Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
KASUS 1
KELOMPOK B-3
Kelompok :
TAHUN 2015/2016
Anak K (2 tahun)
RPS : Saat ini kejang telah berhenti. Sebelumnya kejang terjadi di seluruh
tubuh, sekitar 3 menit. Setelah kejang berhenti anak K menangis. Ibunya juga
menyatakan bahwa an.K sudah sejak 4 hari kemarin mengalami batuk dan pilek.
Oleh ibunya di belikan obat sirup atuk-pilek, namun tidak ada perubahan.
Semalam suhu tubuhnya mulai naik. Ibunya tidak memberkan obat penurun
panas, hanya di kompres dengan air hangat. Sewaktu berusia 1 tahun An.K juga
pernah saat demam.
R. Kelairan : K lahir saat ibunya berusia 37 tahun, pada usia kandungan 8 bulan
karena pecah ketuban. Berat badan lahir K 2000gram. Saat itu di perlukan
perawatan kusus beberapa harisebelum An.K diijinkan pulang oleh dokter anak.
Pemeriksaan Fisik :
Kesadaran : Menangis, CM
HR : 110 x/menit
RR : 30 x/menit
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, refleks cahaya langsung
dan tidak langsung (+), pupil isokor, diameter 3mm/3mm, tidak ditemukan
pupil edema.
Hidung : Ditemukan sekret cair bening, dan tidak ada napas cuping.
Telinga : Membran timpani intak, tidak hiperemis, tidak ada edem mukosa
Tenggorokan : Faringitis hiperemis, Tonsil : T1-T1 tenang.
Px. Neurologis :
Meningeal signs : Kaku kuduk, brudzinsky I. Brudzinsky II, kernig semua (-)
Px.Penunjang :
HB : 11.1 g/dl
HT : 30%
Leukosit : 16000/µl
Pengertian Perkembangan
Perkembangan (development), adalah perubahan secara berangsur-angsur dan
bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh, meningkat dan meluasnya kapasitas seseorang
melalui pertumbuhan, kematangan, atau kedewasaan, dan pembelajaran. (wong, 2000).
Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957) bahwa
perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis, perkembangan berlangsung dari keadaan
global dan kurang berdiferensiasi sampai ke keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan
integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas
pada diri anak. Dari penghayatan totalitas itu lambant laun bagian- bagiannya akan menjadi
semakin nyata dan tambah jelas dalam rangka keseluruhan.
1. Masa Pranatal
Masa pranatal (saat dalam kandungan) adalah waktu yang terletak antara
masa pembuahan dan masa kelahiran. Pada saat ini terjadi pertumbuhan yang luar biasa dari
satu sel menjadi satu organisme yang lengkap dengan otak dan kemampuan berperilaku,
dihasilkan dalam waktu Iebih kurang sembilan bulan.
Masa pranatal terdiri atas dua fase yaitu :
a. Fase Embrio.
b. Fase Fetus.
2. Masa Pascanatal
Tumbuh kembang pada masa pascanatal dibagi ke dalam beberapa fase berikut :
A. Masa Neonatus (0-28 hari)
Tumbuh kembang masa pascanatal diawali dengan masa neonatus, yaitu dimana terjadinya
kehidupan yang baru. Pada masa ini terjadi proses adaptasi semua sistem organ tubuh,
dimulai dari aktifitas pernafasan, pertukaran gas dengan frekuensi pernapasan antara 35-50
kali permenit, penyesuaian denyut jantung antara 120-160 kali permenit, perubahan ukuran
jantung menjadi lebih besar di bandingkan dengan rongga dada, kemudian gerakan bayi
mulai meningkat untuk memenuhi kebutuhan gizi.
2. Ciri-ciri Psikologis
Usia Ciri-ciri Psikologis Balita (bawah lima tahun)
0-5 Mulai mengenal lingkungan. Membutuhkan perhatian khusus dari orang tua.
tahun Senang bermain. Bersifat kekanak-kanakan (manja). Cenderung keras kepala.
Suka menolak perintah. Membutuhkan zat gizi yang banyak. Hormon
pertumbuhan dihasilkan secara meningkat.
2. Ciri-ciri Psikologis
Usia Ciri-ciri Psikologis
6 – 12 Gigi susu mulai tanggal dan gigi permanen mulai tumbuh. Pertumbuhan jiwanya
tahun relatif stabil. Daya ingat kuat, mematuhi segala perintah gurunya. Mudah
menghafal tetapi juga mudah melupakan. Sifat keras kepala mulai berkurang dan
lebih dapat menerima, pengertian karena kemampuan logikanya mulai
berkembang.
2. Ciri-ciri Psikologis
Usia Ciri-ciri Psikologis
Kurang Mulai memperhatikan penampilan. Mudah cemas dan bingung bila adanya
lebih usia perubahan psikis. Tidak mau dibatasi aktivitasnya. Mulai memilih teman yang
10 – 17 cocok. Tidak mau diperlakukan seperti anak kecil. Selalu ingin mencoba hal-
tahun hal baru. Senang meniru idola atau berkhayal. Mulai bersikap kritis. Mulai ada
perubahan bentuk fisik. Mulai menghasilkan hormon reproduksi. Alat kelamin
mulai berkembang. Hormon pertumbuhan masih terus dihasilkan.
KEJANG DEMAM
Defenisi
Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 38°C
per rectal) tanpa adanya infeksi sususanan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi
pada anak berusia diatas 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
Kejang demam didefenisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada bayi dan
anak antara umur 6 bulan – 5 tahun yang di sebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, dan
tidak terbukti adanya penyebab tertentu. Anak yang mengalami kejang tanpa demam tidak
termasuk dalam batasan ini.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu
rectal 38°C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstracranium. Kejang demam terjadi pada
2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.
Defenisi ini menyingkirkan kejang yang disertai penyakit saraf seperti meningitis,
enselofati dan ensefalitis. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai system susunan saraf pusat.
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsy yaitu kejang berulang tanpa demam.
Etiologi
Demam pada kejang demam sering disebabkan oleh infeksi yang umum terdapat pada
anak seperti tonsillitis, infeksi traktus respiratorius (38-40% kasus), otitis media (15-23%),
dan gastroenteritis akut (7-9%). Anak usia prasekolah seringkali mendapat infeksi ini dan
disertai demam, yang bila dikombinasikan dengan ambang kejang yang rendah, maka anak
tersebut akan mudah mendapatkan kejang. Hanya 11% anak dengan kejang demam
mengalami kejang pada suhu <37,9°C, 14-40% kejang terjadi pada temperature antara 38°C
dan 38,9°C dan 40-56% pada temperature antara 39°C dan 39,9°C.
Kejang demam sederhana yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik atau klonik, tanpa gerakan
fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80%
di antara seluruh kejang demam.
Kejang demam disebut komplek apabila kejang bersifat fokal, berlangsung lebih dari
10-15 menit atau kejang berulang dalam 24 jam, dan diantara bangkitan kejang anak tidak
sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
KD KD
No Klinis
Sederhana Kompleks
1 Durasi <15 menit ≥15 menit
2 Tipe kejang Umum Umum/fokal
3 Berulang satu episode 1 kali >1 kali
4 Defisite neurologis - ±
5 Riwayat keluarga kejang demam ± ±
6 Riwayat keluarga tanpa kejang ± ±
demam
7 Abnormalitas neurologis ± ±
sebelumnya
Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan
Eropa Barat. Di Negara Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 80% dan mungkin mendekati
90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana. Beberapa studi prospektif
menunjukkan bahwa kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya
kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit
lebih sering pada anak laki-laki.
Bila seorang anak mempunyai 2 atau lebih factor resiko tersebut di atas, maka
resiko untuk mendapatkan kejang demam kira-kira 30%.
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi atau lebih. Makin muda anak ketika kejang pertama kalinya, makin besar
kemungkinan rekurensinya. Lima puluh persen terjadi dalam 6 bulan pertama, 75%
berulang pada tahun pertama dan 90% rekurensi terjadi pada tahuh kedua. Resiko
rekurensi juga berhubungan dengan cepatnya anak mendapat kejang setelah demam
timbul, dan rendahnya temperature. Riwayat keluarga dengan kejang deam juga
merupakan factor resiko. Riwayat keluarga dengan epilepsy dilaporkan juga sebagai
resiko oleh beberapa penelitian tetapi tidak oleh peneliti lain. Usia dini saat kejang
demam dab riwayat kejang demam keluarga merupakan factor resiko yang kuat untuk
timbulnya rekurensi. Rekurensi lebih sering bila serangan pertama terjadi pada bayi
berumur kurang dari 1 tahun, yaitu sebanyak 50% dan bila terjadi pada usia lebih dari 1
tahunresik rekurensi menjadi 28%.
Meskipun telah dilaporkan bahwa 15% kasus epilepsy didahului dengan kejang
demam, kejadian kejang demam ternyata lebih sering dibandingkan kejadian epilepsy.
Kurang dari 25% anak kejang demam berkembang menjadi epilepsy.
Seluruh jenis epilepsy, termasuk absens, tonik klonik umum, dan parsial
kompleks dapat terlihat pada pasien dengan riwayat kejang demam. National Institute Of
Neurologic Disorder And Stroke ( NINDS ) Perinatal Collaboration Project ( NCPP )
melaporkan tingginya resiko epilepsy diantara anak- anak dengan perkembangan
abnormal sebelum kejang demam pertama, adanya riwayat orang tua atau saudara
kandung dengan epilepsy, dan anak dengan kejang demam kompleks. 60% anak dengan
kejang demam memiliki satupun factor resiko diatas 2% akan berkembang epilepsy
sebelum usia 7 tahun. Dari 34% anak dengan satu factor resiko , 3% akan menjadi
epilepsy dan jika mempunyai 2 atau 3 faktor resiko, maka kejadian epilepsy menjadi
13%.
Tabel 3. Faktor Resiko Epilepsi
Manifestasi Klinis
Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Sering di perkirakan bahwa
cepatnya peningkatan temperature merupakan pencetus untuk terjadinya kejang, meskipun
belum ada data yang menunjangnya. Umumnya serangan kejang tonik klonik, awalnya dapat
berupa menangis, kemudian tidak sadar dan timbul kekakuan otot. Selama fase tonik
mungkin disertai dengan henti napas dan inkontinensia. Kemudian diikuti fase klonik
berulang, ritmik dan akhirnya setelah kejang letargi atau tidur.
Bentuk kejang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai
kekakuan dan kelemahan otot, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan, atau
hanya sentakan atau kekakuan otot atau kekakuan fokal. Serangan dalam bentuk absens atau
mioklonik sangat jarang.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 5 menit, kurang dari 8% berlangsung
lebih dari 15 menit, dan 4% kejang berlangsung lebih dari 30 menit. Jadi umumnya anak
tidak kejang lagi pada waktu dibawa ke dokter. Bila anak kejang lagi perlu diindentifikasi
apakah ada penyakit lain yang memerlukan pengobatan tersendiri. Perlu juga diketahui
mengenai pengobatan sebelumnya, ada tidaknya trauma, perkembangan psikomotor, dan
riwayat keluarga dengan epilepsy atau kejang demam.
Deskripsi lengkap mengenai kejang sebaiknya didapat dari orang yang melihatnya,
dari pemeriksaan fisik, derajat kesadaran, adanya meningismus, ubun-ubun besar yang tegang
dan membonjol, tanda kernig atau brudzinski, kekuatan dan tonus harus diperiksa dengan
teliti dan dinilai ulang secara periodik. Kira-kira 6% anak akan mengalami rekurensi dalam
24 jam pertama, namun belum diketahui kasus yang mana akan cepat mengalami kejang
kembali.
Penyabab lain dari kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
ensefalitis atau meningitis. Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis.
Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis, dan jika pasien
telah mendapat antibiotic maka perlu di pertimbangkan lumbal fungsi.
Tanda klinis meningitis yang tipikal biasanya sulit diperoleh pada bayi kurang dari
12-18 bulan, sehingga pungsi lumbal sangat dianjurkan pada bayi berumur kurang dari 12
bulan. Secara umum pungsi lumbal ini tidak sering dikerjakan. Jika dijumpai peninggian
tekanan intracranial, fungsi lumbal sebaiknya dikerjakan oleh dokter yang berpengalaman,
mengingat resiko pungsi lumbal dan keterlambatan diagnosis meningitis.
Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
B. Pungsi Lumbal
C. Elektroensefalografi
D. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin
dan hanya atas indikasi seperti:
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang baik diperlukan untuk memilih pemeriksaan
penunjang yang terarah dan tatalaksana selanjutnya. Anamnesis dimulai dari riwayat
perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang, kemudian mencari kemungkinan adanya faktor
pencetus atau penyebab kejang. Ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang
berhubungan, obatobatan, trauma, gejala-gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau cedera
akibat kejang.
Pemeriksaan fisis dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-tanda trauma akut
kepala dan adanya kelainan sistemik, terpapar zat toksik, infeksi, atau adanya kelainan
neurologis fokal. Bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk
mencari faktor penyebab.
Untuk menentukan factor penyebab dan komplikasi kejang pada anak, diperlukan
beberapa pemeriksaan penunjang yaitu: laboratorium, pungsi lumbal, elektroensefalografi,
dan neuroradiologi. Pemilihan jenis pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan kebutuhan.
Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien dengan kejang pertama adalah kadar glukosa
darah, elektrolit, dan hitung jenis.
Diagnosa Banding
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan
apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak).
Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis,
abses otak dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah
ada kelainan organis di otak.
Penatalaksanaan
Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan nafas
tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah aspirasi.
Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau
berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur, kalau perlu
dilakukan intubasi. Jalan nafas dijaga agar tetap terbuka, agar suplai oksigen tetap terjamin.
Bila perlu berikan oksigen. Fungsi vital, keadaan jantung, tekanan darah, kesadaran perlu
diikuti dengan seksama. Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus
diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan kompres air hangat (diseka) dan
pemberian antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/ kg BB, 4 kali sehari atau ibuprofen oral 20
mg/kg BB, 4 kali sehari).
Kejang harus dihentikan segera untuk mencegah agar tidak terjadi kerusakan pada
otak atau meninggalkan gejala sisa atau bahkan kematian. Obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena atau intrarektal. Dosis
intravena 0,3-0,5 mg/kgbb diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg /menit dengan
dosis maksimal 20mg . Apabila sukar mencari vena dapat diberikan diazepam rectal dengan
dosis 0,5 mg/kgbb atau 5mg untuk berat badan yang <10 kg dan 10 mg bila berat badan lebih
dari 10 kg.
Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase akut,
karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat diberikan secara
intravena atau rektal, jika diberikan intramuskular absorbsinya lambat. Dosis diazepam pada
anak adalah 0,3 mg/kg BB, diberikan secara intravena pada kejang demam fase akut, tetapi
pemberian tersebut sering gagal pada anak yang lebih kecil. Jika jalur intravena belum
terpasang, diazepam dapat diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang
dari 10 kg dan 10 mg pada berat badan lebih dari 10 kg. Pemberian diazepam secara rektal
aman dan efektif serta dapat pula diberikan oleh orang tua di rumah. Bila diazepam tidak
tersedia, dapat diberikan luminal suntikan intramuskular dengan dosis awal 30 mg untuk
neonatus, 50 mg untuk usia 1 bulan – 1 tahun, dan 75 mg untuk usia lebih dari 1 tahun.
Midazolam intranasal (0,2 mg/kg BB) telah diteliti aman dan efektif untuk mengantisipasi
kejang demam akut pada anak. Kecepatan absorbsi midazolam ke aliran darah vena dan
efeknya pada sistem syaraf pusat cukup baik, Namun efek terapinya masih kurang bila
dibandingkan dengan diazepam intravena.
Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena faktor lain, seperti
meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan serebrospinal diindikasikan
pada anak pasien kejang demam berusia kurang dari 2 tahun, karena gejala rangsang selaput
otak lebih sulit ditemukan pada kelompok umur tersebut. Pada saat melakukan pungsi lumbal
harus diperhatikan pula kontra indikasinya.1-3 Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas
indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan
elektrolit. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan pada anak dengan kejang yang tidak diprovokasi
oleh demam dan pertama kali terjadi, terutama jika kejang atau pemeriksaan post iktal
menunjukkan abnormalitas fokal.
Profilaksis Terus-Menerus
Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan
perkembangan neurologis.
Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua
atau saudara kandung.
Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis
sementara atau menetap.
Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi
kejang multiple dalam satu episode demam.
Anti konvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah
kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Pemberian
profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam
berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsy di kemudian hari.
Pemberian fenobarbital 4-5 mg/kgbb perhari dengan kadar sebesar 16 mg/ml dalam
darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam.
Efek samping fenobarbital ialah iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada
30-50% kasus. Efek samping fenobarbital dapat dikurangi dengan menurunkan dosis.
Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat yang memiliki khasiat sama
dibandingkan dengan fenobarbital. Ngwane meniliti kejadian kejang berulang sebesar
5,5% pada kelompok yang diobati dengan asam valproat dan 33% pada kelompok tanpa
pengobatan dengan asam valproat. Dosis asam valproat 15-40 mg/kgbb perhari. Efek
samping yang ditemukan adalah hepatotoksik, tremor dan alopesia. Fenitoin dan
karbamazepin tidak memiliki efek profilaksis terus menerus.
Prognosis
Resiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari factor:
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, disbanding bila hanya terdapat 1 atau
tidak sama sekali factor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2 % - 3 % saja
(Consensus Statement on Febrile Seizure, 1981).
Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi
epilepsi adalah :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangi dengan cara yang diantaranya3:
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu kedalam mulut.
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
EPILEPSI
A. Definisi
C. Patofisiologi
D. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesa
Penyakit medis yang meliputi system lain pada tubuh juga dapat menyebabkan
kejang sehingga dokter harus melakukan pemeriksaan medis secara menyeluruh.
Pada beberapa pemeriksaan dan tes laboraturium dapat digunakan untuk
mengetahui apakah hati ,ginjal, dan system tubuh lain bekerja dengan baik.
c. Pemeriksaan Penunjang
EEG memperlihatkan pola normal dan abnormal dari aktivitas listrik otak.
Beberapa pola abnormal mungkin terjadi dengan beberapa kondisi yang berbeda
tidak hanya pada kejang. Seperti pada trauma kepala, stroke, tumor otak atau
kejang. Ahli saraf mungkin akan
Gold Standart dari epilepsi adalah kejang yang dilihat sendiri oleh dokter yang
menangani pasien tersebut.
E. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Dosis
Obat Bentuk Kejang
mg/kgbb/hari
1. Phenobarbital (luminal).
Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.
2. Primidone (mysolin)
Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.
4. Carbamazine (tegretol)
Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan
bangkitan epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang
mempunyaiefek psikotropik. Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus
temporalis yang sering disertai gangguan tingkahlaku. Efek samping yang
mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum
tulang dan gangguan fungsi hati.
5. Diazepam.
Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.).
Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat.
Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.
6. Nitrazepam (Inogadon).
Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.
7. Ethosuximide (zarontine).
Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal
8. Na-valproat (dopakene)
Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai. Obat ini dapat meninggikan kadar
GABA di dalam otak. Efek samping mual, muntah, anorexia.
9. Acetazolamide (diamox).
Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi. Zat
ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks
Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.
10. ACTH
Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantile.
b. Non Medikamentosa
1. Tirah baring
F. Prognosis
Ketika pasien telah berhasil bebas kejang untuk beberapa tahun, hal ini
mungkin untuk menghentikan pengobatan anti kejang, tergantung pada umur pasien
dan tipe epilepsy yang diderita. Hal ini dapat dilakukan dibawah pengawasan dokter
yang berpengalaman. Hampir seperempat pasien yang bebas kejang selama tiga tahun
akan tetap bebas kejang setelah menghentikan pengobatan yang dilakukan dengan
mengurangi dosis secara bertahap. Lebih dari setengah pasien anak-anak dengan
epilepsy dapat menghentikan pengobatan tanpa perkembangan pada kejang.
G. Komplikasi
Komplikasi kejang parsial komplek dapat dengan mudah dipicu oleh stress
emosional. Pasien mungkin mengalami kesulitan kognitif dan kepribadian seperti:
Personalitas : sedikit rasa humor, mudah marah, hiperseksual
Hilang ingatan : hilang ingatan jangka pendek karena adanya gangguan pada
hippocampus, anomia ( ketidakmampuan untuk mengulang kata atau nama benda)
Kepribadian keras : agresif dan defensive
Komplikasi yang berhubungan dengan kejang tonik klonik meliputi:
Aspirasi atau muntah
Fraktur vertebra atau dislokasi bahu
Luka pada lidah, bibir atau pipi karena tergigit
Status epileptikus
Status Epileptikus
Status epileptikus adalah suatu kedaruratan medis dimana kejang berulang
tanpa kembalinya kesadaran diantara kejang. Kondisi ini dapat berkembang pada
setiap tipe kejang tetapi yang paling sering adalah kejang tonik klonik. Status
epileptikus mungkin menyebabkan kerusakan pada otak atau disfungsi kognitif dan
mungkin fatal.
Komplikasi meliputi:
Aspirasi
Kardiakaritmia
Dehidrasi
Fraktur
Serangan jantung
Trauma kepala dan oral