Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
APPENDISITIS
Oleh:
Prawira Weka Akbari
030.13.153
Pembimbing:
dr. Syamsul Bahri, Sp.B
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan penulisan referat dengan judul Apendisitis.Penulisan referat ini,
merupakan salah satu syarat mengikuti ujian akhir dalam Kepaniteraan Klinik di
Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pembimbing
dr. Syamsul Bahri, Sp.B yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan
memberikan pengarahan dalam penyusunan referatini hingga selesai.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan.Oleh karena itu penulis mengharapakan kritik dan saran yang bersifat
membangun terhadap penulisan laporan kasus ini.Semoga banyak manfaat yang bisa
diambil dari laporan kasus ini.
2
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT APPENDISITIS
Tanggal Revisi :
Dosen Pembimbing
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI........................................................................................................ 4
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................... 5
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
Appendiks merupakan organ dengan struktur tubular yang rudimeter dan tanpa
fungsi yang jelas. Appendiks berkembang dari posteromedial caecum dengan panjang
yang bervariasi namun pada orang dewasa sekitar 5-15 cm dan diameter sekitar 0,5-
0,8 cm. Appendiks merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara
Ileum dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan
apppendiks terlihat pada minggu ke-8 kehamilan yaitu bagian ujung dari protuberans
caecum. Dalam proses perkembangannya, awalnya apendiks berada pada apeks
caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial ekat Plica ileocaecalis.
Lumen apendiks sempit dibagian proksimal dan melebar di bagian distal. Hampir
seluruh permukaan apendiks dikelilingi oleh peritoneum dan mesoapendiks (mesenter
dari appendiks) yang merupakan lipatan peritoneum yang berjalan kontinyu sepanjang
appendiks dan berakhir di ujung appendiks.(1)
Persarafan parasimpatis dari apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang
mengikuti a. Mesenterica superior dan a. Apendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari n. Thorakalis X.(1)
7
II. Fisiologi Appendiks(3)
III.Histologi
Komposisi histologi serupa dengan usus besar, terdiri dari empat lapisan yakni
mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan lapisan serosa. Permukaan dalam atau
mukosa secara umum sama seperti mukosa colon, berwarna kuning muda dengan
gambaran nodular, dan komponen limfoid yang prominen. Komponen limfoid ini
mengakibatkan lumen dari appendiks seringkali berbentuk irreguler (stelata) pada
potongan melintang.Dindingnya berstruktur sebagai berikut :(3)
A. Tunica mucosa
Tidak mempunyai villi intestinalis.
1. Epitel, berbentuk silindris selapis dengan sel piala. Banyak ditemukan
selargentafin dan kadang-kadang sel paneth.
2 . Lamina propria, hampir seluruhnya terisi oleh jaringan limfoid dengan
adanya pula nodulus Lymmphaticus yang tersusun berderet-deret
sekeliling lumen. Diantaranya terdapat crypta lieberkuhn
3. Lamina muscularis mucosa, sangat tipis dan terdesak oleh jaringan
limfoid dan kadang-kadang terputus-putus
B. Tunica submucosa
8
Tebal, biasanya mengandung sel-sel lemak dan infiltrasi limfosit yang
merata.Di dalam jariangan tunica submucosa terdapat anyaman pembuluh
darah dan saraf.
C. Tunica muscularis
Walaupun tipis, tapi masih dapat dibedakan adanya lapisan dua lapisan.
D. Tunica serosa
Tunica serosanya mempunyai struktur yang tidak pada intestinum tenue.
Kadang-kadang pada potongan melintang dapat diikuti pula mesoappendix
yang merupakan alat penggantung sebagai lanjutan peritoneum
viserale.berbeda dengan yang terdapat
9
BAB III
APPENDISITIS AKUT
II.Epidemiologi Apendisitis(5)
10
kurang dari satu tahun jarang dilaporkan.Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-
30 tahun, setelah itu menurun.Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens pada lelaki lebih tinggi.
Meskipun jarang, pernah dilaporkan kasus appendiks neonatal dan prenatal. Pasien
dengan usia yang lebih dari 60 tahun dilaporkan sebanyak 50% meninggal akibat
apendisitis.
III.Etiologi Apendisitis(4)(6)
a. Faktor sumbatan
b. Faktor bakteri
d. Kecenderungan familiar
IV.Klasifikasi/tipe appendisitis(6)(7)
1. Appendisitis akut
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-
tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu.
Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman.
Apada appendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan
cairan peritoneal yang purulen.
2. Appendisitis infiltrat
3. Appendisitis abses
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa
iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, sucaecal, dan pelvic.
4. Appendisitis perforasi
5. Appendisitis kronis
14
Merupakan lanjutan appendisitis akut supuratif sebagai proses radang yang
persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya
obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosis appendisitis kronis baru dapat
ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih
dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik.
Secara histologi, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia
mengalami fibrosis. Terdapat infiltrat sel radang limfosit dan eosinofil pada sub
mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.
V.Patofisiologi Apendisitis(4)(6)
Sebagian besar appendiks disebabkan oleh sumbatan yang kemudian diikuti oleh
infeksi. Beberapa hal ini dpat menyebabkan sumbatan, yaitu hiperplasia jaringan
limfoid, fekalith, benda asing, striktur, kingking, perlengketan.
Bila bagian proksimal appendiks tersumbat, terjadi sekresi mukus yang tertimbun
dalam lumen appendiks, sehingga tekanan intra luminer tinggi. Tekanan ini akan
mengganggu aliran limfe sehingga terjadi edema dan terdapat luka pada mukosa,
stadium ini disebut Appendisitis Akut Ringan. Tekanan yang meninggi, edema dan
disertai inflamasi menyebabkan obstruksi aliran vena sehingga menyebabkan
trombosis yang memperberat iskemi dan edema. Pada lumen appendiks juga terdapat
bakteri, sehingga dalam keadaan tersebut suasana lumen appendiks cocok buat bakteri
untuk diapedesis dan invasi ke dinding dan membelah diri sehingga menimbulkan
infeksi dan menghasilkan pus. Stadium ini disebut Appendisitis Akut Purulenta.
Proses tersebut berlangsung terus sehingga pada suatu saat aliran darah arteri juga
terganggu, terutama bagian ante mesenterial yang mempunyai vaskularisasi minimal,
sehingga terjadi infark dan gangren, stadium ini disebut Appendisitis Gangrenosa.
Pada stadium ini sudah terjadi mikroperforasi, karena tekanan intraluminal yang
tinggi ditambah adanya bakteri dan mikroperforasi, mendorong pus serta produk
infeksi mengalir ke rongga abdomen. Stadium ini disebut Appendisitis Akut
Perforasi, dimana menimbulkan peritonitis umum dan abses sekunder. Tapi proses
perjalanan appendisitis tidak mulus seperti tersebut di atas, karena ada usaha tubuh
untuk melokalisir tempat infeksi dengan cara “Walling Off” oleh omentum, lengkung
15
usus halus, caecum, colon, dan peritoneum sehingga terjadi gumpalan massa plekmon
yang melekat erat. Keadaan ini disebut Appendisitis Infiltrate.
Perforasi mungkin masih terjadi pada walling off yang sempurna sehingga akan
terbentuk abses primer. Sedangkan pada walling off yang belum sempurna akan
terbentuk abses sekunder yang bisa menyebabkan peritonitis umum.
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya dan menimbulkan obstruksi. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan
berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi
dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut. Appendisitis terjadi dari proses
inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala,
kemudian diikuti dengan pembentukan abses setelah 2-3 hari.
16
Gambar 6 (b). Patofisiologi Appendisitis
a. Nyeri abdominal
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul
sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak
apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut :
18
berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua
kali.
Timbul beberapa jam sesudah rasa nyeri yang timbul saat permulaan.
Keadaan anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita appendisitis
akut, bila hal in tidak ada maka diagnosis appendisitis akut perlu
dipertanyakan.
e. Demam
Demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 – 38,50C
tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
19
mulai toksik, leukositosis.
Perforasi Nyeri dan defans muskuler seluruh
perut.
Pembungkusan tidak berhasil Demam tinggi, dehidrasi,
syok, toksik
Pembungkusan berhasil Massa perut kanan bawah, keadaan
umum berangsur membaik
Abses Demam remiten, keadaan umum toksik,
keluhan dan tanda setempat
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
20
2) Auskultasi
3) Palpasi
Rovsing sign
Penekanan perut kiri bawah terjadi nyeri perut kanan bawah, karena
tekanan merangsang peristaltic dan udara usus, sehingga
menggerakkan peritoneum sekitar appendix yang meradang (somatic
pain)
Blumberg sign
21
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kiri bawah atau
kolateral dari yang sakit kemudian dilepaskan tiba-tiba, akan terasa
nyeri pada kuadran kanan bawah karena iritasi peritoneal pada sisi
yang berlawanan.
Psoas sign
Dilakukan dengan rangsangan muskulus psoas. Ada 2 cara memeriksa:
1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa,
pasien memfleksikan articulation coxae kanan, psoas sign (+) bila
terasa nyeri perut kanan bawah.
2. Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan
pemeriksa, psoas sign (+) bila terasa nyeri perut kanan bawah.
22
Obturator sign
Dilakukan dengan menyuruh pasien tidur telentang, lalu dilakukan
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul atau articulation coxae.
Obturator sign (+) bila terasa nyeri di perut kanan bawah.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
23
o Pemeriksaan darah : pada laboratorium darah terdapat leukositosi
ringan ( 10.000 – 18.000/mm3) yang didominasi >75% oleh sel
Polimorfonuklear (PMN), netrofil (shift to the left) dimana terjadi
pada 90% pasien. Hal ini biasanya terdapat pada pasien dengan
akut appendisitis dan apendisitis tanpa komplikasi. Sedangkan
leukosit >18.000/mm3meningkatkan kemungkinan terjadinya
perforasi apendiks dengan atau tanpa abses.
24
Walaupun demikian, foto polos abdomen bukanlah sesuatu yang rutin
atau harus dikerjakan dalam mengevaluasi pasien dengan nyeri
abdomen yang akut.
3) USG
False (+) dapat ditemukan pada adanya dilatasi tuba falopii dan
pada pasien yang obese hasilnya bisa tidak akurat, divertikulum
Meckel, divertikulitis cecal, penyakit radang usus, penyakit radang
panggul, dan endometriosis. Sedangkan false (-) didapatkan pada
appendiks.
4) Barium enema
5) CT Scan
26
(terutama jika media kontras rektal digunakan), paparan radiasi
pengion, biaya dan tidak dapat digunakan untuk wanita hamil. (6)
e. Scoring Appendisitis
Skor Alvarado(9)
Semua penderita dengan suspek appendisitis akut dibuat skor alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu : skor <6 dan skor >6.
Selanjutnya dilakukan apendiktomi, setelah operasi dilakukan pemeriksaan
PA terhadap jaringan apendiks dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu : radang akut dan bukan radang akut.
27
Penanganan berdasarkan skor Alvarado :
1–4 : observasi
5–7 : antibiotik
8 – 10 : operasi dini
Sign/Symptom Value
Pain on compression in the lower right quadrant 4,5
Rebound pain 2,5
Absence of urinary symptoms 2,0
Continuous pain 2,0
White blood cell count > 10000/mIL 1,5
Age under 50 years 1,5
Migration of pain to the right lower quadrant 1,0
Involuntary muscular tension (defense) 1,0
No Kriteria Skoring
1. Gender
1) Laki-laki 2
2) Perempuan 0
2. Intensitas Nyeri
1) Berat 2
2) Sedang 0
3. Perpindahan nyeri
1) Ya 4
28
2) Tidak 0
4. Nyeri perut kuadran kanan bawah
1) Ya 4
2) Tidak 0
5. Muntah
1) Ya 2
2) Tidak 0
6. Suhu badan
1) 37,50C 3
2) <37,50C 0
7. Guarding
1) Ya 2
2) Tidak 0
8. Bising Usus
1) Absent/meningkat 4
2) Normal 0
9. Rebound tenderness
1) Ya 7
2) Tidak 0
Appendisitis akut mempunyai nilai 0 sampai nilai maksimal 32. Dan nilai
ini digunakan untuk mendiagnosa ada atu tidaknya appendisitis akut.
Nilai batas untuk appendisitis akut adalah >21 kemungkinan besar
appendisitis akut.
Jika nilai <15, kemungkinan untuk appendisitis akut adalah rendah.
Diagnosis banding appendisitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis
kelamin :
29
Intususepsi paling sering didapatkan pada anak – anak berusia dibawah 3
tahun. Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan appendisitis. Nyeri
divertikulitis hampir sama dengan appendisitis, tetapi lokasinya berbeda,
yaitu pada daerah periumbilikal. Pada pencitraan dapat diketahui adanya
inflammatory mass di daerah abdomen tengah. Diagnosis banding yang
agak sulit ditegakkan adalah gatroenteritis akut, karena memiliki gejala-
gejala yang mirip dengan appendisitis, yakni diare, mual, muntah, dan
ditemukan leukosit pada feses.
- Pada pria dewasa muda : crohn’s disease, kolik traktur urogenitalis dan
epididimitis.
- Pada wanita usia muda : pelvic onflammatory disease (PID), kita ovarium,
infeksi saluran kencing
Pada PID, nerinya bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada
kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.
30
- Pada uasia lanjut : keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran
reproduksi, diverkulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis.
a. Gastroenteritis
b. Limfadenitis mesenterica
c. Peradangan pelvis
Tuba Fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua
organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau
adnesitis. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat
kontak seksual. Suhu biasanay lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri
perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada
colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri.
d. Kehamilan Ektopik
31
Adanay riwayat terhambat menstruasi denga keluhan yang tidak menentu.
Jika terjadi ruptur tuba atau abortus diluar rahim dengan perdarahan akan
timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan
terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal didapatkan
nyeri dan penonjolan kavum douglas, dan pada kuldosentesis akan di
dapatkan darah.
e. Diverticulitis
IX.Komplikasi Appendisitis
- Ileus
32
X.Penatalaksanaan Apendisitis
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan
merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan appendiktomi sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks
normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa
komplikasi tidak banyak masalah. Pada apendisitis akut, abses, dan perforasi
diperlukan tindakan operasi apendiktomi cito.
Untuk pasien yang dicurigai Apendisitis :
Puasakan
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgesik tidak akan menyamarkan
gejala saat pemeriksaan fisik.
Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia produktif.
Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang
membutuhkan Laparotomi.
Terapi Non-Operatif
Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk
appendisitis akut bagi mereka yang sulit mendapatkan intervensi operasi
(misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memiliki resiko
tinggi untuk dilakukan operasi.
Rujuk ke dokter spesialis bedah.
Terapi Operatif
Antibiotika preoperatif (persiapan preoperatif)
Pemberian antibiotika preoperatif efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi
post operasi.
Diberikan antibiotika spektrum luas dan juga untuk gram negatif dan anaerob.
Antibiotika preoperatif diberikan oleh ahli bedah.
Antibiotika profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya
digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau
Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri
yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,
Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.
33
Indikasi Appendiktomi :
Appendisitis akut
Appendisitis kronik
Periapendikular infiltrat dalam stadium tenang
Apendiks terbawa dalam operasi kandung kemih
Apendisitis perforata
1) Open Appendectomy
Insisi Gridiron pada titik Mc Burney. Garis insisi paralel dengan otot
oblikus eksternal, melewati titik Mc Burney yaitu 1/3 lateral garis yang
menghubungkan spina illiaka anterior superior kanan dan umbilikus.
Lapisan kulit yang dibuka pada Appendiktomi : cutis - sub cutis - fascia
scarfa - fascia camfer - aponeurosis MOE – MOI - M. Transversus - fascia
transversalis - pre peritoneum – peritoneum.
Sayatan ini mengenai kutis, subkutis dan fasia. Otot – otot dinding
perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya. Setelah itu akan
tampak peritoneum parietal ( mengkilat dan berwarna biru keabu-abuan)
yang disayat secukupnya untuk meluksasi sekum. Sekum dikenali dari
ukurannya yang besar dan mengkilat dan lebih kelabu/putih, mempunya
haustrae dan taenia koli, sedangkan ileum lebih kecil, lebih merah dan
tidak mempunyai haustrae dan taenia koli. Basis appendiks dicari pada
pertemuan ketiga taenia koli. Teknik inilah yang paling sering dikerjakan
karena keuntungannya tidak terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi
herniasi, trauma operasi minimum pada alat –alat tubuh, dan masa istirahat
pasca bedah lebih pendek karena masa penyembuhannya lebih cepat.
34
Kerugiannya adalah lapangan iperasi terbatas, sulit diperluas, dan waktu
operasi lebih lama. Lapangan operasi dapat diperluas dengan memotong
secara tajam.
35
j) Jahitan tabac sac disimpulkan dan puntung dikuburkan dalam simpul tersebut.
Mesoapendiks diikat dengan sutera.
k) Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat – alat
didalamnya, semua perdarahan dirawat.
l) Sekum dikembalikan ke dalam abdomen.
m) Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan didekatkan
untuk memudahkan penutupannya. Peritoneum dijahit jelujur dengan chromic
cat gut dan otot – otot dikembalikan.
n) Dinding perut ditutup lapis demi lapis, fasia dengan sutera, sub cutis dengan
cat gut dan akhirnya kulit dengan sutera.
o) Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa steril.
Pada hari operasi penderita diberikan infus menurut kebutuhan sehari kurang lebih
2 – 3 liter cairan Ringer Laktat dan Dekstrosa. Pada appendisitis tanpa perforasi :
antibiotik diberikan hanya 1 x 24 jam. Pada appendisitis dengan perforasi : antibiotik
diberikan hingga jika gejala klinis infeksi reda dan laboratorium normal. Mobilisasi
secepatnya setelah penderita sadar dengan menggerakkan kaki miring ke kiri dan ke
kanan bergantian dan duduk. Penderita boleh berjalan pada hari pertama pasca
operasi. Pemberian makan peroral di mulai dengan memberikan minum sedikit-
sedikit (50 cc) tiap jam apabila sudah ada aktifitas usus yaitu adanya flatus dan bising
usus. Bilamana dengan pemberian minum bebas penderita tidak kembung maka
pemberian makanan peroral dimulai. Jahitan diangkat pada hari kelima sampai hari ke
tujuh pasca bedah.
2) Laparoscopic Appendectomy
38
Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopicdapat dipakai sarana diagnosis
dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek appendisitis akut.
Laparoscopickemungkinan sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan
abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dari appendisitis akut
sangat mudah dengan menggunakan laparoskop.
Komplikasi
Pasca bedah dini : perdarahan, infeksi, hematom, paralitik ileus, peritonitis, fistel
usus, abses intraperitoneal.
XI.Prognosis Appendisitis
Mortalitas adalah 0,1% jika appendisitis akut tidak pecah, dan 15% jika pecah
pada orang tua. Kematian biasanya akibat dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi.
Prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum perforasi terjadi dan dengan
antibiotik yang adekuat. Morbiditas meningkat seiring dengan perforasi dan usia tua.
39
BAB IV
KESIMPULAN
Bila diagnosa klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
appendiktomi,dapat dilakukan secara open surgery atau laparascopic appendictomy.
40
DAFTAR PUSTAKA
41