Vous êtes sur la page 1sur 13

SELASA, 04 DESEMBER 2012

ASKEP HEMORAGIK POST PARTUM


I. PENGERTIAN

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam


setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum
adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan
plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24
jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran(Marylin E
Dongoes, 2001).

Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:


- Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
- Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan
post partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.

II. ETIOLOGI

 Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :


Penyebab perdarahan paska persalinan dini :
1. Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka episiotomi.
2. Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi plasenta,
inversio uteri.
3. Gangguan mekanisme pembekuan darah
 Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat:
1. sisa plasenta
2. bekuan darah,
3. infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus.

III. FAKTOR PREDISPOSISI

1. Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu


Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan
kematian maternal.
Pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang
dengan sempurna, jalan lahir mudah robek, kontraksi uterus masih kurang baik, rentan terjadi
perdarahan

Pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita mengalami


penurunan kemungkinan komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan lebih besar.

2. Perdarahan pascapersalinan dan gravida

Ibu-ibu dengan kehamilan multigravida mempunyai risiko > dibandingkan primigravida

Pada Multigravida fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga kemungkinan


terjadinya perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar.

3. Perdarahan pascapersalinan dan paritas

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari perdarahan pascapersalinan yang
dapat mengakibatkan kematian maternal.
Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai kejadian perdarahan lebih
tinggi.

Pada paritas yang rendah (paritas satu) ketidak siapan ibu dalam menghadapi persalinan
yang pertama adalah faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani
komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas.

4. Perdarahan pascapersalinan dan Antenatal Care

5. Perdarahan pascapersalinan dan kadar hemoglobin

Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin dibawah
nilai normal. Perdarahan pascapersalinan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml
atau lebih, jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat à
mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal.

IV. PATOFISIOLOGI

1. Atonia uteri
Atonia uteri merupakan penyebab utama terjadinya perdarahan pascapersalinan.
Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan,
mengakibatkan perdarahan setelah janin dan plasenta lahir tidak tertutup dengan baik dan
pasien kehilangan banyak darah dan syok

2. Robekan jalan lahir


Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pascapersalinan.
Perdarahan pascapersalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan
oleh robekan serviks atau vagina.

a. Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, serviks seorang multipara berbeda dari
yang belum pernah melahirkan pervaginam.
Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah
uterus.
b. Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai.
Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat
ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar.
 Kolpaporeksis
Kolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina.
Pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik, regangan segmen bawah uterus dengan
serviks uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul sehingga tarikan ke atas
langsung ditampung oleh vagina, tarikan melampaui kekuatan jaringan yang menyebabkan
robekan vagina pada batas bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah
 Fistula
Fistula akibat pembedahan vaginal jarang ditemui karena tindakan vaginal yang sulit untuk
melahirkan anak banyak diganti dengan seksio sesarea.
Fistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung
kemih atau rectum. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis atau rektovaginalis.

c. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan pertama.
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati
pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito
bregmatika

3. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah belum lahirnya plasenta ½ jam setelah anak lahir. Tidak semua
retensio plasenta menyebabkan terjadinya perdarahan. Apabila terjadi perdarahan, maka
plasenta dilepaskan secara manual lebih dulu.
4. Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta)
Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan menimbulkan perdarahan.
Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.

5. Inversio uterus
Uterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan
plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan.

V. MANIFESTASI KLINIK

Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (>
500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat
terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
a. Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
 Atonia Uteri:
- Gejala yang selalu ada:
Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan
postpartum primer)
- Gejala yang kadang-kadang timbul:
Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual
dan lain-lain)
 Robekan jalan lahir
- Gejala yang selalu ada:
perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik,
plasenta baik.
- Gejala yang kadang-kadang timbul:
pucat, lemah, menggigil.
 Retensio plasenta
- Gejala yang selalu ada:
plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik
- Gejala yang kadang-kadang timbul:
tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
 Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
- Gejala yang selalu ada :
plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan
segera
- Gejala yang kadang-kadang timbul:
Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang
 Inversio uterus
- Gejala yang selalu ada:
uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir),
perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
- Gejala yang kadang-kadang timbul:
Syok neurogenik dan pucat

VI. PENATALAKSANAAN

 Penatalaksanaan umum:

a. Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal


b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
c. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
d. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah
dan komplikasi
e. Atasi syok jika terjadi syok
f. Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri
uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit
).
g. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir
h. Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
i. Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
j. Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan
terjadwal hingga 4 jam berikutnya.

 Penatalaksanaan khusus
 Atonia uteri
 Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
 Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan pengurutan uterus
 Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
 Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
- Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan
saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan
berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau
dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
- Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding
abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam
miometrium.
- Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah
umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis,
penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.

 Retensio plasenta dengan separasi parsial


 Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
 Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi cobakan
traksi terkontrol tali pusat.
 Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila perlu
kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.
 Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan
halus.
 Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
 Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
 Berikan antibiotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g supp/oral ).
 Plasenta inkaserata
 Tentukan diagnosis kerja
 Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan
infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan
infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus
yang mungkin timbul.
 Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta.
 Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.
 Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum
 Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.
 Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat dijepit
sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut.
 Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
 Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta keluar
perlahan-lahan.

 Ruptur uteri
 Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomi
 Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar
harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
 Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan
operasi uterus
 Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan
histerektomi
 Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
 Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.

 Sisa plasenta
 Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan
 Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
 Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan,
bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan
dilatasi dan kuret.
 Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari.

 Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina


 Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
 Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat
diserap
 Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
 Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan
busi pada rektum, sebagai berikut :
- Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan
- Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan
benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani
dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0
- Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama (
atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
- Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler
- Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi.
 Robekan serviks
 Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan pada
posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
 Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka
segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
 Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera di
hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan,
jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat
dijahit
 Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan
paska tindakan
 Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
 Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan transfusi
darah
ASKEP

1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain
– lain
b. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu
riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre
eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi
plasenta, retensi sisa plasenta.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml),
Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah,
ekstremitas dingin, dan mual.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung,
dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.
4. Riwayat obstetri:
 Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan waktu
haid, HPHT
 Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil
 Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
- Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta
- Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin,
apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir,
panjang waktu lahir
- Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan
kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi
 Riwayat Kehamilan sekarang
a. Hamil muda, keluhan selama hamil muda
b. Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi,
pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
5. Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta
pengobatannya yang didapat
6. Pola aktifitas sehari-hari
 Makan dan minum, meliputi :
Komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun
makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan yang
mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah – buahan.
 Eliminasi, meliputi:
Pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya perubahan pola miksi dan defeksi.
BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri
(Rustam Mukthar, 1995 )
 Istirahat atau tidur meliputi :
Gangguan pola tidur karena perubahan peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.
 Personal hygiene meliputi :
Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas, baik sebelum dan selama dirawat serta
perawatan mengganti balutan atau duk.

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang


b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah
putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak
hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat
hamil 5.000-15.000)
c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP),
penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin
partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam


2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam
3. Cemas/ketakutan b/d perubahan keadaan atau ancaman kematian
4. Resiko infeksi b/d perdarahan
5. Resiko shock hipovolemik b/d perdarahan.

4. INTERVENSI
1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam

Tujuan : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan

Rencana tindakan :
1. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap terlentangR/
Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan memungkinkan darah keotak
dan organ lain. Monitor tanda vital
R/ Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat
2. Monitor intake dan output setiap 5-10 menit
R/ Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal
3. Evaluasi kandung kencing
R/ Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus
4. Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan diatas simpisis.
R/ Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan placenta, satu
tangan diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri
5. Batasi pemeriksaan vagina dan rektum
R/ Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan terjadinya perdarahan
yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks / perineum atau terdapat hematom
Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan cepat, pasien merasa
mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi.
6. Berikan infus atau cairan intravena
R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular
7. Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )
R/ Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan
8. Berikan antibiotik
R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan
9. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )
R/ Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.

2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam

Tujuan: Tanda vital dan gas darah dalam batas normal

Rencana keperawatan :
1. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit
R/ Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital
2. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan perifer berkurang
sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin
3. Kaji ada / tidak adanya produksi ASI
R/ Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan dalam produksi ASI
4. Tindakan kolaborasi :
i. Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan PH merupakan tanda
hipoksia jaringan )
ii. Berikan terapi oksigen ( Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan transportasi sirkulasi
jaringan ).

3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian


Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas
berkurang atau hilang.

Rencana tindakan :
1. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
R/ Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
2. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
R/ Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
3. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
R/ Memberikan dukungan emosi
4. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
R/ Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui
5. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R/ Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
6. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
R/ Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat.

4. Resiko infeksi sehubungan dengan perdarahan

Tujuan : Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal )

Rencana tindakan :
1. Catat perubahan tanda vital
R/ Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya infeksi
2. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek, dan nyeri
panggul
R/ Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock yang tidak
terdeteksi
3. Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea
R/ Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang berkepanjangan
4. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas, mastitis dan
saluran kencing
R/ Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
5. Berikan perawatan perineal,dan pertahankan agar pembalut
jangan sampai terlalu basah
R/ pembalut yang terlalu basah menyebabkan kulit iritasi dan
dapat menjadi media untuk pertumbuhan bakteri,peningkatan
resiko infeksi.
6. Tindakan kolaborasi
• Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )
• Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk keadaan infeksi ).
5. Resiko shock hipovolemik s/d perdarahan

Tujuan: Tidak terjadi shock(tidak terjadi penurunan kesadaran


dan tanda-tanda dalam batas normal

Rencana tindakan :
1. Anjurkan pasien untuk banyak minum
R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intravascular sehingga dapat
meningkatkan volume intravascular yang dapat meningkatkan perfusi jaringan.
2. Observasitanda-tandavital tiap 4 jam R/ Perubahan tanda-tanda vital dapat merupakan
indikator terjadinya dehidrasi secara dini.
3. Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi. R/ Dehidrasi merupakan terjadinya shock bila
dehidrasi tidak ditangani secara baik.
4. Observasi intake cairan dan output R/ Intake cairan yang adekuat dapat menyeimbangi
pengeluaran cairan yang berlebihan.
5. Kolaborasi dalam :
- Pemberian cairan infus / transfusi
R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular yang dapat meningkatkan
perfusi jaringan sehingga dapat mencegah terjadinya shock
- Pemberian koagulantia dan uterotonika R/ Koagulan membantu dalam proses pembekuan
darah dan uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan.

5. EVALUASI

Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :


 Tanda vital dalam batas normal :
a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
b. Denyut nadi : 70-80 x/menit
c. Pernafasan : 20 – 24 x/menit
d. Suhu : 36 – 37 oc
 Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10 g/dl
 Gas darah dalam batas normal
 Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi dan
pengobatan yang dilakukan
 Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan perasaan
psikologis dan emosinya
 Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari
 Klien tidak merasa nyeri
 Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya
DAFTAR PUSTAKA :

Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing –2, JB. Lippincot
Company, Pholadelpia.

Klein. S (1997), A Book Midwives; The Hesperien Foundation, Berkeley, CA.

Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year Book,
Philadelpia.

Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu Kandungan, Gramedia, Jakarta.

RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil, FK. UNAIR,
Surabaya

Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa, Bandung.

Vous aimerez peut-être aussi