Vous êtes sur la page 1sur 33

MAKALAH TUTORIAL B-3

KASUS 1

TOPIC : KEJANG DEMAM

KELOMPOK B-3

Kelompok :

Helena Galuh Proborini 1410211012 Ichti Yaumullail 1410211156

Muhammad Faruqy Ismid 1410211034 Tasya Tamaya 1410211169

Regia Anadhia Pinastika 1410211047 Maladewy Puji Rahayu 1410211172

Achmad Syauqie 1410211050 Kirani

Nadia Nanda Salsabila 1410211143

Tutor : dr. Laksma

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN


NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

TAHUN 2015/2016
Anak K (2 tahun)

KU : Dibawa oleh ibunya karena kejang di rumah.

RPS : Saat ini kejang telah berhenti. Sebelumnya kejang terjadi di seluruh
tubuh, sekitar 3 menit. Setelah kejang berhenti anak K menangis. Ibunya juga
menyatakan bahwa an.K sudah sejak 4 hari kemarin mengalami batuk dan pilek.
Oleh ibunya di belikan obat sirup atuk-pilek, namun tidak ada perubahan.
Semalam suhu tubuhnya mulai naik. Ibunya tidak memberkan obat penurun
panas, hanya di kompres dengan air hangat. Sewaktu berusia 1 tahun An.K juga
pernah saat demam.

RPK : Ayahnya sewaktu kecil pernah mengalami kejang saat demam.

R.Tumbuh Kembang : Perkembangan An.K lebih lambat dari keempat


kakaknya, karena K baru mulai duduk saat berusia 1tahun, dan hingga sekarang
belum dapat berjalan sendiri. Ibunya tidak pernah memeriksa K ke dokter untuk
masalah ini.

R. Kelairan : K lahir saat ibunya berusia 37 tahun, pada usia kandungan 8 bulan
karena pecah ketuban. Berat badan lahir K 2000gram. Saat itu di perlukan
perawatan kusus beberapa harisebelum An.K diijinkan pulang oleh dokter anak.

Pemeriksaan Fisik :

Kesadaran : Menangis, CM

HR : 110 x/menit

RR : 30 x/menit

Suhu : 39◦C (Axilla)

Berat Badan : 15 kg.

Kepala : ukuran kepala Mesochepal dan tidak di temukan jejas.

Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, refleks cahaya langsung
dan tidak langsung (+), pupil isokor, diameter 3mm/3mm, tidak ditemukan
pupil edema.

Hidung : Ditemukan sekret cair bening, dan tidak ada napas cuping.

Telinga : Membran timpani intak, tidak hiperemis, tidak ada edem mukosa
Tenggorokan : Faringitis hiperemis, Tonsil : T1-T1 tenang.

Px. Neurologis :

Meningeal signs : Kaku kuduk, brudzinsky I. Brudzinsky II, kernig semua (-)

Refleks Fisiologis normal.

Tidak ditemukan refleks patologis.

Px.Penunjang :

HB : 11.1 g/dl

HT : 30%

Leukosit : 16000/µl

Hitung jenis : Neutrofil 82%

DIAGNOSIS : Kejang demam sederhana e.c ISPA


TUMBUH KEMBANG ANAK

Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan


Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan (growth) merupakan peningkatan jumlah dan besar sel diseluruh
bagian tubuh selama sel-sel tersebut membelah diri dan menyintesis protein-protein baru.
Menghasilkan penambahan jumlah berat secara keseluruhan atau sebagian.
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan
fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat pada waktu yang
normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik
(keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah ) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara
berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang
menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.

Pengertian Perkembangan
Perkembangan (development), adalah perubahan secara berangsur-angsur dan
bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh, meningkat dan meluasnya kapasitas seseorang
melalui pertumbuhan, kematangan, atau kedewasaan, dan pembelajaran. (wong, 2000).
Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957) bahwa
perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis, perkembangan berlangsung dari keadaan
global dan kurang berdiferensiasi sampai ke keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan
integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas
pada diri anak. Dari penghayatan totalitas itu lambant laun bagian- bagiannya akan menjadi
semakin nyata dan tambah jelas dalam rangka keseluruhan.

Tahapan Tumbuh Kembang


Tahap tumbuh kembang anak secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Tahap tumbuh kembang usia 0-6 tahun, terbagi atas :
 Masa Pranatal mulai masa embrio (mulai konsepsi-8 minggu), masa fetus (9 minggu sampai
lahir),
 Masa Pascanatal mulai dari masa neonatus (0-28 hari), masa bayi (29 hari-1 tahun), masa
anak (1-2 tahun), dan masa prasekolah (3-6 tahun).
2. Tahap tumbuh kembang usia 6 tahun keatas, terdiri atas
 Masa Sekolah (6-12 tahun)
 Masa Remaja (12-18 tahun)

TAHAP TUMBUH KEMBANG USIA 0-6 TAHUN

1. Masa Pranatal
Masa pranatal (saat dalam kandungan) adalah waktu yang terletak antara
masa pembuahan dan masa kelahiran. Pada saat ini terjadi pertumbuhan yang luar biasa dari
satu sel menjadi satu organisme yang lengkap dengan otak dan kemampuan berperilaku,
dihasilkan dalam waktu Iebih kurang sembilan bulan.
Masa pranatal terdiri atas dua fase yaitu :
a. Fase Embrio.
b. Fase Fetus.

2. Masa Pascanatal
Tumbuh kembang pada masa pascanatal dibagi ke dalam beberapa fase berikut :
A. Masa Neonatus (0-28 hari)
Tumbuh kembang masa pascanatal diawali dengan masa neonatus, yaitu dimana terjadinya
kehidupan yang baru. Pada masa ini terjadi proses adaptasi semua sistem organ tubuh,
dimulai dari aktifitas pernafasan, pertukaran gas dengan frekuensi pernapasan antara 35-50
kali permenit, penyesuaian denyut jantung antara 120-160 kali permenit, perubahan ukuran
jantung menjadi lebih besar di bandingkan dengan rongga dada, kemudian gerakan bayi
mulai meningkat untuk memenuhi kebutuhan gizi.

B. Masa Bayi (29 hari – 1 tahun)


Pada masa bayi, tahap tumbuh kembang dapat dikelompokkan menjadi 3 tahap yaitu :
 Usia 1-4 bulan, tumbuh kembang pada tahap ini diawali dengan perubahan berat badan. Bila
gizi anak baik, maka perkiraan berat badan akan mencapai 700-1000 g/bulan. Pertumbuhan
tinggi badan agak stabil, tidak mengalami kecepatan dalam pertumbuhan tinggi badan.
 Usia 4-8 bulan, pertumbuhan pada usia ini ditandai dengan perubahan berat benda pada waktu
lahir. Rata-rata kenaikan berat benda adalah 500-600 g/bulan, apabila mendapatkan gizi yang
baik. Sedangkan pertumbuhan tinggi badan tidak mengalamikecepatan dan stabil berdasarkan
pertambahan umur.
 Usia 8-12 bulan, pada usia ini pertumbuhan berat badan dapat mencapai tiga kali berat badan
lahir, pertambahan berat badan perbulan sekitar 350-450 gram pada usia 7-9 bulan, 250-350
gram pada usia 10-12 bulan, bila memperoleh gizi baik. Pertumbuhan tinggi badan sekitar 1,5
kali tinggi badan pada saat lahir. Pada usia 1 tahun, pertambahan tinggi badan masih stabil
dan diperkirakan mencapai 75 cm.

C. Masa Anak (1-2 tahun)


Pada masa ini, anak akan mengalami beberapa perlambatan dalam pertumbuhan
fisik. Pada tahun kedua, anak hanya mengalami kenaikan berat badan sekitar 1,5 – 2,5 kg dan
penambahan tinggi badan 6-10 cm. Pertumbuhan otak juga akan mengalami perlambatan,
kenaikan lingkar kepala hanya 2 cm. untuk pertumbuhan gigi, terdapat tambahan 8 buah gigi
susu, termasuk gigi geraham pertama dan gigi taring, sehingga seluruhnya berjumlah 14-16
buah. Pada usia 2 tahun, pertumbuhan fisik berat badan sudah mencapai 4x berat badan lahir
dan tinggi badan sudah mencapai 50 persen tinggi badan orang dewasa. Menginjak usia 3
tahun, rata-rata berat badan naik menjadi 2-3 kg/tahun, tinggi badan naik 6-8 cm/tahun, dan
lingkar kepala menjadi sekitar 50 cm.

D. Masa Prasekolah (3-6 tahun)


Pada masa prasekolah, berat badan mengalami kenaikan rata-rata 2kg/tahun. Tubuh
anak terlihat kurus, akan tetapi aktivitas motorik tinggi dan sistem tubuh mencapai
kematangan dalam hal berjalan, melompat, dan lain-lain. Tinggi badan bertambah rata-rata
6,75 – 7,5 cm setiap tahun.
Pada masa ini anak mengalami proses perubahan pola bakan, umumnya mengalami
kesulitan untuk makan. Anak juga mulai menunjukkan kemandirian pada proses eliminasi.

TAHAP TUMBUH KEMBANG USIA 6 TAHUN KEATAS

A. Masa Sekolah (6-12 tahun)


Fase perkembangan yang berlangsung sejak kira-kira umur 6 sampai 12 tahun,
sama dengan masa usia Sekolah Dasar. Anak-anak menguasai keterampilan-keterampilan
dasar membaca, menulis dan berhitung. Secara formal mereka mulai memastiki dunia yang
lebih luas dengan budayanya. Pencapaian prestasi menjadi arah perhatian pada dunia anak,
dan pengendalian diri sendiri bertambah pula.
B. Masa Remaja (12-18 tahun)
Pada masa remaja ini banyak dijumpai masalah, karena masa ini merupakan
proses menuju kedewasaan dan anak ingin mencoba mandiri. Masalah yang sering dijumpai
adalah perubahan bentuk tubuh.
Perkembangan khusus yang terjadi pada masa ini adalah kematangan identitas
seksual yang ditandai dengan perkembangan organ reproduksi. Masa ini merupakan masa
krisis identitas dimana anak memasuki proses pendewasaan dan meninggalkan masa anak-
anak, sehingga membutuhkan bantuan dari orang tua.

2.3 Pertumbuhan dan perkembangan masa konsepsi sampai remaja.

I. Pertumbuhan dan perkembangan embrio manusia dalam kandungan


Usia Ciri-ciri
1 bulan Bagian kepala, jantung, dan hati mulai terbentuk; sistem pencernaan sebagai
(4 minggu) suatu saluran sederhana; ada sebuah ekor yang khas; jaringan-jaringan ekstra
embrionik mulai muncul.
2 bulan Telinga, mata, jari-jari, mulut, hidung, dan tumit merupakan bentuk-bentuk
(8 minggu) tersendiri; tulang mulai dibentuk, sistem pencernaan terbentuk; sistem saraf
dan sistem sirkuler mulai berfungsi; adanya alat kelamin luar, tetapi belum
dapat dibedakan jenis kelaminnya.
3 bulan Ginjal, hati, tangan, lengan, tungkai, kaki, dan sistem pencernaan telah
(12 minggu) berkembang baik; alat kelamin luar antara pria dan wanita mulai dapat
dibedakan; paru-paru mulai jelas; adanya gerakan-gerakan kecil dari janin.
4 bulan Detak jantung sudah dapat dirasakan; terbentuknya tulang-tulang di seluruh
(16 minggu) tubuh; kulit berkembang sepenuhnya; sudah dapat ditentukan jenis
kelaminnya; munculnya alis, bulu mata, dan rambut kepala; gerakan janin
meningkat.
9,5 bulan Sejak minggu ke-16 sampai saat kelahiran terjadi akumulasi lemak di bawah
(38 minggu) kulit; menjelang minggu ke-22 janin mulai membuka matanya; gerakan-
gerakan janin dirasakan oleh ibunya, terjadi kenaikan gerak badan yang
sangat cepat; pada bulan ke-7 posisi kepala ke bawah sebagai persiapan
untuk kelahiran.

II. Pertumbuhan dan perkembangan setelah lahir

A. Pertumbuhan dan Perkembangan Balita


1. Ciri-ciri fisik
Usia Pertumbuhan Perkembangan
Tinggi Berat Motorik Kognitif
Badan Badan
0–3 45–65 3–5 kg Menggerakkan Mulai mengenal suara, bentuk benda dan
bulan cm beberapa bagian warna.
tubuh seperti
tangan, kepala,
dan mulai belajar
memiringkan
tubuh.
6–9 64- 70 7–9 kg Dapat Mengoceh, sudah mengenal wajah
bulan cm menegakkan seseorang, bisa membedakan
kepala, belajar suara, belajar makan dan mengunyah
tengkurap sampai
dengan duduk
(pada usia 8 – 9
bulan), dan
memainkan ibu
jari kaki.
12–18 74–81 10–11 Belajar berjalan Mulai belajar berbicara, mempunyai
bulan cm kg dan berlari, ketertarikan terhadap jenis-jenis benda,
mulai bermain, dan mulai muncul rasa ingin tahu.
dan koordinasi
mata semakin
baik.
2–3 86–96 12–15 Sudah pandai Keterampilan tangan mulai membaik,
tahun cm kg berlari, pada usia 3 tahun belajar menggunting
berolahraga, dan kertas, belajar
dapat meloncat menyanyi, dan membuat coretan
sederhana.
4–5 100–120 16–22 Dapat berdiri Mulai belajar membaca, berhitung,
tahun cm kg pada satu kaki, menggambar, mewarnai, dan merangkai
mulai dapat kalimat dengan baik.
menari,
melakukan
gerakan olah
tubuh,
keseimbangan
tubuh mulai
membaik.

2. Ciri-ciri Psikologis
Usia Ciri-ciri Psikologis Balita (bawah lima tahun)
0-5 Mulai mengenal lingkungan. Membutuhkan perhatian khusus dari orang tua.
tahun Senang bermain. Bersifat kekanak-kanakan (manja). Cenderung keras kepala.
Suka menolak perintah. Membutuhkan zat gizi yang banyak. Hormon
pertumbuhan dihasilkan secara meningkat.

B. Pertumbuhan dan Perkembangan masa anak-anak


1. Ciri-ciri fisik
Usia Pertumbuhan Perkembangan
Tinggi Berat Motorik Kognitif
Badan Badan
6–8 120– 21–27 Mampu Menggambar dengan bentuk
tahun 130 cm kg meloncati tali proporsional,
setinggi 25 cm, memakai dan mengancingkan
belajar naik baju, menulis, lancar
sepeda. membaca, tangkas dalam berhitung,
belajar bahasa asing, belajar
memainkan alat musik.
9–10 131– 28–33 Melakukan olah Pandai menyanyi, mampu membuat
tahun 145 cm kg raga permainan sebuah karangan, Menyerap
seperti pelajaran dengan optimal, mulai
bulutangkis, belajar berdiskusi dan
sepak bola, mengemukakan
tangkas pendapat.
bersepeda.
11– 145– 33–39 Melompat tali Konsentrasi belajar meningkat, mulai
12 152 cm kg sampai di atas belajar bertanggung jawab, senang
tahun 50 cm, meloncat berpetualang dan mempunyai rasa
sejauh lebih dari ingin tahu yang besar.
1 meter,
terampil dalam
menggunakan
peralatan.

2. Ciri-ciri Psikologis
Usia Ciri-ciri Psikologis
6 – 12 Gigi susu mulai tanggal dan gigi permanen mulai tumbuh. Pertumbuhan jiwanya
tahun relatif stabil. Daya ingat kuat, mematuhi segala perintah gurunya. Mudah
menghafal tetapi juga mudah melupakan. Sifat keras kepala mulai berkurang dan
lebih dapat menerima, pengertian karena kemampuan logikanya mulai
berkembang.

C. Pertumbuhan dan Perkembangan masa remaja (puber)


1. Ciri-ciri fisik
Perbedaan Laki-laki Perempuan
Usia 11 – 16 tahun 10 – 15 tahun
Ciri Terjadi mimpi basah Mengalami menstruasi
khusus
Ciri – ciri tumbuhnya kumis dan payudara tumbuh membesar, tumbuhnya
kelamin jambang, tumbuhnya rambut di ketiak dan di sekitar alat kelamin,
sekunder rambut di ketiak dan serta membesarnya pinggul.
di sekitar alat kelamin,
serta dada menjadi
lebih bidang.

2. Ciri-ciri Psikologis
Usia Ciri-ciri Psikologis
Kurang Mulai memperhatikan penampilan. Mudah cemas dan bingung bila adanya
lebih usia perubahan psikis. Tidak mau dibatasi aktivitasnya. Mulai memilih teman yang
10 – 17 cocok. Tidak mau diperlakukan seperti anak kecil. Selalu ingin mencoba hal-
tahun hal baru. Senang meniru idola atau berkhayal. Mulai bersikap kritis. Mulai ada
perubahan bentuk fisik. Mulai menghasilkan hormon reproduksi. Alat kelamin
mulai berkembang. Hormon pertumbuhan masih terus dihasilkan.
KEJANG DEMAM
Defenisi

Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 38°C
per rectal) tanpa adanya infeksi sususanan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi
pada anak berusia diatas 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.

Kejang demam didefenisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada bayi dan
anak antara umur 6 bulan – 5 tahun yang di sebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, dan
tidak terbukti adanya penyebab tertentu. Anak yang mengalami kejang tanpa demam tidak
termasuk dalam batasan ini.

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu
rectal 38°C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstracranium. Kejang demam terjadi pada
2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.

Defenisi ini menyingkirkan kejang yang disertai penyakit saraf seperti meningitis,
enselofati dan ensefalitis. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai system susunan saraf pusat.
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsy yaitu kejang berulang tanpa demam.

Etiologi

Demam pada kejang demam sering disebabkan oleh infeksi yang umum terdapat pada
anak seperti tonsillitis, infeksi traktus respiratorius (38-40% kasus), otitis media (15-23%),
dan gastroenteritis akut (7-9%). Anak usia prasekolah seringkali mendapat infeksi ini dan
disertai demam, yang bila dikombinasikan dengan ambang kejang yang rendah, maka anak
tersebut akan mudah mendapatkan kejang. Hanya 11% anak dengan kejang demam
mengalami kejang pada suhu <37,9°C, 14-40% kejang terjadi pada temperature antara 38°C
dan 38,9°C dan 40-56% pada temperature antara 39°C dan 39,9°C.

Kalsifikasi Kejang Demam


Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi dua golongan yaitu kejang
demam sederhana (Simple Febrile convulsion) dan epilepsy yang diprovokasi oleh demam (
epilepsy triggered of by fever ) . Defenisi ini tidak lagi digunakan karena studi prosfektif
epidemiologi membuktikan bahwa resiko berkembangnya epilepsy atau berulangnya kejang
tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan.

Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan , yaitu :

1. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure )

2. Kejang Demam Kompleks ( Complex Febrile Seizure )

 Kejang Demam Sederhana

Kejang demam sederhana yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik atau klonik, tanpa gerakan
fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80%
di antara seluruh kejang demam.

 Kejang Demam Komplek

Kejang demam disebut komplek apabila kejang bersifat fokal, berlangsung lebih dari
10-15 menit atau kejang berulang dalam 24 jam, dan diantara bangkitan kejang anak tidak
sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.

Tabel Perbedaan Kejang Demam Sederhana & Komplek

KD KD
No Klinis
Sederhana Kompleks
1 Durasi <15 menit ≥15 menit
2 Tipe kejang Umum Umum/fokal
3 Berulang satu episode 1 kali >1 kali
4 Defisite neurologis - ±
5 Riwayat keluarga kejang demam ± ±
6 Riwayat keluarga tanpa kejang ± ±
demam
7 Abnormalitas neurologis ± ±
sebelumnya

Epidemiologi

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan
Eropa Barat. Di Negara Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 80% dan mungkin mendekati
90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana. Beberapa studi prospektif
menunjukkan bahwa kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya
kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit
lebih sering pada anak laki-laki.

Patofisiologi Kejang Demam


Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung
tinggi rendahnya ambang kejang seeorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38°C
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40°C
atau lebih. Dari kenyataan inilah dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya
perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga
terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsy.

 Factor Resiko Kejang Demam Pertama

Studi telah memperlihatkan bahwa tingginya temperature merupakan factor resiko


untuk terjadinya kejang demam, seperti halnya riwayat kejang demam pada orang tua
atau saudara kandung. Perkembangan terlambat, problem pada masa neonates, dan anak
dalam perawatan khusus juga merupakan kolerasi dengan kejadian kejang demam.

Bila seorang anak mempunyai 2 atau lebih factor resiko tersebut di atas, maka
resiko untuk mendapatkan kejang demam kira-kira 30%.

Tabel 1.faktor resiko kejang demam pertama

1. Riwayat keluarga dengan kejang demam


2. pemulangan neonates > 28 hari
3. Perkembangan terlambat
4. Anak dengan pengawasan
5. Kadar natrium rendah
6. Temperatur yang tinggi

 Factor Resiko Kejang Demam Berulang

Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi atau lebih. Makin muda anak ketika kejang pertama kalinya, makin besar
kemungkinan rekurensinya. Lima puluh persen terjadi dalam 6 bulan pertama, 75%
berulang pada tahun pertama dan 90% rekurensi terjadi pada tahuh kedua. Resiko
rekurensi juga berhubungan dengan cepatnya anak mendapat kejang setelah demam
timbul, dan rendahnya temperature. Riwayat keluarga dengan kejang deam juga
merupakan factor resiko. Riwayat keluarga dengan epilepsy dilaporkan juga sebagai
resiko oleh beberapa penelitian tetapi tidak oleh peneliti lain. Usia dini saat kejang
demam dab riwayat kejang demam keluarga merupakan factor resiko yang kuat untuk
timbulnya rekurensi. Rekurensi lebih sering bila serangan pertama terjadi pada bayi
berumur kurang dari 1 tahun, yaitu sebanyak 50% dan bila terjadi pada usia lebih dari 1
tahunresik rekurensi menjadi 28%.

Tabel 2. Faktor Resiko Kejang Demam Berulang

1. Usia muda < 12 bulan


2. Riwayat keluarga kejang demam
3. Cepatnya timbul kejang setelah demam
4. Tempeatur yang rendah saat kejang ( < 38°C)
5. Riwayat keluarga epilepsy

 Factor Resiko Menjadi Epilepsi

Meskipun telah dilaporkan bahwa 15% kasus epilepsy didahului dengan kejang
demam, kejadian kejang demam ternyata lebih sering dibandingkan kejadian epilepsy.
Kurang dari 25% anak kejang demam berkembang menjadi epilepsy.

Seluruh jenis epilepsy, termasuk absens, tonik klonik umum, dan parsial
kompleks dapat terlihat pada pasien dengan riwayat kejang demam. National Institute Of
Neurologic Disorder And Stroke ( NINDS ) Perinatal Collaboration Project ( NCPP )
melaporkan tingginya resiko epilepsy diantara anak- anak dengan perkembangan
abnormal sebelum kejang demam pertama, adanya riwayat orang tua atau saudara
kandung dengan epilepsy, dan anak dengan kejang demam kompleks. 60% anak dengan
kejang demam memiliki satupun factor resiko diatas 2% akan berkembang epilepsy
sebelum usia 7 tahun. Dari 34% anak dengan satu factor resiko , 3% akan menjadi
epilepsy dan jika mempunyai 2 atau 3 faktor resiko, maka kejadian epilepsy menjadi
13%.
Tabel 3. Faktor Resiko Epilepsi

1. Perkembangan abnormal sebelum kejang demam pertama


2. Riwayat keluarga dengan epilepsy
3. Kejang demam kompleks

Manifestasi Klinis

Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Sering di perkirakan bahwa
cepatnya peningkatan temperature merupakan pencetus untuk terjadinya kejang, meskipun
belum ada data yang menunjangnya. Umumnya serangan kejang tonik klonik, awalnya dapat
berupa menangis, kemudian tidak sadar dan timbul kekakuan otot. Selama fase tonik
mungkin disertai dengan henti napas dan inkontinensia. Kemudian diikuti fase klonik
berulang, ritmik dan akhirnya setelah kejang letargi atau tidur.

Bentuk kejang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai
kekakuan dan kelemahan otot, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan, atau
hanya sentakan atau kekakuan otot atau kekakuan fokal. Serangan dalam bentuk absens atau
mioklonik sangat jarang.

Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 5 menit, kurang dari 8% berlangsung
lebih dari 15 menit, dan 4% kejang berlangsung lebih dari 30 menit. Jadi umumnya anak
tidak kejang lagi pada waktu dibawa ke dokter. Bila anak kejang lagi perlu diindentifikasi
apakah ada penyakit lain yang memerlukan pengobatan tersendiri. Perlu juga diketahui
mengenai pengobatan sebelumnya, ada tidaknya trauma, perkembangan psikomotor, dan
riwayat keluarga dengan epilepsy atau kejang demam.

Deskripsi lengkap mengenai kejang sebaiknya didapat dari orang yang melihatnya,
dari pemeriksaan fisik, derajat kesadaran, adanya meningismus, ubun-ubun besar yang tegang
dan membonjol, tanda kernig atau brudzinski, kekuatan dan tonus harus diperiksa dengan
teliti dan dinilai ulang secara periodik. Kira-kira 6% anak akan mengalami rekurensi dalam
24 jam pertama, namun belum diketahui kasus yang mana akan cepat mengalami kejang
kembali.

Penyabab lain dari kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
ensefalitis atau meningitis. Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis.
Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis, dan jika pasien
telah mendapat antibiotic maka perlu di pertimbangkan lumbal fungsi.

Tanda klinis meningitis yang tipikal biasanya sulit diperoleh pada bayi kurang dari
12-18 bulan, sehingga pungsi lumbal sangat dianjurkan pada bayi berumur kurang dari 12
bulan. Secara umum pungsi lumbal ini tidak sering dikerjakan. Jika dijumpai peninggian
tekanan intracranial, fungsi lumbal sebaiknya dikerjakan oleh dokter yang berpengalaman,
mengingat resiko pungsi lumbal dan keterlambatan diagnosis meningitis.

Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,


tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan labora-
torium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah .

B. Pungsi Lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau


menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis
adalah 0,6%-6,7%.

Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan


diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi
lumbal dianjurkan pada:

1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan

2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan

3. Bayi > 18 bulan tidak rutin


Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

C. Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya


kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan (level II-2, rekomendasi E).
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak
khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau
kejang demam fokal.

D. Pencitraan

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin
dan hanya atas indikasi seperti:

1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

2. Paresis nervus VI
3. Papiledema

Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang baik diperlukan untuk memilih pemeriksaan
penunjang yang terarah dan tatalaksana selanjutnya. Anamnesis dimulai dari riwayat
perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang, kemudian mencari kemungkinan adanya faktor
pencetus atau penyebab kejang. Ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang
berhubungan, obatobatan, trauma, gejala-gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau cedera
akibat kejang.
Pemeriksaan fisis dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-tanda trauma akut
kepala dan adanya kelainan sistemik, terpapar zat toksik, infeksi, atau adanya kelainan
neurologis fokal. Bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk
mencari faktor penyebab.
Untuk menentukan factor penyebab dan komplikasi kejang pada anak, diperlukan
beberapa pemeriksaan penunjang yaitu: laboratorium, pungsi lumbal, elektroensefalografi,
dan neuroradiologi. Pemilihan jenis pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan kebutuhan.
Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien dengan kejang pertama adalah kadar glukosa
darah, elektrolit, dan hitung jenis.
Diagnosa Banding
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan
apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak).
Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis,
abses otak dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah
ada kelainan organis di otak.

Penatalaksanaan

 Pengobatan Fase Akut

Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan nafas
tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah aspirasi.
Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau
berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur, kalau perlu
dilakukan intubasi. Jalan nafas dijaga agar tetap terbuka, agar suplai oksigen tetap terjamin.
Bila perlu berikan oksigen. Fungsi vital, keadaan jantung, tekanan darah, kesadaran perlu
diikuti dengan seksama. Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus
diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan kompres air hangat (diseka) dan
pemberian antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/ kg BB, 4 kali sehari atau ibuprofen oral 20
mg/kg BB, 4 kali sehari).
Kejang harus dihentikan segera untuk mencegah agar tidak terjadi kerusakan pada
otak atau meninggalkan gejala sisa atau bahkan kematian. Obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena atau intrarektal. Dosis
intravena 0,3-0,5 mg/kgbb diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg /menit dengan
dosis maksimal 20mg . Apabila sukar mencari vena dapat diberikan diazepam rectal dengan
dosis 0,5 mg/kgbb atau 5mg untuk berat badan yang <10 kg dan 10 mg bila berat badan lebih
dari 10 kg.
Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase akut,
karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat diberikan secara
intravena atau rektal, jika diberikan intramuskular absorbsinya lambat. Dosis diazepam pada
anak adalah 0,3 mg/kg BB, diberikan secara intravena pada kejang demam fase akut, tetapi
pemberian tersebut sering gagal pada anak yang lebih kecil. Jika jalur intravena belum
terpasang, diazepam dapat diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang
dari 10 kg dan 10 mg pada berat badan lebih dari 10 kg. Pemberian diazepam secara rektal
aman dan efektif serta dapat pula diberikan oleh orang tua di rumah. Bila diazepam tidak
tersedia, dapat diberikan luminal suntikan intramuskular dengan dosis awal 30 mg untuk
neonatus, 50 mg untuk usia 1 bulan – 1 tahun, dan 75 mg untuk usia lebih dari 1 tahun.
Midazolam intranasal (0,2 mg/kg BB) telah diteliti aman dan efektif untuk mengantisipasi
kejang demam akut pada anak. Kecepatan absorbsi midazolam ke aliran darah vena dan
efeknya pada sistem syaraf pusat cukup baik, Namun efek terapinya masih kurang bila
dibandingkan dengan diazepam intravena.

Diazepam Diberikan Secara Rectal


Umur/Berat Badan Anak (Larutan 10mg/2ml)
Dosis 0,1 Ml/Kg (0.4-0.6 Mg/Kg)
2 minggu s/d 2 bulan (<4kg)* 0.3 ml ( 1.5 mg )
2 - < 4 bulan ( 4 - < 6 kg ) 0.5 ml ( 2.5 mg )
4 - < 12 bulan ( 6 - < 10 kg ) 1.0 ml ( 5 mg )
1 - < 3 tahun ( 10 - < 14 kg ) 1.25 ml ( 6.25 mg )
3 - < 5 tahun ( 14 – 19 kg ) 1.5 ml ( 7.5 mg )

 Mencari dan Mengobati Penyebab

Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena faktor lain, seperti
meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan serebrospinal diindikasikan
pada anak pasien kejang demam berusia kurang dari 2 tahun, karena gejala rangsang selaput
otak lebih sulit ditemukan pada kelompok umur tersebut. Pada saat melakukan pungsi lumbal
harus diperhatikan pula kontra indikasinya.1-3 Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas
indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan
elektrolit. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan pada anak dengan kejang yang tidak diprovokasi
oleh demam dan pertama kali terjadi, terutama jika kejang atau pemeriksaan post iktal
menunjukkan abnormalitas fokal.

 Pengobatan Profilaksis Terhadap Kejang Demam Berulang

Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan, karena menakutkan keluarga


dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Terdapat 2 cara
profilaksis, yaitu:
o Profilaksis intermittent pada waktu demam
o Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari.

 Profilaksis Intermittent pada Waktu Demam


Pengobatan profilaksis intermittent dengan antikonvulsan segera diberikan pada
waktu pasien demam (suhu rektal lebih dari 38ºC). Pilihan obat harus dapat cepat masuk dan
bekerja ke otak. Antipiretik saja dan fenobarbital tidak mencegah timbulnya kejang berulang.
Rosman dkk, meneliti bahwa diazepam oral efektif untuk mencegah kejang demam berulang
dan bila diberikan intermittent hasilnya lebih baik karena penyerapannya lebih cepat.
Diazepam diberikan melalui oral atau rektal. Dosis per rectal tiap 8 jam adalah 5 mg
untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat
badan lebih dari 10 kg. Dosis oral diberikan 0,5 mg/kg BB perhari dibagi dalam 3 dosis,
diberikan bila pasien menunjukkan suhu 38,5oC atau lebih. Efek samping diazepam adalah
ataksia, mengantuk dan hipotoni. menggunakan klonazepam sebagai obat anti konvulsan
intermittent (0,03 mg/kg BB per dosis tiap 8 jam) selama suhu diatas 38oC dan dilanjutkan
jika masih demam. Ternyata kejang demam berulang terjadi hanya pada 2,5% dari 100 anak
yang diteliti. Efek samping klonazepam yaitu mengantuk, mudah tersinggung, gangguan
tingkah laku, depresi, dan salivasi berlebihan. Untuk mencegah kejang demam berulang.
Dosis yang diberikan adalah 250 mg untuk berat badan kurang dari 15 kg, dan 500 mg untuk
berat badan lebih dari 15 kg, diberikan bila suhu diatas 38oC. Hasil yang didapat adalah
terjadinya kejang demam berulang pada 6,9% pasien yang menggunakan supositoria
kloralhidrat dibanding dengan 32% pasien yang tidak menggunakannya. Kloralhidrat
dikontraindikasikan pada pasien dengan kerusakan ginjal, hepar, penyakit jantung, dan
gastritis.

 Profilaksis Terus-Menerus

Kontroversi masih berlanjut mengenai pemberian profilaksis terus menerus pada


anak dengan kejang demam. Mengingat sebagian besar penderita kejang demam
mempunyai prognosis yang baik dan sangat rendahnya komplikasi yang diakibatkan oleh
kejang demam serta pertimbangan akan efektifitas dan efek samping obat antikonvulsan,
maka pemberian profilaksis terus menerus hanya diberikan secara individual atau pada
kasus tertentu saja.

Studi prosfektif telah membuktikan bahwa profilaksis terus menerus dengan


fenobarbital efektif dibandingkan placebo dalam mencegah berulang nya kejang kembali,
dan terlihat juga kelompok fenobarbital mempunyai IQ 8,4 angka lebih rendah dari pada
kelompok placebo.

Indikasi pemberian profilaksis terus menerus pada saat ini adalah:

 Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan
perkembangan neurologis.
 Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua
atau saudara kandung.
 Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis
sementara atau menetap.
 Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi
kejang multiple dalam satu episode demam.

Anti konvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah
kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Pemberian
profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam
berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsy di kemudian hari.

Pemberian fenobarbital 4-5 mg/kgbb perhari dengan kadar sebesar 16 mg/ml dalam
darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam.
Efek samping fenobarbital ialah iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada
30-50% kasus. Efek samping fenobarbital dapat dikurangi dengan menurunkan dosis.
Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat yang memiliki khasiat sama
dibandingkan dengan fenobarbital. Ngwane meniliti kejadian kejang berulang sebesar
5,5% pada kelompok yang diobati dengan asam valproat dan 33% pada kelompok tanpa
pengobatan dengan asam valproat. Dosis asam valproat 15-40 mg/kgbb perhari. Efek
samping yang ditemukan adalah hepatotoksik, tremor dan alopesia. Fenitoin dan
karbamazepin tidak memiliki efek profilaksis terus menerus.

Prognosis

Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis, kejadian kecacatan


sebagai komplikasi kejang demam tidak dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis
umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal penelitian lain secara
retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan . Penanganan kejang yang cepat dan
tepat prognosis biasanya baik, tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan
angka kematian kejang demam sederhana 0,46% - 0,74% . Sedangkan kejang demam
komplek kemungkinan terulang nya 25-50% pada awal 6 bulan pertama serangan. Epilepsy
ditemukan 2,9% dari kejang demam sederhana dan 97% dari epilepsy yang diprovokasi
demam komplek.

Resiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari factor:

1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga


2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
demam.
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, disbanding bila hanya terdapat 1 atau
tidak sama sekali factor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2 % - 3 % saja
(Consensus Statement on Febrile Seizure, 1981).

Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.


Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian
kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang
berulang baik umum atau fokal.

Faktor risiko terjadinya epilepsi

Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi
epilepsi adalah :

1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.

2. Kejang demam kompleks

3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung


Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4%-
6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%-
49% (Level II-2). Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat
rumat pada kejang demam.

Edukasi Pada Orang Tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangi dengan cara yang diantaranya3:

1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.


2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efek samping obat.

 Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

1. Tetap tenang dan tidak panik

2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu kedalam mulut.

4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

5. Tetap bersama pasien selama kejang

6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
EPILEPSI
A. Definisi

Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak dan tidak


terkontrol yang disebabkan oleh kejang involunter saraf otak.
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International
Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu
kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan
kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya
konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu
riwayat kejang epilepsi sebelumnya.
Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau kejang
berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran kesadaran diantara dua serangan kejang.

B. Etiologi dan Presdiposisi

Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :

a. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu


menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi,
minum alcohol, atau mengalami cidera.
b. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke
otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
c. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
d. Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-
anak.
e. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
f. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
g. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan
neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
h. Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena
ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak
Berdasarkan penyebabnya epilepsy dibagi menjadi dua tipe yaitu epilepsy
primer dan epilepsy sekunder. Epilepsy primer adalah epilepsy yang penyebabnya
tidak diketahui secara pasti. Epilepsy primer juga disebut dengan idiopatik epilepsi

1. Epilepsi Primer (Idiopatik)

Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan


kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan
keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak yang
abnormal.Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik).
Sering terjadi pada:

a. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum


b. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
c. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
d. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
e. Tumor Otak
f. Kelainan pembuluh darah

2. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)

Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada


jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya
jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa
perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum
kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya hipoglikemi, fenilketonuria
(PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus alkohol, uremia),
ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma.

C. Patofisiologi

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan


transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi
yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi
(inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan
hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik.
Di antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat,
norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah
gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas
muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat,
membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan
polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan
seluruh sel akan melepas muatan listrik.

Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau


mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion
Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan
depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali.
Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan
dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa
saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah
pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi
pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus
berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu
serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang
penting untuk fungsi otak.
(Silbernagl,
2000)

D. Penegakan Diagnosis

a. Anamnesa

Riwayat kesehatan adalah dasar dari diagnosis epilepsy. Dokter membutuhkan


semua informasi tentang apa yang terjadi sebelum, selama dan setelah kejang. Jika
pasien tidak dapat memberikan informasi yang cukup, orang lain yang melihat
kejadian kejang dapat turut memberikan informasi.
Pertanyaan sebelum terjadinya kejang :
1. Apakah anda mengalami stress yang tidak biasa atau kurang tidur?
2. Kapan terakhir kali kejang?
3. Apakah anda mengkonsumsi obat-obatan termasuk jamu, alkhohol, atau obat-
obatan terlarang?
4. Apa yang segera anda lakukan saat terjadinya kejang (berbaring, duduk, berdiri)?
Pertanyaan selama kejang :
1. Berapa kali dalam sehari kajang terjadi?
2. Apakah anda tetap sadar atau jatuh pingsan?
3. Bagaimana kejang ini berawal?
4. Apakah ada peringatan sebelum terjadinya kejang?
5. Apakah mata, mulut, wajah , kepala, tangan dan kaki bergerak abnormal?
6. Apakah anda mampu berbicara dan memberikan respon?
7. Apakah anda kehilangan kemmapuan untuk mengontrol kandung kemih dan isi
perut?
8. Apakah anda menggigit lidah atau bagian dalam pipi?
Pertanyaan setelah kejang
1. Apakah anda merasa bingung atau lelah?
2. Dapatkah anda berbicara normal?
3. Apakah anda merasa pusing?
4. Apakah otot tubuh terasa sakit?
Pertanyaan riwayat penyakit dahulu
1. Apakah proses kelahiran anda sulit?
2. Apakah anda pernah mengalami kejang demam ketika anda masih bayi?
3. Apakah anda pernah mengalami trauma kepala, jika iya, apakah anda kehilangan
kesadaran setelah peristiwa? Berapa lama anda tidak sadar?
4. Apakah anda pernah menderita meningitis atau ensefalitis?
5. Apakah ada anggota keluarga yang menderita epilepsy, penyakit neurologi, atau
penyakit yang berhubungan dengan kehilangan kesadaran?

Jika peristiwa terjadi berulangkali, cobalah untuk mengidentifikasi faktor-


faktor yang berhubungan. Sebagai contoh, seorang wanita dengan epilepsy
memiliki episode serangan yang lebih sering saat siklus menstruasi sehingga qita
harus lebih waspada pada saat siklus menstruasi datang. Beberapa orang mencoba
untuk menghubungkan kejang dengan faktor longkungan seperti stress, pemakaian
antibiotic atau terlalu banyak makan gula.
b. Pemeriksaan Fisik

Penyakit medis yang meliputi system lain pada tubuh juga dapat menyebabkan
kejang sehingga dokter harus melakukan pemeriksaan medis secara menyeluruh.
Pada beberapa pemeriksaan dan tes laboraturium dapat digunakan untuk
mengetahui apakah hati ,ginjal, dan system tubuh lain bekerja dengan baik.

c. Pemeriksaan Penunjang

EEG (ElektroEnchepaloGram) adalah pemeriksaan penting untuk diagnosis


epilepsy karena EEG dapat merekam aktivitas listrik pada otak. EEG aman
digunakan dan tanpa rasa sakit.

EEG memperlihatkan pola normal dan abnormal dari aktivitas listrik otak.
Beberapa pola abnormal mungkin terjadi dengan beberapa kondisi yang berbeda
tidak hanya pada kejang. Seperti pada trauma kepala, stroke, tumor otak atau
kejang. Ahli saraf mungkin akan

d. Gold Standart Diagnosis

Gold Standart dari epilepsi adalah kejang yang dilihat sendiri oleh dokter yang
menangani pasien tersebut.

E. Penatalaksanaan

a. Medikamentosa

Anti konvulsion untuk mengontrol kejang.

Jenis obat yang sering digunakan :

Dosis
Obat Bentuk Kejang
mg/kgbb/hari

1 Fenobarbital Semua bentuk kejang 3-8

2 Dilatin (difenilhidantoin) Semua bentuk kejang kecuali 5-10


bangkitan petit mal, mioklonik
atau akinetik.

3 Mysoline (primidon) Semua bentuk kejang kecuali petit 12-25


mal

4 Zarotin (etosuksinit) Petit mal 20-60

5 Diazepam Semua bentuk kejang 0,3-0,5

6 Diamox (asetasolamid) Semua bentuk kejang 10-90

7 Prednison Spasme infantil 2-3

8 Dexametasone Spasme infantil 0,2-0,3

9 Adrenokortikotropin Spasme infantil 2-4

1. Phenobarbital (luminal).
Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.

2. Primidone (mysolin)
Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.

3. Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin)


Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah
DPH.Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis. Tak
berhasiat terhadap petit mal. Efek samping yang dijumpai ialah
nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.

4. Carbamazine (tegretol)
Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan
bangkitan epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang
mempunyaiefek psikotropik. Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus
temporalis yang sering disertai gangguan tingkahlaku. Efek samping yang
mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum
tulang dan gangguan fungsi hati.
5. Diazepam.
Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.).
Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat.
Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.

6. Nitrazepam (Inogadon).
Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.

7. Ethosuximide (zarontine).
Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal

8. Na-valproat (dopakene)
Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai. Obat ini dapat meninggikan kadar
GABA di dalam otak. Efek samping mual, muntah, anorexia.

9. Acetazolamide (diamox).
Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi. Zat
ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks
Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.

10. ACTH
Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantile.

b. Non Medikamentosa

1. Tirah baring

2. Diet rendah kalori dan tinggi protein.

F. Prognosis

Ketika pasien telah berhasil bebas kejang untuk beberapa tahun, hal ini
mungkin untuk menghentikan pengobatan anti kejang, tergantung pada umur pasien
dan tipe epilepsy yang diderita. Hal ini dapat dilakukan dibawah pengawasan dokter
yang berpengalaman. Hampir seperempat pasien yang bebas kejang selama tiga tahun
akan tetap bebas kejang setelah menghentikan pengobatan yang dilakukan dengan
mengurangi dosis secara bertahap. Lebih dari setengah pasien anak-anak dengan
epilepsy dapat menghentikan pengobatan tanpa perkembangan pada kejang.
G. Komplikasi

Komplikasi kejang parsial komplek dapat dengan mudah dipicu oleh stress
emosional. Pasien mungkin mengalami kesulitan kognitif dan kepribadian seperti:
 Personalitas : sedikit rasa humor, mudah marah, hiperseksual
 Hilang ingatan : hilang ingatan jangka pendek karena adanya gangguan pada
hippocampus, anomia ( ketidakmampuan untuk mengulang kata atau nama benda)
 Kepribadian keras : agresif dan defensive
Komplikasi yang berhubungan dengan kejang tonik klonik meliputi:
 Aspirasi atau muntah
 Fraktur vertebra atau dislokasi bahu
 Luka pada lidah, bibir atau pipi karena tergigit
 Status epileptikus
Status Epileptikus
Status epileptikus adalah suatu kedaruratan medis dimana kejang berulang
tanpa kembalinya kesadaran diantara kejang. Kondisi ini dapat berkembang pada
setiap tipe kejang tetapi yang paling sering adalah kejang tonik klonik. Status
epileptikus mungkin menyebabkan kerusakan pada otak atau disfungsi kognitif dan
mungkin fatal.
Komplikasi meliputi:
 Aspirasi
 Kardiakaritmia
 Dehidrasi
 Fraktur
 Serangan jantung
 Trauma kepala dan oral

Vous aimerez peut-être aussi