Vous êtes sur la page 1sur 11

PENYAKIT ASMA

PADA KEHAMILAN DAN PERSALINAN

A. PENGERTIAN
The American Thoracic Society (1962): adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya
respon trakhea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan
maupun sebagai hasil suatu pengobatan.
Gibbs dkk (1992) mendefinisikan sebagai suatu gangguan inflamasi kronik pada saluran
napas yang banyak diperankan oleh terutama sel mast dan eosinofil
Jadi dapat disimpulkan bahwa Asma dalam kehamilan adalah gangguan inflamasi kronik jalan
napas terutama sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa sesak napas,
dada terasa berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita hamil.
Asma bronkiale merupakan penyakit obstruksi saluran nafas yang sering dijumpai pada
kehamilan dan persalinan, diperkirakan 1%-4% wanita hamil menderita asma. Efek kehamilan
pada asma tidak dapat diprediksi.

B. ETIOLOGI
1. Reaksi imunologi (alergi) dimana IgE meninggi.
2. Faktor genetik.
3. Gabungan antara reaksi imunologi dan genetik.

C. KRITERIA ASMA BRONKIALE


Batuk, sesak, wheezing, hiperventilasi, dispnea, takipnea, ortopnea, ekspirasi
memanjang, sianosis, takikardi persisten, penggunaan obat bantu pernapasan, kesukaran
bicara, dan pulsus paradoksus.

D. MANIFESTASI KLINIKS
Factor pencetus timbulnya asma antara lain zat-zat alergi, infeksi saluran nafas,
pengaruh udara dan factor psikis. Penderita selama kehamilan perlu mendapat
pengawasan yang baik, biasanya penderita mengeluh nafas pendek, berbunyi, sesak, dan
batuk-batuk. Diagnosis dapat ditegakkan seperti asma diluar kehamilan.

E. KOMPLIKASI
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya
serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen atau hipoksia. Keadaan hipoksia
bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada janin dan sering terjadi sbb.
- Keguguran
- Persalinan prematur
- Pertumbuhan janin terhambat.

F. DIAGNOSIS ASMA BRONKIALE

Diagnosis asma tidak sulit, terutama bila dijumpai gejala yang klasik seperti sesak nafas,
batuk dan mengi. Serangan asma dapat timbul berulang-ulang dengan masa remisi diantaranya.
Serangan dapat cepat hilang dengan pengobatan, tetapi kadang-kadang dapat pula menjadi
kronik sehingga keluhan berlangsung terus menerus.

Adanya riwayat asma sebelumnya, riwayat penyakit alergik seperti rinitis alergik, dan
keluarga yang menderita penyakit alergik, dapat memperkuat dugaan penyakit asma. Selain hal-
hal di atas, pada anamnesa perlu ditanyakan mengenai faktor pencetus serangan.

Penemuan pada pemerikasaan fisik penderita asma tergantung dari derajat obstruksi jalan
nafas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, takikardi, pernapasan cepat sampai
sianosis dapat dijumpai pada penderita asma dalam serangan. Dalam praktek tidak sering
ditemukan kesulitan dalam menegakkan diagnosis asma, tetapi banyak pula penderita yang
bukan asma menimbulkan mengi sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang.

G. PENGARUH KEHAMILAN TERHADAP ASMA

Pengaruh kehamilan terhadap perjalanan klinis asma, bervariasi dan tidak dapat disuga.
Dispnea simtomatik yang terjadi selama kehamilan, yang mengenai 60%-70% wanita hamil, bisa
memberi kesan memperberat keadaan asma.
Wanita yang memulai kehamilan dengan asma yang berat, tampaknya akan mengalami
asma yang lebih berat selama masa kehamilannya dibandingkan dengan mereka yang dengan
asma yang lebih ringan. Sekitar 60% wanita hamil dengan asma akan mengalami perjalanan
asma yang sama pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
Gluck& Gluck menyimpulkan bahwa peningkatan kadar IgE diperkirakan akan memperburuk
keadaan asma selama kehamilan, sebaliknya penderita dengan kadar IgE yang menurun akan
membaik keadaannya selama kehamilan.

Eksaserbasi serangan asma tampaknya sering terjadi pada trimester III atau pada saat
persalinan, hal ini menimbulkan pendapat adanya pengaruh perubahan faktor hormonal, yaitu
penurunan progesteron dan peningkatan prostaglandin, sebagai faktor yang memberikan
pengaruh.

Pada persalinan dengan seksio sesarea resiko timbulnya eksaserbasi serangan asma
mencapai 18 kali lipat dibandingkan jika persalinan berlangsung pervaginam.

H. PENGARUH ASMA TERHADAP KEHAMILAN


Pengaruh asma terhadap kehamilan bervariasi tergantung derajat berat ringannya asma
tersebut. Asma terutama jika berat bisa secara bermakna mempengaruhi hasil akhir kehamilan,
beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan insidensi abortus, elahiran prematur, janin
dengan berat badan lahir rendah, dan hipoksia neonatus. Beratnya derajat serangan asma sangat
mempengaruhi hal ini, terdapat korelasi bermakna antara fungsi paru ibu dengan berat lahir
janin. Angka kematian perinatal meningkat dua kali lipat pada wanita hamil dengan asma
dibandingkan kelompok kontrol.

Asma berat yang tidak terkontrol juga menimbulkan resiko bagi ibu, kematian ibu
biasanya dihubungkan dengan terjadinya status asmatikus, dan komplikasi yang mengancam
jiwa seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, kor pulmonale akut, aritmia jantung, serta
kelemahan otot dengan gagal nafas. Angka kematian menjadi lebih dari 40% jika penderita
memerlukan ventilasi mekanik.
Asma dalam kehamilan juga dihubungkan dengan terjadinya sedikit peningkatan
insidensi preeklampsia ringan, dan hipoglikemia pada janin, terutama pada ibu yang menderita
asma berat.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan penanganan penderita secara intensif,


akan mengurangi serangan akut dan status asmatikus, sehingga hasil akhir kehamilan dan
persalinan dapat lebih baik.

I. PENANGANAN ASMA SELAMA KEHAMILAN DAN PERSALINAN


Dasar-dasar Penanganan
Penanganan penderita asma selama kehamilan bertujuan untuk menjaga ibu hamil
sedapat mungkin bebas dari gejala asma, walauoun demikian eksaserbasi akut selalu
tak dapat dihindari.
Pengobatan yang harus diusahakan adalah :
1. Menghindari terjadinya gangguan pernapasan melalui pendidikan terhadap
penderita, menghindari pemaparan terhadap alergen, dan mengobati gejala
awal secara tepat.
2. Menghindari terjadinya perawatan di unit gawat darurat karena kesulitan
pernapasan atau status asmatikus, dengan melakukan intervensi secara
awal dan intensif.
3. Mencapai suatu persalinan aterm dengan bayi yang sehat, di samping
melindungi keselamatan ibu.
4. Dalam penanganan penderita asma diperlukan individualisasi penanganan,
karena penanganan suatu kasus mungkin berbeda dengan kasus asma yang
lain, dalam memulai suatu perawatan obstetri terhadap wanita hamil
dengan asma perlu diperhatikan beberapa prinsip tertentu yaitu :
5. Mendeteksi dan mengeliminasi faktor pemicu timbulnya serangan asma
pada penderita tertentu.
6. Menghentikan merokok, baik untuk alasan obstetrik maupun pulmonal
7. Mendeteksi dan mengatasi secara awal jika diduga adanya infeksi pada
saluran nafas, seperti bronkitis, sinusitis.
8. Pembahasan antara ahli kebidanan dan ahli paru, untuk mengetahui
masalah-masalah yang potensial dapat timbul, rencana penanganan umum
termasuk penggunaan obat-obatan.
9. Pertimbangan untuk mengurangi dosis pengobatan, tetapi masih dalam
kerangka respon pengobatan yang baik.
10. Melakukan penelitian fungsi paru dasar, juga penentuan gas darah
khususnya pada penderita asma berat.

Obat-obat anti asma yang sering digunakan


Obat-obat yang digunakan untuk pengobatan asma secara garis besar
dapat dibagi dalam 5 kelompok utama yaitu beta adrenergik, methylxanthine,
glukokortikoid, cromolyn sodium dan anti kolinergik, di samping itu terdapat
obat-obat lain yang sering digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita
asma seperti ekspektoran dan antibiotik.
1. Beta adrenergik agonis
Dalam golongan ini epinefrin merupakan obat yang paling sering
digunakan. Epinefrin menstimulasi reseptor beta-2 menyebabkan bronkodilatasi,
tetapi juga menstimulasi reseptor alfa dan beta-1 yang menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi perifer dan takikardia baik pada ibu maupun janin, juga
menyebabkan fetal distres, ini merupakan kelemahan teoritis penggunaan
epinefrin dalam kehamilan, untungnya epinefrin mempunyai waktu paruh pendek
dan belum ada laporan yang menunjukkan adanya efek jangka panjang terhadap
janin pada penggunaannya dalam kehamilan.
Terbutalin merupakan beta agonis yang sering digunakan untuk terapi
tokolitik pada persalinan prematur. Dalam pengobatan asma dosisnya sebaiknya
dikurangi pada saat mendekati aterm, meskipun tidak terdapat laporan yang
menunjukkan adanya penundaan bermakna dalam onset persalinan normal, bila
obat ini digunakan sebagai terapi inti asma standar.
2. Methylxanthine (Teofilin)
Teofilin dengan berbagai garamnya termasuk dalam golongan ini.
Mekanisme teofilin menimbulkan bronkodilatasi tidak jelas, diduga melalui
inhibisi kompetitif terhadap enzim fosfodiesterase, sehingga menyebabkan
terjadinya peningkatan kadar siklik AMP karena degradasinya yang menurun.
Aminofilin merupakan suatu garam dietileniamin dari teofilin dan merupakan
satu-satunya obat golongan xanthin yang dapat diberikan secara parenteral

3. Glukokortikoid
Kortikosteroid digunakan sejak lama untuk pengobatan asma.
Kortikosteroid bukan merupakan bronkodilator, tetapi bermanfaat dalam
mengarungi inflamasi pada saluran napas. Umumnya disepakati memberikan
steroid seawal mungkin pada penderita dengan serangan asma akut berat.
Pemakaian kortikosteroid selama kehamilan tidak menyebabkan meningkatnya
resiko komplikasi baik pada janin maupun ibu.

4. Cromolyn Sodium
Cromolyn sodium bukan merupakan bronkodilator, efek terapeutik
utamanya adalah inhibisi terhadap degranulasi sel mast, sehingga mencegah
terjadinya pelepasan mediator kimia untuk reaksi anafilaksis. Cromolyn berguna
baik untuk asma alergik maupun non alergik.

5. Anti Kolinergik
Obat antikolenergik seperti atropin sulfat dapat memberikan efek
bronkodilatasi ada penderita asma, tetapi penggunaannya menjadi terbatas karena
efek samping yang tidak diinginkan. Golongan antikolinergik yang lebih sering
digunakan adalah ipratropium bromida, terbukti efektif dan kurang menimbulkan
efek yang tidak diinginkan.
Efek penggunaan obat anti asma dalam kehamilan terhadap janin
Umumnya obat-obat anti asma yang biasanya dipergunakan relatif aman
penggunaannya selama kehamilan, jarang dijumpai adanya efek teratogenik pada
janin akibat penggunaan obat anti asma.

Penanganan asma kronik pada kehamilan


Dalam penanganan penderita asma dengan kehamilan, dan tidak dalam
serangan akut, diperlukan adanya kerja sama yang baik antara ahli kebidanan dan
ahli paru. Usaha-usaha melalui edukasi terhadap penderita dan intervensi melalui
pengobatan dilakukan untuk menghindari timbulnya serangan asma yang berat.
Adapun usaha penanganan penderita asma kronik meliputi :
1. Bantuan psikologik menenangkan penderita bahwa kehamilannya tidak akan
memperburuk perjalanan klinis penyakit, karena keadaan gelisah dan stres dapat
memacu timbulnya serangan asma.
2. Menghindari alergen yang telah diketahui dapat menimbulkan serangan asma
3. Desensitisasi atau imunoterapi, aman dilakukan selama kehamilan tanpa adanya
peningkatan resiko terjadinya prematuritas, toksemia, abortus, kematian neonatus,
dan malformasi kongenital, akan tetapi efek terapinya terhadap penderita asma
belum diketahui jelas.
4. Diberikan dosis teofilin per oral sampai tercapai kadar terapeutik dalam plasma
antara 10-22 mikrogram/ml, biasa dosis oral berkisar antara 200-600 mg tiap 8-12
jam.
5. Dosis oral teofilin ini sangat bervariasi antara penderita yang satu dengan yang
lainnya.
6. Jika diperlukan dapat diberikan terbulatin sulfat 2,5-5 mh per oral 3 kali sehari,
atau beta agonis lainnya.
7. Tambahkan kortikosteroid oral, jika pengobatan masih belum adekuat gunakan
prednison dengan dosis sekecil mungkin.
8. Pertimbangan antibiotika profilaksis pada kemungkinan adanya infeksi saluran
nafas atas.
9. Cromolyn sodium dapat dipergunakan untuk mencegah terjadinya serangan asma,
dengan dosis 20-40 mg, 4 kali sehari secara inhalasi.
Penanganan asma dalam persalinan
Pada kehamilan dengan asma yang terkontrol baik, tidak diperlukan suatu
intervensi obstetri awal. Pertumbuhan janin harus dimonitor dengan
ultrasonografi dan parameter-parameter klinik, khususnya pada penderita-
penderita dengan asma berat atau yang steroid dependen, karena mereka
mempunyai resiko yang lebih besar untuk mengalami masalah pertumbuhan janin.
Onset spontan persalinan harus diperbolehkan, intervensi preterm hanya
dibenarkan untuk alasan obstetrik.
Karena pada persalinan kebutuhan ventilasi bisa mencapai 20 I/menit,
maka persalinan harus berlangsung pada tempat dengan fasilitas untuk menangani
komplikasi pernapasan yang berat; peneliti menunjukkan bahwa 10% wanita
memberat gejala asmanya pada waktu persalinan.
Selama persalinan kala I pengobatan asma selama masa prenatal harus
diteruskan, ibu yang sebelum persalinan mendapat pengobatan kortikosteroid
harus hidrokortison 100 mg intravena, dan diulangi tiap 8 jam sampai persalinan.
Bila mendapat serangan akut selama persalinan, penanganannya sama dengan
penanganan serangan akut dalam kehamilan seperti telah diuraikan di atas.
Pada persalinan kala II persalinan per vaginam merupakan pilihan terbaik
untuk penderita asma, kecuali jika indikasi obstetrik menghendaki dilakukannya
seksio sesarea. Jika dilakukan seksio sesarea. Jika dilakukan seksio sesarea lebih
dipilih anestesi regional daripada anestesi umum karena intubasi trakea dapat
memacu terjadinya bronkospasme yang berat.
Pada penderita yang mengalami kesulitan pernapasan selama persalinan
pervaginam, memperpendek, kala II dengan menggunakan ekstraksi vakum atau
forceps akan bermanfaat.
Bila terjadi pendarahan post partum yang berat, prostaglandin E2 dan
uterotonika lainnya harus digunakan sebagai pengganti prostaglandin F2(x) yang
dapat menimbulkan terjadinya bronkospapasme yang berat.
Dalam memilih anestesi dalam persalinan, golongan narkotik yang tidak
melepaskan histamin seperti fentanyl lebih baik digunakan daripada meperidine
atau morfin yang melepas histamin.
Bila persalinan dengan seksio sesarea atas indikasi medik obstetrik yang
lain, maka sebaiknya anestesi cara spinal.

Penanganan asma post partum


Penanganan asma post partum dimulai jika secara klinik diperlukan.
Perjalanan dan penanganan klinis asma umumnya tidak berubah secara dramatis
setelah post partum. Pada wanita yang menyusui tidak terdapat kontra indikasi
yang berkaitan dengan penyakitnya ini.
Teofilin bisa dijumpai dalam air susu ibu, tetapi jumlahnya kurang dari
10% dari jumlah yang diterima ibu. Kadar maksimal dalam air susu ibu tercapai 2
jam setelah pemberian, seperti halnya prednison, keberadaan kedua obat ini dalam
air susu ibu masih dalam konsentrasi yang belum mencukupi untuk menimbulkan
pengaruh pada janin.
J. PENATALAKSANAN
1. mencegah terjadinya stress
2. menghindari faktor resiko/pencetus yang sudah diketahui secara intensif
3. mencegah penggunaan obat seperti aspirin atau semacamnya yang dapat
menjadi pencetus timbulnya serangan asma.
4. pada asma yang ringan dapat digunakan obat-obat local yang berbentuk inhalasi
atau peroral seperti isoproterenol
5. pada penderita yang berat dapat di rawat dan serangan dapat di hilangkan dengan
atau lebih dari obat di bawah ini :
a. epineprin
b. isoproterenol oksigen
c. aminopilin 250-500 mg
d. hidokortison 260-1000 mg secara IV ( intra vena )
Hindari penggunaan obat-obat yang mengandung iodium karena dapat
membuat gangguan pada janin, dan berikan antibiotika kalau ada sangkaan
terdapat infeksi. Upayakan persalinan secara spontan namun bila pasien
berada dalam serangan, lakukan VE atau Forcep. SC atas indikasi asma jarang
atau tak pernah dilakukan. Jangan berikan analgesik yang mengandung
histamin tapi pilihlah morfin atau analgesik epidural.
Dokter sebaiknya memilih obat yang tidak mempengaruhi ASI.
Aminopilin dapat terkandung dalam ASI sehingga bayi mengalami gangguan
pencernaan, gelisah, dan ganggguan tidir. Namun obat anti asma lainnya dan
kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam ASI sangat
kecil.
DAFTAR PUSTAKA

1. Posted by efmed2001 at 12/23/2009 11:49:00 PM


2. Labels: Women's Health Info
3.Mangunnegoro H, DSP, FCCP, Junus F,DSP,Ph.D, Soemanto DKS,DSP. Asma
Patogenesis Diagnosis dan Penataklaksanaan. Buku Pegangan Dokter. Jakarta.
1997. 1-52.
4. penyulit kehamilan.com
Diposkan oleh Evi Chairustina (viecha) di 23.30 5 komentar:

Vous aimerez peut-être aussi