Vous êtes sur la page 1sur 37

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG.................................................................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................................................4
C. TUJUAN................................................................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5
A. PENGERTIAN........................................................................................................................................5
B. ETIOLOGI..............................................................................................................................................7
C. PATOFISIOLOGI.....................................................................................................................................9
D. MANIFESTASI KLINIS..........................................................................................................................10
E. KOMPLIKASI.......................................................................................................................................13
F. PENATALAKSANAAN...........................................................................................................................13
G. ASUHAN KEPERAWATAN....................................................................................................................16
BAB III......................................................................................................................................................25
PENUTUP................................................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................26

BAB I

PENDAHULUAN

1
A. LATAR BELAKANG
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan
infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat
infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang
memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi
rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan
yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum
benar-benar bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara
lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu
ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral),
transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan,
bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa
sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik
paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus
bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan
2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta
(570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup
dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan
3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar
sejak tahun 1981.
Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31
Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari
2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus
yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan
5.430 kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan
ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar
antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga,
setelah Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi HIV/AIDS ?

2
2. Apakah etiologi/penyebab HIV/AIDS?
3. Bagaimanakah cara penularan HIV/AIDS?
4. Apakah manifestasi klinis pada klien HIV/AIDS?
5. Bagaimanakah patofisiologi HIV/AIDS?
6. Bagaimanakah pathway HIV/AIDS?
7. Bagaimanakah Evaluasi diagnostik pada klien HIV/AIDS?
8. Bagaiamanakah konsep asuhan keperawatan pada HIV/AIDS?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi HIV/AIDS.
2. Untuk mengetahui etiologi/penyebab HIV/AIDS
3. Untuk mengetahui cara penularan HIV/AIDS
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada klien HIV/AIDS
5. Untuk mengetahui patofisiologi HIV/AIDS
6. Untuk mengetahui pathway HIV/AIDS
7. Untuk mengetahui Evaluasi diagnostik pada klien HIV/AIDS
8. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada HIV/AIDS

BAB II

PEMBAHSAN

A. KONSEP TEORI

3
1. PENGERTIAN
HIV adalah singkatan dari human Immunodeficiency Virus merupakan virus
yang dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan
menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam
melawan infeksi Yang menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun.
AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana
mengalami penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang
)dan memiliki antibodi positif terhadap HIV.
AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil
akhir dari infeksi oleh HIV.
Sindrom imunodefisiensi yang didapat (AIDS : Acquired Immunodeficiency
Syndrom) diartikan sebagai bentuk keadaan paling berat dari keadaan sakit terus
menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Aelama bertahun-tahun, HIV diartikan sebagai HTLV III (HUMAN t-CELL
lymphotropic virus tipe III ) dan virus yang berkaitan dengan limfadenopati (LAV :
Limphadenopathy associated virus). Manifestasi infeksi HIV berkisar mulai dari
kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda-tanda dan gejala yang nyata hingga
keadaan imunosupresi yang berat yang berkatan dengan pelbagai infeksi yang dapat
membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi. Pada musim
gugur di tahun 1982, the Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
mempublikasikan definisi kasus penyakit AIDS sesudah terdapat 100 kasus pertama
yang dilaporkan. Sejak itu CDC telah merevisi definisi kasus ini sebanyak dua kali
(pada tahun 1987 dan 1993) sehingga jumlah kasus-kasus penyakit AIDS yang
dilaporkan semakin meningkat.

2. ETIOLOGI
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-
III) atau virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari
famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam
deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2
adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh
dunia.

4
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek
siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan
yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya
diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular)
dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan
meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum
dari para perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan
penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1.
3. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasarnya dapat
mengenai setiap sistem organ. Penyakit yang berkaitan dengan infeksi HIV dan
penyakit AIDS terjadi akibat infeksi, malignansi dan/ efek langsung HIV pada
jaringan tubuh. Pembahasan berikut ini dibatasi pada manifestasi klinis dan akibat
infeksi HIV berat yang paling sering ditemukan.
a. Rerpiratorius
Pneumonia Pneumocystis Carinii. Gejala nafas yang pendek, sesak
nafas (dispneu), batuk-batuk, nyeri dada dan demam akan menyertai pelbagai
infeksi oportunitis, seperti yang disebabkan oleh mycobakterium avium
intracellurare (MAI), sitomegalovirus (CMV) dan legionella. Walaupun begitu,
infeksi yang paling sering ditemukan diantara penderita AIDS adalah
Pneumonia pneumocystis carinii (PCP) yang merupakan penyakit oportunitis
pertama yang dideskripsikan berkaitan dengan AIDS. Tanpa terapi profilaktik,
PCP akan terjadi pada 80% orang- orang yang terinfeksi HIV. P. Carinii
awalnya diklasifikasikan sebagai protozoa, namun, sejumlah penelitian dan
pemeriksaa analisis terhadap struktur RNA ribosomnya menunjukkan bahwa
mikroorganisme ini merupakan jamur (fungus). Kendati demikian struktur dan
sensitivitas antimikrobanya sangat berbeda dengan jamur penyebab penyakit
yang lain. P. Carinii hanya menimbulkan penyakit pada hospes yang
kekebalannya terganggu. Jamur ini menginvasi dan berproliferasi dalam alveoli
pulmonalis sehingga terjadi konsolidasi parenkim paru.
Kompleks Mycobakterium Avium. Penyakit kompleks mycobakterium
avium (MAC: Mycobakterium avium Complex) muncul sebagai penyebab
utama infeksi bakteri pada pasien-pasien AIDS. Mikroorganisme yang

5
termasuk kedalam MAC adalah M. Avium, M. Intracellurare dan M.
Scrofulaceum. MAC yaitu suatu kelompok baksil tahan asam, biasanya
menyebabkan infeksi pernafasan kendati juga sering dijumpai dalam traktus
gastrointestinal, nodus limfatikus, dan sum-sum tulang. Sebagian penderita
AIDS sudah menderita penyakit yang menyebarluas ketika diagnosis
ditegakkan dan biasanya dengan keadaan umum yang buruk. Infeksi MAC
akan disertai dengan angka mortalitas yang tinggi.
M. Tuberculosis yang berkaitan dengan HIV cenderung terjadi
diantara para pemakai obat bius IV dan kelompok lain dengan prevalensi
infeksi tuberculosis yang sebelumnya sudah tinggi. Berbeda dengan infeksi
oportunitis lainnya, penyakit TB cenderung terjadi secara dini dalam perjalanan
infeksi HIV dan biasanya mendahului diagnosis AIDS. Terjadinya TB secara
dini akan disertai dengan pembentukan granuloma yang mengalami pengkijuan
(kaseasi) sehingga timbul kecurigaan kearah diagnosis TB. Pada stadium ini,
penyakit TB akan bereaksi dengan baik terhadap terapi antituberculosis.
Penyakit TB yang terjadi kemudian dalam perjalanan infeksi HIV ditandai
dengan tidak terdapatnya respon tes kulit tuberkulin karena sistem kekebalan
yang sudah terganggu tidak mampu lagi bereaksi terhadap antigen TB. Dalam
stadium infeksi HIV yang lanjut, penyakit TB disertai dengan penyebaran ke
tempat-tempat ekstrapulmoner seperti sistem saraf pusat, tulang, peritonium,
dan skrotum. Strain multipel baksil TB yang resisten-obat kini bermunculan
dan kerapkali berkaitan dengan ketidakpatuhan pasien dalam menjalani
pengobatan antituberkulosis.
b. Gastrointestinal
Manifestasi gastrointestinal penyakit AIDS mencakup hilangnya
selera makan, mual, vomitus, kandidiasis oral serta esophagus dan diare kronis.
Diare merupakan masalah bagi 50% hingga 90% dari keseluruhan pasien
AIDS. Pada sebagian kasus gejala gastrointestinal dapat berhubungan dengan
efek langsung HIV pada sel-sel yang melapisi intestinum. Sebagian
mikroorganisme patogen enteral yang paling sering ditemukan dan
teridentifikasi dalam pemeriksaan kultur fese atau biopsi intestinum adalah
cryptospoidium muris, salmonella, CMV, clostridium difficile dan M. Avium
intracellulare. Bagi pasien AIDS, diare dapat membawa akibat yang serius

6
sehubungan dengan terjadinya penurunan BB yang nyata (lebih dari 10% BB),
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, ekskoriasi kulit perianal,
kelemahan dan ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan yang biasa
yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Kandidiasis oral. Suatu infeksi jamur hampir terdapat secara universal
pada semua penderita AIDS serta keadaan yang berhubungan dengan AIDS.
Infeksi ini umumnya mendahului infeksi serius lainnya. Kandidiasis oral
ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim rongga mulut. Kalau tidak
diobati kandidiasis oral akan berlanjut dengan mengenai eshopagus dan
lambung. Tanda-tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan
yang sulit serta nyeri dan rasa sakit dibalik sternum (nyeri retrosternal).
Sebgaian pasien juga menderita lesi oral yang mengalami ulserasi dan menjadi
rentan terutama terhadap penyebaran kandidiasis kesistem tubuh yang lain.
Sindrom pelisutan. Sindrom pelisutan (wasting sindrom) kini
diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk penyakit AIDS.
Kriteria diagnostiknya mancakup penurunan berat yang tidak dikehendaki yang
melampaui 10% berat badan dasar, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari
atau kelemahan yang kronis dan demam yang kambuh atau menetap tanpa
adanya yang dapat menjelaskan gejala ini.malnutrisi energi-protein yang terjadi
tanpa multifaktor. Pada sebagian penderita yang mengalami penyakit AIDS
Pasiennya akan mengalami hipermetabolik dimana terjadi pembakaran kalori
yang berlebihan dan kehilangan lean body mass. Keadaan ini serupa dengan
keadaan stress seperti sepsis serta trauma dan dapat menimbulkan kegagalan
organ. Pembedaan antara keadaan kakeksia (pelisutan) dan malnutrisi atau
antara kakeksia dan penurunan BB yang biasa terjadi sangat penting mengingat
gangguan metabolik pada sindrom pelisutan tidak dapat diubah dengan
dukungan nutrisi saja.

c. Kanker
Penderita AIDS memiliki insidensi penyakit kanker yang lebih tinggi
dari pada insiden yang biasa terjadi. Keadaan ini mungkin berkaitan dengan
stimulasi HIV terhadap sel-sel kanker yang sedang tumbuh atau berkaitan
dengan defisiensi kekebalan yang memungkinkan substansi penyebab kanker,

7
seperti virus, untuk mengubah sel-sel yang rentan menjadi sel-sel malignan.
Sarkoma Kaposi tipe tertentu limfoma sel B dan karsinoma serviks yang
invasif diikutsertakan dalam klasifikasi CDC untuk kelainan malignitas
(malignansi) yang berhubungan dengan AIDS. Karsinoma kulit, lambung,
pankreas, rektum dan kandung kemih juga lebih sering dijumpai dari pada yang
diperkirakan dari pada pasien-pasien AIDS.
d. Neurologik
Diperkirakan ada 80% dari semua pasien AIDS yang mengalami
bentuk kelainan neurologik tertentu selama perjalanan infeksi HIV. Banyak
kelainan neuropatologik yang kurang dilaporkan mengingat pasien pasien
tersebut dapat menderita kelainan neurologik tanpa tanda-tanda dan gejala
yang jelas. Komplikasi neurologik meliputi fungsi syaraf sentral, perifer dan
autonom. Gangguan fungsi neurologik dapat terjadi akibat efek langsung HIV
pada jaringan sistem saraf, infeksi oportunis, neuplasma primer, atau
metastatik, perubahan serebrovaskuler, enselopati metabolik, atau komplikasi
sekunder karena terapi. Respon sistem imun terhadap infeksi HIV dalam sistem
saraf pusat mencakup inflamasi, atrofi, demielinisasi,degenerasi dan nekrosis.
Enselofati HIV. Disebut pula sebagai kompleks demensia AIDS
(ADC; AIDS Dementia Complex), enselofati HIV terjadi sedikitnya pada dua
pertiga pasien AIDS. Bukti akhir menunjukkan bahwa kompleks demnsia
AIDS tersebut menunjukkan bahwa kompleks demensia AIDS tersebut
merupakan akibat langsung infeksi HIV. HIV ditemukan dalam jumlah yang
besar dalam otak mapun cairan serebrospinal pasien-pasien ADC. Sel-sel otak
yang terinfeksi HIV didominasi oleh sel-sel CD4+ yang berasal daro monosit
atau magrofag. Infeksi HIV diyakini akan memicu toksin atau limfokin yang
mengakibatkan disfungsi seluler atau yang mengganggu fungsi
neurotransmitter ketimbang menyebabkan kerusakan seluler. Keadaan ini
berupa sindrom klinis yang ditandai oleh penurunan progresif pada fungsi
kognitif, perilaku dan motorik. Tanda-tanda dan gejalanya dapat samar-samar
serta sulit dibedakan dengan kelelahan, depresi, atau efek terapi yang
merugikan terhadap infeksi dan malignansi.
Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala,
kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, pelambatan psikomotorik, apatis

8
dan ataksia. Stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan
dalam respon verbal, gngguan afektif seperti pandangan yang kosong,
hiperrefleksi paraparesis spesifik, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia,
serangan kejang, mutisme dan kematian.
Cryptococus neoformans. Infeksi jamur yaitu cryptococcus
neoformans merupakan infeksi oportunis paling sering keempat yang terdapat
diantara pasien-pasien AIDS dan penyebab infeksi paling sering ketiga yang
menyebabkan kelainan neurologik. Meningitis kriptokokus ditandai dengan
gejala seperti demam/panas, sakit kepala, keadaan tidak enak badan (malaise),
kaku kuduk, mual, vomitus, perubahan status mental dan kejang. Diagnosis
ditegakkan dengan analisis cairan serebrospinal.
Leukoenselofati Multifokal Progresiva (PML). PML merupakan
kelainan sistem saraf pusat dengan demielinisasi yang disebabkan oleh virus J.
C. (diberi nama demikian menurut nama pasien yang kulturnya menumbuhkan
virus tersebut), virus ii menginfeksi oligodendroglia. Manifestasi klinis dapat
dimulai dengan konfusi mental dan mengalami perkembangan cepat yang
akhirnya mencakup gejala kebutaan, afasia, paresis ( paralisis ringan ) serta
kematian. Infeksi saraf yang sering ditemukan lainnya adalah Toxoplasma
gondii, CMV dan M. Tuberculosis.
Kelainan neurologik lainnya. Manifestasi neurologi lain mencakup
neuropati sentral dan perifer. Mielopati vaskuler merupakan kelainan
degeneratif yang mengenai kolumna lateralis dan posterior medula spinalis
sehingga terjadi paraparesis spastik progresiva, ataksia serta inkontinensia.
Neuropati perifer yang berhunbungan dengan HIV diperkirakan merupakan
kelainan demielinisasi dengan disertai rasa nyeri serta patirasa pada
ekstremitas, kelemahan, penurunan refleks tendon yang dalam, hipotensi
ortostatik dan impotensi.

e. Struktur integumen
Manifestasi kulit menyertai HIV dan infeksi oportunis serta malignansi
yang mendampinginya. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes
simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri yang merusak

9
integritas kulit. Moluskum kontagiosum merupakan infeksi virus yang ditandai
oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. Dermatitis seboreika akan
disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala
serta wajah. Penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh
yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupasatau dengan dermatitis
atopik seperti ekzema atau psoriasis.

f. Manifestasi Klinis Spesifik Pada Wanita


Kandidiasi vagina yag persisten atau rekuren dapat menjadi tanda pertama
yang menunjukkan infeksi HIV pada wanita. Ulkus genitalis yang terjadi dimasa lalu
atau sekarang merupakan faktor resiko bagi penularan infeksi HIV. Wanita dengan
infeksi HIV lebih rentan terhadap ulkus genitalis serta kondiloma kuminata (venereal
warts), dan akan mengalami peningkatan frekuensi serta kekambuhan kedua penyakit
kelamin tersebut. Penyakit menular seksual yang ulseratif seperti syangkroid, sifilis
dan herpes lebih berat pada wanita ini. Human Papilloma Virus (HPV) menyebabkan
kondiloma akuminata dan merupakan faktor resiko untuk terjadinya neoplasia intra
epitel serviks, yaitu prekursor kanker serviks. Kini semakin bertambah jelas bahwa
wanita yang memiliki infeksi HIV memiliki kemampuan sepulh kali untuk menderita
neoplasia intra epitel serviks dari pada wanita yang tidak terinfeksi HIV.

4. PHATWAY
HIV masuk ke dalam tubuh manusia

Menginfeksi sel yang mempunyai molekul CO4
(Limfosit T4, Monosit, Sel dendrit, Sel Langerhans)

Mengikat molekul CO4

Memiliki sel target dan memproduksi virus

Sel limfosit T4 hancur

Imunitas tubuh menurun

Infeksi opurtinistik
10

↓ ↓ ↓ ↓
Sist pernafasan Sist Pencernaan Sist. Integumen Sist Neurologis
↓ ↓ ↓ ↓
Peradangan pd Infeksi jamur Peristaltik Peradangan kulit Infeksi ssp
Jaringan paru ↓ ↓ ↓
↓ Peradangan mulut Diare kronis Timbul lesi/ ↓
Sesak, demam ↓ ↓ bercak putih Peningkatan
↓ Sulit menelan Cairan output ↓ kesadaran, kejang
Tdk efektif Mual ↓ Gatal, nyeri Nyeri kepala
Ggn pertukaran ↓ Bibir kering Bersisik ↓
gas Intake kurang Turgor kulit ↓ MK: perubahan
↑ suhu ↓ ↓ MK: Ggn rasa proses pikir
MK: Ggn pemenu MK: kekurang nyaman
Han nutrisi an vol cairan
Ggn eliminasi
BAB, diare

5. PATOFISIOLOGI
HIV tergolong kedalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus
yang menunjukkan bahwa virus tersebut menunjukkan materi genetiknya dalam
asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA.) Virus
HIV (partikel virus yang lengkap yang dibungkus oleh selubung pelindung)
mengandung RNA dalam inti berbentuk peluru yang terpancung dimana p24
merupakan komponen struktural yang utama. Tombol (knob) yang menonjol lewat
dinding virus terdiri atas protein gp120 dari HIV.
Sel-sel CD4+ mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 Helper (yang
dinamakan sel-sel CD4+ kalau dikaitkan dengan infeksi HIV), limfosit T4 helper
ini merupakan sel yang paling banyak diantara ketiga sel diatas. Sesudah terikat
dengan membran T4 helper HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang
identik kedalam sel T4 helper. Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai
revense trancriptase HIV akan melakukan pemprograman ulang materi genetik
dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double stranded. DNA (DNA utas -

11
ganda). DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus
dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.
Siklus reflikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi
diaktifkan. Aktifasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen,
sitokinin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti
sitomegalovirus (CMV: Cytomegalovirus), virus Epstein-barr, herpes simpleks dan
hepatitis. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan replikasi
serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang
baru dibentuk ini kemudian dilepas kedalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel
CD4+ lainnya.
Infeksi monosit dan magrofag tampaknya berlangsung secara persisten dan
tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel-sel ini menjadi
reservoir bagi HIV sehingga virus tersebut dapat tersembunyi dari sistem imun dan
terangkut keseluruh tubuh lewat sistem ini untuk menginfeksi pelbagai jaringan
tubuh. Sebagian besar jaringan ini dapat mengandung moleku CD4+ atau memiliki
kemampuan untuk memproduksinya. Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa
sesudah infeksi inisial kurang lebih 25 % dari sel-sel kelenjar limfe akan terinfeksi
oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang perjalanan
infeksi HIV, tempat primernya adalah jaringan limfoid. Ketika sistem imun
terstimulasi, replikasi virus ini akan terjadi dan virus ini akan menyebar kedalam
plasma darah yang mengakibatkan infeksi berikutnya pada sel-sel CD4+ yang
lainnya. Penelitian yang lebih mutakhir menunjukkan bahwa sistem imun pada
infeksi HIV lebih aktif dari pada yang diperkirakan sebelumnya sebagaimana
dibuktikan oleh produksi sebanyak dua milyar limfosit CD4+ perhari. Keseluruhan
populasi sel-sel CD4+ perifer akan mengalami pergantian (turn over) setiap lima
belas hari sekali (Ho et al, 1995).
Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan
orang yang terjangkit infeksi tersebut. Jika orang tersebut tidak sedang berrperang
melawan infeksi yang lain, reproduksi HV berjalan dengan lambat. Namun
reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang mengalami
infeksi yang lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat
menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah
terinfeksi HIV. Sebagi contoh, seorang pasien mungkin bebas dari gejala selama

12
berpuluh-puluh tahun kendati demikian, sebagian besar orang yang terinfeksi HIV
(sampai 65%) tetap menderita penyakit HIV atau AIDS yang simtomatik dalam
waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi (pinching, 1992).
Dalam respon imun limfosit T4 memainkan beberapa peranan yang penting
yaitu mengenali anti gen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi
antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksik, memproduksi limfokin dan
mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi limposit T4
terganggu mikroorganismeyang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan
memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan sakit yang serius.
Infeksi dan malignansi yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem imun
dinamakan infeksi oportunistik.

6. PENULARAN
Menurut (doenges, 1999 ), Jalur penularan HIV serupa dengan infeksi
hepatitis B. Pada homoseksual pria, anal intercourse atau anal manipulation akan
meningkatkan kemungkinan trauma pada mukosa rektum dan selanjutnya
memperbesar peluang untuk terkena virus HIV lewat sekret tubuh . peningkatan
frekuensi praktik dan hubungan seksual ini dengan partner yang bergantian juga
turut menyebarkan penyakit ini. Hubungan heteroseksual dengan orang yang
menderita infeksi HIV juga merupakan bentuk penularan yang terus tumbuh secara
bermakna.
Penularan melalui pemakai obat bius intravena terjadi lewat kontak
langsung darah dengan jarum dan semprit yang terkontaminasi. Meskipun jumlah
darah dalam semprit yang relatif kecil efek kumulatif pemakaian bersama
peralatan suntik yang sudah terkontaminasi tersebut akan meningkatkan risiko
penularan.
Darah dan produk darah yang mencakup transfusi yang diberikan pada
penderita hemofilia, dapat menularkan HIV kepada resifien. Namun demikian,
resiko yang berkaitan dengan transfusi kini sudah banyak berkurang sebagai hasil
dari pemeriksaan serologi yang secara sukarela diminta sendiri, pemrosesan
konsentrat faktor pembekuan dengan pemanasan dan cara-cara inaktivasi vurus
yang semakin efektif (Donegan, 1990). Insiden penyakit AIDS pada petugas
kesehatan yang terpajan HIV lewat cedera tertusuk jarum suntik diperkirakan

13
kurang dari 1%. Penelitian berskala besar terhadap para perugas kesehatan yang
terpajan kini sedang dilaksanakan oleh CDC dan kelompok-kelompok lainnya.
Virus HIV dapat pula ditularkan in utero dari ibu kepada bayinya dan kemudian
melalui air susu ibu.

Cara penularan AIDS ( Arif mansjoer , 2000 )antara lain sebagai berikut :
a. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual
b. Melalui darah, yaitu:
1) Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%
2) Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%
3) Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan 0,0051%
4) Transmisi dari ibu ke anak :
a) Selama kehamilan
b) Saat persalinan, risiko penularan 50%
c) Melalui air susu ibu(ASI)14%

7. PENCEGAHAN PENULARAN
Sebelum ditemukan vaksin yang efektif pencegahan penularan HIV dengan
cara menghilangkan atau mengurangi perilaku beresiko merupakan tindakan yang
sangat penting. Upaya pencegahan primer melalui program pendidikan yang
efektif sangat penting untuk pengendalian dan pencegahan. Penyakit AIDS tidak
ditularkan lewat kontak secara kebetulan. Bukti epidemiologi menunjukkan bahwa
penyakit IDS hanya ditularkan melalui hubungan seks yang intim, pajanan
parenteral dengan darah, dan penularan perinatal dari ibu kepada bayi yang
dikandungnya. Penelitian terhadap kontak nonseksual pasien AIDS dalam rumah
tangga, disamping kontak nonseksual antar individu yang umumnya terjadi
ditempat kerja tidak memperlihatkan peningkatan risiko penularan AIDS lewat
kontak tersebut.
Bagi kepentingan kesehatan masyarakat CDC dan ikatan dokter di Amerika
Serikat telah mempublikasikan beberapa rekomendasi untuk mencegah penularan
HIV. Pedoman ini berlaku bagi setiap pedoman kesehatan dalam segala situasi
disamping bagi keluarga dan teman penderita yang melaksanakan perawatn
dirumah. Pedoman yang berjudul “Universal Blood And Body Fluid Precoutions”

14
dimaksudkan untk mencegah pajanan atau kontak parenteral, membran mukosa
dan kulit yang tidak utuh dari petugas kesehatan terhadap mikroorganisme patogen
dari semua penderita tanpa mempedulikan status HIV mereka. Meskipun HIV
pernah diisolasi dari semua tipe cairan tubuh, namun resiko penularan pada
petugas kesehatan dari feses, sekret hidung, sputum, keringat, air susu ibu, air
mata, urin dan muntahan adalah lebih kecil, kecuali jika cairan tubuh ini
mengandung darah yang nyata. CDC menganjurkan agar tindakan kewaspadaan
universal diterapkan pada daerah cairan serebrospinal, sinovial, pleural, peritoneal,
perikardial, amnion dan vaginal, dan segmen. Dalam keadaan darurat ketika tipe-
tipe cairan tersebut sulit dibedakan, semua cairan tubuh harus dianggap, berpotensi
membahayakan kesehatan.
Sistem isolasi lainnya yaitu Body Subtance Isolation System (sistem
pengisolasian substansi tubuh), digunakan oleh bebrapa lembaga di Amerika
Serikat sebagai pilihan alternatif untuk Universal Blood and Body Fluid
Precautions (Tindakan Penjagaan Universal untuk Darah dan Ciran Tubuh). Sistem
ini menawarkan strategi pengisolasian yang lebih luas untuk mengurangi resiko
penularan penyakit kepada pasien serta petugas kesehatan dan membuat petugas
kesehatan tidak perlu mengenali jenis cairan tubuh.

8. EVALUASI DIAGNOSTIK
a. Tes laboratorium
Sejak ditemukannya HIV pada tahun 1983, para ilmuan telah belajar
banyak tentang karakteristik dan patogenesis virus tersebut. Berdasarkan
pengetahuan ini telah dikembangkan sejumlah tes diagnostik yang sebagian
masih bersifat penelitian. Tes atau pemeriksaan laboratorium kini digunakan
untuk mendiagnosis HIV dan memantau perkembangan penyakit serta
responnya terhadap terapi pda orang yang terinfeksi HIV.
b. Tes antibody HIV
Kalau sesorang terinfeksi oleh virus HIV sistem imunnya akan
bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody
umumnya terbentuk dalam waktu 3 hingga 12 minggu setelah terkena infeksi,
kendati pembentukan antibody ini dapat memerlukan waktu sampai 6 hingga
14 bulan, kenyataan ini menjelaskan mengapa seseorang dapat terinfeksi

15
tetapi pada mulanya tidak memperlihatkan hasil tes yang positif. Sayangnya,
antibody untuk HIV tidak efektif dan tidak dapat menghentikan
perkembangan infeksi HIV. Kemampuan untuk mendeteksi antibodi HIV
dalam darah telah memungkinkan pemeriksaan skrining produk darah dan
memudahkan evaluasi diagnostik pada pasien-pasien yang terinfeksi HIV.
Pada tahun 1985, Food and Drug Administration (FDA) mengeluarkan lisensi
untuk uji kadar antibody HIV bagi semua pendonoran darah dari plasma.
Ada tiga buah tes untuk memastikan adanya antibodi terhadap infeksi
HIV dan membantu mendiagnosis infeksi HIV. Tes enzime-linked
immunosorbent assay (ELISA) mengidentifikasi antibodi yang secara spesifik
ditujukan kepada virus HIV. Tes ELISA tidak menegakkan diagnosis penyakit
AIDS tetapi lebih menunjukkan bahwa seseoran pernah terkena atau
terinfeksi oleh virus HIV. Orang yang darahnya mengandung antibodi untuk
HIV disebut sebagai orang yang seropositif. Pemeriksaan Western Blot Assey
merupakan tes lainnya yang dapat mengenali antibody HIV dan digunakan
untuk memastikan seropositivitas seperti yang teridentifikasi lewat prosedur
ELISA. Indirect immunofluorescence assey (IFA) kini sedang digunakan oleh
sebagian dokter sebagai pengganti pemeriksaan western blot untuk
memastikan seropositivitas. Tes lainnya, yaitu radioimmunoprecipitation
assay (RIPA), lebih mendeteksi protein HIV ketimbang antibody.

9. PENATALAKSANAAN
Upaya penanganan medis meliputi beberapa cara pendekatan yang
mencakup penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta malignansi,
penghentian replikasi virus HIV lewat preparat antivirus dan penguatan serta
pemulihan sistem imun melalui penggunaan preparat imunomodulator. Perawatan
suportif merupakan tindakan yang penting karena efek infeksi HIV dan penyaki
AIDS yang sangat menurunkan keadaan umum pasien, efek tersebut mencakup
malnutrisi, kerusakan kulit, kelemahan, imobilitas dan perubahan status mental.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : mudah lelah, berkurang toleransi terhadap aktivitas biasanya,
16
progresi kelelahan/malaise, perubahan pola tidur.
Tanda : kelemahan otot, menurunnya massa otot.
Respons fisiologis terhadap aktivitas se[perti perubahan dalam
TD, frekuensi jantung, pernafasan.
b. Sirkulasi
Gejala : proses penyembuhan luka yang lambat ( bila anemia),
perdarahan lama pada cedera (jarang tejadoz)
Tanda : takikardi, perubahan TD postural, menurunnya volume nadi
perifer, pucat atau sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c. Integritas ego
Gejala : faktor stres yang berhubungan dengan kehilangan. Mis:
dukungan keluarga, hubungan dengan orang lain, penghasilan,
gaya hidup tertentu, dan distres spiritual, mengkuartirkan
penampilan: alopepsia, lesi dan menurunnya berat badan.
Mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak
berguna, rasa bersalah, kehilngan kontrol diri, dan depresi.
Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut dan menarik diri.
Perilaku marah, postur tubuh mngelak. Menangis dan kontak
mata yang kurang.
Gagal meneptai janji atau banyak janji untuk periksa dengan
gejala yang sama.
d. Eliminasi
Gejala : diare yang intermitten, terus menerus, seiring dengan atau
tanpa di sertai kram abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar
saat miksi.
e. Tanda : feses encer dengan atau tanpa disertai mukus atau darah.
Diare pekat yang sering
Nyeri tekan abdominal
Lesi atau abses rektal, perineal.
Perubahan dalam jumlah, warna dan karakteristik urine.
f. Makanan/cairan
Gejala : tidak nafsu makan, perubahan dalam kemampuan
mengenali makan, mual/muntah.
Disfagia, nyeri retrosternal saat menelam.
Penurunan berat badan yang cepat/progresif.
Tanda : dapat menunjukkan adanya bising usus hiperaktif.
Penurunan berat badan : perawakan kurus, menurunnya lemak
subkitan/massa otot.
Turgor kulit buruk.
Lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan
warna.
Kesehatan gigi/gusi yang buruk, adanya gigi yang tanggal.
g. Higiene
Tanda : memperlihatkan penampilan tidak rapi, kekurangan
dalam banyak atau semua perawatan diri, aktivitas perawatan
diri.
h. Neurosensori
Gejala : pusing/pening, sakit kepala
Perubahan status mental, kehilngan ketajaman atau
kemampuan diri untuk mengatasi masalah, tidak mampu
17
mengingat dan konsentrasi menurun.
Kerusakan sensasi atau indera posisi dan getaran
Kelemahan otot, treomor dan perubahan ketajaman
penglihatan
Tanda : perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental
sampai demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kesadaran
menurun, apatis, retardasi psikomotor/respons melambat.
Ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak realistis.
Timbul refleks tidak normal, menurunnya kekuatan otot.
i. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : nyeri umum atau lokal, rasa terbakar pada kaki.
Sakit kepala
Nyeri dada pleuritis.
Tanda : pembengkakan pada sendir, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan
Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan/pincang.
Gerak otot melindungi bagian yang sakit.
j. Pernafasan
Gejala : nafas pendek yang progresif.
Batuk, produktif/nonproduktif sputum
Bendungan atau sesak pada dada.
Tanda : takipnea, distress pernafasan
Perubahan pada bunyi napas/bunyi napas asventisius.
Sputum: kuning (pada pneumonia yang menghasilkan sputum)
k. Keamanan
Gejala : riwayat jatuh, terbakar, luka yang lambat proses
penyembuhannya
Riwayat menjalani transfusi darah yang sering atau berulang
(misalnya : hemofilia, operasi vaskuler mayor, insiden
traumatis)
Riwayat penyakit defisiensi imun, yakni kanker tahap lanjut.
Demam berulang, suhu rendah, peningkatan suhu
intermitten/memuncak; berkeringat malam.
Tanda : perubahan integritas kulit; terpotong, ruam. Misalnya :
ekzema, eksantem, psoriasis, perubahan warna, perubahan
ukuran/warna mola, mudah terjadimemar yang tidak dapat di
jelaskan sebabnya.
Rektum, luka- luka perineal atau abses.
Timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada dua area
tubuh atau lebih ( mis: leher, ketiak, paha)
Menurunnya kekuatan umum, tekanan otot, perubahan pada
gaya berjalan.
l. Seksualitas
Gejala : riwayat perilaku berisiki tinggi mengadakan hubungan seksual
dengan pasangan yang positif hiv, pasangan seksual multiple,
aktivitas seksual yang tidak terlindungu dan seks anal.
Menurunnya libido, terlalu sakit untuk hubungan seks.
Penggunaan kondom yang tidak konsisten.
Menggunakan pil pencegah kehamilan ( meningkatkan
kerentanan terhadap virus pada pencegahan wanita yang di
perkirakan dapat terpajan karena kekeringan/iritabilitas
18
vagina)
Tanda : kehamilan atau risiko terhadap hamil
Genetalia : manifestasi kulit (mis: herpes); rabas.
m. Interaksi sosial
Gejala : masalah yang di timbulkan oleh diagnosis, mis: kehilangan
kerabat/orang terdekat, teman, pendukung. Rasa takut untuk
mengungkapkannya pada orang lain, takut akan
penolakan/kehilangan pendapatan.
Isolasi, kesepian, teman dekat ataupun pasangan seksual yang
meninggal karena aids
Mempertanyakan kemampuan untuk mandiri, tidak mampu
membuat rencana.
Tanda : perubahan pada interaksi keluarga/ orang terdekat
Aktiviats yang terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan nutrisi kurang dari tubuh b/d perubahan pada kemampuan untuk
mencerna d/d penurunan berat badan
b. Nyeri kronik b/d inflamasi d/d keluhan nyeri
c. Kerusakan integritas kulit b/d defisit imunologi d/d lesi kulit
d. Perubahan membran mukosa oral b/d defisit imunologi d/d candidiasis
e. Kelelahan b/d perubahan produksi energi metabolisme d/d kekurangan energi
f. Perubahan proses pikir b/d hipoksemia d/d perubahan lapang perhatian
g. Ansietas b/d ancaman pada konsep pribadi d/d peningkatan tegangan
h. Isolasi sosial b/d perubahan status kesehatan d/d perasaan ditolak
i. Ketidakberdayaan b/d perubahan pada bentuk tubuh d/d bergantung pada orang
lain untuk perawatan
j. Kurang pengetahuan mengenai penyakit b/d tidak mengenal sumber informasi d/d
permintaan informasi
k. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d pertahanan primer tidak efektif
l. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan yang berlebihan,
diare berat
m. Resiko tinggi terhadap tidak efektifnya pola nafas b/d ketidakseimbangan
muscular
n. Resiko tinggi terhadap perubahan faktor pembekuan b/d penurunan absorpsi
Vitamin K

19
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi


1 1. Mempertahankan 1. Kaji kemampuan 1. Lesi mulut,
BB atau untuk tenggorokan, dan
memperlihatkan mengunyah, esofagus dapat
peningkatan BB merasakan dan menyebabkan
yang mengacu menelan dispagia,
pada tujuan yang penurunan
diinginkan kemampuan
pasien untuk
mengolah
makanan dan
mengurangi
keinginan untuk
makan

2. Timbang BB 2. Indikator
sesuai kebutuhan, kebutuhan
evaluasi BB nutrisi /
dalam hal adanya pemasukan yang
BB yang tidak adekuat
sesuai. Gunakan
serangkaian
pengukuran BB
dan
antropometrik

3. Jadwalkan obat-
obatan diantara 3. Lambung yang
makan dan batasi penuh akan
pemasukan cairan mengurangi nafsu
20
dengan makanan, makan dan
kecuali jika pemasukan
cairan memiliki makanan
nilai gizi

4. Dorong pasien
untuk duduk pada 4. Mempermudah
waktu makan proses menelan
dan mengurangi
resiko aspirasi

5. Catat pemasukan
kalori 5. Mengidentifikasi
kebutuhan
terhadap
suplemen atau
alternatif metode
pemberian
makanan

2 Keluhan hilangnya / 1. Kaji keluhan yeri, 1. Mengindikasikan


terkontrolnya rasa perhatikan lokasi, kebutuhan untuk
sakit intensitas (skala 1 intervensi dan
– 10), frekuensi juga tanda-tanda
dan waktu perkembangan /
menandai gejala resolusi
non verbal komplikasi

2. Dorong 2. Dapat mengurangi


pengungkapan ansietas dan rasa
perasaan takut, sehingga
mengurangi
persepsi akan
intensitas rasa
sakit
21
3. Lakukan tindakan 3. Meningkatkan
pariatif mis: relaksasi /
pengubahan posisi, menurunka
masase, rentang tegangan otot
gerak pada sendi
yang sakit

4. Berikan kompres 4. Infeksi diketahui


hangat / lembab sebagai penyebab
pada sisi infeksi rasa sakit dan
pentamidin / IV abses steril
selama 20 menit
setelah pemberian

3 Menunjukkan 1. Kaji kulit setiap 1. Menentukan garis


tingkah laku / teknik hari, catat warna, dasar dimana
untuk mencegah turgor, sirkulasi perubahan pada
kerusakan kulit / dan sensasi. status dapat
meningkatkan Gambarkan lesi dibandingkan dan
kesembuhan dan amati melakukan
perubahan intervensi yang
tepat

2. Pertahankan sprei 2. Friksi kulit


bersih, kering dan disebabkan oleh
tidak berkerut kain yang
berkerut dan
basah yang
menyebabkan

22
iritasi dan
potensial terhadap
infeksi

3. Tutupi luka tekan 3. Dapat mengurangi


yang terbuka kontaminasi
dengan pembalut bakteri,
yang steril atau meningkatkan
barrier produktif proses
penyembuhan
4 Menunjukkan 1. Kaji membran 1. Edema, lesi,
membran mukosa mukosa / catat membran
utuh, berwarna seluruh lesi oral. mukosa oral dan
merah jambu, basah Perhatikan keluhan tenggorok
dan bebas dari nyeri, bengkak, kering
inflamasi / ulserasi sulit mengunyah / menyebabkan
menelan rasa sakit dan
sulit mengunyah
2. Berikan perawatan / menelan
oral setiap hari dan 2. Mengurangi rasa
setelah makan, tidak nyaman,
gunakan sikat gigi meningkatkan
halus, pasta sisi rasa sehat dan
non abrasif, obat mencegah
pencuci mulut non pembentukan
alkohol dan asam yang
pelembab bibir dikaitkan
dengan partikel
makanan yang
tertinggal

3. Cuci lesi mukosa 3. Mengurangi

oral dengan penyebaran lesi

menggunakan dan krustasi dari


kandidiasis dan
23
hidrogen peroksida meningkatkan
/ salin atau larutan kenyamanan
soda kue
4. Merangsang
4. Anjurkan permen saliva untuk
karet / permen menetralkan
tidak mengandung asam dan
gula melindungi
membran
mukosa
5. Rokok akan
5. Dorong pasien untuk mengeringkan
tidak merokok dan mengiritasi
membran
mukosa

5 Melaporkan 1. Kaji pola tidur dan 1. Berbagai faktor


peningkatan energi catat perubahan dapat
dalam proses meningkatkan
berpikir / perilaku kelelahan,
termasuk kurang
tidur, penyakit
ssp, tekanan
emosi dan efek
samping obat-
obatan /
kemoterapi
2. Rencanakan 2. Periode istirahat
perawatan untuk yang sering
menyediakan fase sangat
istirahat. Atur dibutuhkan
aktivitas pada dalam
waktu pasien sagat memperbaiki /
24
berenergi. Ikut menghemat
sertakan pasien / energi.
orang terdekat Perencanaan
pada penyusunan akan membuat
rencana pasien menjadi
aktif pada waktu
dimana tingkat
energi lebih
tinggi, sehingga
dapat
memperbaiki
perasaan sehat
Ø dan kontrol diri

3. Tetapkan 3. Mengusahakan
keberhasilan kontrol diri dan
aktivitas yang perasaan
realitas dengan berhasil,
pasien mencegah
timbulnya
perasaan frustasi
akibat kelelahan
karena aktivitas
berlebihan
6 Mempertahankan 1. Kaji status mental 1. Menetapkan
orientasi realita dan neurologis tingkat
umum dan fungsi dengan fungsional pada
kognitif optimal menggunakan alat waktu
yang sesuai. Catat penerimaan dan
perubahan mewaspadakan
orientasi, respon perawat pada
terhadap rangsang, perubahan status
25
kemampuan untuk yang dapat
mencegah masalah, dihubungkan
ansietas, perubahan dengan infeksi /
pola tidur, kemungkinan
halusinasi dan ide penyakit ssp
paranoid yang makin
buruk, stressor
lingkungan,
tekanan
fisiologis, efek
samping terapi
obat-obatan

2. Pantau adanya 2. Gejala ssp


tanda-tanda infeksi dihubungkan
ssp, mis: sakit dengan
kepala, kekakuan meningitis /
nukal, muntah, ensefalitis
demam diseminata
mungkin
memiliki
jangkauan dari
perubahan
kepribadian
yang tidak
kelihatan sampai
kekacauan
mental, peka
rangsangan,
mengantuk,
pingsan, kejang

26
dan demensia

3. Susun batasan pada 3. Memberikan


perilaku mal waktu tidur,
adaptif / menyiksa, emngurangi
hindari pilihan gejala kognitif
pertanyaan terbuka dan kurang tidur

4. Diskusikan 4. Mendapatkan
penyebab / harapan informasi bahwa
di masa depan dan A2T telah
perawatan jika muncul untuk
demensia telah memperbaiki
terdiagnosa. kognisi dapat
Gunakan istilah memberikan
yang kongkret harapan dan
kontrol terhadap
kehilangan
7 Menyatakan 1. Jamin pasien 1. Memberikan
kesadaran tentang tentang penentraman
perasaan dan cara kerahasiaan dalam hati lebih lanjut
sehat untuk batasan situasi dan kesempatan
menghadapinya tertentu bagi pasien
untuk
memecahkan
masalah pada
situasi yang
diantisipasi

2. Berikan informasi 2. Dapat


akurat dan konsiste mengurangi
mengenai ansietas dan
prognosis, hindari ketidakmampua

27
argumentasi n pasien untuk
mengenai persepsi membuat
pasien terhadap keputusan /
situasi tersebut pilihan
berdasarkan
realita

3. Berikan lingkungan 3. Membantu


terbuka dimana pasien untuk
pasien akan merasa merasa diterima
aman untuk pada kondisi
mendiskusikan sekarang tanpa
perasaan atau perasaan
menahan diri untuk dihakimi dan
berbicara meningkatkan
perasaan harga
diri dan kontrol

4. Berikan informasi
4. Menciptakan
yang dapat
interaksi
dipercaya dan
personal yang
konsisten, juga
lebih baik dan
dukungan untuk
menurunkan
orang terdekat
ansietas dan rasa
takut
8 Menunjukkan 1. Tentukan persepsi 1. Isolasi sebagian
peningkatan pasien tentang dapat
perasaan harga diri situasi mempengaruhi
diri saat pasien
takut
penolakan /
reaksi orang lain

28
2. Batasi / hindari 2. Mengurangi
penggunaan masker, perasaan pasien
baju dan sarung akan isolasi fisik
tangan jika dan menciptakan
memungkinkan mis: hubungan sosial
jika berbicara yang positif
dengan pasien yang dapat
meningkatkan
rasa percaya diri

3. Dorong kunjungan 3. Partisipasi orang


terbuka, hubungan lain dapat
telepon dan aktivitas meningkatkan
sosial dalam tingkat rasa
yang memungkinkan kebersamaan
4. Dorong adanya 4. Membantu
hubungan yang aktif menetapkan
dengan orang partisipasi pada
terdekat hubungan sosial
dapat
mengurangi
kemungkinan
upaya bunuh diri
9 Menyatakan 1. Kaji tingkat 1. Menentukan
perasaan dan cara perasaan tidak status individual
yang sehat untuk berdaya, mis: pasien dan
berhubungan dengan ekspresi verbal / non mengusahakan
mereka verbal yang intervensi yang
mengindikasikan sesuai pada
kurang kontrol, efek waktu pasien
daftar kurangnya imobilisasi
komunikasi karena perasaan
depresi

29
2. Dorong peran aktif 2. Memungkinkan
pada perencanaan peningkatan
aktivitas, perasaan kontrol
menetapkan dan menghargai
keberhasilan harian, diri sendiri dan
yang realitas / dapat tanggung jawab
dicapai dorong
kontrol pasien dan
tanggung jawab
sebanyak mungkin,
identifikasi hal-hal
yang dapat dan tidak
dapat dikontrol
pasien
10 Mengungkapkan 1. Tinjau ulang proses 1. Memberikan
pemahamannya penyakit dan apa pengetahuan
tentang kondisi / yang menjadi dasar dimana
proses dan harapan di masa pasien dapat
perawatan dari depan membuat pilihan
penyakit tertentu berdasarkan
informasi

2. Tinjau ulang cara 2. Mengoreksi


penularan penyakit mitos dan
kesalahan
konsepsi,
meningkatkan
keamanan bagi
pasien / orang
lain

3. Berikan informasi 3. Memberikan


mengenai
30
penatalaksanaan pasien kontrol
gejala yang mengurangi
melengkapi aturan resiko rasa malu
medis, mis: pada dan
diare intermiten, meningkatkan
gunakan lomotil kenyamanan
sebelum pergi
kegitan sosial

4. Tekankan perlunya
melajutkan 4. Memberi
perawatan kesehatan kesempatan
dan evaluasi untuk mengubah
aturan untuk
memenuhi
kebutuhan
perubahan /
individual
5. Identifikasi sumber-
sumber komunitas, 5. Memudahkan
mis: rumah sakit / pemindahan dari
pusat perawatan lingkungan
tempat tinggal (bila perawatan akut,
ada) mendukung
pemulihan
dengan
kemandirian
11 1. Mengidentifikasi / 1. Cuci tangan 1.Mengurangi resiko
ikut serta dalam sebelum dan terkontaminasi
perilaku yang sesudah seluruh silang
megurangi resiko kontak perawatan
infeksi dilakukan
2. mencapai masa instruksikan pasien
penyembuhan luka / orang terdekat
31
/ lesi untuk mencuci
3. tidak demam dan tangan sesuai
bebas dari indikasi
pengeluaran /
sekresi purulen 2. Berikan lingkungan 2. Mengurangi
dan tanda-tanda yang bersih dan patogen pada
lain dari kondisi berventilasi baik sistem imun dan
infeksi periksa pengunjung mengurangi
/ staf terhadap kemungkinan
tanda infeksi dan pasien mengalami
mempertahankan infeksi
kewaspadaan nosokomial
sesuai indikasi

3. Diskusikan tingkat
3. Meningkatkan
dan rasional isolasi
kerja sama
pencegahan dan
dengan cara hidup
mempertahankan
dan berusaha
kesehatan pribadi
mengurangi rasa
terisolasi

4. Pantau tanda-tanda
4. Memberikan
vital termasuk suhu
informasi dasar
awitan /
peningkatan suhu
secara berulang-
ulang dari demam
yang terjadi untuk
menunjukkan
bahwa tubuh
bereaksi pada
proses infeksi

32
yang baru dimana
obat tidak lagi
dapat secara
efektif
mengontrol
infeksi yang tidak
dapat
disembuhkan

5. Bersihkan kulit / 5. Kandidiasis oral,


membran mukosa herpes, CMV dan
oral terdapat crytocolus adalah
bercak putih / lesi penyakit yang
umum terjadi dan
memberikan efek
pada membran
kulit.

6. Periksa adanya luka


6. Identifikasi /
/ lokasi alat
perawatan awal
infasif,perhatikan
dari infeksi
tanda-tanda
sekunder dapat
inflamasi / infeksi
mencegah
lokal
terjadinya sepsis

7. Bersihkan percikan
cairan tubuh /
7. Mengontrol mikro
darah dengan
organisme pada
larutan pemutih 1 :
permukaan keras
10
12 Mempertahankan 1. Pantau tanda-tanda 1. Indikator dari
hidrasi dibuktikan vital termasuk volume cairan
oleh membran CVP, bila sirkulasi
mukosa lembab, terpasang, catata
33
turgor kulit baik, hipertensi termasuk
haluaran urine perubahan postural
adekuat secara
pribadi 2. Kaji turgor kulit,
membran mukosa 2. Indikator tidak
dan rasa haus langsung dari
status cairan
3. Pantau pemasukan
oral dan masukan 3. Mempertahankan
cairan sedikitnya keseimbangan
2500 ml / hari cairan,
mengurangi rasa
haus, dan
melembabakan
membran mukosa
13 1. Mempertahankan 1. Tinggikan kepala 1. Meningkatkan
pola pernapasan tempat tidur fungsi pernafasan
efektif membran usahakan pasien yang optimal dan
mukosa untuk berbalik, mengurangi
2. tidak mengalami batuk, menarik aspirasi / infeksi
sesak nafas / nafas sesuai yang ditimbulkan
sianosis dengan kebutuhan karena atelektasis
bunyi nafas dan
sinar x bagian
dada yang bersih 2. Selidiki tentang 2. Nyeri dada
/ meningkat dan keluhan nyeri dada pleuritis dapat
AGD dalam menggambarkan
batas normal adanya pnemonia
pasien non spesifik /
efusi pleura
berkenaan dengan
keganasan

3. Berikan periode 3. Menurunkan


34
istirahat yang konsumsi O2
cukup diantara
waktu aktivitas
pertahankan
lingkungan yang
tenang

14 Menunjukkan 1. Lakukan 1. Mempercepat


homosatis yang pemeriksaan darah deteksi adanya
ditunjukkan dengan pada cairan tubuh perdarahan /
tidak adanya untuk mengetahui penentuan awal
perdarahan mukosa adanya darah pada dari therapi
dan bebas dari urine, feses dan mungkin dapat
ekimosis cairan muntah mencegah
perdarahan kritis

2. Pantau perubahan 2. Timbulnya


tanda-tanda vital perdarahan /
dan warna kulit hemoragi dapat
menunjukkan
kegagalan
sirkulasi / syok

3. Pantau perubahan 3. Perubahan dapat


tingkat kesadaran menunjukkan
dan gangguan adanya
penglihatan perdarahan otak

35
BAB III
PENUTUPAN

A. KESIMPULAN
AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik,
dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah ( transfuse
darah, penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang mengandung AIDS),
transmisi dari ibu ke anak yang mengidap AIDS.
.
B. SARAN
Berdasarkan simpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran, diantaranya adalah :
1. Agar pembaca dapat mengenali tentang pengertian HIV/AIDS.
2. Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan HIV/AIDS pada klien
HIV/AIDS.

36
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius


Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC
Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses –
Proses Penyakit . Jakarta : EGC

37

Vous aimerez peut-être aussi