkandung dalam bungkil kedelai cukup tinggi sehingga dalam penyusunan ransum

bungkil kedelai digunakan sebagai sumber protein. Kualitas bungkil kedelai

tergantung pada proses pengambilan minyaknya, varietas kacang kedelai dan

kualitas kacang kedelainya. Bungkil kedelai mengandung protein yang cukup

tinggi, sehingga kedua bahan tersebut digunakan sebagai sumber utama protein

pada pakan unggas, disamping pakan lainnya.

Persyaratan mutu standar bungkil kedelai meliputi kandungan nutrisi dan

batas tolerasi aflatoxin. Persyaratan mutu standar bungkil kedelai yang harus

dipenuhi menurut SNI 01-2904-1996 adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Standar Mutu Bungkil Kedelai

Mutu I Mutu II

% Air (Maks) 12 12

% Protein Kasar (Min) 46 40

% Serat Kasar (Maks) 6,5 9

% Abu (Maks) 7 8

% Lemak (Maks) 3,5 5

% Kalsium 0,2-0,4 0,2-0,4

% Fosfor 0,5-0,8 0,5-0,8

PPb Alfatoxin (Maks) 50 50


ANALISIS AIR
III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Air

(TINJAUAN PUSTAKA KAYA GINI YA, BEDAIN 2)

3.2 Analisis Air


IV
ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR PERCOBAAN

4.1 Alat

(1) Oven Listrik

(2) Timbangan Analitik

(3) Cawan Alumunium

(4) Eksikator

(5) Tang Penjepit

4.2 Bahan

(1) Sampel menir kedelai

4.3 Prosedur Percobaan

(1) Mengeringkan cawan alumunium dalam oven selama 1 jam pada suhu 100-

105oC

(2) Mendinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan timbang beratnya (Catat

sebagai A gram)

(3) Menambahkan ke dalam cawan alumunium tersebut sejumlah sampel/bahan

lebih kurang 2-5 gram, timbang dengan teliti. Dengan demikian berat

sampel/bahan dapat diketahui dengan tepat (Catat sebagai B gram). Bila

menggunakan timbangan analitik maka dapat langsung diketahui berat

sampelnya dengan menset zero balans, yaitu setelah berat alumunium

diketahui beratnya dan telah dicatat, kemudian dizerokan sehingga

penunjukan angka menjadi nol, lalu sampel langsung dimasukan ke dalam

cawan dan kemudian timbang beratnya dan catat sebagai C gram.


(4) Memasukkan cawan + sampel ke dalam oven selama 3 jam pada suhu 100-

105oC sehingga seluruh air menguap (atau dapat pula dimasukkan dalam

oven dengan suhu 60oC selama 48 jam)

(5) Masukkan dalam eksikator selama 15 menit dan timbang. Ulangi pekerjaan

ini dari tahap no 4 dan 5, sampai beratnya tidak berubah lagi. Catat sebagai

D gram.

(6) Setiap kali memindahkan cawan alumunium (baik berisi sampel atau tidak,

gunakan tang penjepit).


V
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pengamatan

5.1.1 Data Pengamatan

Berat cawan alumunium (A) : 7,3759g

Berat cawan + sampel sebelum dioven (B) = 16,448g

Berat sampel (C) = 9,073g

Berat cawan + sampel setelah dioven (D) = 15,705g

5.1.2 Hasil Perhitungan

Berdasarkan pada hasil perhitungan, didapat kadar air pada menir kedelai

yaitu 7,748% (Perhitungan terdapat di lampiran)

5.2 Pembahasan

Prinsip dari penentuan kadar air dengan cara kering adalah mengeringkan

atau menguapkan air pada suatu bahan (sampel) sehingga diperoleh zat padat yang

bebas air. Pengeringan dilakukan pada titik didih air pada tekanan tertentu. Selisih

berat kering dan berat basah dikonversikan ke dalam satuan kadar air. Penentuan

kadar air dengan oven memerlukan waktu yang lama, dapat mencapai 24 jam

pemanasan untuk sampel yang memiliki kadar tinggi. Sesuai dengan teori Murtidjo

(1987) (PRINSIP SELALU MASUK PEMBAHASAN)

Suhu yang digunakan adalah 100-105oC karena suhu tersebut merupakan

titik didih air. Digunakan oven listrik sebagai alat unuk mengeringkan sampel

karena terdapat pengatur suhu dan juga timer untuk mempermudah analisis.

Digunakan cawan alumunium sebagai wadah sampel karena cawan alumunium

tahan pada suhu oven. Setelah setiap pengeringan dimasukan ke eksikator sebagai

alat untuk menyerap sisa-sisa air. Eksikator memiliki silica gel yg berfungsi
menyerap air. Semakin banyak kandungan air yg telah diserap silica gel, maka silica

gel akan berubah dari warna biru menjadi semakin ungu. Berdasarkan analisis

proksimat kadar air yang dilakukan pada sampel menir kedelai, didapatkan hasil

sebesar 7,748%. Hasil tersebut sesuai dengan SNI 01-2904-1996.

(PEMBAHASAN MASUKIN FUNGSI ALAT-ALAT DAN BAHAN)

(PEMBAHASAN MASUKIN ANGKA HASIL PERHITUNGAN

DIBANDINGKAN DENGAN LITERATUR SNI = LITERATUR SNI ADA DI

PENDAHULUAN)
ANALISIS ABU
III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Abu

Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara

pengabuan yang digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan kadar

mineral dalam bahan tersebut. Ada dua macam garam mineral yang terdapat dalam

bahan, yaitu:

(1) Garam organik : garam asam malat, oksalat, asetat, pektat

(2) Garam anorganik : garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat

Pengabuan dilakukan untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung

dalam bahan. Penentuan kadar mineral bahan secara asli sangatlah sulit sehingga

perlu dilakukan dengan menentukan sisa hasil pembakaran atas garam mineral

bahan tersebut. Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan

anorganik sehingga terjadi perubahan radikal organik dan terbentuk elemen logam

dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-ion negatif (Anonim, 2008:10).

3.2 Analisis Abu

Analisa kadar abu bertujuan untuk memisahkan bahan organik dan bahan

anorganik suatu bahan pakan. Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan

kandungan mineral pada bahan tersebut. Menurut Cherney (2000) abu terdiri dari

mineral yang larut dalam detergen dan mineral yang tidak larut dalam detergen

Kandungan bahan organik suatu pakan terdiri protein kasar, lemak kasar, serat kasar

dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).

Karra (2007) menyatakan bahwa pemanasan di dalam tanur adalah dengan

suhu 400-600 derajat Celcius dan Halim (2006) menyatakan bahwa zat anorganik
yang tertinggal di dalam pemanasan dengan tanur disebut dengan abu (ash) . Jumlah

abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan bahan

ekstrak tanpa nitrogen (Soejono, 1990). Kandungan abu ditentukan dengan cara

mengabukan atau membakar bahan pakan dalam tanur, pada suhu 400-600oC

sampai semua karbon hilang dari sampel, dengan suhu tinggi ini bahan organik

yang ada dalam bahan pakan akan terbakar dan sisanya merupakan abu yang

dianggap mewakili bagian inorganik makanan. Namun, abu juga mengandung

bahan organik seperti sulfur dan fosfor dari protein, dan beberapa bahan yang

mudah terbang seperti natrium, klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan hilang

selama pembakaran. Kandungan abu dengan demikian tidaklah sepenuhnya

mewakili bahan inorganik pada makanan baik secara kualitatif maupun secara

kuantitatif (Anggorodi, 1994).


IV
ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR PERCOBAAN

4.1 Alat

(1) Cawan Porselen 30ml

(2) Pembakar Bunsen atau Hotplate

(3) Tanur Listrik

(4) Eksikator

(5) Tang Penjepit

4.2 Bahan

(1) Sampel menir kedelai

4.3 Prosedur Percobaan

(1) Mengeringkan cawan porselen ke dalam oven selama 1 jam pada suhu 100-

105oC

(2) Mendinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan timbang beratnya (Catat

sebagai A gram)

(3) Menambahkan ke dalam cawan alumunium tersebut sejumlah sampel/bahan

lebih kurang 2-5 gram, timbang dengan teliti. Dengan demikian berat

sampel/bahan dapat diketahui dengan tepat (Catat sebagai B gram). Bila

menggunakan timbangan analitik maka dapat langsung diketahui berat

sampelnya dengan menset zero balans, yaitu setelah berat alumunium

diketahui beratnya dan telah dicatat, kemudian dizerokan sehingga

penunjukan angka menjadi nol, lalu sampel langsung dimasukan ke dalam

cawan dan kemudian timbang beratnya dan catat sebagai C gram.

(4) Memanaskan dengan hot plate atau pembakar bunsen I sampai tidak berasap

lagi.
(5) Memasukkan ke dalam tanur listrik dengan temperatur 600-700oC, biarkan

beberapa lama sampai bahan berubah menjadi abu putih betul, lama

pembakaran sekitar 3-6 jam.

(6) Mendinginkan dalam eksikator kurang lebih 30 menit dan timbang dengan

teliti, catat sebagai C gram.

(7) Lalu terakhir menghitung kadar abu tersebut.


V

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pengamatan

Kadar abu pada menir kedelai yaitu 6,001%

5.2 Pembahasan

Analisis kadar abu dengan sampel menir kedelai ditetapkan membakar

sampel dalam tanur/tungku (Furnace) dengan suhu 600o dalam waktu 3-6 jam. Hal

ini sesuai dengan teori Anggordi (1994). Pada analisis kadar abu dimaksudkan

untuk membakar senyawa-senyawa penyusun bahan organic. Dan menyisakan

bahan anorganik yaitu mineral. Jadi abu yang didapatkan dapat diasumsikan

sebagai kadar mineral. Pada percobaan ini digunakan cawan porselen karena cawan

porselen memiliki titik leleh yang tinggi sehingga tidak akan hancur dengan suhu

pemanasan pada tungku. Pemanasan terlebih dahulu menggunakan hotplate atau

pembakar bunsen untuk membakar senyawa-senyawa organic yang prosenya dapat

dianggap selesai apabila sudah tidak mengeluarkan asap lagi. Kemudian

dilanjutkan dengan pembakar dengan tungku, pembakaran ini untuk

menyempurnakan pembakaran.
ANALISIS PROTEIN KASAR
III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Protein Kasar

Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan

produktivitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan

nitrogen bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25

diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen (Soejono,

1990). Protein kasar adalah nilai hasil bagi dari total nitrogen ammonia dengan

faktor 16% (16/100) atau hasil kali dari total nitrogen ammonia dengan faktor 6,25

(100/16). Faktor 16% berasal dari asumsi bahwa protein mengandung nitrogen

16%. Kenyataannya nitrogen yang terdapat di dalam pakan tidak hanya berasal dari

protein saja tetapi ada juga nitrogen yang berasal dari senyawa bukan protein atau

nitrogen nonprotein (non–protein nitrogen /NPN). Dengan demikian maka nilai

yang diperoleh dari perhitungan diatas merupakan nilai dari apa yang disebut

protein kasar (Kamal,1998).

3.2 Analisis Protein Kasar

Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan

nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen.

Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan

makanan secara tidak langsung karena senyawa yang dianalisisnya adalah kadar

nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan faktor konversi 6,25

diperoleh nilai protein dalam bahan makanan tersebut. Penentuan kadar protein

dengan metode ini mengandung kelemahan karena adanya senyawa lain yang

bukan protein yang mengandung N akan tertentukan sehingga kadar protein yang
diperoleh langsung dengan cara kjeldahl ini sering disebut dengan kadar protein

kasar/crude protein (Sudarmadji, 1989).

Pada Metode kjeldahl terdapat tiga tahap yaitu :

(1) Tahap Destruksi

Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi

destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon (C) dan hidrogen (H) teroksidasi

menjadi karbon monoksida (CO), karbondioksida (CO2), dan air (H2O). Elemen

Nitrogen akan berubah menjadi amonium sulfat. Banyaknya asam sulfat yang

digunakan untuk destruksi diperhitungkan terhadap kandungan protein, karbohidrat

dan lemak. Untuk mempercepat destruksi maka ditambahkan katalisator. Dengan

penambahan katalisator, maka titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga

proses destruksi akan berjalan lebih cepat. Katalisator yang digunakan yaitu

campuran Selenium yang dapat mempercepat proses oksidasi dan juga dapat

menaikkan titik didih asam sulfat. Proses destruksi diakhiri jika larutan telah

menjadi warna hijau jernih (Meloan, 1987)

(2) Tahap Destilasi

Pada tahap destilasi, amonium sulfat dapat dipecah menjadi amonia, yaitu

dengan penambahan larutan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Amonia yg

dibebaskan ditangkap oleh larutan asam. Asam yg dapat dipakai adalah H2SO4.

Agar kontak antara larutan asam dengan amonia berjalan sempurna, maka ujung

selang pengalir destilat harus tercelup kedalam larutan asam. Destilasi diakhiri jika

semua amonia sudah terdestilasi sempurna menggunakan indikator mengsel

sebagai indikator penunjuk (Meloan, 1987).


(3) Tahap titrasi

Jika larutan asam yang digunakan HCl, sisa asam klorida yang tidak ereaksi

dengan ammonia dititrasi dengan NaOH. Jika larutan penampung adalah asam

birat, banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan

titrasi menggunakan HCl 0,1N dengan indicator MR-BCG (Legowo, 2005)


IV
ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR PERCOBAAN

4.1 Alat

(1) Labu kjeldahl 300ml

(2) Satu set alat destilasi :

 Labu penahan percik

 Kondensor

 Corong samping berkeran

 Erlenmeyer didih 500ml

(3) Erlenmeyer 250cc

(4) Buret 50cc skala 0,1ml

(5) Timbangan analitik

4.2 Bahan

(1) H2SO4 pekat

(2) HCl yang normalitasnya diketahui

(3) NaOH 40%

(4) Katalis Campuran

(5) H3BO3 5%

(6) Indikator campuran

4.3 Prosedur Kerja

4.3.1 Destruksi

(1) Menimbang contoh sampel kering oven sebanyak kurang lebih 1 gram (Catat

sebabai A gram)
(2) Memasukkan sampel ke dalam labu Kjeldhal dengan hati – hati, dan

tambahkan 6 gram katalis campuran.

(3) Menambahkan 20 ml asam sulfat pekat

(4) Memanaskan dalam nyala api kecil di lemari asam. Bila sudah tidak berbuih

lagi destruksi diteruskan dengan nyala api yang besar.

(5) Destruksi sudah dianggap selesai bila larutan sudah berwarna hijau jernih,

setelah itu dinginkan

4.3.1 Destilasi

(1) Menyiapkan alat destilasi selengkapnya, pasang dengan hati – hati jangan

lupa batu didih, vaselin dan tali pengaman

(2) Memindahkan larutan hasil destruksi ke dalam labu didih, kemudian bilas

dengan aquades senbanyak lebih kurang 50 ml.

(3) Memasangkan erlenmeyer yang telah diisi asam borax 5 % sebanyak 15 ml

untuk menangkap gas amonia, dan telah diberi indikator campuran sebanyak

2 tetes.

(4) Membasakan larutan bahan dari destruksi dengan menambah 40 - 60 ml

NaOH 40 % melalui corong samping. Tutup kran corong segera setelah

larutam tersebut masuk ke labu didih.

(5) Menyalakan pemanas bunsen dan alirkan air ke dalamran pendingin tegak.

(6) Melakukan destilasi sampai semua N dalam larutan dianggap telah

tertangkap oleh asam borax yang ditandai dengan menyusutnya larutan

dalam labu didih sebanyak 2/3 bagian (atau sekurang-kurangnya sudah

tertampung dalam erlenmeyer sebanyak 15 ml)


4.3.3 Titrasi

(1) Mengambil erlenmeyer berisi sulingan (jangan lupa membilas bagian yang

terendam dalam air sulingan)

(2) Mentitrasi dengan HCl yang sudah diketahui normalitasnya catat sebagai B,

Titik titrasi dicapai dengan ditandai dengan perubahan warna hijau ke abu-

abu. sampai catat jumlah larutan HCl yang terpakai sebagai C ml


V
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pengamatan

Kadar protein kasar pada menir kedelai yaitu 35,31%

5.2 Pembahasan

Analisis Protein dengan sampel menir kedelai ditetapkan dengan metode

kjeldahl sehinga disebut analisis protein kasar. Karena terikut senyawa-senyawa

yang mengandung N namun bukan protein, terhitung sebagai protein. Hal ini

sejalan dengan pendapat Sudarmadji (1989). Pada analisis protein kasar dilakukan

3 tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pada tahap destruksi digunakan H2SO4

pekat sebagai pendekstruk sampel agar nitrogen dalam bahan terpisah dari ikatan

organiknya dan kemudian terikat oleh H2SO4 menjadi ammonium sulfat. Pada

tahapan ini juga digunakan katalis campuran. Sesuai dengan pendapat Meloan

(1987), katalis ini digunakan untuk mempercepat proses reaksi dengan menaikkan

titik didih asam sulfat. Pada percobaan kali ini tidak digunakan katalis Se,

melainkan menggunakan katalis campuran yang terdiri dari CuSO4.5H2O dan

K2SO4 dengan perbandingan 1:5. Warna akhir larutan destruksi adalah hijau jernih

yang menandakan keberadaan dari ammonium sulfat.

Pada tahap destilasi digunakan satu set alat destilasi yang terdidi dari labu

penahan percik, kondensor, corong samping berkeran, dan juga erlenmayer didih.

Pada pemasangan alat destilasi digunakan vaselin untuk memudahkan pemasangan

dan untuk membantu proses pelepasan set alat karena saat proses destilasi alat akan

menjadi vakum dan akan sulit dilepaskan. Proses destilasi dimaksudkan untuk

memisahkan/mengisolasi nitrogen. Pada proses destilasi, sampel hasil destruksi di

panaskan dan ditambahkan NaOH jenuh sesuai dengan teori Meloan (1987).
Penggunaan NaOH bertujuan untuk mengambil NH4 dari ammonium sulfat menjadi

ammonium hidroksida. Ammonium hidroksida yang terbentuk kemudian akan

mengurai dan menghasilkan NH3. Pada proses penangkapan NH3 pada percobaan

ini tidak digunakan asam sulfat, melainkan digunakan asam borat. Asam borat

kemudian akan menangkap NH3 menghasilkan ammonium borat. Pada proses ini

digunakan indicator campuran yaitu brom cresol green (BCG) dan metil merah

(MM) dengan perbandingan 4:5. Dipilih indicator BCG-MM karena memiliki

trayek pH yang sesuai, memberikan perubahan yang jelas (nyata), dan mudah

didapat.

Tahap terakhir yaitu proses titrasi. Titrasi dilakukan dengan menggunakan

HCl 0,1N sesuai dengan teori Legowo (2005). Perubahan yang terjadi adalah warna

laruta yang berubah menjadi merah muda. Hasil dari proses titrasi adalah

ammonium chloride, ammonium chloride inilah yang dihitung sebagai kadar

nitrogen pada sampel yg kemudian dikonversi ke nilai protein. Tinggi/besarnya

volume titrasi berbanding lurus dengan kadar protein kasar. Pada proses titrasi, titik

ekuivalen terjadi saat titrat tepat habis bereaksi dengan titran. Namun titrasi

dihentikan saat terjadinya titik akhir, yaitu titik perubahan warna pada titrasi yang

menandakan bahwa titik ekuivalen telah terlewati. Maka volume HCl yang diambil

harus merupakan volume pertama dimana terjadinya perubahan warna.


ANALISIS LEMAK KASAR
III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Lemak Kasar

Lemak adalah suatu golongan senyawa yang bersifat tidak larut air, namun

larut dalam pelarut organik. Analisis kadar lemak kasar adalah usaha untuk

mengetahui kadar lemak bahan baku pakan (Murtidjo, 1987). Kadar lemak dalam

analisis proksimat ditentukan dengan mengekstraksikan bahan pakan dalam pelarut

organik. Zat lemak terdiri dari karbon, oksigen dan hidrogen. Lemak yang

didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni akan tetapi campuran dari

berbagai zat yang terdiri dari klorofil, xantofil, karoten dan lain-lain

(Anggorodi,1994). Kadar lemak pada tanaman dipengaruhi oleh spesies, umur,

lokasi penanaman dan bagian yang digunakan untuk sampel (Kamal, 1994).

3.2 Analisis Lemak Kasar

Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode

soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (Soejono, 1990).

Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain

mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin),

asam organik, alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan

lemak tidak sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan lemak

dilakukan dengan larutan heksan sebagai pelarut. Fungsi dari n heksan adalah untuk

mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari

kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).


IV

ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR PERCOBAAN

4.1 Alat

(1) Satu set alat soxhlet

(2) Kertas saring bebas lemak

(3) Kapas dan biji hekter

(4) Eksikator

(5) Timbangan analitik

4.2 Bahan

(1) Sampel menir kedelai

(2) Kloroform

4.3 Prosedur Percobaan

(1) Siapkan kertas saring yang telah kering oven (gunakan kertas saring bebas

lemak)

(2) Buatlah Selongsong penyaring yang dibuat dari kertas saring dan catat sebagai

A gram. Masukkan sampel sekitar 2-5 gram dalam selongsong kemudian

timbang dan catat sebagai B gram. Tutup dengan kapas kemudian dihekter,

lalu timbang dan catat beratnya sebagai C gram. berat sampel = (B-A) gram.

(3) Selongsong penyaring berisi sampel dimasukkan ke dalam alat soxhlet.

Masukan pelarut lemak (kloroform) sebanyak 100-200 ml ke dalam labu

didihnya. Lakukan ekstraksi (nyalakan pemanas hot plate dan alirkan air pada

bagian kondensornya). dimasukan ke dalam cawan dan kemudian timbang

beratnya dan catat sebagai C gram.

(4) Ekstraksi dilakukan selama kurang lebih 6 jam. Ambil selongsong yang berisi

sampel yang telah diekstraksi dan keringkan di dalam oven selama 1 jam pada
suhu 1050 C. kemudian masukkan ke dalam eksikator 15 menit dan kemudian

timbang, dan catat beratnya sebagai D gram.

(6) Kloroform yang terdapat dalam labu didih, didestilasi sehingga tertampung di

penampung soxhlet. Kloroform yang tertampung disimpan untuk digunakan

kembali.
V

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pengamatan

Kadar lemak kasar pada menir kedelai yaitu 17,93%

5.2 Pembahasan

Analisis lemak kasar dengan sampel menir kedelai ditetapkan dengan proses

ekstraksi dalam tabung soxhlet sesuai Soejono (1999), dan dengan menggunakan

pelarut organic yaitu kloform, sesuai dengan Murtidjo (1987). Dalam analisis

lemak, sulit untuk melakukan ekstraksi lemak secara murni. Hal itu disebabkan

pada waktu ekstraksi lemak dengan pelarut lemak, seperti phospholipid, sterol,

asam lemak bebas, pigmen karotenoid, dan klorofil. Oleh karena itu, hasil analisis

lemak ditetapkan sebagai lemak kasar.


ANALISIS SERAT KASAR

( DIISI BAB III, IV, V SEPERTI YANG GUA BIKIN DI ANALISIS

PROTEIN KASAR)

BISA JUGA LIAT FORMAT DR GAMBAR YANG GUA KASIH DI LINE


ANALISIS ENERGI BRUTO

( DIISI BAB III, IV, V SEPERTI YANG GUA BIKIN DI ANALISIS

PROTEIN KASAR)

BISA JUGA LIAT FORMAT DR GAMBAR YANG GUA KASIH DI LINE


VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

(point)

(1) …………………………….

(2) ……………………….

6.2 Saran

Agar dilakukan praktikum secara langsung, tidak hanya melalui metode

demonstrasi.
DAFTAR PUSTAKA

(ini baru yang bab I, II, sama protein kasar)

Anonim, 2013. Proses Pembuatan Bungkil Kedelai.

http://galihghung.blogspot.co.id/2013/06/proses-pembuatan-bungkil-

kedelai.html [Diakses pada 14 November 2015]

Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak I. Rangkuman. Lab. Makanan Ternak, jurusan

Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, UGM. Yogyakarta.

Legowo, A. Analisis Pangan. 2005. Semarang: Badan Penerbit Universitas

Diponegoro.

Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas

Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi, 1989. Analisa Bahan Makanan dan

Pertanian. : Yogyakarta: Liberty

Pomeranz, Y. & C. E. Meloan (1987). Food Analysis Theory and Practice 2nd

edition. Van Nostrand Reinhold Company, Inc. USA.


LAMPIRAN

(1) isi pake perhitungan air

(2) isi pake perhitungan abu

(3) Perhitungan Kadar Protein Kasar

Rumus: %Pk = ml HCl x N HCl x 6,25 x 14 x 0,001 x 100%

Berat awal bahan (gram)

Keterangan:

ml HCl = Volume HCl yang digunakan untuk titrasi (ml)

N HCL = Nilai normalitas larutan HCl yang digunakan untuk titrasi

6,25 = Angka konversi nitrogen ke protein kasar

14 = Berat Atom Nitrogen

0,001 = Konversi satuan ml ke liter

Perhitungan :

Berat sampel : 0,736gr

N HCl : 0,1264 N

V HCl : 23,5 ml

%Pk = 23,5 x 0,1264 x 14 x 0,001 x 6,25 x 100%

0,736

= 35,31%

(4) isi pake perhitungan LK

(5) isi pake perhitungan SK

(6) isi pake perhitungan Energi Bruto


(7) Bagan Analisis Proksimat (sementara ini aja dulu ya) + angka

Bahan Pakan

Air Bahan Kering

Bahan Anorganik Bahan Organik

Protein Kasar Bahan Organik


Tanpa Nitrogen

Lemak Kasar Karbohidrat

Serat Kasar Bahan Ekstrak


Tanpa Nitrogen

(8) Reaksi Analisis Protein Kasar

Tahap destruksi : C, H, O, N, S, P + H2SO4 (NH4)2SO4 + CO2 + SO2

Tahap destilasi: (NH4)2SO4 + 2 NaOH 2 NH4OH + Na2SO4

NH4OH NH3 + H2O (penguraian)

3 NH3 + H3BO3 (NH4)3BO3

Tahap Titrasi: (NH4)3BO3 + 3HCl 3 NH4Cl + H3BO3


(9 – dst) GAMBAR2

Gambar + keterangan itu gambar apa

DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN

Vous aimerez peut-être aussi