Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PRODI S1 KEPERAWATAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta
karunianya-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat
pada waktunya.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah komunitas
i
“ASUHAN KEPERAWATAN GANGGAUN PERKEMIHAN PADA LANSIA
(INKONTINENSIA URIN)”
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan
dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penulis juga tidak lupa mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak, atas bantuan, dukungan dan doanya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah ini,
sehingga dapat memperlancar dan mempermudah proses belajar mengajar. Makalah ini
mungkin kurang sempurna, untuk itu kami mengharap kritik dan saran untuk
penyempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.2 Tujuan...................................................................................................................2
2.1 Pengertian.............................................................................................................3
2.2 Etiologi.................................................................................................................5
2.4 Patofisiologi.........................................................................................................9
2.5 PATHWAY...........................................................................................................10
3.1 Pengkajian............................................................................................................15
3.6 Intervensi..............................................................................................................23
4.1 Pengkajian............................................................................................................24
iii
4.2 Riwayat Keperwatan (Nursing History)...............................................................24
4.6 Intervensi..............................................................................................................31
4.7 Implementasi........................................................................................................34
4.8 Evaluasi................................................................................................................35
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan..........................................................................................................36
5.2 Saran.....................................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................37
iv
v
6
BAB I
PENDAHULUAN
Pada lansia mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun mental,
khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya.
Perubahan penampilan fisik sebagai bagian dari proses penuaan yang normal, seperti
berkurangnya ketajaman panca indera, menurunnya daya tahan tubuh, dan adanya
inkontinensia baik urine maupun tinja merupakan ancaman bagi integritas orang usia
lanjut. Belum lagi mereka masih harus berhadapan dengan kehilangan peran diri,
kedudukan sosial serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai.
Inkontinensia urin yang dialami oleh pasien dapat menimbulkan dampak yang
merugikan pada pasien, seperti gangguan kenyamanan karena pakaian basah terus, risiko
terjadi dekubitus (luka pada daerah yang tertekan), dan dapat menimbulkan rasa rendah
diri pada pasien. Inkontinensia urin yang tidak segera ditangani juga akan mempersulit
rehabilitasi pengontrolan keluarnya urin (Hariyati, 2000).
1
1.2 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami mengenai definisi inkontinensia urin pada lanjut usia.
2. Mengetahui dan memahami mengenai etiologi inkontinensia urin pada lanjut usia.
5. Mengetahui dan memahami mengenai tanda dan gejala inkontinensia urin pada lanjut
usia.
7. Mengetahui dan memahami mengenai pathway inkontinensia urin pada lanjut usia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Inkontinensia urin yang dialami oleh pasien dapat menimbulkan dampak yang
merugikan pada pasien, seperti gangguan kenyamanan karena pakaian basah terus, risiko
terjadi dekubitus (luka pada daerah yang tertekan), dan dapat menimbulkan rasa rendah
diri pada pasien. Inkontinensia urin yang tidak segera ditangani juga akan mempersulit
rehabilitasi pengontrolan keluarnya urin (Hariyati, 2000).
2.2 Etiologi
4
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi
organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali,
kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak
dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding
kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah
menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait
dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin
meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet.
Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi
saluran kemih, maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau
uretritis atrofi penyebabnya, maka dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku
harus dilakukan jika pasien baru menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses,
maka harus dihilangkan misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairan
yang adekuat, atau jika perlu penggunaan laksatif. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi
karena produksi urin berlebih karena berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik,
seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang
berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi asupan cairan yang bersifat diuretika
seperti kafein.
Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin meningkat
dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan kemampuan ke toilet bisa
disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk mengatasinya
penderita harus diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan substitusi toilet.
Apabila penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu harus disingkirkan dengan
terapi non farmakologik atau farmakologik yang tepat.
5
yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi akibat kelemahan otot dasar
panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause, usia
lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina.
1. Usia
Usia bukan hanya berpengaruh pada eliminasi feses dan urine saja, tetapi juga
berpengaruh terhadap kontrol eliminasi itu sendiri. Anak-anak masih belum mampu
untuk mengontrol buang air besar maupun buang air kecil karena sistem
neuromuskulernya belum berkembang dengan baik. Manusia usia lanjut juga akan
mengalami perubahan dalam eliminasi tersebut. Biasanya terjadi penurunan tonus
otot, sehingga peristaltik menjadi lambat. Hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam
pengontrolan eliminasi feses, sehingga pada manusia usia lanjut berisiko mengalami
konstipasi. Begitu pula pada eliminasi urine, terjadi penurunan kontrol otot sfingter
sehingga terjadi inkontinensia (Asmadi, 2008).
2. Diet
3. Cairan
Kurangnya intake cairan menyebabkan volume darah yang masuk ke ginjal untuk
difiltrasi menjadi berkurang sehingga urine menjadi berkurang dan lebih
pekat(Asmadi, 2008).
4. Latihan fisik
Latihan fisik membantu seseorang untuk mempertahankan tonus otot. Tonus otot
yang baik dati otot-otot abdominal, otol pelvis, dan diagfragma sangat penting bagi
miksi (Asmadi, 2008).
5. Stres psikologi
6. Temperatur
7. Nyeri
7
Seseorang yang berasa dalam keadaan nyeri sulit untuk makan, diet yang
seimbang, maupun nyaman. Oleh karena itu berpangaruh pada eliminasi urine
(Asmadi, 2008).
8. Sosiokultural
9. Status volume
Apabila cairan dan konsentrasi eletrolit serta solut berada dalam keseimbangan,
peningkatakan asupan cairan dapat menyebabkan peningkatan produksi urine. Cairan
yang diminum akan meningkatakan volume filtrat glomerulus dan eksresi urina
(Potter & Perry,2006).
10. Penyakit
Adanya luka pada saraf perifer yang menuju kandung kemih menyebabkan
hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh kandung kemih, dan
individu mengalami kesulitan untuk mengontrol urinasi. Misalnya diabetes melitus
dan sklerosis multiple menyebabkan kondusi neuropatik yang mengubah
fungsikandung kemih. Artritis reumatoid, penyakit sendi degeneratif dan parkinson,
penyakit ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir (Potter & Perry,2006).
12. Obat-obatan
8
Retensi urine dapat disebabkan oleh penggunaan obat antikolinergik (atropin),
antihistamin (sudafed), antihipertensi (aldomet), dan obat penyekat beta adrenergik
(inderal) (Potter & Perry,2006).
2.4 Patofisiologi
Pada lanjut usia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi dan fisiologis juga
dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis dan lingkungan. Pada tingkat yang paling
dasar, proses berkemih diatur oleh reflek yang berpusat di pusat berkemih disacrum.
Jalur aferen membawa informasi mengenai volume kandung kemih di medulla spinalis
(Darmojo, 2000).
Pengisian kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi kandung kemih melalui
penghambatan kerja syaraf parasimpatis dan kontraksi leher kandung kemih yang
dipersarafi oleh saraf simpatis serta saraf somatic yang mempersyarafi otot dasar panggul
(Guyton, 1995).
9
2.5 PATHWAY
10
2.6 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yag ditemukan pada pasien dengan retensi urin menurut Uliyah (2008)
yaitu:
11
3. Ketidak sanggupan untuk berkemih
4. Sering berkemih, saat vesika urinaria berisi sedikit urine. ( 25-50 ml)
1. Urinalisis
Digunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah dan glukosa dalam urine.
2. Uroflowmeter
3. Cysometry
Urografi ekskretori bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien
berkemih.
4. Urografi ekskretorik
Disebut juga pielografi intravena, digunakan untuk mengevaluasi struktur dan fungsi
ginjal, ureter dan kandung kemih.
Digunakan untuk menentukan luasnya pengosongan kandung kemih dan jumlah urine
yang tersisa dalam kandung kemih setelah pasien berkemih.
12
Adapun penatalaksanaan medis inkontinensia urin menurut Muller adalah mengurangi
faktor resiko, mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin,
modifikasi lingkungan,medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan. Dari beberapa
hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai berikut :
Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang
keluar,baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan,
selain itudicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum.
c. Terapi farmakologi
13
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urine adalah:
- Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfa
kolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi
diberikan secara singkat.
d. Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila
terapinon farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe
overflow umumnyamemerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan
retensi urin. Terapi inidilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia
prostat, dan prolaps pelvic(pada wanita).
e. Modalitas lain
disfungsi neurologi
14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian adalah kegiatan untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi & mengidentifikasi status kesehatan klien.
1. IDENTITAS KLIEN
Nama :untuk membedakan pasien satu dengan pasienyang lain karena banyak
orang yang namanya sama
Umur :pada usia anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut dapat terserang
Jenis Kelamin: tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin
Diagnosismedis : untuk menentukan diagnose
Suku/Bangsa :untuk mengetahui darimana asal dan letak geografis tempat tinggal
pasien
TglPengkajian:dimulainya pengkajian serta catat jam
Agama :tidak dipengaruhi agama yang di anut
Pekerjaan :tidak dipengaruhi jenis pekerjaan
Pendidikan :tidak dipengaruhi jenis pekerjaan
15
Alamat : untuk mengetahui dimana klien berada
Tgl MRS : untuk mengetahui klien saat MRS serta catat jam MRS
3.2 RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY)
1. Keluhan utama :
Jika pengkajian dilakukan setelah beberapa hari pasien Atrial Septal Defect maka
keluhan utama diisi dengan keluhan yang dirasakan saat pengkajian. Misalnya:
keluhan utama pada pasien denganAtrial Septal Defect: sesak napas, suhu tubuh
meningkat, lemas, jantung berdebar-debar.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai di bawa ke
pelayanan kesehatan.Jika pengkajian dilakukan beberapa hari setelah pasien rawat
inap, maka riwayat penyakit sekarang ditulis dari permulaan pasien merasakan
keluhan sampai kita melakukan pengkajian.
3. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Adanya faktor bawaan dari ibu sebelum lahir dan wanita yang hamil dengan
banyak kontraksi obat-obatan, radiasi secara potensial menyebabkan kelainan susunan
jantung pada embrio/sejak lahir.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan pada pasien apakah sebelumnya ada yang menderita Atrial Septal Defect
pada keluarga.
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Lingkungan yang telah terpejan oleh Atrial Septal Defect
6.6 PEMERIKSAAN FISIK
Status Pasien :
Suhu : ……°C (SUHU. axial, rectal, oral)
Nadi : …. x/menit ( NADI. teratur, tidak teratur, kuat, lemah)
TD : …../…..mmHg (lengan kiri, lengan kanan, berbaring, duduk)
RR : ….x/menit (regular/ irregular)
TB : … cm BB : …. Kg ( cara menghitung berat badan ideal : TB -100 ( ± 10% dari
hasil).
3.7 PEMERIKSAAN PER SISTEM
1. Sistem Pernapasan
16
Anamnesa : karakteristik bentuk (dada simetris), Kerateristik frekuensi (25 x/menit,
irama teratur, suara napas ronkhi tidak ada weezing).
a. Area Dada :
Inspeksi : bentuk dada (barrel chest, pigeon chest, funnelchest, normal, dada
cembung atau cekung), trauma dada, pembengkakan, penyebaran warna kulit,
cikatrik.
Palpasi : nyeri tekan, kelainan pada dinding thorax, bengkak (konsistensi,
suhu, denyutan, dapat di gerakkan / tidak)
Perkusi: pada daerah anterior posterior ( resonansi diatas seluruh permukaan paru,
pekak di intercoste V kanan, intercoste II-V kiri, tympani di intercoste VI
kanan).
Auskultasi : suara nafas trakeal, bronkial, bronkovesikuler, vesikuler (sesuai
dengan lokasi), ronkhi, wheezing, stridor, pleural friction rub, crakcles.
2. Cardiovaskuler Dan Limfe
Anamnesa : nyeri dada (PQRST), sesak saat istirahat/beraktivitas, tidur dengan
berapabantal, mudah lelah, diaphoresis, perubahan berat badan, pusing (sesuai dengan
etiologi), tension headache.
a. Wajah
Inspeksi : sembab, pucat, oedem periorbital, sianosis,
pembuluh darah mata : pecah,konjungtiva pucat/tidak.
b. Leher
Inspeksi : bendungan vena jugularis
Palpasi : Arteri carotis communis (frekuensi, kekuatan, irama), nilai JVP untuk
melihat fungsi atrium dan ventrikel kanan.
c. Dada
Inspeksi: Pulsasi dada, ictus cordis, bentuk dada sinistra cembung/cekung.
Palpasi : letak ictus kordis ( ICS 5, 1 cm medial dari garis midklavikula sinistra)
apabila tidak dapat diinspeksi, pergeseran ke arah lateral menunjukkanpembesaran
Perkusi : batas jantung dengan adanya bunyi redup, apakah terjadi
pelebaranataupengecilan
Auskultasi: bunyi jantung normal ( BJ 1 dan BJ 2) atau ada kelainan bunyi
jantung(gallop, murmur, friction rub, BJ3(fibrasi pengisian ventrikel), BJ4(tahanan
pengisian ventrikel setelah kontraksi atrium, terdengar antara BJ 1 dan BJ 2).
3. Persyarafan
17
Anamnesa : nyeri kepala berputar-putar, nyeri kepala sebelah, hilang keseimbangan,
perubahan berbicara, tremor, parastesia, anasthesia, parese, paralisis, koordinasi antar
anggota badan
Tingkat kesadaran (Kuantitas) :
GCS (Glasgow Coma Scale), yang dinilai yaitu :
Eye/membuka mata (E) :
4 = dapat membuka mata spontan
3 = membuka mata dengan dipanggil/atas perintah
2 = membuka mata bila dirangsang nyeri
1 = selalu tertutup walaupun dirangsang nyeri
Motorik (M) :
6 = dapat bergerak sesuai perintah
5 = dapat bereaksi menyingkirkan rangsangan nyeri/reaksi setempat
4 = bereaksi fleksi siku pada rangsangan nyeri/menghindar
3 = dengan rangsangan nyeri dapat bereaksi fleksi pada pergelangan tangan atau
jari atau fleksi spastic pada tungkai atau abduksi lengan atas/fleksiabnormal
2 = respon ekstensi
1 = tidak bereaksi
Verbal/bicara (V) :
5 = orientasi baik : orang, tempat, waktu
4 = jawaban kacau
3 = kata-kata tak berarti
2= suara tidak komprehensif
1 = tidak ada suara
4. Perkemihan-Eliminasi Urine
Anamnesa :urin (jumlah, warna, bau), gatal, nafas berbau amoniak/ureum, nokturi
(sering kencing pada malam hari). Urgensi (rasa sangat ingin kencing sehingga terasa
sakit), hesitansi (sulit untuk memulai kencing, sehingga untuk memulai kencing
kadang-kadang harus mengejan), terminal dribbling ( masih didapatkannya tetesan-
tetesan urin pada akhir miksi), intermitensi ( terputus-putusnya pancaran urin pada
saat miksi)
Genetalia eksterna :
a. Laki-Laki :
18
Penis
Inspeksi : Mikropenis, makropenis, hipospadia, epispedia, stenosis meatus
uretra eksterna, fistel uretrocutan, ulkus, tumor penis, warna kemerahan,
kebersihan, adanya luka atau trauma
Palpasi : nyeri tekan
Scrotum
Inspeksi : pembesaran, transiluminasi/ penerawangan (untuk membedakan
massapadat dan massa kistus yang terdapat pada isi scrotum dengan cara
penerawangan dilakukan pada tempat yang gelap dan menyinari scrotum dengan
cahaya terang, jika isi scrotum tampak menerawangberarti berisi cairan dan
dikatakan transiluminasi positif atau deafanoskopi positif), hipoplasi kulit
(sering dijumpai pada kriptorkismus), luka /trauma, tanda infeksi, kebersihan.
Palpasi : nyeri tekan, penurunan testis
b. Perempuan :
Genetalia eksterna
Inspeksi : odema, kemerahan, tanda–tanda infeksi, pengeluaran per
vagina(cairan), varises, kondiloma, kebersihan, bartolinitis, luka/trauma.
Palpasi : benjolan, nyeri tekan.
Ginjal :
Inspeksi :pembesaran daerah pinggang (karena hidronefrosis atau tumor di
daerah retroperitoneum).
Palpasi : dengan cara ( memakai dua tangan, tangan kiri diletakkan
disudutkostevertebra untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan kanan
meraba ginjal dari depan), adanya nyeri tekan abdomen kuadran I dan II diatas
umbilikus, suhu kulit, massa
Perkusi : nyeri ketok (dengan cara memberikan ketokan pada sudut
kostavertebra, yaitu sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir dengantulang
vertebra)
5. Sistem Pencernaan
Anamnesa : Nafsu makan, pola makan klien, porsi makan dan jumlah minum per hari,
alergi terhadap makan, keluhan mual muntah, nyeri tenggorokan, telan, melakukan
diet, disfagia, riwayat penggunaan pencahar.
a. Mulut:
19
Inspeksi : mukosa bibir, labio/palatoschiziz, gigi (jumlah, karies, plak, kebersihan),
Gusi (berdarah, lesi/bengkak, edema), mukosa mulut (stomatitis, nodul/benjolan,
kebersihan). Produksi saliva, pembesaran kelenjar parotis
Palpasi : nyeri tekan pada rongga mulut, massa
b. Lidah
Inspeksi : Posisi, warna dan bentuk, simetris, kebersihan, warna, gerakan,tremor,
lesi
Palpasi : Nodul, oedema, nyeri tekan
c. Faring - Esofagus :
Inspeksi : hiperemi, warna dan bentuk palatum. Tonsil (bentuk, warna dan ukuran)
Palpasi : pembesaran kelenjar
d. Abdomen (dibagi menjadi 4 kuadran)
Inspeksi: pembesaran abnormal (asites, distensi abdomen), spider navy, tampak
vena porta hepatika, bekas luka, luka (colostomy, CAPD, hernia), umbilikus
(kebersihan, menonjol,)
Auskultasi : peristaltik usus
Perkusi : tymphani, hipertympani, batas – batas hepar, nyeri
Palpasi:
Kuadran I:
Hepar hepatomegali, nyeri tekan, shifting dullness
Kuadran II:
Gaster nyeri tekan abdomen, distensi abdomen
Lien splenomegali
Kuadran III:
Massa (skibala, tumor), nyeri tekan
Kuadran IV:
Nyeri tekan pada titik Mc Burney
6. Sistem Muskuloskeletal & Integumen
Anamnese : Adakah nyeri, kelemahan extremitas, Cara berjalan, Bentuk tulang
belakang (lordosis:keadaan tulang belakang condong ke arah depan, kiposis: keadaan
tulang condong ke arah belakang, skoliosis: keadaan tulang condong ke arah samping)
a. Warna kulit
20
Hiperpigmentasi, hipopigmentasi (dikaji dengan pemeriksaan sensasi panas/nyeri),
icterus, kering, mengelupas, bersisik (di sela-sela jari kaki/tangan)
Kekuatan otot :
Keterangan:
0: Tidak ada kontraksi
1: Kontaksi (gerakan minimal)
2: Gerakan aktif namun tidak dapat melawan gravitasi
3: Gerakan aktif, dapat melawan gravitasi
4: Gerakan aktif,dapat melawan gravitasi serta mampu menahan tahanan ringan
5: Gerakan aktif,dapat melawan gravitasi serta mampu menahan tahanan penuh
b. Luka :
Inspeksi : adanya tanda radang, warna (merah/vaskularisasi baik,
kuning/peradangan, hitam/nekrosis), karakteristik (kedalaman, luas, jenis cairan
yang kluar)
Palpasi : warna cairan yang keluar (luka jahitan), suhu (panas,dingin)
7. Sistem Endokrin dan Eksokrin
Anamnesa : Menanyakan bagaimana riwayat nutrisi dan eleminasi (3P : Poliuria,
polifagia, polidipsia), lemah, kejang/kram, adanya disfungsi gonad (kemampuan
ereksi, dispareunia, pruritus), pandangan kabur, perubahan berat badan dan tinggi
badan, kesulitan menelan, berkeringat, tremor, hot flushes (panas pada wajah)
a. Kepala :
Inspeksi : distribusi rambut, ketebalan, kerontokan ( hirsutisme), alopesia
(botak), moon face
b. Leher
Inspeksi : bentuk, pembesaran kelenjar thyroid, perubahan warna
Palpasi : pembesaran kelenjar (thyroid, parathyroid), nyeri tekan,
suhu
c. Payudara
Inspeksi : pembesaran mamae (pada laki-laki)
d. Genetalia :
Inspeksi :Rambut pubis ( distribusi, ketebalan, kerontokan), kebersihan,
pengeluaran (darah, cairan, lendir).
Palpasi :adakah benjolan, kegagalan penurunan testis (kriptokismus),
21
e. Ekstremitas bawah
Palpasi : edema non pitting
8. Sistem Reproduksi
Anamnesa :Menanyakan bagaimana riwayat haid yang meliputi: menarche, cyclus
haid, lama haid, banyaknya darah & sifatnya (cair, bergumpal), flour albus (warna,
bau, jumlah), disminore. Menorhagia, metrorhagia.keluhan waktu coitus (nyeri,
pengeluaran darah)
a. Payudara
Inspeksi : bentuk, kebersihan, warna areola, bentuk papilla mamae, adanya
massa, kulit seperti kulit jeruk, adanya luka, kesimetrisan payudara
Palpasi : ada /tidak benjolan abnormal, pengeluaran( cairan, darah ), nyeri tekan,
b. Axilla
Inspeksi : tampak /tidak adanya benjolan abnormal,
Palpasi : teraba/ tidak benjolan abnormal
c. Abdomen
Inspeksi : pembesaran abdomen , luka post SC, strie ( albican, livide).
Palpasi : pembesaran (kontur, ukuran), adakah massa.
d. Genetalia :
Inspeksi : Rambut pubis, kebersihan,odema, varices, benjolan, pengeluaran
(darah, cairan, lendir), adakah tanda-tanda infeksi.
Palpasi: adakah benjolan/ massa dan nyeri tekan.
Laki-laki :
Anamnesa :
keluhan waktu coitus (kemampuan ereksi ,rasa nyeri, ejakulasi dini),
Genetalia :
Inspeksi : bentuk, rambut pubis, kebersihan,odema, varices, benjolan,
pengeluaran (darah, cairan, lendir), turunnya testis, luka/keadaan luka. priapismus
Palpasi: adakah benjolan,
9. Persepsi sensori :
Anamnesa :tanyakan pada klienpakah ada nyeri yang dirasakan pada mata, Keluhan
penurunan tajam penglihatan, Keluhan mata berkunang-kunang, kabur, penglihatan
ganda ( diplopia ). Keluhan mata berair, gatal, kering, adanya benda asing dalam
22
mata,penurunan pendengaran, terasa penuh pada telinga, nyeri.Rasa sengau pada
hidung
a. Mata
Inspeksi :
Kesimetrisan mata, bentuk mata, lesi Papelbra ( ukuran, bentuk, warna, cairan yang
keluar ), Bulu mata (pnyebaran, posisi masuk :Enteropion, keluar :ksteropion),
produksi air mata.
Kornea : Normal berkilau, transparan
Iris dan pupil :warna iris dan ukuran, uji reflek cahaya pada pupil
Lensa : Normal jernih dan transparan, pada org tua kdg ada cincin putih seputar iris
(Arkus senilis)
Sclera ; warna ( putih, ikterik)
Palpasi:
Teraba lunak/ keras, nyeri dan pembengkakan kelopak mata, palpasi kantong
lakrimal, pemeriksaan TI
b. Penciuman (Hidung) :
Palpasi:Sinus (maksilaris, frontalis, etmoidalis, sfenoidalis), Palpasi fossa kanina
( nyeri/ tidak),Pembengkakan, Deformitas
Perkusi : pada regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina kita lakukan apabila
palpasi pada keduanya menimbulkan reaksi hebat
3.5 Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b/d penurunan tekanan osmotik, perunahan permeabilitas
pembuluh darah
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d mual muntah
3. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru
4. Intoleransi aktivitas v/d kelemahan fisik
5. Nyeri akut b/d peningkatan vaskuler otak pasien mengeluh sakit kepala
6. Resiko cedera pada janin b/d tidak adekuatnya perfusi darah plasenta.
3.6 INTERVENSI
Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk membantu klien dalam
beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang di inginkan dalam hasil yang di
harapkan (Gordon, 1994).
23
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
KASUS
Ny. M berumur 68 tahun datang dengan keluarganya ke RS dengan keluhan ingin BAK
terus-menerus dan tidak bisa ditahan sampai ke toilet. Klien mengatakan kencingnya
lebih dari 10 kali dalam sehari. Klien juga mengatakan dia tidak bisa menahan
kencingnya, karena dia tidak sempat lagi untuk sampai toilet. Dari pemeriksaan TTV :
TD:160/90, nadi : 90 x/menit, RR: 18 x/menit, suhu: 37.5 C
4.1 Pengkajian
1. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny.M No. Reg : 344504
Umur : 68 tahun Tgl. MRS : 17-10-2017 (Jam 08.00 WIB)
Jenis Kelamin : P Diagnosis medis : INKONTINENSIA URINE
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Tgl Pengkajian : 17-10-2017 (Jam 13.45 WIB)
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Pendidikan : SMP
Alamat : Segodorejo, Somobito, Jombang
4.2 Riwayat Keperawatan (Nursing History)
1. Keluhan Utama
keluhan ingin BAK terus-menerus dan tidak bisa ditahan
2. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. M mengeluh ingin BAK terus-menerus dan tidak bisa ditahan sampai ke toilet.
Kencing lenih dari 10x perhari. Dari pemeriksaan TTV : TD:160/90, nadi : 90
x/menit, RR: 18 x/menit, suhu: 37.5 C
24
c. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga An. L tidak ada yang pernah menderita penyakit yang sama.
TB :154 cm BB : 40 Kg
b. Mulut
c. Area dada:
Inspeksi : pola nafas teratur, simetris kanan kiri , tidak ada lesi
Perkusi : sonor
25
Perkusi : sonor
Auskultasi : bunyi jantung normal lub dub, tidak ada kelainan bunyi jantung
(gallop, murmur)
c. Ekstrimitas Atas
d. Ekstrimitas Bawah
Inspeksi : tidak ada Varises, tidak ada sianosis, tidak ada clubbing finger,tidak ada
odem.
3. Persyarafan
Anamnesa : tidak mengalami nyeri kepala berputar-putar,nyeri kepala sebelah,hilang
keseimbangan, mual dan muntah.
Pemeriksaan nervus (diperiksa jika ada indikasi dengan kelainan persyarafan):
a. Nervus I olfaktorius( pembau)
Pasien dapat membedakan bau-bau yang menyengat dan tidak menyengat (seperti
minyak kayu putih,parfum dan kopi)
b. Nervus II opticus( penglihatan)
Pasien menggunakan kacamata
c. Nervus III oculomotorius
Pada pasien tidak terdapat oedema kelopak mata,tidak terdapat sklera mata
jatuh,bola mata menonjol datn celah mata sempit,tetapi pasien konjungtiva
matanya anemis.
d. Nervus IV toklearis
Pasien diperiksa pupilnya normal dan refleks pupilnya normal pada saat diberi
sinaran oleh cahaya.
e. Nervus VI abdusen
Pada pasien saat dilakukan pemeriksaan gerak bola mata, pergerakannya adalah
normal antar mata kanan dan kiri.
f. Nervus VII facialis
26
Pada pasien pendengaran normal tidak ada gangguan pada pendengaran.
g. Nervus X vagus
Pada pasien pergerakan lidahnya dapat bergerak penuh dan tidak ada gangguan
pada pergerakan lidah pasien,dapat menelan secara normal.
h. Nervus XI aksesorius
Pada pasien pergerakan kepala dan bahu normal. Kepala dapat menggeleng,
menoleh kanan dan kiri. Dan bahu dapat bergerak penuh.
Tingkat kesadaran (kualitas):
Compos Mentis : sadar sepenuhnya, dapat menjawab pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
Tingkat kesadaran (Kuantitas) :
GCS (Glasgow Coma Scale), yang dinilai yaitu :
- Eye/membuka mata (E) :
4 = dapat membuka mata spontan
- Motorik (M) :
4 = bereaksi fleksi siku pada rangsangan nyeri/menghindar
- Verbal/bicara (V) :
5 = orientasi baik : orang, tempat, waktu
4. Perkemihan-Eliminasi Uri
Anamnesa : Pasien mengeluh ingin BAK terus menerus
5. Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi (KDM ganguan eliminasi sec teori...?)
Anamnesa
a. Mulut:
b. Lidah
Palpasi : oedema(-),
c. Faring - Esofagus :
27
Inspeksi : hiperemi (-)
Palpasi:
Kuadran I:
Kuadran II:
Kuadran III:
Kuadran IV:
Kekuatan otot : 4 4
4 4
Keterangan:
28
0 : Tidak ada kontraksi
a. Kepala :
Inspeksi : kulit kepala dan rambut menipis
b. Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran thyroid
Palpasi : tidak teraba benjolan thyroid
c. Payudara
Inspeksi : tidak ada pembesaran mamae
d. Genetalia :
Inspeksi : bersih, ovarium menciut
Palpasi : tidak ada benjolan
e. Ekstremitas bawah
Palpasi : edema non pitting
8. Sistem Reproduksi
Tidak ada keluhan apapun.
9. Persepsi sensori :
Anamnesa : pandangan kabur
Ansietas
Berkeluh kesah
Gangguan pola tidur
Gatal
Gejala distress
Gelisah
Iritabilitas
0
DEFINING Ketidakmampuan untuk relaks
Kurang puas dengan keadaan
CHARACTERISTICS Menangis
Merasa dingin
Merasa kurang senang dengan situasi
Merasa hangat
Merasa lapar
Merasa tidak nyaman
Merintih
Takut
Gejala terkait penyakit
Kurang kontrol situasi
Kurang pengendalian lingkungan
Kurang privasi
RELATED FACTORS:
Program pengobatan
Stimulasi lingkungan yang mengganggu
Sumber daya tidak adekuat (mis finansial,
pengetahuan dan sosial)
ASSESSMENT Subjective data entry Objective data entry
TTV PASIEN
Pasien mengeluh ingin BAKTD:160/90 mmhg
terus menerus RR:18x/menit
Kencing lebih dari 10x perN:90xmenit
hari S:37,50C
Tidak bisa menahan kencing
30
DIAGNOSIS Ns. Diagnosis (Specify):
Client
Gangguan rasa nyaman
Diagnostic Related to:
Statement: Gejala terkait penyakit
NIC NOC
INTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDIKATOR
Latihan kebiasaan 1. Observasi Inkontinensia 1. Eliminasi
- Interval
berkemih inkontinensia urin urin (4)
DEF : membangun jadwal 2. Perawatan
aliran berlebihan
pola pengosomhan toilet awal, diri :
definisi :
kandung kemih yang berdasarkan eliminasi (3)
kehilangan urin
3. Pengetahuan
bisa diprediksi untuk pada pola
involunter yang
proses
mencegah pengosonga
dikaitkan dengan
penyakit (4)
inkontinensia pada n (kandung
distensi berlebih 4. Respon
orang dengan kemih) dan
pada kandung pengobatan
kemampuan koknitif rutinitas
kemih (4)
terbatas yang biasa mis :
memiliki dorongan, makan,
stress, atau naik, dan
inkontinensia pensiun
- observasi
fungsional.
eliminasi
yang
dijadwalka
n sehingga
dapat
membantu
dalam
membangu
n dan
mempertah
ankan
31
kebiasaan
berkemih
2. Aksi
- Jangan
meninggalka
n pasien di
toilet lebih
dari 5 menit
- Berikan
umpan balik
positif atau
penguatan
positif (mis :
5 menit
percakapan
sosial )
kepada
pasien ketika
asien
berkemih
sesuai
jadwal, dan
tidak mebuat
komentar
ketika pasien
mengalami
inkontinensia
- Bantu pasien
ketoilet dan dorong
untuk
mengosongkan
(kandung kemih)
pada interval waktu
yang ditentukan.
32
3. Edukasi
- Berikan HE (health
education)
4. Kolaborasi
- Diskusikan
pencatatan harian
mengenai
kontinensia dengan
staf untuk
memberikan
penguatan dan
mendorong
kepatuhan jadwal
eliminasi
4.7 Implementasi
33
4 17 oktober 2017 Memberikan umpan balik positif atau penguatan
(11.00 – 12.00) positif (mis : 5 menit percakapan sosial ) kepada
pasien ketika asien berkemih sesuai jadwal, dan
tidak mebuat komentar ketika pasien mengalami
inkontinensia
5. 17 oktober 2017 Membantu pasien ketoilet dan dorong untuk
(11.00 – 12.00) mengosongkan (kandung kemih) pada interval waktu
yang ditentukan.
4.8 Evaluasi
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi
34
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Inkontinensia urine adalah pengeluaran jumlah urin tanpa disadari dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan social.
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi
organ kemih antara lain : melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali,
kebiasaan mengejan yang salah, atau abtuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak
dapat menahan air seni. Penyebab inkontinensia urine (UI) antara lain terkait dengan
gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat
atau upaya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet.
5.2 Saran
35
Bagi pembaca diharapkan menambah pengetahuan tengtang inkontinensia urin
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi. Jakarta : Salemba
Medika.
Darmojo B. 2009. Geriatri ilmu kesehatan usia lanjut. Edisi keempat. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Hariyati, Tutik S. (2000). Hubungan antara bladder retraining dengan proses pemulihan
inkontinensia urin pada pasien stoke. Diakses dari
http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=76387&lokasi=lokal pada tanggal
15 Mei 2021
Hidayat, A. Alimul. (2006). Pengantar kebutuhan dasar manusia: aplikasi konsep dan proses
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
36