Vous êtes sur la page 1sur 72

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perusahaan merupakan tulang punggung bagi perekonomian dunia usaha,

dengan semakin pesatnya dunia industri, maka semakin meningkat aktivitas yang

dilakukan oleh perusahaan. Selain mempertahankan keberadaannya juga agar

mampu bersaing dengan perusahaan yang menghasilkan produk atau jasa sejenis.

Perusahaan juga harus dapat menentukan strategi yang tepat agar dapat

meningkatkan penghasilannya. Untuk itu perusahaan harus mampu membuat

rencana yang dituangkan dalam anggaran.

Setiap perusahaan dalam menjalankan usahanya selalu membutuhkan kas.

Oleh karena itu pengelolaan kas sangat penting bagi suatu perusahaan. Kegiatan

yang dilakukan perusahaan tersebut sebenarnya selain untuk menghasilkan kas,

juga menggunakan kas tersebut, termasuk di antaranya untuk pembelian bahan

mentah, pembayaran utang-utang yang telah jatuh tempo, pembayaran gaji

karyawan, pengeluaran untuk biaya-biaya penjualan, biaya administrasi dan umum,

biaya iklan, pembelian aktiva tetap dan pengeluaran lainnya atau dapat di katakan

untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan sehari-hari.

Salah satu rencana kegiatan yang di buat oleh manajemen dalam upaya

menentukan kas minimal ini adalah dengan menyusun anggaran kas. Anggaran kas

adalah estimasi terhadap posisi kas untuk periode tertentu di masa yang akan

1
datang. Dengan menyusun anggaran kas dapat diketahui kapan perusahaan dalam

keadaan defisit kas dan surplus kas.

Anggaran kas dapat membantu manajemen di dalam mengatasi perubahan-

perubahan yang dapat mempengaruhi posisi kas yang mungkin membahayakan

kredit kas yang beredar. Oleh karena itu, penyusunan anggaran kas bagi perusahaan

cukup penting guna menjaga tingkat proyeksi likuiditas perusahaan. Semakin besar

jumlah kas dalam perusahaan artinya perusahaan tersebut semakin tinggi pula

tingkat proyeksi likuiditasnya. Dengan anggaran kas pula maka akan dapat

diketahui apabila terdapat perbedaan di dalam waktu dan volume dari aliran kas

masuk (cash inflow) dan aliran kas keluar (cash outflow) yang dapat menimbulkan

kesulitan, karena hal ini berpengaruh terhadap besarnya uang kas yang tertahan di

dalam perusahaan.

Tingkat likuiditas suatu perusahaan merupakan salah satu faktor yang sangat

penting dan memerlukan perhatian khusus dalam penanganannya, karena tingkat

likuiditas suatu perusahaan mencerminkan kemungkinan kemampuan perusahaan

dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Dalam pengukuran

tingkati likuiditas suatu perusahaan diperlukan norma-norma untuk mengukur

keadaan tingkat likuiditas tersebut. Dalam kenyataannya pengendalian anggaran

kas tidak jarang menimbulkan masalah-masalah seperti adanya tingkat likuiditas

yang berlebihan (Over Liquid) dan likuiditas yang rendah (Under Liquid).

Pengelolaan tingkat likuiditas perusahaan dalam menghadapi kondisi Over Liquid

maupun Under Liquid pada tiap-tiap perusahaan berbeda.

2
Kelebihan atau kekurangan dana untuk mempunyai dampak yang kurang

baik terhadap kelancaran perusahaan di dalam menjalankan kegiatan usahanya, dan

pada akhirnya akan mempengaruhi laba operasi, kekurangan dana tunai akan

berpengaruh pada kemungkinan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban

lancarnya sehubungan dengan kegiatan produksi.

Tingkat likuiditas perusahaan berbanding sejajar dengan produktivitasnya,

di mana keadaan tingkat likuiditas tersebut yaitu adanya selisih jumlah yang cukup

antara aliran kas yang likuid dan produktif di dalam saldo kas yang tertahan.

Dengan adanya saldo kas yang likuid dan produktif , maka akan dapat di pastikan

bahwa untuk menetapkan saldo kas tiap periode akan mempengaruhi pada kegiatan

operasional perusahaan.

Analisis Tingkat Likuiditas


Tahun 2012 – Tahun 2016

Tahun 2012 2013 2014 2015 2016


Defensive asset 249.070.000 447.067.000 445.054.000 310.817.000 615.619.000
Rata-rata
2.954.526,03 4.782.515,07 5.016.815,89 3.602.959,86 6.290.179,73
pengeluaran harian
Defensive
interval
84 hari 93 hari 89 hari 86 hari 98 hari
rasio
Sumber: Perusahaan Genteng Pres di Jatiwangi yang memiliki sifat mass
production.

Dari data tersebut diatas dapat dilihat bahwa perusahaan dalam memenuhi

kegiatan pokok perusahaannya dari defensive asset pada tahun 2012 dengan tingkat

perputaran persediaan 3,96 kali mampu menutup kegiatan pokoknya selama 84

hari, sedangkan pada tahun 2013 dengan perputaran persediaan 6,16 kali mampu

menutup kegiatan pokoknya selama 93 hari. Tahun 2014 dengan

3
tingkat perputaran persediaan 6,54 kali kemampuan memenuhi kegiatan pokoknya

89 hari yang lebih singkat dari tahun 2013, hal ini terjadi karena pada tahun 2014

perusahaan menetapkan harga pokok penjualan yang tinggi dikarenakan biaya-

biaya meningkat tajam sehingga rata-rata pengeluaran kas untuk biaya harian

perusahaan meningkat yaitu sebesar Rp. 234.300,82. Pada tahun 2015 tingkat

perputaran persediaan perusahaan mengalami penurunan yaitu hanya 4,15 kali

dengan kemampuan perusahaan untuk menutup kegiatan pokoknya selama 86 hari,

penurunan tingkat perputaran persediaan terjadi karena perusahaan menetapkan

harga pokok penjualan yang rendah dengan rata-rata persediaan yang tinggi yang

mengakibatkan penuruanan rata-rata pengeluaran biaya harian perusahaan yang

lebih rendah dari tahun 2014.

Hasil Pengukuran Variabel


Perputaran Likuiditas
Tahun
Persediaan (X) (Y)
2012 3,96 84
2013 6,16 93
2014 6,54 89
2015 4,15 86
2016 7,47 98

4
Berdasarkan hasil pengukuran variabel-variabel penelitian yang dianalisis

lebih lanjut dengan menggunakan Analisis Regresi dan Korelasi diperoleh

persamaan Regresi sebagai berikut :

Y = 70,603 +3,458 X

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa tingkat likuiditas cenderung

meningkat berdasarkan peningkatan pada tingkat perputaran persediaan. Hal ini

dapat diinterpretasikan bahwa perputaran persediaan dapat digunakan untuk

menaksir kemampuan perusahaan dalam menutup semua biaya yang digunakan

dalam kegiatan pokok perusahaan dalam jangka pendek.

Dari analisis korelasi diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar +0,928 yang

berarti dimana kenaikan perputaran persediaan akan diikuti dengan naiknya

kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek (likuiditas).

Berdasarkan uji hipotesis dua sisi pada tingkat keyakinan 95% diperoleh nilai

sebesar 4,966 dan nilai sebesar 2,776 dimana lebih besar dari Hal tersebut

menunjukkan bahwa koefisien korelasi tersebut memiliki makna (signifikan).

Dengan demikian pengaruh perputaran persediaan terhadap likuiditas perusahaan

yang besarnya 86,12% (r2 * 100%) pada tingkat keyakinan 95% adalah signifikan.

Dengan kejadian di atas peneliti tertarik meneruskan penelitian tersebut

dengan perusahaan yang berbeda.

Perusahaan PT. PLN (Persero) sesuai kebijakan restrukturisasi sektor

ketenagalistrikan yang ditetapkan oleh Pemerintah (Departemen Energi & Sumber

Daya Mineral) pada tanggal 25 Agustus 1998, PLN bertujuan memulihkan

kelayakan keuangan, mengedepankan kompetisi, meningkatkan transparansi,

meningkatkan partisipasi swasta dalam sektor kelistrikan.

Untuk mewujudkan salah satu tujuan pemerintah pusat di bidang kelayakan

keuangan seperti tersebut di atas PT. PLN melakukan kegiatan penganggaran kas

5
yang merupakan suatu fungsi penting bagi keberhasilan usaha. Penerapan prinsip

penganggaran yang tepat dan pelaksanaan fungsi penganggaran yang efisien dan

efektif akan menunjang tercapainya tujuan perusahaan.

No. Judul Persamaan Perbedaan

1 “Pengaruh perubahan 2. Alat ukur yang 1. Alat ukur pada variabel


Anggaran Kas digunakan pada dependent yaitu tingkat
Terhadap Tingkat variabel independent proyeksi likuiditas
Likuiditas Pada PT sama menggunakan penelitian sebelumnya
Nusantara Turbin dan anggaran kas menggunakan current
Propulsi (PT NTP) ratio, sedangkan
Bandung “. penulis menggunakan
quic ratio.
2. Objek penelitian
berbeda, penelitian
sebelumnya di PT NTP
Bandung, sedangkan
penulis PT. PLN
(Persero)
3. Penelitian sebelumnya
Sampel yang digunakan
5 tahun, sedangkan
yang akan diteliti 10
tahun.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian skripsi

dengan judul : “Pengaruh Perubahan Anggaran Kas Terhadap Tingkat Likuiditas

(Suatu Studi pada PT PLN (Persero) Jawa Barat)“.

1.2 Identifikasi Masalah

Atas dasar latar belakang penelitian di atas maka penulis mengidentifikasi

dan merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Penurunan anggaran kas pada PT. PLN Jawa Barat.

2. Kenaikan anggaran kas pada PT. PLN Jawa Barat.

3. Anggaran kas terhadap tingkat likuiditas PT. PLN Jawa Barat

3. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih fokus dan tidak meluas dari pembahasan yang dimaksud
dalam skripsi ini penulis membatasi masalah anggaran kas yang berhubung dengan
tingkat likuiditas pada PT. PLN Jawa Barat

6
4. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penurunan anggaran kas pada PT. PLN Jawa Barat?
2. Bagaimana kenaikan anggaran kas?
3. Seberapa besar pengaruh anggaran kas terhadap tingkat likuiditas pada
PT PLN (Persero) Jawa Barat?

5.Tujuan Penelitian

Adapun dari tujuan penelitian yang penulis lakukan adalah :

1. Untuk mengetahui anggaran kas PT PLN(Persero) Jawa Barat.

2. Untuk mengetahui tingkat likuiditas PT PLN (Persero) Jawa Barat.

Untuk mengetahui besarnya pengaruh perubahan anggaran kas terhadap tingkat


likuiditas PT PLN (Persero) Jawa Barat.

5. kerangka berpikir
X: Menurut Any Agus Kana, (2001: 225) dalam buku Anggaran
Perusahaan mengemukakan bahwa :
“Anggaran kas adalah perencanaan posisi kas dalam jangka waktu
tertentu yang terdiri dari dua bagian yaitu perencanaan penerimaan
kas (aliran kas masuk) dan perencanaan pengeluaran kas (aliran
kas keluar)”.

Y: Pengertian Rasio Likuiditas adalahFred Weston dikutip dari Kasmir


(2008:129): menyebutkan bahwa rasio likuiditas (liquidity ratio) merupakan rasio yang
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang) jangka
pendek.

G. Hipotesis
Ho P = 0 tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara anggara kas
terhadap tingkat likuiditas terhadap pt pln
Ha P terdapat pengaruh yang signifikan antara anggaran kas
terhadap tingkat likuiditas terhadap pt pln
H. Sistematika penulisan
Bab I pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah penelitian,
identifikasi, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kerangka ber[ikir, serta sistematika penulisan.
Bab II tinjauan pustaka
Bab ini menguraikan TENTANG tinjauan pustaka yang berisi landasan teori
dan penelitian terdahulu
Bab III metode penelitian

7
BAB II
Tinjauan pustaka

2.1 Anggaran

2.1.2 Pengertian Anggaran

Pengertian anggaran yang dikemukakan para ahli pada dasarnya sama

yaitu merupakan suatu rencana yang menyatakan dalam bentuk tertulis mengenai

kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan untuk periode waktu

tertentu. Periode yang biasanya digunakan oleh perusahaan dalam penyusunan

anggaran umumnya tidak lebih dari satu tahun, hal ini dikarenakan perusahaan

sering dihadapkan pada unsur ketidakpastian.

Definisi anggaran banyak yang dikemukakan oleh para pakar ekonomi di

antaranya adalah seperti yang dikemukakan oleh M. Nafarin (2008:12), adalah :

“ Anggaran adalah suatu rencana keuangan periodik yang disusun

berdasarkan program yang telah disahkan. “

Pengertian serupa tentang anggaran dikemukakan oleh Gleen A. Welsch, Ronald

W. Hilton, dan Paul N. Gordon yang dalam Purwatiningsih dan Maudy Warouw

8
(2003:1), sebagai berikut :

“Anggaran adalah suatu pendekatan yang sistematis dan formal untuk

tercapainya pelaksanaan fungsi perencanaan sebagai alat membantu

pelaksanaan tanggung jawab manajemen. “

Pengertian anggaran juga dikemukakan oleh M. Munandar (2001:1), yaitu:

9
“Budget (anggaran) ialah suatu rencana yang disusun secara sistematis,

yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit

(kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang

akan datang. “

Dari definisi di atas bahwa anggaran merupakan suatu rencana manajemen

mengenai perolehan dan penggunaan sumber daya perusahaan yang dinyatakan

secara formal dan terperinci dalam bentuk kuantitatif dan dalam suatu periode

tertentu. Dalam anggaran itu termasuk juga serangkaian tindakan antisipasi untuk

menyesuaikan keadaan di masa mendatang dengan rencana yang telah ditetapkan,

karena itu anggaran juga dipakai sebagai alat koordinasi dan implementasi antara

rencana awal dengan aktivitas yang sedang berlangsung.

Anggaran merupakan rencana tertulis mengenai kegiatan suatu organisasi

yang dinyatakan secara kuantitatif dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang

untuk jangka waktu tertentu.

2.1.2 Karakteristik Anggaran

Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Robert N. Anthony, John

Dearden dan Robert M. Bedford dalam Agus Maulana (2005:44-45) anggaran

memiliki karakteristik sebgai berikut :

“ 1. Dinyatakan dalam satuan uang (moneter) walaupun angkanya berasal

dari angka bukan satuan keuangan

2. Mencakup kurun waktu satu tahun

3. Isinya menyangkut komitmen manajemen yaitu manajer setuju

10
untuk menerima tanggung jawab untuk mencapai sasaran yang telah

dianggarkan

4. Usulan anggaran dinilai dan disetujui oleh orang yang mempunyai

wewenang lebih tinggi dari yang menyusunnya

5. Jika anggaran sudah disahkan, maka anggaran tersebut tidak dapat

diubah, kecuali dalam hal khusus

6. Hasil aktual akan dibandingkan dengan anggaran secara periodik

dan varian yang terjadi dianalisis dan dijelaskan. “

Menurut Mulyadi (2005:511) karakteristik anggaran yang baik adalah :

“ Anggaran yang baik memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Anggaran disusun berdasarkan program

2. Anggaran disusun berdasarkan karakteristik pusat

pertanggungjawaban yang dibentuk dalam organisasi perusahaan.

3. Anggaran berfungsi sebagai alat perencana dan alat pengendali. “

2.1.3 Macam-macam Anggaran

Sebagai alat bantu manajemen anggaran perusahaan mempunyai ruang

lingkup yang luas. Seluruh kegiatan yang ada di dalam perusahaan akan terkait

dengan anggaran perusahaan tersebut. Karena banyak macamnya anggaran yang

satu akan berbeda dengan anggaran lain baik dari segi isi, bentuk, maupun

fungsinya.

Berdasarkan jenis pertanggung jawabannya, menurut Robert N. Anthony,

John Dearden dan Robert M. Bedford dalam Agus Maulana (2005:46)

mengemukakan bahwa anggaran digolongkan menjadi tiga, yaitu :

“ Penggolongan Anggaran :

11
1. Anggaran Biaya (Expense Budget) terdiri dari :

a. Anggaran yang menyangkut pengeluaran terukur (engineered

expense) dalam pusat tanggung jawab dimana keluaran dapat

diukur.

b. Anggaran yang menyangkut pengeluaran dikresioner

(discretiory expense) di pusat tanggung jawab, di mana keluaran

tidak dapat diukur.

2. Anggaran Pendapatan (Revenue Budget)

Diantara semua elemen dari anggaran laba, anggaran pendapatan

merupakan elemen yang paling penting, padahal sekaligus anggaran ini

merupakan elemen yang mengandung ketidak pastian yang paling besar.

Pertimbangan manajemen yang penting mengenai anggaran pendapatan

adalah bahwa anggaran ini biasanya mengandung ramalan tentang

beberapa kondisi tertentu yang berada di luar kendali manajer penjualan.

3. Anggaran Laba (Profit Budget)

Anggaran laba merupakan rencana laba tahunan, anggaran ini terdiri

dari seperangkat proyeksi ikhtisar keuangan untuk tahun mendatang

dengan jadwal pendukung yang berkaitan. “

Pengelompokan jenis-jenis anggaran dapat dilakukan dari berbagai sudut

pandang, M. Nafarin (2008:17) membagi anggaran ke dalam beberapa

kelompok berdasarkan beberapa sudut pandang sebagai berikut :

“ 1. Menurut dasar penyusunan, anggaran terdiri dari :

a. Anggaran Variabel, yaitu anggaran yang disusun berdasarkan

interval kapasitas tertentu dan pada intinya merupakan suatu seri

anggaran yang dapat disesuaikan pada tingkat aktivitas (kegiatan)

12
yang berbeda.

b. Anggaran tetap, yaitu anggaran yang disusun berdasarkan suatu

tingkat kapasitas tertentu disebut juga anggaran statis.

2. Menurut cara penyusunan, anggaran terdiri dari :

a. Anggaran Periodik, adalah anggaran yang disusun untuk satu

periode tertentu. Umumnya periode satu tahun yang disusun setiap

akhir periode anggaran.

b. Anggaran Kontinyu, adalah anggaran yang dibuat untuk

memperbaiki anggaran yang telah dibuat.

3. Menurut jangka waktu, anggaran terdiri dari :

a. Anggaran jangka pendek (anggaran taktis), adalah anggaran yang

dibuat dengan jangka waktu paling lama sampai satu tahun.

b. Anggaran jangka panjang (anggaran strategis), adalah anggaran


yang dibuat untuk jangka waktu lebih dari satu tahun.

4. Menurut bidangnya, anggaran terdiri dari :

a. Anggaran Operasional, adalah anggaran untuk menyusun anggaran

laporan laba rugi. Anggaran operasional antara lain terdiri dari :

 Anggaran penjualan

 Anggaran biaya pabrik yang terdiri dari anggaran biaya bahan

baku, anggaran biaya tenaga kerja langsung, anggaran biaya

overhead pabrik. 

 Anggaran beban usaha 

 Anggaran laporan laba rugi 

b. Anggaran Keuangan, adalah anggaran untuk menyusun anggaran

neraca. Anggaran keuangan, antara lain terdiri dari :

 Anggaran kas 

13
 Anggaran piutang 

 Anggaran persediaan 

 Anggaran hutang 

 Anggaran neraca 

5. Menurut kemampuan menyusun, anggaran terdiri dari :

a. Anggaran Komprehensif, merupakan rangkaian dari berbagai

macam anggaran yang disusun secara lengkap.

b. Anggaran Parsial, adalah anggaran yang disusun tidak secara

lengkap, anggaran hanya menyusun bagian anggaran tertentu saja.

6. Menurut fungsinya, anggaran terdiri dari :

a. Anggaran Apropriasi (Appropriation Budget), adalah anggaran

yang dibentuk bagi tujuan tertentu dan tidak boleh digunakan untuk

tujuan lain.

b. Anggaran Kinerja (Performance Budget), adalah anggaran yang

disusun berdasarkan fungsi kegiatan yang dilakukan dalam

organisasi (perusahaan) yang dikeluarkan oleh masing-masing

aktivitas tidak melampaui batas. “

2.1.4 Fungsi dan Manfaat Anggaran

Anggaran sebagai alat manajemen untuk keperluan perencanaan dan

pengawasan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan ini

diukur dari segi manfaat yang ingin diperoleh dari penggunaan sistem itu di dalam

pelaksanaannya.

Fungsi anggaran menurut Gleen A. Welsch, Ronald W. Hilton, dan Paul N.

Gordon dalam Purwatiningsih dan Maudy Warouw (2003:377), yaitu :

14
“ Ada tiga fungsi yaitu :

1. Fungsi Perencanaan

Anggaran merupakan alat perencanaan tertulis yang menuntut

pemikiran yang teliti dan akan memberikan gambaran yang lebih nyata

dan jelas dalam unit dan uang.

2. Fungsi Pelaksanaan

Anggaran merupakan pedoman dalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga

pekerjaan dapat dilaksanakan secara selaras dalam mencapai tujuan.

Jadi anggaran penting untuk menyelaraskan (koordinasi) setiap bagian

kegiatan, seperti : bagian pemasaran, bagian umum, bagian produksi

dan bagian keuangan.

3. Fungsi Pengawasan

Anggaran merupakan alat pengawasan (controlling). Pengawasan

berarti mengevaluasi atau menilai terhadap pelaksanaan pekerjaan,

dengan cara membandingkan realisasi dengan anggaran, dan melakukan

tindakan perbaikan apabila dipandang perlu atau apabila terdapat

penyimpangan yang merugikan. “

Menurut Gunawan Adisaputro (2003:56) manfaat yang dapat diperoleh dari

anggaran adalah:

“ Manfaat anggaran adalah :

1. Anggaran bisa dijadikan sebagai “alat penaksir”

Dengan disusunnya suatu anggaran, perusahaan akan dapat mengetahui

dan menaksirkan sesuatu dari pengalaman yang lalu. Selain itu anggaran

dapat menaksirkan beberapa besar misalnya laba yang akan didapat

dalam satu periode kegiatan perusahaan.

15
2. Anggaran sebagai “plafon” atau bisa juga dijadikan sebagai “alat

pengatur otorisasi” pengeluaran kas.

Dengan disusunnya suatu anggaran maka perusahaan akan mempunyai

data yang cukup dan tersedia sehingga memungkinkan dilakukannya

suatu estimasi dengan cukup akurat. Dan anggaran juga mampu

mengatur otorisasi karena dengan adanya anggaran akan terlihat jelas

bagian mana yang berhak untuk melakukan kegiatan perusahaan sesuai

dengan bidangnya, dan manajemen tidak menghendaki diubahnya

anggaran yang telah disahkan.

3. Anggaran sebagai “pengukur efisiensi”

Dari segi pengendalian jumlah anggaran yang didasarkan atas angka

standar yang benar akan berfungsi sebagai alat penilai efisiensi, karena

angka standar yang dipakai memang efektif dan fleksibel, sehingga

biaya realisasi biaya yang melebihi atau kurang dari jumlah uang yang

dianggarkan dianggap merupakan pemborosan/penghematan yang

sebenarnya. Dengan demikian selisih biaya benar-benar dapat dinilai

sebagai penyimpangan dari yang seharusnya “.

2.1.5 Keterbatasan Anggaran

Walaupun anggaran mempunyai banyak manfaat dan kegunaan, namun

perlu disadari bahwa anggaran tidak lepas dari keterbatasan, sebagaimana yang

dikemukakan oleh Sofyan Syafri Harahap (2001:125-127) keterbatasan anggaran

antara lain :

“ 1. Budget berdasarkan pada taksiran

Budget harus disadari bahwa ia merupakan taksiran saat ini tentang


16
apa yang bakal terjadi di masa yang akan datang. Dalam

penyusunannya tentu apa yang akan dijadikan dasar ada

pengetahuan dan informasi kita berdasarkan masa lalu dan analisis

serta taksiran

2. Memerlukan penyesuaian yang terus-menerus

Karena sifatnya taksiran dan arena situasi bergerak dan berubah

terus maka mau tidak mau kita harus terus-menerus secara periodik

melakukan perbaikan dan penyesuaian, mengikuti perkembangan

yang mempengaruhi budget itu.

3. Pelaksanaan budget tidak berjalan secara otomatis.

Sistem budget tidak akan bisa dibiarkan tanpa terus-menerus

dikendalikan oleh pimpinan. Ia bukan alat otomatis yang bisa

berjalan sendiri. Budget harus dianalisis, direvisi, dan diikuti, tidak

boleh dibiarkan berjalan sendiri.

4. Tidak bisa mengambil alih tugas manajemen/administrasi

Karena sifatnya yang harus diikuti, dinilai, diperbaiki maka budget

tidak akan dapat menggantikan posisi pimpinan dan tidak dapat pula

menggantikan posisi administrasi

5. Memerlukan dana/perhatian/resources

Sistem budget tentu memerlukan dana, perhatian, sumber lainnya

untuk bisa berjalan efektif. Ia perlu konsultan, perlu rapat, perlu

kertas, perlu tambahan alat, dan lain sebagainya.

6. Dapat mempengaruhi perilaku

Sistem budget dapat mempengaruhi perilaku manusia bisa positif

17
dan bisa negatif.

7. Dapat menimbulkan “Slack Budgeting”

Slack berarti menggunakan sesuatu bukan menurut fungsinya. Slack

Budgeting berarti situasi dimana orang menyalahgunakan budget

untuk kepentingannya.

8. Harus memenuhi berbagai persyaratan yang kadang sukar disiapkan

Sistem budget hanya dapat berjalan jika terpenuhi beberapa

persyaratan yang ditetapkan, hal ini mutlak. Seandainya

persyaratan ini tidak bisa dipenuhi maka tujuan budget bisa saja

tidak dapat dicapai secara efisien.

9. Tidak menjamin tercapainya target

Budget hanya rencana dan fokus. Budget tidak dapat menjamin

secara mutlak bahwa ia akan tercapai “.

2.1.6 Prosedur Penyusunan Anggaran

Persiapan Sebelum Penyusunan Anggaran

Menurut Mulyadi (2007:507) persiapan sebelum penyusunaan anggaran

adalah :

“ 1. Membuat dan menetapkan asumsi-asumsi atau prediksi tentang prospek

yang akan dihadapi di masa yang akan datang serta cara mengatasinya.

2. Mengevaluasi kembali tentang kebijakan dan strategi perencanaan

jangka panjang serta tujuan yang akan dicapai.

3. Menyusun prioritas usaha-usaha dan pekerjaan.

4. Menyebarluaskan informasi ke bagian-bagian yang berkompeten

dalam penyusunan anggaran “.

Pemilihan Prosedur Penyusunan Anggaran

18
Adapun pemilihan prosedur penyusunan anggaran menurut Mulyadi

(2007:718) adalah :

“ Prosedur penyusunan anggaran ada dua macam yaitu :

1. Top Down Approach (pendekatan dari atas ke bawah), dimana dalam

penyusunan anggaran, dimulai dari manajemen tingkat atas atau

manajemen puncak.

2. Bottom Up Approach (pendekatan dari bawah ke atas), dimana dalam

penyusunan anggaran ini melibatkan manajemen tingkat bawah

(operasional) “.

Metode Bottom Up Approach menurut Mulyadi (2007:720) lebih banyak

digunakan karena mempunyai keuntungan sebagai berikut :

“ 1. Bawahan akan merasa diikutsertakan dalam proses penyusunan

anggaran, sehingga rasa tanggung jawab pada perusahaan sangat besar.

2. Banyaknya saran, ide yang didapat dalam keterlibatan bawahan dalam

penyusunan anggaran tersebut.

3. Bawahan akan mudah memahami tugas yang akan diberikan , karena

terlibat dalam penyusunan anggaran tersebut “.

2.1.7 Hubungan Anggaran Dengan Akuntansi

Akuntansi bagi suatu perusahaan merupakan alat informasi agar orang

mengerti dan mengetahui tentang keadaan perusahaan. Alat informasi akuntansi

berupa laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan rugi-laba, laporan

perubahan modal, laporan sumber dan penggunaan dana.

Laporan keuangan tersebut merupakan suatu realisasi (aktual) yang akan

diperbandingkan dengan anggaran (rencana). Agar dapat memperbandingkan

antara realisasi dengan anggaran maka rekening-rekening yang dipergunakan

19
dalam penyusunan akuntansi harus sama dengan rekening-rekening yang

dipergunakan dalam penyusunan anggaran. Suatu anggaran harus mengikuti format

laporan akuntansi yang berkaitan dengan operasi, input, output, dan posisi

keuangan yang digunakan dalam perusahaan.

Metode dan teknik yang diterapkan dalam akuntansi harus diterapkan juga

dalam penyusunan anggaran. Dengan demikian seorang penyusun anggaran mutlak

harus menguasai metode dan teknik akuntansi, terutama dalam penyusunan

anggaran laporan laba rugi dan anggaran neraca.

Penyusunan anggaran didasarkan pada data-data masa lalu yang sebagian

besar dihasilkan oleh sistem akuntansi dan pengawasan yang menyangkut

pengukuran hasil-hasil yang telah direalisir. Akibatnya untuk dapat

menyelenggarakan perencanaan dan pengendalian laba perusahaan yang sehat

harus diselenggarakan sistem akuntansi pertanggungjawaban. Sistem akuntansi

pertanggungjawaban adalah suatu sistem akuntansi yang dipola lebih dulu sesuai

dengan tanggung jawab dari tiap bagian dalam organisasi.

Perbandingan antara realisasi dengan anggaran tidak ada gunanya bila

pengelompokan rekening harus dikembangkan menurut pusat-pusat pertanggung

jawaban dan harus dilengkapi dengan perintah-perintah standar untuk penetapan

beban dan pendapatan pada tiap jenis rekening.

Menurut M. Nafarin (2008:12) anggaran memang berkaitan secara unik dengan

sistem akuntansi perusahaan dalam hal-hal :

“ 1. Komponen keuangan dari suatu anggaran yang umumnya disusun

dalam suatu format akuntansi.

2 Anggaran perusahaan mempunyai kaitan erat dengan akuntansi

manajemen, yaitu berupa akuntansi harga pokok standar, akuntansi harga

20
pokok variabel.

3 Akuntansi keuangan mencatat transaksi waktu yang lalu, sedangkan

anggaran perusahaan mencatat transaksi waktu yang akan datang.

4 Untuk memperbandingkan anggaran dengan realisasi diperlukan

data yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan.

5 Akuntansi keuangan memberikan input-input data historis yang

relevan terutama untuk tujuan-tujuan analisis dalam pengembangan

anggaran perusahaan. “

2.2 Anggaran Kas

2.2.1 Pengertian Anggaran Kas

Arthur J. Keown dkk., dalam Marcus Prihminto Widodo (2008:122)

mengemukakan pengertian anggaran kas, adalah :

“Anggaran kas menggambarkan suatu rencana yang terperinci tentang arus

kas masa depan dan terdiri dari empat unsure: penerimaan kas, pengeluaran

kas, perubahan bersih dalam kas untuk suatu periode, dan kebutuhan dana

yang baru. “

Sedangkan M. Nafarin (2008:82) menyatakan anggaran kas dalam

realisasinya disebut laporan arus kas atau laporan sumber dan belanja kas. Dalam

anggaran kas terdapat istilah cash inflow dan cash outflow.

M. Munandar (2001:311) mendefinisikan anggaran kas sebagai berikut :

“ Anggaran kas adalah anggaran yang merencanakan secara lebih terperinci

tentang jumlah kas beserta perubahan-perubahannya dari waktu ke waktu

selama periode yang akan datang, baik perubahan yang berupa penerimaan

kas maupun perubahan yang berupa pengeluaran kas. “

21
Selanjutnya Mundar (Munandar, 2001:311-312) menjelaskan budget kas

mencakup dua sektor yaitu:

(1) Sektor Penerimaan Kas, yang pada umumnya berasal dari:

(a) Penjualan tunai Barang Jadi yang diproduksikan.

(b) Penagihan Piutang.

(c) Penjualan Aktiva Tetap

(d) Penerimaan Lain-lain (Non-Operating), seperti misalnya

penghasilan bunga, penghasilan sewa, penghasilan dividend, dan

sebagainya.

(2) Sektor Pengeluaran Kas, yang pada umumnya berupa pengeluaran

untuk biaya-biaya, baik biaya-biaya utama (Operationg), maupun biaya-

biaya bukan utama (Non-Operating), seperti, misalnya:

(a) Pembelian tunai Bahan Mentah.

(b) Pembayaran Utang.

(c) Pembayaran Upah Tenaga Kerja Langsung.

(d) Pembayaran Beaya Pabrik Tidak Langsung

(e) Pembayaran Beaya Administrasi.

(f) Pembayaran Beaya Penjualan

(g) Pembelian Aktiva Tetap

(h) Pembayaran Lain-lain (Non-Operating), seperti misalnya

pembayaran Beaya Bunga, pembayaran Beaya Sewa, dan

sebagainya.

Dari pengertian di atas menjelaskan bahwa anggaran kas merupakan

rencana yang disusun oleh manajemen tentang kas beserta perubahan-

perubahannya yaitu tentang kas masuk dan kas keluar yang direncanakan pada akhir

22
periode tertentu.

Bagi manajer keuangan, anggaran kas memberikan kerangka untuk menilai

dan mengendalikan penerimaan dan pengeluaran kas masa sekarang dan merupakan

suatu tinjauan tentang pola arus kas yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.

Dalam usaha untuk mengendalikan penerimaan dan pengeluaran kas, jika

anggaran kas menunjukan bahwa perusahaan membutuhkan tambahan biaya,

manajer keuangan masih mempunyai cukup waktu untuk mengambil tindakan yang

diperlukan dalam rangka mengatasi pembiayaan di masa yang akan datang.

2.2.2 Tujuan Penyusunan Anggaran Kas

Tujuan penyusunan anggaran kas menurut Gleen A. Welsch, Ronald W.

Hilton, dan Paul N. Gordon dalam Purwatiningsih dan Maudy Warouw

(2003:378), antara lain untuk :

“ 1. Memberikan taksiran posisi kas pada setiap akhir periode sebagai hasil

dari operasi yang dijalankan.

2. Mengetahui kelebihan atau kekurangan kas pada waktunya.

3. Menentukan kebutuhan pembiayaan dan atau kelebihan kas

menganggur untuk investasi.

4. Menyelaraskan kas dengan total modal kerja, pendapatan penjualan,

biaya, investasi, hutang.

5. Menetapkan dasar yang sehat untuk pemantauan posisi kas secara

terus menerus “.

Sementara menurut Maryono S. U dan D. Agus Harjito (2014:212) tujuan

anggaran kas adalah :

“ 1. Membuat taksiran posisi kas pada setiap akhir periode sebagai hasil dari

23
kegiatan operasi perusahaan baik periode bulanan maupun tahunan.

2. Mengetahui adanya kelebihan atau kekurangan kas yang terjadi pada

periode tertentu.

3. Merencanakan besarnya kas untuk menutup kekurangan atau defisit

yang terjadi, yang dapat digunakan untuk melakukan investasi.

4. Menentukan besarnya kas untu pembayaran hutang dan kelebihan kas

yang dapat digunakan untuk melakukan investasi.

5. Mengetahui waktu kapan suatu pinjaman atau kewajiban lainnya

yang harus dibayar “.

Dengan demikian perencanaan anggaran kas akan menunjukkan :

1. Kebutuhan untuk membiayai kekurangan kas yang mungkin terjadi atau

2. Kebutuhan terhadap perencanaan investasi yaitu untuk menanamkan kelebihan

uang pada penggunaan yang menguntungkan.

2.2.3 Manfaat Penyusunan Anggaran Kas

Anggaran kas memiliki manfaat pokok antara lain sebagai pedoman kerja,

sebagai alat pengkoordinasian kerja, dan sebagai alat pengawasan kerja atau dapat

diuraikan lebih jelas menurut M. Munandar (2001:10), yaitu :

“ a. Sebagai Pedoman Kerja

Anggaran berfungsi sebagai pedoman kerja dan memberikan arah

serta sekaligus memberikan target-target yang harus dicapai oleh

kegiatan perusahaan di waktu yang akan datang.

b. Sebagai Alat Pengkoordinasian Kerja

Anggaran befungsi sebagai alat untuk pengkoordinasian kerja agar

semua bagian-bagian yang terdapat di dalam perusahaan dapat saling

menunjang, saling bekerja sama dengan baik untuk menuju sasaran

24
yang telah ditetapkan. Dengan demikian kelancaran jalannya

perusahaan akan lebih terjamin.

c. Sebagai Alat Pengawasan Kerja

Anggaran berfungsi pula sebagai tolok ukur, sebagai alat

pembanding, untuk menilai (evaluasi) realisasi kegiatan perusahaan

nanti. Dengan membandingkan antara apa yang terutang di dalam

anggaran dengan apa yang dicapai oleh realisasi kerja perusahaan,

dapatlah dinilai apakah perusahaan telah sukses bekerja ataukah

kurang sukses bekerja. Dari perbandingan tersebut dapat pula

diketahui sebab-sebab penyimpangan antara anggaran dan

realisasinya, sehingga dapat pula diketahui kelemahan-kelemahan

dan kekuatan-kekuatan yang dimiliki perusahaan. Hal ini akan dapat

dipergunakan sebagai bahan pertimbangan yang sangat berguna

untuk menyusun rencana-rencana (budget) selanjutnya secara lebih

matang dan lebih akurat “.

Menurut Sofyan Syafri Harahap (2001:177) terdapat banyak manfaat yang

diperoleh dari anggaran kas, yaitu :

“1. Menilai kemampuan perusahaan menghasilkan, merencanakan,

mengontrol arus kas keluar perusahaan yang lalu maupun proyeksi

pada masa datang.

2. Menilai kemungkinan keadaan arus kas masuk dan keluar, arus kas

bersih perusahaan, termasuk kemampuan membayar dividen di masa

yang datang.

3. Mengajukan informasi bagi investor, kreditor, memproyeksikan

return dari sumber kekayaan perusahaan.

25
4. Menilai perusahaan untuk memasukan kas ke perusahaan di masa

yang akan datang.

5. Menilai alasan perbedaan antara laba bersih akuntansi dikaitkan

dengan penerimaan dan pengeluaran kas.

6. Menilai pengaruh investasi baik kas maupun bukan kas dan transaksi

lainnya terhadap posisi keuangan perusahaan selama satu periode

tertentu.

7. Melihat kegiatan kas yang menonjol di dalam perusahaan “.

Dengan adanya anggaran kas juga perusahaan akan dapat mengetahui kapan

perusahaan sedang mengalami defisit atau surplus kas sebagai akibat dari operasi

perusahaan, mengetahui kelebihan atau kekurangan kas yang sedang terjadi pada

kas perusahaan, mengetahui kemana seharusnya perusahaan mencari pinjaman jika

memang perusahaan sedang membutuhkan dana, mengetahui tersedianya kas yang

menganggur untuk investasi, dapat menetapkan dasar perkreditan yang sehat untuk

penilaian posisi kas, mengetahui atau memperhitungkan serta memperkirakan

Safety Cash Balance (SCB) yaitu jumlah minimal kas yang harus dipertahankan

agar dapat memenuhi kewajiban finansialnya setiap saat. Safety Cash Balance ini

dipengaruhi oleh faktor perbandingan antara aliran kas masuk dan aliran kas keluar,

penyimpangan aliran kas yang diperkirakan, dan adanya hubungan baik dengan

bank.

2.2.4 Penyusunan Anggaran Kas

Penyusunan anggaran kas menjadi tanggung jawab bagian keuangan

perusahaan. Karena penyusunan anggaran kas berdasarkan pada anggaran-

anggaran lain, maka bagian keuangan harus bekerja sama dengan manajer-manajer

lain. Penyusunan anggaran kas harus realistis dan harus ada keseimbangan antara

26
tersedianya kas dengan kegiatan-kegiatan yang memerlukan kas. Perencanaan dan

pengendalian cash inflow, cash outflow dan yang berkaitan dengan pembelanjaan

adalah penting di dalam perusahaan.

Penyusunan anggaran kas menurut M. Nafarin (2008:309) adalah sebgai

berikut :

“ Penyusunan anggaran kas adalah cara yang efektif untuk merencanakan

dan mengendalikan cash flow, taksiran kebutuhan kas, dan penggunaan

kelebihan kas secara efektif. Tujuan utama penyusunan anggaran kas adalah

merencanakan posisi likuiditas perusahaan sebagai dasar penentuan

pinjaman atau investasi “.

Anggaran kas menunjukkan kebutuhan kas dalam jangka pendek yang

merupakan bagian dari financial planning perusahaan. Periode anggaran kas

umumnya disusun untuk jangka waktu satu tahun, yang dibagi dalam interval

setiap bulanan, kwartalan dan enam bulanan. Pada dasarnya anggaran kas dapat

dibedakan dalam dua bagian, yaitu estimasi penerimaan kas dan estimasi

pengeluaran kas.

2.2.5 Pendekatan Penyusunan Anggaran Kas

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam menyusun anggaran kas

menurut M. Nafarin (2008:312), yaitu :

“ 1. Pendekatan penerimaan dan pengeluaran kas (cash receipt and

disbursement approach) :

Sumber-sumber penerimaan kas muncul dari transaksi seperti

penjualan tunai,pengumpulan piutang dagang dan piutang wesel,

bunga yang diterima dari investasi, penjualan aktiva tetap, dan

penghasilan lain-lain. Pengeluaran kas muncul dari berbagai

27
pembayaran tunai, misalnya pembelian bahan baku, upah

tenaga kerja langsung, biaya-biaya tunai, misalnya pembelian aktiva

tetap untuk periode yang bersangkutan, pajak, dan pembayaran

dividen.

Pada pendekatan ini, semua pos yang bersifat accrual harus

dijabarkan terlebih dahulu ke dalam cash basis. Pandekatan ini mudah

digunakan jika perusahaan telah membuat rencana laba komprehensif,

karena semua data telah tersedia secara terinci. Pendekatan ini

berguna untuk menyusun anggaran aliran kas jangka pendek.

2. Pendekatan akuntansi keuangan (financial accounting

approach/income statement approach) “.

Pendekatan akuntansi keuangan banyak digunakan oleh

perusahaan terutama untuk penyusunan anggaran kas jangka panjang.

Pendekatan ini tidak memerlukan data yang terlalu rinci. Pada

pendekatan ini, penyusunan aliran kas mulai dari laporan rugi laba,

kemudian laporan tersebut disesuaikan dengan cara mengubah dari

accrual basis menjadi cash basis “.

2.2.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyusunan Anggaran Kas

Agar suatu anggaran dapat berfungsi dengan baik, maka taksiran-taksiran

yang termuat di dalamnya harus cukup akurat, sehingga tidak jauh berbeda dengan

realisasinya nanti. Untuk bisa melakukan penaksiran secara lebih akurat ,

diperlukan data, informasi dan pengalaman yang merupakan faktor-faktor yang

harus dipertimbangkan di dalam menyusun anggaran kas.

Menurut pendapat Munandar (2001:54) terdapat faktor-faktor yang harus

diperhatikan di dalam menyusun anggaran kas yaitu sebagai berikut :

28
“ 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan kas adalah sebagai

berikut :

a. Budget penjualan

b. Keadaan pesaing di pasar

c. Posisi perusahaan dalam persaingan

d. Syarat pembayaran

e. Kebijaksanaan perusahaan dalam penagihan piutang

f. Budget perubahan aktiva tetap

g. Rencana-rencana perusahaan tentang penerimaan-penerimaan

kas dari sumber lain-lain (non operating)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran kas antara lain :

a. Budget pembelian bahan mentah

b. Keadaan persaingan para supplier bahan mentah di pasar

c. Posisi perusahaan terhadap pihak supplier bahan mentah

d. Syarat pembayaran (term of payment) yang ditawarkan oleh

supplier bahan mentah

e. Budget upah tenaga kerja langsung

f. Budget biaya pabrik tidak langsung

g. Budget biaya administrasi

h. Budget perusahaan aktiva tetap

i. Rencana-rencana perusahaan tentang pengeluaran-pengeluaran

kas untuk keperluan lain-lain “.

2.2.7 Hubungan Anggaran Kas Dengan Anggaran Lain

Dalam menyusun anggaran kas tidak terlepas dari hubungannya dengan

penyusunan anggaran perusahaan lainnya, ini berarti bahwa dalam suatu

29
perusahaan terdapat hubungan timbal balik antara satu kegiatan dengan kegiatan

lainnya. Menurut James D. Wilson dan John B. Campbell dalam Tjintjin Fenix

Tjendera (1996:402) hubungan anggaran kas dengan anggaran lain adalah :

“Penyusunan anggaran kas pada umumnya bergantung pada anggaran lain,

yaitu anggaran penjualan, laporan perhitungan laba rugi yang ditaksirkan, berbagai

anggaran operasi dan rencana strategis jangka panjang. Sebenarnya anggaran kas

merupakan program penjualan dan biaya yang terkoordinasi serta yang

dikorelasikan dengan perubahan-perubahan neraca, penghasilan serta pengeluaran

yang diharapakan. Dapat pula diperkirakan bahwa anggaran kas adalah suatu alat

pengecek terhadap seluruh program anggaran. Apabila sasaran-sasaran anggaran

operasi tercapai maka hasilnya akan tercermin dalam posisi kas, sebaliknya apabila

gagal mencapai sasaran anggaran maka bagian keuangan terpaksa harus mencari

sumber tambahan kas. Anggaran kas dapat menduduki prioritas yang tergantung

dari pada posisi kas atau posisi keuangan perusahaan. Banyak para eksekutif yang

lebih suka menelaah anggaran kas mendahului laporan-laporan lain yang

diproyeksikan, dan oleh karena itu dapat mengambil tempat nomor satu dalam

laporan lengkap tentang operasi-operasi yang diharapkan. Jadi anggaran kas

meskipun hanya merupakan awal sekaligus akhir dari setiap aktivitas perusahaan.“

Menurut M. Nafarin (2008:316) hubungan anggaran kas dengan anggaran

lain dikemukakan sebagai berikut :

“ Penyusunan anggaran kas menggunakan pendekatan akunting keuangan

atau metode tak langsung dapat dilakukan dengan cara menganalisis

perubahan yang terjadi dalam anggaran neraca dan anggaran laba rugi yang

diperbandingkan antara dua periode serta informasi lain yang mendukung

terjadinya perubahan tersebut. “

Jadi anggaran kas meskipun merupakan bagian dari rencana induk, setiap

30
fungsinya sangat penting. Karena merupakan awal dan sekaligus akhir dari setiap

aktivitas perusahaan. Jelaslah bahwa anggaran kas harus selalu didahului dengan

penyusunan anggaran-anggaran lain seperti anggaran penjualan, persediaan, biaya

operasi, dan lain sebagainnya.

2.3 Rasio Keuangan

Rasio keuangan dapat dijadikan dalam dua cara yang pertama, untuk

membuat perbandingan keadaan keuangan pada saat yang berbeda. Dan kedua,

untuk membuat perbandingan keadaan keuangan dengan perusahaan lain. Analisis

rasio merupakan alat analisis yang berguna apabila dibandingkan dengan rasio

standar, terdapat dua macam rasio standar yang lazim digunakan. Yang pertama

adalah rasio yang sama dari laporan keuangan tahun-tahun lalu, yang kedua adalah

rasio dari perusahaan lain yang mempunyai karakteristik yang sama dengan

perusahaan yang dianalisis. Rasio standar kedua ini lazim disebut rata-rata rasio

standar.

Suatu rasio mengungkapkan hubungan matematik antara suatu jumlah

dengan jumlah lainnya atau perbandingan antara satu pos dengan pos lainnya. Suatu

rasio akan menjadi bermanfaat, bila rasio tersebut memperlihatkan suatu hubungan

yang mempunyai makna. Rasio merupakan teknik analisis laporan keuangan yang

paling banyak digunakan.

Rasio keuangan menurut Mohamad Muslich (2003:47), mengemukakan

sebagai berikut :

“ Rasio keuangan dapat disajikan dalam dua cara yaitu :

1. Untuk membuat perbandingan keadaan keuangan pada saat yang

berbeda.

2. Untuk membuat perbandingan keadaan keuangan dengan

31
perusahaan lain.

Terdapat dua macam rasio standar yang lazim digunakan :

1. Rasio yang sama dari laporan keuangan tahun-tahun yang lampau.

2. Rasio dari perusahaan lain yang mempunyai karakteristik yang

sama dengan perusahaan yang dianalisis. “

Menurut Dwi Prastowo & Rifka Juliaty (2002:76) mengatakan analisis

laporan keuangan dapat dibagi menjadi lima, yaitu :

“ 1. Likuiditas, yang mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam

memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

2. Solvabilitas (struktur modal), yang mengukur kemampuan suatu

perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau

mengukur tingkat proteksi kreditur jangka panjang.

3. Return on Investment, yang mengukur tingkat kembalian investasi

yang telah dilakukan oleh perusahaan.

4. pemanfaatan aktiva, yang mengukur efisiensi dan efektivitas

pemanfaatan setiap aktiva yang dimiliki perusahaan.

5. Kinerja operasi yang mengukur efisiensi operasi perusahaan. “

Menurut Mohamad Muslich (2003:47-51), mengemukakan bahwa rasio

keuangan dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu :

“ 1. Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas menunjukan tingkat kemudahan relatif suatu aktiva

untuk segera dikonversikan ke dalam kas dengan sedikit atau tanpa

penurunan nilai, serta tingkat kepastian tentang jumlah kas yang

dapat diperoleh.

2. Rasio Efisiensi

32
Rasio efisiensi digunakan untuk mengukur seberapa efisien

perusahaan mempergunakan aktivanya.

3. Rasio Leverage

Rasio leverage digunakan untuk menjelaskan penggunaan utang

untuk membiayai sebagian daripada aktiva perusahaan.

4. Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas

dapat dilakukan dengan membandingakan tingkat Return on

Investment (ROI) yang diharapkan dengan tingkat return yang

diminta oleh investor dalam pasar modal. “

BAB III

33
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian Yang Digunakan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.

Sugiyono, (2008:8) mengatakan Metode Deskriftif adalah menggambarkan

kondisi sebenarnya obyek penelitian ketika melakukan penelitian.

Kuantitatif/statistic dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Jadi deskriptif artinya yaitu suatu metode analisis yang dilaksanakan dengan cara

mengumpulkan data, kemudian berdasarkan fakta dan kejadian yang ada termasuk

masalah yang dihadapi perusahaan, dan membandingkannya dengan teori-teori

mengenai hal tersebut. Data yang dikumpulkan kemudian disusun dan diolah secara

statistik, kemudian selanjutnya dilakukan suatu analisis dengan menggunakan

perhitungan statistik, dan berusaha untuk memecahkan permasalahan tersebut

sehingga dapat menghasilkan kesimpulan.

Artinya penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang menekankan

analisisnya pada data numeric (angka) yang diolah dengan menggunakan

pendekatan penelitian ini akan diperoleh hubungan yang signifikan antar variabel

yang di teliti.

3.2 Sumber Data Penelitian

Data yang diperoleh selama melakukan penelitian, penulis mengunakan :

1. Data Primer

Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data. Data ini diperoleh langsung dari PT. PLN (Persero) Distribusi

Jawa Barat, baik dari hasil wawancara ataupun hasil dari observasi langsung

34
dengan bagian-bagian terkait untuk memperoleh data yang diperlukan. Data

yang diperoleh antara lain adalah data laporan Anggaran Kas dari tahun 2012

sampai dengan tahun 2009 (10 tahun) dan Laporan Keuangan berupa neraca

dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2009 (10 tahun).

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah time

series yaitu pengambilan data pada beberapa waktu tertentu. Pengumpulan data

ini dilakukan dengan cara :

1. Studi Lapangan ( Field Researh )

Adalah pengumpulan data dengan cara melakukan observasi langsung ke

perusahaan yang menjadi objek penelitian untuk memperoleh data serta

informasi, adapun cara-cara yang dilakukan yaitu :

a. Wawancara ( interview ). Wawancara adalah merupakan pertemuan dua

orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat

dikonstruksikan makna dalam suatu topic tertentu.

pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara atau tanya jawab

secara langsung dengan pihak yang berhubungan dengan objek yang sedang

diteliti. Menurut Esterberg (2002) dalam Sugiyono (2008:412-414)

mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur,

semi terstruktur, dan tidak terstruktur.

- wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpul data, bila peneliti

atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa

yang akan diperoleh.

- wawancara semi terstruktur digunakan untuk menemukan permasalahan

secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat,

dan ide-idenya.

35
b. Observasi (pengamatan). Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para

ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia

kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Jadi observasi dalam penelitian ini

yaitu melakukan pencatatan data dari sumber-sumber tertulis yang tersedia dan

yang diberikan oleh perusahaan dengan melakukan observasi langsung.

c. Dokumentasi

Yaitu mengadakan pencatatan dan pengumpulan data yang diidentifikasi dari

dokumentasi yang ada kaitannya dengan masalah yang akan dibahas dalam

laporan penelitian ini

2. Studi Kepustakaan ( library Research )

Dengan maksud untuk menggali teori-teori yang berhubungan dengan

penulisan laporan penelitian sebagai data sekunder dengan cara membaca dan

mempelajari buku-buku atau laporan yang dapat membantu kelancaran mahasiswa

dalam menyusun laporan penelitian.

3.4 Analisis Data dan Rancangan Pengujian Hipotesis Penelitian

Dalam analisis data ini, penulis menggunakan metode analisis sebagai

berikut :

a. Asumsi Klasik

Dalam regresi linier perlu menghindari penyimpangan asumsi klasik. Dalam

penelitian ini hanya diuji tiga asumsi klasik yang dianggap peneliti yang sangat

penting yaitu : mautokorelasi, dan heteroskedatisitas.

1) Uji Autokorelasi

Uji kedua yang akan dilakukan adalah uji autokorelasi untuk mendeteksi

ada tidaknya korelasi serial antara disturbance term. Terjadinya

autokorelasi atau tidak, dapat dilihat pada nilai d statistik. Apabila (4 – dL)

36
< d < 4 atau 0 < d < dL maka terdapat autokorelasi di dalam model regresi,

tapi jika 2 < d < (4 – du) atau du < d < 2 maka tidak ada autokorelasi di

dalam model regresi. Jika dL  d  du atau 4 – du  d  4 – dL, maka

pengujian tidak meyakinkan (grey area). Jika nilai d jatuh pada grey area

maka orang tidak dapat menyimpulkan apakah autokorelasi ada atau tidak

ada. Dalam kasus ini orang bisa melanjutkan tes berikutnya atau diperbaiki

(Gujarati, 1995, 217-218).

2) Outlier (Residual Statistik)

Outlier adalah pengamatan yang jauh dari pusat data yang mungkin

berpengaruh besar terhadap koefesien regresi. Dalam statistik ruang, data

pencilan harus dilihat terhadap posisi dan sebaran data yang lainnya

sehingga akan dievaluasi apakah data pencilan tersebut perlu dihilangkan

atau tidak. Metoda yang digunakan dalam hubungannya dengan outlier

(pencilan) adalah analisis residual. Residual banyak memegang peranan

penting dalam pengujian untuk model regresi karena residual itu sendiri

merupakan sisa pada suatu pengamatan ei = Yi – Y. Umumnya pengamatan

yang dicurigai sebagai outlier, influential observations, dan high leverage

dikategorikan ke dalam pelanggaran asumsi. Maka lebih tepat jika digunakan

analisis residual. (Soemartini, 2007).

b. Analisis Regresi

Analisis regresi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan kedua

variabel sekaligus untuk menaksir nilai variabel Y berdasarkan variabel X yang

diketahui, serta taksiran perubahan nilai variabel Y untuk setiap perubahan

variabel X. Hubungan tersebut umumnya dinyatakan dalam bentuk matematik

yang mempunyai hubungan fungsional antara variabel-variabel tersebut.

Penulis dalam hal ini menganalisis regresi linear dengan persamaan menurut

37
Sugiyono (2008 : 204-206 ) adalah sebagai berikut :

Y = a + bX

∑ X2 ∑ Y – ∑ X ∑XY
a=
n ∑ X2 – ﴾ ∑ X ﴿2

n ∑ XY – ∑ X ∑ Y
b=
n ∑ X2 – ﴾ ∑X ﴿2

Keterangan : Y = Variabel dependen (tingkat proyeksi likuiditas)

X = Variabel independen (anggaran kas)

a = Konstan

b = Koefisien regresi

n = Jumlah Sampel

c. Analisis Korelasi

Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan korelasi

antara kedua variabel dan ukuran yang dipakai untuk menentukan derajat atau

kekuatan hubungan korelasi tersebut. Pengukuran koefisien ini dilakukan

dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment, karena

mempunyai satu variabel dependen dan satu variabel independen. Adapun

rumus yang digunakan menurut Sugiyono (2008 : 210) adalah sebagai berikut:

n ∑ XY – ∑ X ∑Y
r =
√ [ n ∑ X2 – ( ∑ X ﴿2 ] [ n ∑Y² – ( ∑ Y )2 ]

Keterangan : r = Koefisien Korelasi

n = Jumlah Data

X = Variabel Independen (anggaran kas)

38
Y = Variabel Dependen (tingkat proyeksi likuiditas)

Pada dasarnya r dapat bervariasi -1 sampai dengan +1 atau sistematis

dapat ditulis -1 < r > +1.

 Bila r = 0 atau mendekati 0, maka hubungan kedua variabel sangat lemah atau

tidak terdapat hubungan sama sekali sehingga tidak memungkinkan terdapat

pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. 



 Bila 0 < r > 1, maka korelasi antara kedua variabel dapat dikatakan positif atau

searah, dengan kata lain kenaikan atau penurunan nilai-nilai variabel

independen yang terjadi bersama-sama dengan kenaikan atau penurunan

variabel dependen. 

 Bila -1 < r < 0, maka korelasi antara kedua variabel dapat dikatakan negatif atau

bersifat kebalikan, dengan kata lain kenaikan nilai-nilai variabel independen

akan terjadi bersama-sama dengan penurunan nilai variabel dependen dan

sebaliknya. 

Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang

ditemukan besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada ketentuan berikut.

39
Pedoman Interprestasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat Rendah

0,20 – 0.399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,00 Sangat Kuat

Sumber : Sugiyono (2008:214)

Untuk membantu dalam pengolahan data, penulis menggunakan aplikasi

software komputer SPSS 17.0 for windows

d. Analisis Determinasi

Analisis koefisien determinasi digunakan untuk menghitung seberapa

besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, digunakan

nilai koefisien determinasi yang diperoleh dengan rumus menurut Subana (2001 :

174) sebagai berikut :

Kd = r² X 100 %

Keterangan : Kd = Koefisien Determinasi

r = Nilai Koefisien Korelasi

40
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1.1 Sejarah PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten

Sejak masa penjajahan Belanda sampai tahun 1942, di Indonesia dikenal suatu

badan atau perusahaan yang menyediakan pasokan tenaga listrik milik pemerintah,

daerah otonom (gemeente) atau gabungan keduanya. Di Jawa Barat, khususnya

Bandung, perusahaan pengelola serta penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan

umum itu adalah Bandoengsche Electriciteit Maatschappij (BEM) yang Berdiri

tahun 1905. pada tanggal 1 januari 1920, Perusahaan Perseroan NV,

Gemeenschappelijk Electriciteit Bedrijf Bandoeng en omstreken (GEBEO NV)

menggantikan BEM. Penggantian ini dikukuhkan ddengan akte pendirian notaris

MR. Andriaan Hendrik Van Ophuysen – Nomor 213 Tanggal 31 Desember 1919.

Pada masa pendudukan Jepang antar 1942-1945, pendistribusian tenaga listrik

dilasanalkan Djawa Denki Djigyo Sha Bandoeng Shi Sha, dengan wilayah kerja di

seluruh pulau jawa.

Setelah proklamasi kemerdekaan RI, Indonesia mengalami periode

perjuangan fisik sampai tibanya saat penyerahaan kedaulatan RI dari pemerintah

Hindia Belanda. Tahun 1959 Merupakan awal penguasaan pengelolaan pelistrikan

diseluruh Indonesia, dengan dimulainya nasionalisasi perusahaan asing di

Indonesia.

41
Maka pada 27 Desember 1957, GEBEO diambil alih oleh Pemerintah RI

dengan dikukuhkannya peraturan pemerintah nomor 18 tahun 1958 j.o peraturan

pemerintah nomor 18 tahun 1959 tentang Penentuan Perusahaan Listrik dan Gas

Milik Belanda. Tahun 1961, berdasarkan peraturan pemerintah nomor 67 dibentuk

Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU – PLN) sebagai wadah

pimpinan PLN. PLN Bandung pun diganti dengan nama PLN Exploitasi wadah

kesatuan BPU – PLN Jawa Barat, di luar DKI Jaya dan Tangerang.

Tahun 1972, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun

1972 tentang Perusahaan Umum Listrik Negara, yang menyebutkan status PLN

menjadi perusahaan Umum listrik negara. Kemudian mengacu pada peraturan

Menteri PUTL nomor 013/PRT/1957 tanggal 8 September 1957 tentang Organisasi

dan tata kerja Perusahaan Umum Listrik Negara, maka PLN Mengadakan

reorganisasi menyangkut nama, tugas dan wilayah kerja daerah. Berdasarkan

pengumumman PLN Exploitasi XI nomor 05/DIII/Sek/1975 tanggal 14 juli 1975,

PLN Exploitasi XI diubah namanya menjadi Perusahaan listrik Negara Distribusi

jawa Barat.

Dengan adanya peraturan peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 23

tahun 1994 tanggal 16 juni 1994 maka bentuk Perusahaan Umum Listrik Negara

Distribusi Jawa Barat diubah lagi menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dengan

sebutan PT PLN (persero) Distribusi Jawa Barat sejak tanggal 30 juli 1994, akta

pendirian. Selanjutnya sesuai keputusan Direksi PT PLN (Persero) nomor

28.K/010/DIR/2001 tanggal 20 Februari 2001, PT PLN (Persero)

42
Distribusi Jawa Barat diubah menjadi PT PLN (Persero) Unit Bisnis Distribusi

Jawabarat.

Kemudian, melalu Surat Keputusan PT. PLN (Persero) Nomor :

120.K/010/DIR/2002 tanggal 27 Agustus 2002, PT PLN (Persero) Unit Bisnis

Distribusi Jawa Barat berubah menjadi PT. PLN (Persero) DISTRIBUSI

JAWABARAT DAN BANTEN hingga saat ini.

Profil Perusahaan Sekilas PLN

Kelistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, pada saat beberapa

perusahaan Belanda, antaralain pabrik gula dan pabrik teh mendirikan pembangakit

tenaga listrik untuk keperluan sendiri. Kelistrikan untuk keman paatan umum mulai

pada saat perusahaan swasta Belanda yaitu NV NIGN yang semula bergerak

dibidang gas memperluas usahanya dibidang listrik untuk kemanfaatan umum.

Pada tahun 1927 pemeritah Belanda membetuk s’ Lands

Waterkracht Bedrijven (LB) yaitu perusahaan listrik negara yang menelola PLTA

Giringan diMadiun, PLTA Tes di Bengkulu, PLTA Tonsea lama di Sulawesi Utara

dan PLTU di Jakarta. Selain itu di beberapa kotapraja di bentuk perusahaan

– perusahaan Listrik kotapraja.

Dengan menyerakan pemerintahan Belanda kepada Jepang dalam perang

Dunia II maka Indonesia Dikuasi Jepang, oleh karna itu Perusahaan Listrik dan Gas

yang ada diambil alih oleh orang – orang Jepang. Dengan jatuhnya Jepang ke tangan

Sekutu dan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus

1945, maka kesempatan yang baik dimanfaatkan oleh pemuda serta

43
buruh Listrik dan gas untuk mengambil alih perusahaan listrik dan gas yang

dikuasai Jepang.

Setelah berhasil merebut perusahan Listrik dan gas dari tangan kekuasaan

Jepang, kemudian pada buan September 1945, Delelegasi dari buruh / Pegawai

listrik dan gas yang diketuai oleh kobarsjih menghadap Pimpinan KNI Pusat yang

waktu diketuai oleh Mr. Kasman Singodimejo untuk melaporkan hasil perjuangan

mereka. Selanjutnya Delegasi Kobarsjih bersama – sama dengan pimpinan KNPI

Pusat menghadap Presiden Soekarno, untuk menyerahkan perusahaan – perusahaan

Listrik dan gas kepada Pemerintah Republik Indonesia. Penyerahan tersebut

diterima oleh Presiden Soekarno dan kemudian dengan Penetapan Pemerintahan

tahun 1945 No. 1 tertanggal 27 Oktober 1945 maka dibentuklah Jawatan Listrik dan

Gas dibawah Departemen Pekerjaan umum dan Tenaga.

Dengan adanya agresi Belanda I dan II sebagai besar perusahaan - perusahaan

listrik dikuasai kembali oleh pemerintahan Belanda atau pemiliknya semula.

Pegawai pegawai yang tidak mau bekerjasama kemudian mengungsi dan

menggabungkan diri pada kantor – kantor jawatan listrik dan Gas di daerah-daerah

Republik Indonesia yang bukan daerah penduduk Belanda untuk meneruskan

perjuangan. Para pemuda kemudian mengajukan Mosi Kobarsjih tentang

Nasionalisasi Perusahaan Listerik dan Gas Swasta kepada Pemerintah. Selanjutnya

kristalisasi dari semangat jiwa mosi tersebut tertuang dalam ketetapan Parlemen RI

No 163 tanggal 3 Oktober 1953 tentang Nasionalisasi Perusahaan Listrik milik

bangsa asing di Indonesia, jika waktu konsensinya habis.

44
Sejalan meningkatnya perjuang bangsa Indonesia untuk membebaskan irian

jaya dari cengkraman penjajah Belanda maka dikeluarkan undang – undang Nomor

86 tahun 1958 tentang Nasionalisasi semua perusahaan Belanda dan peraturan

Pemerintah Nomor 18 tahun 1958 tentang nasionalisasi listrik dan gas milik

Belanda. Dengan Undang – Undang tersebut, maka perusahaan listrik Belanda ada

ditangan bangsa Indonesia.

Sejarah ketenaga listrikan di Indonesia mengenai pasang surut sejalan sejalan

dengan pasang surutnya perjuangan bangsa. Tangal 27 Oktober 1945 kemudian

dikenal sebagai Hari Listrik dan Gas, hari tersebut telah diperingati untuk pertama

kali pada tanggal27 Oktober 1946 bertempat di Gedung Badan Pekerja Komite

Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) Yogyakarta. Penetapan secara resmi tanggal

27 Oktober 1945 sebagai Hari Listrik dan Gas berdasarkan keputusan Menteri

Pekerjaan Umum dan Tenaga, Nomor 20 tahun 1960. Namun kemudian

berdasarkan keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, nomor

235/KPTS/1975 tanggal 30 September 1975 peringatan hari Listrik dan Gas

digabung dengan hari Kebaktiaan pekerja Umum dan Tenaga Listrik yang jatuh

pada 3 Desember , Mengingat pentingnya semangat dan nilai – nilai hari listrik,

maka berdasarkan keputusan Menteri Pertambangan dan Energi, Nomor

1134.K/43/MPE/1992 tanggal 31 Agustus 1992 ditetapkan pada tanggal 27 Oktober

sebagai hari listrik nasional.

Sumber : Direktur Jendral Listrik dan Pemanfaatan Energi No :

2769/04/600.1/2002.

45
 Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan
1. Visi Perusahan 

PT. PLN (Persero) Distibusi Jawa barat dan Banten Bandung, mengemban

suatu visi tertentu yang dirumuskan sebagai berikut :

DIAKUI SEBAGAI PERUSAHAAN KELAS DUNIA YANG

BERTUMBUH KEMBANG, UNGGUL, DAN TERPERCAYA DENGAN

BERTUMPU PADA POTENSI INSANI.

2. Misi Perusahaan

a. Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidanglain yang terkait, berorientasi

pada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan, dan pemegang saham.

b. Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas

kehidupan masyrakat.

c. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi.

d. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.

3. Tujuan Perusahaan

a. Meningkatkan kemapuan berlaba (Profitability) dan nilai tambah

b. Mengimplementasikan kebijakan stratejik yang mempertimbangkan

kepentingan jangka panjang demi kesehatan dan kelangsungan

hidup perusahaan

c. Mencari dan memanfaatkan peluang usaha secara kesinambungan dibisnis

kelistrikan dan usaha lain yang terkait.

d. Mengembangkan kompetensi personil

e. Memperbaiki dan membangun fasilitas fisik

46
f. Menghadirkan suatu hubungan yang baik terhadap pelanggan dengan

suatu keterbukaan (Transparansi)

g. Meningkatkan pendapatan dan menumbuhkan loyalitas pelanggan.

4.1.1.2 Struktur Organisasi dan Uraian Tugas PT. PLN (Persero) Distribusi

Jawa Barat dan Banten

Keputusan General Manager PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat

Banten Nomor : 101 . K / 021 / GM . DJBB / 2004 Tentang Susunan Organisasi

Jenjang Pertama Lapisan Ketiga, Keempat, dan Pejabat Fungsional pada Kantor

Distribusi di PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa barat dan Banten.

1. Menimbang

a. Bahwa sesuai Organisasi PT. PLN (Persero) Distribusi yang diatur dalam

keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 010. K/010/DIR/2003 tanggal

16 Januari dan Organisasi PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan

Banten yang di atur dalam keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor

014.K/010/DIR/2003 tanggal 16 Januari 2003 serta Daftar Sebuah Jabatan

di Lingkungan PT. PLN (Persero) Nomor 196.K/010/DIR/2003, maka

dipandang perlu menetapkan Susunan Organisasi Jenjang pertama Lapis

Ketiga, Keempat dan Pejabat Fungsional pada Kantor Distribusi di PT. PLN

(Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten.

b. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada a di atas, perlu adanya

penetapan tentang Susunan Organisasi Jenjang Pertama Lapisan Ketiga,

47
Keempat dan Pejabat Fungsional pada Kantor Distribusi di PT. PLN

(Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten.

c. Bahwa penepatan tersebut pada huruf b di atas, perlu ditetapkan dengan

Keputusan General Manager PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan

Banten.

2. Mengingat

1. Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 1994

2. Anggaran Dasar PT. PLN (Persero)

3. Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 001.K/030/DIR/19994.

4. Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 010.K/010/DIR/2003.

5. Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 014.K/010/DIR/2003.

6. Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 196.K/010/DIR/2003.

7. Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 197.K/010/DIR/2003.

8. Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 198.K/010/DIR/2003

9. Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 1339.K/440/DIR/2003.

10. Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 293.K/010/DIR/2003.

3. Menetapkan

Pertama : Keputusan General Manager PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa

Barat dan Banten tentang Susunan Oraganisasi Jenjang Pertama

Lapisan Ketiga, Keempat pada Pejabat Fungsional pada Kantor

Distribusi di PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten.

Kedua : Susunan Oraganisasi Jenjang Pertama Lapisan Ketiga, Keempat

dan Pejabat Fungsional pada Kantor Distribusi di PT. PLN

48
Ketiga : (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten adalh sebagqaimana

tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini.

Uraiyan Fungsi Bidang – Bidang dan Audit Internal pada Kantor

Distribusi di PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten

sebagaimana tercantum dalam lampiran II keputusan ini.

Keempat : Seluruh Bidang dan Audit Intenal merupakan keputusan suatu

kesatuansinergi dalam koordinasi General Manager Untuk

memfasiltasi akuntabilitas, sistem pengukiran dan apresiasi kinerja

unit – unit di lingkungan PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat

dan Banten secara propesional untuk Memaksimalkan Kinerja PT

PLN (Persero) Distribusu Jawa Barat dan Banten.

Kelima : Dengan di tetapkannya Keputusan General Manager ini, maka

Keputusan General Manager Nomor 035.K/021/GM.DJBB/2004

Tanggal 29 Maret 2004 dan 053.K/021/GM.DJBB/2004 tanggal 07

Juni 2004 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Keenam : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan

ketentuan bahwa segala sesuatu akan diubah dan diperbaiki

sebagaimana mestinya apabila ternyata dikemudian hari terdapat

kekeliruan dalam penetapan ini.

Selanjutnya Uraian Fungsi Bidang-Bidang Internal pada kantor PT PLN

(persero) Distribusi Jawa Barat Banten.

1. Bidang Perencanaan

a. Menyusun Rencana Umum Pengembangan Tenaga Listrik (RUPTL), rencana

49
Jangka Panjang Perusahaan (RJP), dan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan

(RKAP)

b. Menyusun rencana pengembangan sistem ketenagalistrikan

c. Menyusun sistem manajemen kinerja unit – unit kerja

d. Menyusun metode evaluasi kelayakan investasi dan melakukan penilaian

finansialnya

e. Mengembangkan hubungan kerja sama dengan pihak lain dan

menyandang dana, baik secara bilateral maupun multilateral

f. Menyusun rencana pengembangan sistem teknologi informasi

g. Menyusun rencana pengembangan aplikasi sistem informasi

h. Mengendalikan aplikasi – aplikasi teknologi informasi

i. Menyiapkan SOP pengelolaan aplikasi sistem informasi

j. Menyusun laporan Manajemen

k. Menyusun rencana pengembangan usaha baru serta penepatan

pengaturannya

2. Bidang Niaga

a. Menyusun ketentuan dan strategi pemasaran

b. Menyusun rencana penjualan energi dan rencana pendapatan

c. Mengevaluasi harga jual listrik

d. Menghitung biaya penyediaan tenaga listrik

e. Menyusun strategi dan pengembangan pelayanan pelanggan

f. Menyusun setandart dan produk pelayanan

g. Menyusun ketentuan data induk pelanggan (DIL) dan data induk saldo

(DIS) serta kontrak jual beli tenaga listrik

h. Mengkaji pengelolaan pencatatan meter dan menyusun rencanaan

50
penyempurnaannya

i. Mengkordinasikan pelaksanaan penagihan kepada pelanggan tertentu,

antara lain TNI / POLRI dan intansi vertikal

j. Melakukan pengendalian DIS dan opname saldo piutang

k. Menyusun konsep kebijakan sistem iformasi pelayanan pelanggan

l. Menyusun mekanisme interaksi antar unit pelaksanaan

m. Menyusuan rencana pengembangan usaha baru serta penganturannya

n. Menyusun laporan manajemen di bidangnya

3. Bidang Distribusi

a. Menyusun rencana pengembangan sistem jaringan distribusi dan pembina

penerapan nya

b. Menyusun strategi pengoperasian dan pemeliharaan jaringan distribusi dan

mem bina penerapan nya

c. Menyusun SOP untuk peneraan danpengujiaan peralatan distribusi, serta SOP

untuk opersai dan pemeliharaan jaringan distribusi

d. Menyusun desain standart konstruksi jaringan distribusi dan peralatan kerjanya

serta memberikan penerapannya

e. Mengevaluasi susut energi listrik dan gangguaan sarana distribusian tenaga

listrik saran perbaikannya

f. Menyusun metode kegiatan kontruksi dan administasi pekerjaan serta membina

penerapannya

g. Menyusun kebijakan manajemen jaringan distribusi dan kebijakan manajemen

perbekalan distribusi serta membina penerapannya

h. Menyusun pengembangan sarana komunikasi dan otomatisasi oprasi jaringan

distribusi

i. Menyusun regulasi untuk penyempurnaan data induk jaringan (DIJ)


51
j. Memantau dan mengvaluasi data induk jaringan

4. Bidang Keuangan

a. Mengendalikan aliran kas pendapatan dan membuat laporan rekonsilasi

keuangan

b. Mengendalikan anggaran investasi dan operasi serta aliran kas pembiayaan

c. Melakuan analisis dan evaluasi laporan keuangan unit – unit serta menyusun

laporan keuangan konsolidasi

d. Menyusun dan menganalisa kebijakan resiko dan menghapus asset

e. Melakukan pengelolaan keuangan

f. Menyusun laporan manajemen di bidangnya

5. Bidang ASDM dan Organisasi

a. Menyusun kebijakan pengembangan organisasi dan mengelola pelaksanaannya

b. Menyusun kebijakan manajemen sumber daya manusia dan mengelola

pelaksanaannya

c. Menyusun kebijakan pengembangan sumber daya manusia dan mengelola

pelaksanaannya

d. Mengkaji usulan pengembangan organisasi pengembangan sumberdaya

manusia

e. Menyusun laporan di bidangnya

6. Bidang Komunikasi, Hukum dan Administrasi

a. Menyusun kebijakan dan mengelola komunikasi kemasyarakatan dan

pelanggan baik internal maupun eksternal

b. Menyusun kebijakan dan mengelola fasilitas kerja, sistem pengamanan dan

manajemen kantor

c. Menyusun kebijakan K3, lingkungan dan komunity development

52
d. Menyusun kebijakan administrasi

e. Menyusun dan mengkaji produk-produk hukum dan peraturan-peraturan

perusahaan

f. Memberikan advokasi dalam bisnis energi listrik dan ketenaga kerjaan

g. Mmenyusun standart fasilitas kantor

h. Mengelola asset tanah dan bangunan serta sarana kerja

i. Mengelola kesekertariatan dan rumah tangga kantor induk

j. Menyusun laporan manajemen di bidangnya

7. Audit Internal

a. Menyusun program kerja pemeriksaan tahunan, sesuai progaram kerja

perusahaan

b. Melaksanakan audit internal, meliputi keuangan, teknik, manajemen dan

sumber daya manusia

c. Memberikan masukan dan rekomendasi yang menyangkut proses

manajemen dan operasional

d. Memonitor tindak lanjut temuan audit internal

e. Menyusun laporan manajemen di bidangnya

4.1.2 Kondisi Anggaran Kas PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan

Banten

PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten menyajikan laporan

anggaran kas, yang terdiri dari anggaran penerimaan kas dan anggaran pengeluaran

kas. Anggaran penerimaan kas antara lain berasal dari penjualan, pembayaran piutang

dan pinjaman bank. Sedangkan anggaran pengeluaran kas antara lain berasal dari

pengeluaran material langsung, angsuran pinjaman, pengeluaran operasional dan

53
investasi.

Laporan anggaran kas yang disajikan dalam laporan keuangan tahunan PT. PLN

selalu melaporkan anggaran kas tersebut dalam dua periode yaitu periode tahun

berjalan dan periode tahun sebelumnya. Anggaran kas perusahaan pada tahun yang

bersangkutan, akan dipakai sebagai langkah penyusunan anggaran kas perusahaan

untuk tahun yang akan datang.

4.1.2.1 Komponen Anggaran Penerimaan Kas

Adalah semua penerimaan uang perusahaan yang berasal dari hasil

penjualan produk/ program berjalan (exsisting program) dan dari hasil

penjualan produk/ program baru serta sumber-sumber penerimaan lainnya

seperti jasa giro, claim, dan lain-lain.

Terdapat tiga komponen penerimaan kas dalam kebijakan laporan

anggaran kas PT. PLN (Persero) yang akan dijabarkan pada tabel 4.1 berikut

ini :

PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat


dan Banten Anggaran Penerimaan Kas
Periode Tahun 2012 sampai dengan 2016
(dalam rupiah)
Tahun Anggaran Kas Masuk Jumlah
Penyambungan Lain-lain
Penjualan Tenaga Subsidi Listrik pelanggan
listrik Pemerintah

2012 5,759,580,821,677 0 52,244,069,887 6,658,657,378 5,818,483,548,942

2013 7,439,030,385,372 0 57,974,281,984 8,703,012,688 7,505,707,680,044

2014 14,945,881,637,048 590,009,606,997 83,750,621,068 89538227116 15,709,180,092,229

2015 12,548,524,672,181 0 73,809,019,561 9936882064 12,632,270,573,806


14,945,881,637,662 590,009,606,997 83,750,621,068 89,538,227,116
2016 15,709,180,092,843
Sumber data : Laporan Keuangan PT PLN (Persero)

Berdasarkan tabel 4.1 komponen anggaran penerimaan kas dalam

kebijakan PT PLN untuk periode tahun 2013 sampai dengan tahun 2016,

54
terdiri dari penjualan tenaga listrik, subsidi listrik pemerintah, penyambungan

pelanggan dan lain-lain yang timbul sebagai kebijakan laporan anggaran kas

PT. PLN.

Melihat kecenderungan komponen penerimaan kas, bahwa penerimaan kas atas

penjualan dapat menjadi faktor utama dalam kenaikan dan atau penurunan penerimaan

kas PT PLN (Persero) karena memiliki proporsi yang paling besar dari seluruh jumlah

komponen lainnya.

4.1.2.2 Komponen Anggaran Pengeluaran Kas

Adalah semua pengeluaran perusahaan untuk pembelian barang dan jasa

yang meliputi :

a. Pengeluaran operasional, yang terdiri dari pengeluaran untuk pembelian material

langsung produksi, yaitu pembelian bahan baku yang secara langsung digunakan

dalam proses produksi seperti :

 Bahan bakar dan minyak pelumas 



 Pembelian tenaga listrik 

b. Pengeluaran untuk biaya operasional lainnya yaitu biaya-biaya yang mendukung

proses produksi maupun biaya-biaya lainnya yang timbul di dalam operasi

perusahaan pada satu periode anggaran.

Biaya-biaya operasional lainnya tersebut diantaranya adalah : pembiayaan material

konsumsi, biaya personel dalam daftar gaji, tunjangan-tunjangan di luar gaji, biaya

perawatan personel, perjalanan dinas dalam negeri, perjalanan dinas luar negeri,

biaya personel lain-lain, biaya financial, biaya pajak, biaya reparasi dan

pemeliharaan, biaya pengangkutan, biaya asuransi, biaya penjualan, biaya

administrasi dan umum

c. Pengeluaran investasi yang meliputi :

55
 Pengeluaran untuk pembelian aktiva tetap tidak bergerak
seperti: tanah, bangunan dan hanggar, dan sebagainya. 

 Pengeluaran untuk pembelian aktiva tetap bergerak
seperti : mesin-mesin, peralatan, tool & jig, kendaraan, dan
sebagainya. 

 Pengeluaran untuk pembelian aktiva tidak berwujud

seperti : technical assistant, pendidikan, penelitian dan

pengembangan, lisensi, dan sebagainya. 

Komponen pengeluaran kas dalam kebijakan laporan anggaran kas PT

PLN (Persero), akan dijabarkan selanjutnya pada tabel 4.2 berikut ini :

PT PLN (Persero)
Anggaran Pengeluaran Kas
Periode Tahun 2012 sampai dengan 2016
Bahan Bakar
Pembelian tenaga dan minyak Penyusutan
Thn listrik pelumas Pemeliharaan Kepegawaian Aktiva Tetap Lain-lain JUMLAH

2012 75284580 68891010116 148,030,921,613 140,795,874,558 67575415384 425,368,506,251

2013 4941485 121164625 100,369,641,229 176,710,737,866 151,420,056,604 97,022,619,624 525,649,161,433

2014 11833754156 229055 147309191 221355779 660946625 140518774 13004115582

2015 5,345,000 265,927,127,199 170,719,933,891 324,447,201,009 663,963,674,680 191,973,972,332 1,617,037,254,111

2016 12,565,927,127,199 265,906,775 210,574,381,639 369,003,524,991 597,801,102,439 308,615,462,514 14,052,187,505,557


Sumber data : Laporan Keuangan PT PLN (Persero)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisis Perubahan Anggaran Kas Pada PT. PLN (Persero)

Distribusi Jawa Barat dan Banten

Dari hasil penghitungan kedua komponen anggaran kas, yakni komponen

anggaran penerimaan kas dan komponen pengeluaran kas pada tabel 4.1 dan tabel

4.2, maka dapat diketahui besar anggaran kas PT PLN (Persero) yang dapat

diikhtisarkan dalam tabel 4.5 sebagai berikut :

56
PT. PLN (Persero)
Anggaran Kas (Akhir)
Periode Tahun 2012 sampai dengan 2016
(dalam rupiah)
Tahun Anggaran Kas Jumlah
Saldo Awal Penerimaan Total Pengeluaran Saldo Akhir
A B C=A+B D E=C-D
2012 1,029,941,153,405 5,818,483,548,942 6,848,424,702,347 425,368,506,251 6,423,056,196,096

2013 1,015,878,244,107 7,505,707,680,044 8,521,585,924,151 525,649,161,433 7,995,936,762,718

2014 191,447,243,850 10,361,817,426,509 10,553,264,670,359 6.76926E+11 9,876,338,296,589

2015 202,630,797,974 12,632,270,573,806 12,834,901,371,780 1,351,382,877,537 11,483,518,494,243

2016 272,973,691,742 15,709,180,092,843 15,982,153,784,585 14,052,187,505,557 1,929,966,279,028

Anggaran kas (akhir) merupakan selisih dari hasil saldo awal ditambah rencana

penerimaan kas dikurangi rencana pengeluaran kas.

Berdasarkan tabel 4.5, anggaran kas periode tahun 2012 sampai dengan tahun

2016 cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 sebesar Rp.

6,423,056,196,096 naik menjadi Rp. 7,995,936,762,718 pada tahun 2013. Pada

tahun 2013 Rp. 7.995.936.762.718, naik pada tahun 2014 menjadi Rp.

9,876,338,296,589. Pada tahun 2014 sebesar Rp. 9,876,338,296,589 naik menjadi

Rp. 11.483.518.494.243 pada tahun 2015. Pada tahun 2015 sebesar Rp

11,483,518,494,243,00 turun menjadi sebesar Rp 1,929,966,279,028,00 pada tahun

2016.

Selama periode penelitian besar anggaran kas PT. PLN (Persero) memiliki nilai

anggaran yang paling besar terjadi pada tahun 2015 sebesar Rp 11,483,518,494,243,00.

Sedangkan nilai anggaran kas yang paling kecil terjadi pada tahun 2016 sebesar Rp

1,929,966,279,028

Dari hasil penelitian dapat diketahui persentase anggaran kas dari tahun 2012

sampai dengan tahun 2016 yang terjadi pada PT. PLN (Persero). Dari hasil

penghitungan persentase dari periode waktu tersebut dapat dilihat pada tabel 4.6

57
sebagai berikut :

Anggaran Kas PT. PLN (%)


Tahun Anggaran Kas (Item/total Persentase
itemX100) Perubahan
2012
6,423,056,196,096 11.13
2013
7,995,936,762,718 13.85 2.73
2014
9,876,338,296,589 17.11 3.26
2015
11,483,518,494,243 19.90 2.78
2016
1,929,966,279,028 3.34 (16.55)
Total 37,708,816,028,674

Dari hasil penyusunan anggaran kas selama sepuluh tahun dapat dilihat bahwa

sebagian besar atau cenderung mengalami fluktuatif. Tahun 2013 naik sebesar Rp.

1.572.880.566.622 atau naik sebesar 24.49% dari tahun sebelumnya. Tahun 2014 naik

sebesar Rp. 1.880.401.533.871 atau naik sebesar 23.52% dari tahun sebelumnya. Tahun

2015 naik sebesar Rp. 1.607.180.197.654 atau naik sebesar 16.27% dari tahun

sebelumnya. Tahun 2016 anggaran kas mengalami penurunan sebesar (Rp.

9.553.552.215.215) atau turun sebesar Rp. 83.19%.

Anggaran kas untuk setiap tahunnya sesuai dengan jumlah yang

dicantumkan oleh PT PLN (Persero), jumlah anggaran kas cenderung mengalami

kenaikan, hal ini disebabkan jumlah anggaran penerimaan kas yang banyak

mengalami peningkatan dari anggaran pengeluaran kas yang dapat merugikan.

Adapun perubahan anggaran kas dari sisi anggaran penerimaan kas dan

anggaran pengeluaran kas ini diakibatkan timbulnya pendapatan usaha dan beban

usaha. Beban usaha inilah yang mengakibatkan adanya pengeluaran kas yaitu

hutang yang harus dibayar.

4.2.2 Analisis Tingkat Likuiditas Pada PT. PLN (Persero)

Rasio tingkat likuiditas berguna untuk mengukur tingkat likuiditas suatu

58
perusahaan tentang cara menilai dan meningkatkan posisi keuangan perusahaan

tersebut.Alat ukur rasio tingkat likuiditas yang penulis gunakan adalah Current

ratio.

4.2.2.1 Analisis Tingkat Likuiditas Current Ratio

Current Ratio merupakan rasio antar aktiva lancar. Rasio ini dapat
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membiayai hutang-hutang lancarnya
pada saat jatuh tempo. Berikut rumus dari Current Ratio :
Current Ratio :

Aktiva Lancar

Hutang Lancar

59
PT. PLN (Persero)
Analisis Current Ratio
periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 sebagai berikut :

(dalam rupiah)
Tahun Aktiva Lancar Hutang Lancar Proyeksi Current Kondisi
Ratio
A B C = (A/B) Likuiditas
2012 1,029,941,153,405 85287162125 Likuid
12.08
2013 1,015,878,244,107 93471790205 Likuid
10.87
2014 895,899,474,545 1.68663E+11 Likuid
5.31
2015 Likuid
546,787,551,145 353,515,214,601 1.55
2016 Likuid
642,939,399,724 374,402,367,115 1.72

 Tingkat Current ratio PT PLN (Persero) pada tahun 2012 adalah sebesar 12,08
kali, hal ini menunjukkan bahwa proyeksi current ratio pada tahun 2012 berada
pada titik likuid. Angka tersebut menunjukkan bahwa pada setiap Rp
1,00 hutang lancar dapat dijamin oleh Rp 12,08,00 aktiva lancar.

 Tingkat Current ratio PT PLN (Persero) pada tahun 2013 adalah sebesar 10,87

kali, hal ini menunjukkan bahwa proyeksi current ratio pada tahun 2013 berada

pada titik likuid. Angka tersebut menunjukkan bahwa pada setiap Rp 1,00 hutang

lancar dapat dijamin oleh Rp 10,87,00 aktiva lancar. 



 Tingkat Current ratio PT PLN (Persero) pada tahun 2014 adalah sebesar 5,31

kali, hal ini menunjukkan bahwa proyeksi current ratio pada tahun 2014 berada

pada titik likuid. Angka tersebut menunjukkan bahwa pada setiap Rp 1,00 hutang

lancar dapat dijamin oleh Rp 5,31,00 aktiva lancar. 



 Tingkat Current ratio PT PLN (Persero) pada tahun 2015 adalah sebesar 1,55

kali, hal ini menunjukkan bahwa proyeksi current ratio pada tahun 2015 berada

pada titik likuid. Angka tersebut menunjukkan bahwa pada setiap Rp 1,00 hutang

60
lancar dapat dijamin oleh Rp 1,55,00 aktiva lancar. 

 Tingkat Current ratio PT PLN (Persero) pada tahun 2016 adalah sebesar 1,72

kali, hal ini menunjukkan bahwa proyeksi current ratio pada tahun 2016 berada

pada titik likuid. Angka tersebut menunjukkan bahwa pada setiap Rp. 1,00 hutang

lancar dapat dijamin oleh Rp 1,72,00 aktiva lancar. 



Berdasarkan analisis uraian di atas dapat diketahui putaran tingkat likuiditas

(current ratio) perusahaan PT PLN (Persero) dari tahun 2012 sampai dengan tahun

2016, yang dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut :

Tahun Current Ratio Naik (Turun)


2012 12.08

2013 10.87
(10.02)
2014 5.31
(51.15)
2015
1.55 (70.81)
2016 0.17
1.72

Tingkat Current Ratio PT. PLN (Persero)


Periode tahun 2012 s/d 2016

Dari hasil penyusunan tingkat Current Ratio pada tabel selama sepuluh

tahun pada PT PLN (Persero), penurunan terbesar terjadi antara tahun 2014 dan tahun

2015, Penurunan terbesar sampai dengan (70.81

Dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2013, tingkat Current Ratio pada PT.

PLN mengalami penurunan sebesar 10.2 dari 12,08 pada tahun 2012 menjadi 10,87

pada tahun 2013.

Dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2014, tingkat Current Ratio pada PT.

PLN mengalami penurunan sebesar 51.15 dari 10,87 pada tahun 2013 menjadi 5,31

61
pada tahun 2014.

Dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2015, tingkat Current Ratio pada PT.

PLN mengalami penurunan sebesar 79.81 dari 5,31 pada tahun 2014 menjadi 1,55

pada tahun 2015.

Dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2016, tingkat Current Ratio pada PT.

PLN mengalami kenaikan sebesar 0.17 dari 1,55 pada tahun 2015 menjadi 1,72 pada

tahun 2016.

Dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2005, tingkat Current Ratio pada PT.

PLN mengalami penurunan sebesar 0,53 dari 1,72 pada tahun 2016 menjadi 1,19

pada tahun 2005.

Berdasarkan analisis di atas dapat diketahui bahwa tingkatan maksimum

terjadi pada tahun 2012 dengan putaran tingkatan sebesar 12,08 dan putaran

tingkatan minimum terjadi pada tahun 2016 sebesar 0,17 dengan rata-rata sebesar

1,72.

Walaupun tingkat likuiditas (current ratio) PT PLN (Persero) setiap tahunnya

berubah-ubah, namun jumlah tingkat proyeksi likuiditas dalam 10 (sepuluh) tahun

ini dapat dikatakan likuid karena besarnya lebih dari standar likuiditas 1,00, hal ini

karena jumlah hutang lancar yang cenderung sangat kecil tidak diimbangi dengan

jumlah aktiva lancar yang sangat besar.

Tingkat likuiditas yang sangat besar ini diakibatkan PT PLN (Persero)

hanya mempunyai proporsi hutang lancar yang sangat kecil. Dimana PT PLN

(Persero) tidak melakukan pinjaman pada bank, untuk kegiatan operasi perusahaan.

PT PLN (Persero) hanya menggunakan dana kas/ modal yang dimiliki perusahaan.

Tetapi kendala yang dihadapi adalah ketika perusahaan ingin berkembang, karena

keterbatasan dana/modal yang tersedia perusahaan tidak banyak berkembang.

62
4.2.3 Analisis Pengaruh Perubahan Anggaran Kas Terhadap Tingkat

Likuiditas Pada PT PLN (Persero)

Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, maka diketahui variable x dan y

untuk dihitung statistic sebagai berikut:

Anggaran Kas X (Perubahan Tingkat


Tahun Anggaran Kas) Likuditas Y (Tingkat Likuiditas)
2011 11.13 29.67 -
2012 13.85 2.73 26.69 (2.97)
2013 17.11 3.26 13.04 (13.65)
2014 19.90 2.78 3.81 (9.23)
2015 3.34 (16.55) 4.22 0.42

1. Asumsi Klasik

a. Auto Korelasi

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson

1 .449a .201 .087 5.77988 1.244


a. Predictors: (Constant), PERUBAHAN ANGGARAN KAS

b. Dependent Variable: TINGKAT LIKUIDITAS

Berdasarkan hasi perhitungan SPSS for window diketahui hasil Durbin-

Watson adalah 1.244, hal ini berarti adanya korelasi antara variabel X dan variabel

Y.

b. Residual Statistik
Untuk melakukan uji residual statistic maka digunakan diagram plot sebagai

berikut:

63
Dari table tersebut diketahui bahwa sebaran angka pada posisi 45 sehingga

data pada posisi normal.

2. Analisis Regresi

Analisis regresi linier digunakan untuk mengetahui arah dan hubungan yang

ada antara variabel X (anggaran kas) dengan variabel Y (tingkat proyeksi likuiditas).

Untuk dapat mencari regresi linier, maka penulis melakukan pengolahan data

dengan menggunakan SPSS 17.0, sebagai berikut :

Hasil Regresi Linier Melalui SPSS 17.0

Proyeksi Current Ratio


Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) -4.882 2.994 -1.631 .147

PERUBAHAN .460 .346 .449 1.329 .226


ANGGARAN KAS

a. Dependent Variable: TINGKAT LIKUIDITAS

Dari penghitungan regresi pada tabel 4.14 yang telah diolah, diperoleh

nilai a sebesar 0.460 dan nilai b sebesar -4.882. Dari hasil tersebut, maka

dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut :

Y = -4.882+ 0.460X

64
Dari persamaan regresi di atas, dapat diartikan bahwa :

 a sebesar 0.460 berarti bahwa regresi tidak memotong sumbu Y pada


titik 0.460 dan juga merupakan nilai variabel dependen taksiran pada
saat nilai X 

= 0 atau dalam hal ini dapat diartikan anggaran kas = 0 

 b sebesar -4.882 merupakan koefisien arah regresi linier, artinya bahwa

jika besarnya anggaran kas bertambah 1 unit, maka tingkat likuiditas

bertambah sebesar -4.882. 

3. Analisis Korelasi

Hasil analisis korelasi adalah untuk mengetahui derajat hubungan

antara kedua variabel koefisien korelasi ini besar jika tingkat hubungan antar

variabel kuat sebaliknya demikian. Jika tingkat hubungan tidak kuat maka

nilai koefisien korelasi akan kecil. Untuk perhitungan korelasi dilakukan

penulis dengan menggunakan SPSS 17.0, berikut ini :

Hasil Perhitungan Korelasi Melalui SPSS 17.0


Proyeksi Current Ratio
Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson

1 .449a .201 .087 5.77988 1.244


a. Predictors: (Constant), PERUBAHAN ANGGARAN KAS

b. Dependent Variable: TINGKAT LIKUIDITAS

Dari hasil pengolahan data tersebut pada tabel 4.15 , maka dapat diketahui

nilai koefisien korelasi yaitu sebesar 0.449. Dari pernyataan di atas dapat diartikan

bahwa tingkat korelasi anggaran kas dengan tingkat likuiditas bersifat positif. Dan

sesuai dengan pedoman untuk memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi

65
internal seperti yang sudah dijabarkan pada tabel 3.2 di Bab III, dapat dilihat bahwa

hubungan antara anggaran kas terhadap tingkat likuiditas memiliki hubungan

sedang.

3. Analisis Determinasi

Koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh anggaran kas terhadap tingkat likuiditas dan seberapa besar yang

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Untuk mencari koefisien determinasi maka

penulis menggunakan SPSS 17.0, sebagai berikut :

Hasil Penghitungan Determinasi Melalui SPSS 17.0


Proyeksi Current Ratio
Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson

1 .449a .201 .087 5.77988 1.244


a. Predictors: (Constant), PERUBAHAN ANGGARAN KAS

b. Dependent Variable: TINGKAT LIKUIDITAS

Dari hasil penghitungan pada tabel 4.16, r Square adalah 0.201, hal ini

berarti koefisien determinasi yaitu sebesar 0.201 atau 20.1%. Dari penghitungan

tersebut menunjukkan besarnya pengaruh anggaran kas terhadap tingkat likuiditas

perusahaan adalah sebesar 20.1%. Sedangkan sisanya 79.9% merupakan besarnya

pengaruh dari faktor lain di luar anggaran kas.

66
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada Bab IV maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Penyusunan perubahan anggaran kas PT. PLN (Persero) selama sepuluh

tahun dapat dilihat bahwa sebagian besar atau cenderung mengalami

fluktuatif. Tahun 2013 naik sebesar Rp. 1.572.880.566.622 atau naik sebesar

24.49% dari tahun sebelumnya. Tahun 2014 naik sebesar Rp.

1.880.401.533.871 atau naik sebesar 23.52% dari tahun sebelumnya. Tahun

2015 naik sebesar Rp. 1.607.180.197.654 atau naik sebesar 16.27% dari

tahun sebelumnya. Tahun 2016 anggaran kas mengalami penurunan sebesar

(Rp. 9.553.552.215.215) atau turun sebesar Rp. 83.19%.. Tingkat proyeksi

likuiditas (Current Ratio) PT Nusantara Turbin dan Propulsi menunjukan

kemampuan perusahaan untuk membayar setiap Rp 1,00 hutang lancar

dijamin oleh aktiva lancarnya.

Current Ratio mengalami fluktuasi naik dan turun, namun secara keseluruhan

mengalami kecenderungan naik. Pada tahun 2014 sampai dengan tahun 2015

mengalami kenaikan sebesar 4,21. Pada tahun 2015 sampai dengan tahun

2016 mengalami kenaikan sebesar 8,30. Diketahui dari data tingkat proyeksi

likuiditas PT Nusantara Turbin dan Propulsi dari tahun 2014 sampai dengan

tahun 2016 perusahaan tersebut dalam keadaan likuid karena standar

likuiditasnya lebih dari 2,00. Hal ini karena jumlah hutang lancar yang

cenderung sangat kecil tidak diimbangi dengan jumlah aktiva lancar yang

sangat besar.

67
2. Tingkat likuiditas (current ratio) PT PLN (Persero) setiap tahunnya berubah-

ubah, namun jumlah tingkat likuiditas dalam 10 (sepuluh) tahun ini dapat

dikatakan likuid karena besarnya lebih dari standar likuiditas 1,00, hal ini

karena jumlah hutang lancar yang cenderung sangat kecil tidak diimbangi

dengan jumlah aktiva lancar yang sangat besar. Tingkat proyeksi likuiditas

yang sangat besar ini diakibatkan PT PLN (Persero) hanya mempunyai

proporsi hutang lancar yang sangat kecil. Dimana PT PLN (Persero) tidak

melakukan pinjaman pada bank, untuk kegiatan operasi perusahaan. PT PLN

(Persero) hanya menggunakan dana kas/ modal yang dimiliki perusahaan.

Tetapi kendala yang dihadapi adalah ketika perusahaan ingin berkembang,

karena keterbatasan dana/modal yang tersedia perusahaan tidak banyak

berkembang.

3. Pengaruh Perubahan Anggaran Kas Terhadap Tingkat Likuiditas Pada PT

PLN (Persero) berdasarkan perhitungan statistic dengan SPSS maka dapat

diketahui nilai koefisien korelasi yaitu sebesar 0.449. Dari pernyataan di atas

dapat diartikan bahwa tingkat korelasi anggaran kas dengan tingkat proyeksi

likuiditas bersifat positif. Dan sesuai dengan pedoman untuk memberikan

interpretasi terhadap koefisien korelasi internal seperti yang sudah

dijabarkan pada tabel 3.2 di Bab III, dapat dilihat bahwa hubungan antara

anggaran kas terhadap tingkat likuiditas memiliki hubungan sedang.

Adapun koefisien determinasi diketahui r Square adalah 0.201, hal ini

berarti koefisien determinasi yaitu sebesar 0.201 atau 20.1%. Dari

penghitungan tersebut menunjukkan besarnya pengaruh anggaran kas

terhadap tingkat likuiditas perusahaan adalah sebesar 20.1%. Sedangkan

sisanya 79.9% merupakan besarnya pengaruh dari faktor lain di luar

68
anggaran kas.

5.2 Saran

Adapun saran yang akan Penulis sampaikan dari hasil pembahasan

sebelumnya , adalah sebagai berikut :

1. Laporan anggaran kas yang telah dibuat hendaknya dapat dijadikan sebagai acuan

secara optimal dalam pedoman kegiatan operasional perusahaan untuk 1 (satu)

tahun ke depan.

2. Agar dalam pengambilan keputusan, perusahaan selalu memperhitungkan posisi

keuangan setiap waktunya dengan memanfaatkan penghitungan rasio likuiditas,

sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan penentuan likuiditas

yang berpengaruh terhadap jalannya usaha di masa yang akan datang agar lebih

baik. Adapun tingkat likuiditas yang telah dicapai oleh perusahaan hendaknya

dapat terus dipertahankan.

69
DAFTAR PUSTAKA

Bambang Riyanto, 2001, Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi

Keempat, cetakan ketujuh, BPFE, Yogyakarta.

Brigham F. Eugene dan Housten F. Joel, 2001, alih bahasa Dodo Suharto dan

Herman Wibowo, Manajemen Keuangan, Erlangga, Jakarta

Dwi Prastowo dan Rifka Juliaty, 2002, Analisis Laporan Keuangan , Edisi

Kedua, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Gunawan Adisaputro, 2003, Anggaran Perusahaan, BPFE, Yogyakarta.

Hartanto, 1993, Akuntansi Untuk Usahawan, Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta.

J. Supranto, 1993, STATISTIK Teori dan Aplikasi, Erlangga, Jakarta.

Lukman Syamsudin, 2002, Manajemen Keuangan Perusahaan, Edisi Baru,

PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim,2003, Analisis Laporan Keuangan, UPP

AMP YPKN, Yogyakarta

M. Nafarin, 2004, Penganggaran Perusahaan, Salemba Empat, Jakarta.

M. Munandar, 2001, Budgeting Perencanaan Kerja, Pengkoordinasian Kerja,

Pengawasan Kerja, Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada, Jakarta.

Mohamad Muslich, 2003, Manajemen Keuangan Modern, Bumi Aksara,

Cetakan Ketiga, Jakarta.

Mulyadi, 1993, Akuntansi Manajemen, Edisi Kedua, STIE YKPN, Yogyakarta.

N. Robert, Anthony, Dearden John dan M. Bedford Norton, alih bahasa Agus

Maulana, Sistem Pengendalian Manajemen, Binapura Aksara, Jakarta.

Sofyan Syafri Harahap, 2001, Teori Akuntansi, Rajawali Pers, Jakarta.

Sugiyono, 2003, Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Kelima, CV Alfabeta,

Bandung.

70
Syafaruddin Alwi, 1993, Alat Analisis Pembelanjaan Perusahaan,

BPFE, Yogyakarta.

Welsch , Hilton, Gordon, 2012, alih bahasa Purwatiningsih dan Maudy

Warou,Anggaran Perencanaan dan Pengendalian Laba, Salemba

Empat, Jakarta.

Wilson, R. James, Campbell B. John, 1996, alih bahasa Tjintjin Fenix

Tjendera,

Controllership : Perencanaan dan Pengendalian, Erlangga,

Jakarta

71
72

Vous aimerez peut-être aussi