Vous êtes sur la page 1sur 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan milik yang sangat berharga bagi seseorang,
tanpa kesehatan berarti segala aktivitas seseorang terhambat, oleh karena
kondisi tubuh terganggu. Menyadari hal ini maka setiap orang dituntut untuk
dapat memiliki daya tahan tubuh yang kuat sehingga tidak akan mudah
diserang oleh berbagai macam penyakit yang pada akhirnya dapat
mengganggu aktivitas kita sehari-hari, dan dapat mempengaruhi sosial
seseorang dalam hidupnya.
Manusia di dunia ini dianugrahi oleh tuhan yang disebut dengan
panca indera,seperti contohnya; indra penciuman (hidung), indra pendengaran
(telinga), indra penglihatan (mata), dan salah satunya disini yang akan dibahas
ialah mengenai gangguan yang terjadi pada indera penglihatan (mata), salah
satu gangguan mata yang terjadi ialah Ablasio Retina.
Ablasio retina merupakan penyakit mata gawat darurat, penderita
mengeluh ada kabut dilapangan pandangnya secara mendadak seperti
selubung hitam. Kalau mengenai makula lutea maka visusnya mundur sekali,
bila ditanya mungkin ditemukan gejala ada bintik hitam sebelumnya dan
penderita miopia tinggi.selain diatas. Ablasia retina juga disebut sebagai suatu
penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas. Lepasnya bagian sensorik
retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya robekan atau
lubang didalam retina. (P.N Oka, 1993). lepasnya lapisan saraf retina dari
epitelium. Penyakit ini harus dioperasi, penderita tidak boleh terlalu banyak
bergerak dan goyang supaya bagian retina yang sudah lepas, tidak bertambah
lepas lagi.
Maka dengan dijelaskannya tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
ablasio retina merupakan suatu penyakit pada mata yang dapat menyebabkan
si penderita sangat tertekan dengan keadaannya tersebut sehingga kita sebagai
seorang tenaga medis harus mengetahui kiat-kiat bagaimana cara untuk
penatalaksanaanm medis pada gangguan ablasia retina ini.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ablasio retina?
2. Apa saja etiologi dari ablasio retina?
3. Apa saja manifestasi klinis dari ablasio retina?
4. Bagaimana patofisiologi dari ablasio retina?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostic dari ablasio retina?
6. Bagaimana penatalaksanaan medis dari ablasio retina?
7. Bagaimana prognosis dari penyakit ablasio retina?
8. Apa saja dampak masalah dari ablasio retina?
9. Apa saja komplikasi dari ablasio retina?
10. Bagaimana asuhan keperawatan dari ablasio retina?

C. Tujuan
Umum :
Agar mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
ablasio retina.
Khusus :
1. Mengetahui pengertian dari ablasio retina
2. Mengetahui etiologi dari ablasio retina
3. Mengetahui manifestasi klinis dari ablasio retina
4. Mengetahui patofisiologi dari ablasio retina
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostic dari ablasio retina
6. Mengetahui penatalaksanaan dari ablasio retina
7. Mengetahui prognosis dari penyakit ablasio retina
8. Mengetahui dampak masalah yang muncul akibat dari ablasio retina
9. Mengetahui komplikasi dari ablasio retina
10. Mengetahui proses asuhan keperawatan ablasio retina

D. Batasan Masalah
Makalah kami membahas tentang Benda Asing dan Asuhan Keperawatannya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Ablasio berasal dari bahasa latin ablatio yang berarti pembuangan
atau terlepasnya salah satu bagian badan. Menurut Vera H. Darling dan
Margaret R. Thorpe (1996) menjelaskan bahwa ablasio retina lebih tepat
disebut dengan separasi retina. Disebutkan demikian karena terdapat robekan
retina sehingga terjadi pengumpulan cairan retina antara lapisan basilus (sel
batang) dan komus (sel kerucut) dengan sel-sel epitelium pigmen retina.
Keadaan ini dapat terjadi karena lapisan luar retina (sel epitel pigmen) dan
lapisan dalam (pars optika) terletak dalam posisi tanpa membentuk
perlekatan kecuali di sekitar diskus optikus dan pada tepinya yang
bergelombang yang disebut ora serata. Penyakit ini harus dioperasi,
penderita tidak boleh terlalu banyak bergerak dan goyang supaya bagian
retina yang sudah lepas, tidak bertambah lepas lagi.
Ada 2 tipe ablasio retina, yaitu :
Non rhemathogen retina detachmen :
a. Malignancy hypertensi
b. Choriodal tumor
c. Chorioditis
d. Retinopati
Rhemathogen retina detachmen :
a. Trauma
b. Degenerasi
c. Kelainan vitreus

B. Etiologi
Ablasio retina dapat terjadi secara spontan atau sekunder setelah trauma,
akibat adanya robekan pada retina, cairan masuk kebelakang dan mendorong
retina (rhematogen) atau terjadi penimbunan eksudat dibawah retina sehingga
retina terangkat (non rhegmatogen), atau tarikan jaringan parut pada badan
kaca (traksi). Penimbunan eksudat terjadi akibat penyakit koroid, misalnya

3
skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, uveitis dan toksemia gravidarum.
Jaringan parut pada badan kaca dapat disebabkan DM, proliferatif, trauma,
infeksi atau pasca bedah.

C. Manifestasi Klinis
Riwayat melihat benda mengapung atau pendaran cahaya atau
keduanya. Pasien seperti melihat pijaran api, penglihatan menurun secara
bertahap sesuai dengan daerah yang terkena.
Floater dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba.
Pasien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang
pandang ketika retina benar-benar terlepas dari epitel berpigmen. Penurunan
tajam pandangan sentral atau hilangnya pandangan sentral menunjjukkan
bahwa adanya keterlibatan macula.

D. Patofisiologi
Longgarnya perlekatan antara epitel pigmen dan retina menyebabkan
keduanya bisa terlepas satu terhadap yang lain, sehingga cairan bisa terkumpul
diantaranya. Cairan tersebut biasanya berasal dari bagian badan kaca yang cair
yang dengan bebas melewati lubang di retina menuju kedalam rongga yang
terbentuk karena terlepasnya epitel pigmen dari retina tersebut.
Penyebab ablasio retina pada orang muda yang matanya tampak sehat
dan refraksi lensanya normal adalah karena adanya kelemahan perlekatan bagi
retina untuk melekat dengan lapisan dibawahnya. Kelemahan yang biasanya
tidak terdiagnosis letaknya di pinggiran bawah retina. Kadang-kadang di
tempat yang sama terdapat kista retina kecil. Jika pinggiran retina terlepas dari
perlekatannya maka akan terbentuk suatu lubang seperti yang disebutkan
diatas. Pada ablasio retina, bagian luar retina yang sebelumnya mendapat
nutrisi dari pembuluh darah koriokapiler tidak lagi mendapat nutrisi yang baik
dari koroid. Akibatnya akan terjadi degenerasi dan atropi sel reseptor retina.
Pada saat degenerasi retina terjadi kompensasi sel epitel pigmen yang
melakukan serbukan sel ke daerah degenerasi. Akibat reaksi kompensasi akan
terlihat sel epitel pigmen di depan retina. Selain itu juga akan terjadi

4
penghancuran sel kerucut dan sel batang retina. Bila degenerasi berlangsung
lama, maka sel pigmen akan bermigrasi ke dalam cairan sub retina dan ke
dalam sel reseptor kerucut dan batang.
Bila pada retina terdapat ruptur besar maka badan kaca akan masuk ke
dalam cairan sub retina. Apabila terjadi kontak langsung antara badan kaca
dan koroid maka akan terjadi degenerasi koroid. Apabila terjadi degenerasi sel
reseptor maka keadaan ini akan berlanjut ke dalam jaringan yang lebih dalam,
yang kemudian jaringan ini diganti dengan jaringan glia.
Apabila proses diatas belum terjadi dan ablasio retina ditemukan dini
dan kemudian kedudukan retina dikembalikan ke tempat asalnya, maka akan
terjadi pengembalian penglihatan yang sempurna

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pada pemeriksaan Funduskopi terlihat retina yang terangkat berwarna
pucat dan adanya retina yang berwarna merah, sering ditemukan pada daerah
temporal superior. Bila bola mata bergerak terlihat robekan retina bergoyang,
terdapat defek aferen pupil tekanan bola mata rendah. Bila tekanan bila mata
meningkat maka terjadi glaukoma neomuskular pada Ablasi yang lama.

F. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan pada ablasio retina adalah dengan tindakan
pembedahan atau operasi. Tujuan operasi adalah untuk mengeluarkan
cairan sub retina, menutup lubang atau robekan dan untuk melekatkan
kembali retina. Hal ini dikarenakan jarang terjadi pertautan kembali
secara spontan. Apabila diagnosis ablasio retina telah ditegakkan maka
pasien harus MRS dan dipersiapkan untuk menjalani operasi. Operasi
ablasio retina tersebut antara lain :
 Elektrodiatermi
Dengan menggunakan jarum elektroda, melalaui sclera untuk
memasukkan cairan subretina dan mengeluarkan suatu bentuk eksudat dari
pigmen epithelium yang menempel pada retina.

5
 Sclera Buckling
Suatu bentuk tehnik dengan jalan sclera dipendekkan, lengkungan terjadi
dimana kekuatan pigmen epithelium lebih menutup retina, mengatasi
pelepasan retina dan menempatkan posisi semula, maka sebuah silikon
kecil diletakkan pada sclera dan diperkuat dengan membalut melingkar.
Peralatan tersebut dapat mempertahankan agar retina tetap berhubungan
dengan koroid dan sclera eksudat dari pigmen epithelium lebih menutup
sclera.
 Photocoagulasi
Suatu sorotan cahaya dengan laser menyebabkan dilatasi pupil. Dilakukan
dengan mengarahkan sinar laser pada epithelium yang mengalami
pigmentasi. Epithelium menyerap sinar tersebut dan merubahnya dalam
bentuk panas. Metode ini digunakan untuk menutup lubang dan sobekan
pada bagian posterior bola mata.
 Cyro Surgery
Suatu pemeriksaan super cooled yang dilakukan pada sclera, menyebabkan
kerusakan minimal seperti suatu jaringan parut, pigmen epithelium
melekat pada retina.
 Cerclage
Operasi yang dikerjakan untuk mengurangi tarikan badan kaca. Pada
keadaan cairan retina yang cukup banyak dapat dilaksanakan phungsi
lewat sclera.

Usaha Pre-Operatif :
Sedikitnya 5 – 7 hari sebelum operasi, penderita sudah harus masuk
rumah sakit, harus tirah baring sempurna (Bedrest total). Kepala dan mata
tidak boleh digerakan, mata harus di tutup segera, segala keperluan
penderita dibantu. Kedua mata ditetesi midriatik sikloplegik seperti:
Atropin tetes 1 % jangan menggunakan obat-obat mata dalam bentuk salep
mata karena akan menghalangi jalannya operasi (kornea akan keruh akibat
salep). Persiapan lainnya sama dengan persiapan operasi katarak, operasi
ablasio retina menggunakan anestesi umum tetapi bila menggunakan

6
anestesi lokal maka 1 jam sebelum operasi diberikan luminal (100 mg) atau
largactil (100 mg) IM, kemudian ½ jam sesudahnya diberi pethidine (50
mg) dan phenergan (25 mg) IM.

Usaha Post-Operatif :
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perawatan adalah posisi
kepala, per-gerakan mata, obat-obat, lamanya mobilisasi dan pemeriksaan
lanjutan (follow –up). Posisi kepala dan badan, arah miringnya kepala,
tergantung posisi/keadaan sewaktu operasi yaitu kearah mana punksi cairan
subretina dilakukan. Pada robekan yang sangat besar, posisi kepala dan badan
dipertahankan sedikitnya 12 hari.
Pergerakan mata, bila operasi dilakukan dengan kombinasi cryo atau
diathermi koagulasi dengan suatu implant atau scleral buckling, maka kedua
mata ditutup selama 48 – 72 jam sedang badan boleh bergerak untuk
mencegah pergerakan matanya. Bila hanya menggunakan cryo atau diathermi
saja mata ditutup selama 48 jam samapai cairan subretina diabsobsi. Bila
robekan belum semua tertutup, maka kedua mata harus ditutup selama 12 – 14
hari, retina menempel kembali dengan kuat pada akhir minggu ketiga setelah
operasi, karena itu selama periode 3 minggu itu diberikan instruksi sebagai
berikut :
- Jangan membaca.
- Melihat televisi hanya boleh dari jarak 3 meter.
- Mata diusahakan untuk melihat lurus kedepan, bila berkendaran
hendaknya mata di tutup.
- Obat-obatan :
Selama 24 jam post-operasi diberikan obat anti nyeri (analgesik) 3 X 500
mg, bila mual muntah berikan obat anti muntah. Sesudah 24 jam tidak
perlu diberikan obat-obat, kecuali bila merasa sakit. Penggantian balut
dilakukan setelah 24 jam, saat itu mata ditetesi dengan Atropin tetes steril
1 %. Bila kelopak mata bengkak, diberikan Kortikosteroid lokal disertai
babat tindih (druk verban) dan kompres dingin.

7
Follow Up :
Setelah pulang, penderita kontrol tiap 1 minggu, 3 minggu, 6 minggu
kemudian tiap 3, 6 dan 12 bulan. Refraksi stabil setelah 3 bulan pasca bedah.
Visus terlihat kemajuannya setelah 1 tahun pasca bedah.

Prognosis
90 % detachmen retina setelah enam bulan melekat baik tidak akan lepas lagi.

G. Dampak Masalah
Gangguan penglihatan merupakan masalah utama yang muncul pada
pasien dengan ablasio retina. Adanya gangguan ini secara langsung dapat
menimbulkan berbagai masalah pada pola hidup pasien sebagai makhluk
ciptaan Tuhan yang holistik. Berbagai masalah yang muncul, antara lain :
1. Bagi Individu
- Pola aktifitas dan pergerakan tubuh
Pasien ablasio retina post operasi harus banyak beristirahat dan
mengurangi aktifitas yang dapat memperburuk kondisi kesehatannya.
- Pola kognitif dan sensori
Adanya gangguan sensori persepsi visual dapat menimbulkan keluhan
kesukaran untuk membaca, melihat, dan lain sebagainya pada diri
pasien.
- Pola penanggulangan stress
Emosi dan kondisi psikis pasien ablasio retina akan menjadi labil. Pada
pasien akan muncul rasa cemas dan kekhawatiran akan kehilangan
penglihatannya.
- Pola persepsi diri
Kecemasan dapat timbul pada pasien ablasio retina, juga dapat muncul
rasa khawatir dan takut akibat penurunan tajam penglihatannya.
- Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Dengan keadaannya, maka pada pasien ablasio retina dapat timbul
perubahan tentang penatalaksanaan kesehatannya sehingga dapat
menimbulkan masalah dalam merawat diri sendiri.

8
- Pola hubungan inter personal
Dengan kondisi kesehatannya, maka dapat timbul isolasi sosial pada
diri pasien.
- Pola tidur dan istirahat
Dengan kondisi psikis yang labil maka pasien dapat mengalami
gangguan pola tidur dan istirahat.
2. Bagi keluarga
- Dengan sakitnya salah satu anggota keluarga, maka akan
mempengaruhi kondisi psikologis seluruh anggota keluarga.
- Biaya pengobatan yang mahal, perilaku pasien yang sulit untuk
bekerjasama, kurangnya pengetahuan anggota keluarga yang lain dalam
merawat pasien juga merupakan masalah tersendiri bagi keluarga.

H. Komplikasi
Komplikasi awal setelah pembedahan :
- Glaukoma
- Infeksi
- Ablasio koroid
- Kegagalan pelekatan retina
- Ablasio retina berulang
Komplikasi lanjut :
- Infeksi
- Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata
- Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)
- Diplopia
- Kesalahan refraksi
- Astigmatisme

9
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ABLASIO RETINA

A. Pengkajian
Identitas pasien :
Meliputi nama, umur untuk mengetahui angka kejadian pada usia keberapa,
jenis kelamin untuk membandingkan angka kejadian antara laki-laki dan
perempuan, pekerjaan untuk mengetahui apakah penderita sering
menggunakan tenaga secara berlebihan atau tidak.

Riwayat penyakit sekarang :


Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada penglihatan seperti
penglihatan kabur, melihat kilatan–kilatan kecil, adanya tirai hitam yang
menutupi area penglihatan, adanya penurunan tajam penglihatan.

Riwayat penyakit dahulu :


Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang berhubungan
dengan timbulnya ablasio retina yaitu adanya miopi tinggi, retinopati, trauma
pada mata.

Riwayat penyakit keluarga :


Adakah anggota keluarga lain yang mengalami penyakit seperti yang dialami
pasien dan miopi tinggi.

Riwayat psikososial dan spiritual :


Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga yang lain dan
lingkungan sekitar sebelum maupun sesudah sakit. Apakah pasien mengalami
kecemasan, rasa takut, kegelisahan karena penyakit yang dideritanya dan
bagaimana pasien menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.

10
Pola-pola fungsi kesehatan :
Masalah yang sering muncul pada pasien dengan post ablasio retina apabila
tidak terdapat komplikasi, adalah sebagai berikut :
- Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana persepsi pasien tentang hidup sehat, dan apakah dalam
melaksanakan talaksana hidup sehat penderita membutuhkan bantuan
orang lain atau tidak.
- Pola tidur dan istirahat
Dikaji berapa lama tidur, kebiasaan disaat tidur dan gangguan selama tidur
sebelum pelaksanaan operasi dan setelah palaksanaan operasi. Juga dikaji
bagaimana pola tidur dan istirahat selama masuk rumah sakit.
- Pola aktifitas dan latihan
Apa saja kegiatan sehari-hari pasien sebelum masuk rumah sakit. Juga
ditanyakan aktifitas pasien selama di rumah sakit, sebelum dan setelah
pelaksanaan operasi.
- Pola hubungan dan peran
Bagaimana hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya. Apakah
peranan pasien dalam keluarga dan masyarakat. Juga ditanyakan
bagaimana hubungan pasien dengan pasien lain dirumah sakit,sebelum dan
setelah pelaksanaan operasi.
- Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana body image, harga diri, ideal diri, dan identitas diri pasien.
Apakah ada perasaan negatif terhadap dirinya. Juga bagaimana pasien
menyikapi kondisinya setelah palaksanaan operasi.
- Pola sensori dan kognitif
Bagaimana daya penginderaan pasien. Bagaimana cara berpikir dan jalan
pikiran pasien.
- Pola penanggulangan stress
Bagaimana pasien memecahkan masalah yang dihadapi dan stressor yang
paling sering muncul pada pasien.

11
B. Pemeriksaan Fisik
Status kesehatan umum :
- Bagaimana keadaan penyakit dan tanda-tanda vitalnya.
Pemeriksaan mata :
Pemeriksaan pada mata dibagi berdasarkan segmen-segmen, yaitu :
- Pemeriksaan segmen anterior :
 Adanya pembengkakan pada palpebrae atau tidak, biasanya pada klien
post operasi ablasio retina, palpebraenya akan bengkak.
 Keadaan lensa, bila tidak ada konplikasi lain, maka keadaan lensanya
adalah jernih.
 Bagaimana keadaan pupilnya, pupil pada klien ablasio retina yang
telah masuk rumah sakit akan melebar sebagai akibat dari pemberian
atropin. Kamera Okuli Anteriornya biasanya dalam.
 Bagaimana keadaan konjungtivanya, biasanya pasien post operasi akan
mengalami hiperemi pada konjungtivanya.
- Pemeriksaan segmen posterior
 Corpus vitreum ada kelainan atau tidak.
 Ada atau tidak pupil syaraf optiknya.
Pemeriksaan diagnostik
Visus, untuk mengetahui tajam penglihatan, adakah penurunan atau tidak dan
untuk mengetahui sisa penglihatan yang masih ada. Pengujian ini dengan
menggunakan kartu snelen yang dibuat sedemikian rupa sehingga huruf
tertentu yang dibaca dengan pusat optik mata membentuk sudut 500 untuk
jarak tertentu. Pada ablasio retina didapatkan penurunan tajam penglihatan.
Fundus kopi, untuk mengetahui bola mata seperti warna retina, keadaan
retina, reflek dan gambaran koroid.

C. Diagnosa Keperawatan
- Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan luka post operasi ablasio
retina.
- Potensial terjadi infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi ablasio
retina.

12
- Gangguan aktifitas pemenuhan kebutuhan diri berhubungan dengan bed
rest total.
- Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.
Gangguan konsep diri (harga diri rendah) berhubungan dengan kerusakan
penglihatan.
- Potensial terjadi kecelakaan berhubungan dengan penurunan tajam
penglihatan.

D. Intervensi Keperawatan dan Implementasi


Diagnosa 1 : Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan luka post
operasi ablasio retina.
Devinisi : Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan, akibat
adanya kerusakan jaringan yang aktual, potensial atau yang di gambarkan
dalam istilah seperti kerusakan (internasional assosiation for the study of
pain), awitan yang tiba tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat
dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat di ramalkan dan durasinya
kurang dari 6 bulan.
Tujuan/Kriteria Evaluasi
Pasien akan :
- Mengatakan secara verbal pengetahuan tentang cara alternatif untuk
mengurangi nyeri.
- Tingkat nyeri pasien dipertahankan pada atau kurang (pada skala 0-10).
- Malaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis.
- Mengenali faktor-faktor yang meningkatkan dan melakukan tindakan
pencegahan nyeri.
- Menggunakan alat pengurang nyeri analgesik dan nonanalgesik secara
tepat.
Hasil yang Disarankan NOC :
- Tingkat Kenyamanan : Perasaan senang secara fisik dan psikologis.
- Perilaku pengendalian Nyeri : Tindakan seseorang untuk mengendalikan nyeri.
- Nyeri : Efek Merusak : Efek merusak dari nyeri terhadap emosi dan perilaku
yang diamati atau dilaporkan.

13
- Tingkat Nyeri : jumlah nyeri yang dilaporkan atau ditunjukkan.
Intervensi Prioritas NIC :
- Pemberian Analgesik: penggunaan agen-agens farmakologi untuk
mengurangi atau menghilangkan nyeri.
- Penatalaksanaan Nyeri: meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada
tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien.
- Bantuan Analgesia yang Dikendalikan Oleh Pasien: memudahkan
pengendalian pasien dalam pemberian dan pengeturan anlgesik.

Aktivitas Keperawatan
Pengkajian :
Kaji dan dokumentasikan efek-efek penggunaan pengobatan jangka panjang.
Penatalaksanaan Nyeri (NIC) :
- Pantau kepuasan pasien dengan penatalaksanaan nyeri pada interval yang
spesifik.
- Tentukan dampak pengalaman nyeri pada kualitas hidup (misalkan : tidur,
nafsu makan, aktivitas, kognisi, mood, hubungan, kinerja, dan tanggung
jawab peran).
- Pendidikan untuk Pasien/Keluarga
- Bicarakan pada pasien bahwa pengurangan nyeri secara total tidak akan
dapat dicapai.
Aktivitas Kolaboratif
- Adakan pertemuan perencanaan asuhan keperawatan pasien secara
multidisiplin.
Penatalaksanaan Nyeri (NIC):
- Pertimbangkan rujukan untuk pasien, keluarga dan orang yang pentingbagi
pasien pada kelompok pendukung atau sumber-sumber lain, bila
memungkinkan.
Aktivitas Lain
- Tawarkan tindakan pengurang nyeri untuk membantu pengobatan nyeri
(misalnya: umpan balik biologis, tekhnik relaksasi, dan masase punggung).
- Bantu pasien dalam mengidentifikasi tingkat nyeri yang beralasan dan dapat
diterima.

14
Penatalaksanaan Nyeri (NIC):
- Tingkat istirahat/tidur yang adekuat untuk memfasilitasi pengurangan
nyeri.
- Berikan pengobatan sebelum aktivitas untuk meningkatkan partisipasi,
tetapi evaluasi bahaya sedasi.

Diagnosa 2: Potensial terjadi infeksi berhubungan dengan adanya luka post


operasi ablasio retina.
Definisi : Suatu kondisi individu yang mengalami peningkatan resiko terserang
organisme patogenik.
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
- Terbebas dari tanda atau gejala infeksi.
- Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat.
- Mengindikasikan status gastrointestinal, pernafasan, genitourinaria, dan
imun dalam batas normal.
- Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi.
- Melaporkan tanda atau gejala infeksi serta mengikutim prosedur penafasan
dan pemantauan.
Hasil yang Disarankan NOC :
- Status Imun : keadekuatan alami yang didapat dan secara tepat ditujukan
untuk menahan antigen-antigen internal maupun eksternal.
- Pengetahuan : Pengendalian Infeksi : Tingkat pemahaman mengenai
pencegahan dan pengendalian infeksi.
- Pengendalian Resiko : Tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi
ancaman kesehatan aktual, pribadi, serta dapat dimodifikasi.
- Deteksi Resiko : Tindakan yang dilakukan untuk mengidentifikasi
ancaman kesehatan seseorang.

Intervensi Prioritan NIC :


Pemberian Imunisasi/Vaksinasi : Pemberian imunisasi untuk mencegah
penyakit menular.
Pengendalian Infeksi : meminimalkan penularan agens infeksius.

15
Perlindungan Terhadap Infeksi : mencegah dan mendeteksi dini infeksi pada
pasien yang beresiko.

Aktivitas Keperawatan :
Pengkajian :
- Pantau tanda/gejala infeksi (misalnya: suhu tubuh, denyut jantung,
pembuangan, penampilan luka, sekresi, penampilan luka, suhu kulit, lesi
kulit, keletihan, dan malaise).
- Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi (misalnya: usia lanjut,
tanggap imun rendah, dan malnutrisi).
- Pantau hasil laboratorium (DPL, hitung granulosit absolut, hasil-hasil yang
berbeda, protein serum, dan albumin).
- Amati penampilam praktik higiene pribadi untuk perlindungan terhadap
infeksi.
Pendidikan untuk Pasien/Keluaraga :
- Jelaskan kepada pasien/keluarga mengapa sakit dan pengobatan
meningkatkan resiko terhadap infeksi.
- Intruksikan untuk menjaga higiene pribadi untuk melindungi tubuh
terhadap infeksi.
- Informasikan kepada orang tua mengenai jadwal imunisasi untuk difteri,
tetanus, pertusis, polio, campak, parotitis, dan rubella.
- Jelasakn alasan/keuntungan dan efeksamping imunisasi.
Berikan pasien/keluarga suatu metode untuk mencatat imunisasi
(misalnya: format, buku catatan).
- Ajarkan metode aman penanganan makanan/penyiapan/penyimpanan.

Pengendalian Infeksi (NIC):


- Ajarkan pasien tekhnik mencuci tangan yang benar.
- Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan
meninggalkan ruang pasien.
- Ajarkan kepada pasien dan keluarganya tanda/gejala infeksi dan kapan
harus melaporkannya ke pusat kesehatan.

16
Aktivitas Kolaboratif
- Rujuk pasien/kelurga ke layanan sosial, kelompok pendukung untuk
membantu pengelolaan rumah, higiene, dan nutrisi.
- Ikuti petunjuk pelaporan terhadap infeksi yang dicurigai dan atau budaya
yang positif.
- Rujuk ke lembaga layanan sosial mengenai pembiayaan imunisasi
(misalnya: asuransi dan klinik departemen kesehatan).
- Pengendalian Infeksi (NIC): Berikan terapi antibiotik, bila diperlukan.

Diagnosa 3 : Gangguan aktifitas pemenuhan kebutuhan diri berhubungan


dengan bed rest total.
Definisi : Gangguan kemampuan untuk melakukan ADL pada diri.
Batasan karakteristik :
- Ketidakmampuan untuk mandi, berpakaian, makan, serta toileting.
Faktor yang berhubungan :
- Kelemahan, kerusakan kognitif atau conceptual, kerusakan
neuromuscular / otot-otot saraf.
Kriteria Hasil :
- Klien terbebas dari bau badan.
- Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLS.
- Mampu melakukan ADLs dengan bantuan.
Intervensi :
- (Self Care Assistane : ADLs) Monitor kemampuan klien untuk perawatan
diri yang mandiri.
- Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan makan.
- Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan
self-care.
- Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
- Dorong untuk melakukan secara mandiri, tetapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.

17
- Ajarkan klien/keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan
bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
- Berikan aktivitas rutin sehari-hari sesuai kemampuan.
- Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-
hari.

Diagnose 4 : Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.


Definisi : suatu keresahan, perasaan ketidaknyamanan yang tidak mudah atau
dread yang disertai dengan respons autonomis, sumbernya seringkali tidak
spesifik/tidak diketahui oleh individu; perasaan khawatir yang disebabkan
oleh antisipasi terhadap bahaya. Ini merupakan tanda bahaya yang
memperingatkan bahaya yang akan terjadi dan memampukan individu untuk
membuat pengukuran untuk mengatasi ancaman.

Hasil yang Disarankan NOC


- Control Ansietas : kemampuan untuk menghilangkan atau mengurangi
perasaan khawatir dan tegang dari suatu sumber yang tidak dapat
diidentifikasi.
- Control Impuls : kemampuan untuk menahan diri dari perilaku kompulsif
atau impulsif.
- Ketrampilan Interaksi Sosial : penggunaan diri untuk melakukan interaksi
yang efektif.

Tujuan/Kriteria Evaluasi
- Ansietas berkurang, dibuktikan dengan menunjukkan Kontrol Agresi,
- Kontrol Ansietas, Koping, Kontrol Impuls, Penahanan Mutilasi Diri secara
konsisten, dan secara substansial menunjukkan Ketrampilan Interaksi
Soaial yang efektif.
Contoh Lain
Pasien akan :
- Meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun ada kecemasan.

18
- Menunjukkan kemampuan untuk berfokus pada pengetahuan dan
ketrampilan yang baru.
- Mengidentifikasi gejala yang merupakan indicator ansietas pasien sendiri.
- Tidak menunjukkan perilaku agresif
- Mengomunikasikan kebutuhan dan perasaan negative secara tepat.
Intervensi Prioritas NIC :
- Pengurangan Ansietas : meminimalkan kekhawatiran, ketakutan,
berprasangka atau rasa gelisah yang dikaitkan dengan sumber bahaya yang
tidak dapat diidentifikasi dari bahaya yang dapat diantisipasi.
Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
- Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien setiap
- Selidiki dengan pasien tentang tekhnik yang telah dimiliki, dan belum
dimiliki, untuk mengurangi ansietas di masa lalu.
- Pengurangan Ansietas (NIC) : menentukan kemampuan pengambilan
keputusan pada pasien.
Pendidikan untuk Pasien/Keluarga :
- Sediakan informasi factual menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
- Instruksikan pasien tentang penggunaan tekhnik relaksasi.
- Jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanya dirasakan
selama prosedur.
Aktivitas Kolaboratif
- Berikan pengobatan untuk mengurangi ansietas, sesuai dengan kebutuhan.
Aktivitas Lain :
- Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan
untuk mengeksternalisasikan ansietas.
- Bantu pasien untuk memfokuskan pada situasi saat ini, sebagai alat untuk
mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi
ansietas.
- Sediakan pengalihan melalui televise, radio, permainan, serta terapi
okupasi untuk mengurangi ansietas dan memperluas focus.

19
- Sediakan penguatan yang positif ketika pasien mampu untuk meneruskan
aktivitas sehari-hari dan lainnya meskipun ansietas.
- Kurangi rangsangan yang berlebihan dengan menyediakan lingkungan
yang tenang, kontak yang terbatas dengan orang lain jika dibutuhkan serta
pembatasan penggunaan kafein dan stimulant lain.

Pengurangan ansietas (NIC) :


- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
- Pernyataan yang jelas tentang harapan dari perilaku pasien.
- Damping pasien (misalnya, selama prosedur) untuk meningkatkan
keamanan dan pengurangan takut.
- Berikan pijatan punggung/pijatan leher, sesuai kebutuhan.
- Jaga peralatan perawatan jauh dari pandangan
- Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang mencetuskan ansietas.
- Beri dorongan kepada orang tua untuk menemani anak, sesuai dengan
kebutuhan.

Diagnosa 5 : Gangguan konsep diri (harga diri rendah) berhubungan dengan


kerusakan penglihatan.
Tujuan :
Pasien dapat mencapai kembali citra diri yang optimal.
Kriteria Hasil :
- Pasien mampu mengekspresikan tentang perubahan dan perkembangan
kearah penerimaan.
- Pasien mampu menunjukkan rerspon yang adaptif terhadap perubahan
citra diri.
Intervensi Keperawatan :
- Sediakan waktu bagi pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
- Tingkatkan hubungan dan dorongan dari orang terdekat.
- Bantu pasien dalam diskusi dan penerimaan perubahan ketajaman penglihatan.
- Dorong kemandirian yang ditoleransi.

20
Diagnosa 6 : Potensial terjadi kecelakaan berhubungan dengan penurunan
tajam penglihatan.
Definisi : Beresiko mengalami cedera sebagai akibat kondisi lingkungan yang
berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber defensive individu.
Kriteria Hasil :
- Klien terbebas dari cedera
- Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah injury/cedera.
- Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku personal.
- Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury.
- Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
- Mampu mengenali perubahan status kesehatan.
Intervensi :
(Environment Management / Manajemen Lingkungan)
- Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien.
- Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien.
- Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya: memindahkan
perabotan).
- Memasang side-rail tempat tidur.
- Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih.
- Menempatkan saklar lampu di tempat yang mudah dijangkau oleh pasien.
- Membatasi pengunjung.
- Memberikan penerangan yang cukup.
- Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
- Mengontrol lingkungan dari kebisingan.
- Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan.
- Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ablasio retina adalah suatu robekan retina yang dapat
mengakibatkan pengumpulan cairan retina antara lapisan basilus (sel
batang) dan komus (sel kerucut) dengan sel-sel epitelium pigmen retina.
Ablasio retina dapat terjadi karena lapisan luar retina (sel epitel pigmen)
dan lapisan dalam (pars optika) terletak dalam posisi tanpa membentuk
perlekatan kecuali di sekitar diskus optikus dan pada tepinya yang
bergelombang yang disebut ora serata. Penyakit ini dapat terjadi secara
spontan atau sekunder setelah trauma. Biasanya pasien merasakan seperti
melihat pijaran api, penglihatan menurun secara bertahap sesuai dengan
daerah yang terkena. Pengobatan pada ablasio retina adalah dengan
tindakan pembedahan atau operasi.

B. Saran
Apabila diagnosis ablasio retina telah ditegakkan maka pasien harus
MRS dan dipersiapkan untuk menjalani operasi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith M. 2011. Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan


Kriteria Hasil NOC. ECG : Jakarta

Junaidi, Purnawan. 1989. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta.

Smeltzer, Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &
Suddart) . Edisi 8. Volume 3. EGC : Jakarta

http://sailormanyahya.wordpress.com/2010/12/04/asuhan-keperawatan-ablasio-
retina

23

Vous aimerez peut-être aussi