Vous êtes sur la page 1sur 10

AKUNTANSI KEPERILAKUAN

“Judgment and Decision Making Quality”

Teori Utilitas Dalam Pengambilan Keputusan

Kelompok 2 :

1. Ayu Nita Kharisma Dewi 1781611008


2. Stephanus Ano 1781611014
3. Putu Tia Dewi Prayatni 1781611023
4. Ni Made Trisna Savitri 1781611025

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2018

Teori Utilitas Dalam Pengambilan Keputusan


0
Memilih memerlukan ketelitian dan proses kognitif. Tidak mengherankan jika topic

pembuatan keputusan (decision making) dikaji oleh berbagai displin ilmu, mulai dari

ekonomi, kedokteran, geografi, matematika, sosiologi, ilmu – ilmu politik, sampai ilmu

psikologi. Pembuatan keputusan dapat ditelaah dari segi normative maupun dari segi

deskritif. Pendekatan normative menitikberatkan apa yang seharusnya dilakukan oleh si

pembuat keputusan agar keputusannya bersifat rasional. Sementara, pendekatan deskritif

menggambarkan apa yang telah dilakukan oleh si pengambil keputusan.

A. Teori Utilitas dalam Pengambilan Keputusan


Teori rasiolnalitas menegaskan bahwa pengambilan keputusan berada pada

kondisi penguasaan penuh atas pengetahuan dan informasi dari seluruh peristiwa yang

tidak diamati. Pengambilan keputusan merupakan suatu tugas yang sulit dalam kaitan

dengan ketidakpastian masa depan dan konflik nilai – nilai atau hasil tujuan.
B. Prinsip dalam Teori Utilitas
Teori utilitas atau teori manfaat yang diharapkan, diterbitkan oleh John von

Neumann dan Oskar Morgenstern, di mana mereka mengusulkan teori utilitas yang

diharapkan sebagai teori perilaku “seharusnya”, ini tidak dimaksudkan untuk

menggambarkan bagaimana orang – orang benar – benar berperilaku, tetapi

bagaimana orang akan berprilaku jika mereka mengikuti persyaratan tertentu dalam

pembuatan keputusan rasional. Tujuan utama dari teori semacam itu untuk

menyediakan serangkaian asumsi eksplisit, atau aksioma – aksioma, yang mendasari

pengambilan keputusan rasional.


Formulasi teori utilitas yang diharapkan didasarkan pada enam prinsip dasar

dalam tingkah laku memilih berikut :


1. Ada urutan alternative
Para pengambil keputusan rasional harus membandingkan setiap dua

alternative dan memilih salah satu alternative dan mengabaikan yang lain

(mutually exclusive).
2. Dominasi / Kekuasaan

1
Menurut teori utilitas yang diharapkan, sangat rasional para pengambil

keputusan seharusnya tidak memilih strategi yang didominasi, bahkan jika

strategi hanya didominasi lemah.


3. Cancellation
Pemilihan antara dua alternative seharusnya harus bergantung hanya

pada hasil yang berbeda dari kedua alternative tersebut, tidak pada hasil yang

sama untuk kedua alternative.


4. Transivitas
Jika pembuat keputusan yang rasional harus lebih suka hasil A ke B,

dan hasil B ke C, maka orang seharusnya lebih memilih hasi A daripada hasil

C.
5. Kontinuitas
Untuk setiap sesuatu hasil, seorang pembuat keputusan harus selalu

lebih suka bertaruh antara hasil terbaik dan terburuk untuk hasil yang pasti

diantara jika peluang atau hasil terbaik cukup baik.

6. Invariance
Prinsip invariance menetapkan bahwa pembuat keputusan seharusnya

tidak dipengaruhi oleh cara alternative penyajian.

Von Neumann dan Morgentenstern (1947) dan Plous (1993) membuktikan

secara matematis bahwa saat pembuat keputusan melanggar prinsip – prinsip utilitas

diharapkan.

Setelah Von Neumann dan Morgenstern (1947) mengusulkan teori manfaat

yang diharapkan, penggagas teori lain mengembangkan lanjutan dan variasinya. Satu

dari variasi yang paling terkmuka adalah “teori subjektivitas manfaat yang

diharapkan”, mulanya dikembangkan oleh Leonard Savage. Perbedaan utama dalam

teori Savage dengan teori Non Nemann dan Mogentern adalah Savage membolehkan

pandangan, atau pribadi, kemungkinan dari hasil – hasil yang diperoleh.

2
Keadaan ini adalah bagian penting dalam masalah saat kemungkinan tujuan

tidak dapat ditentukan di muka atau saat hasil Cuma akan terjadi sekali. Dalam

perbedaan / pertentangan, ini sukar untuk mengetahui apa “kemungkinan dari perang

nuklir” sesungguhnya berarti dalam konteks dari teori utilitas.

Tingkah laku dapat diterangkan dengan konsep utilitas yang didefinisikan

sebagai suatu ukuran preferensi individu akan uang. Utilitas terhadap barang atau

layananadalah nila barang atau layanan tersebut menurut persepsi penggunanya. Teori

utilitas bila diterapkan pada situasi yang menyangkut resiko, mengatakan bahwa bila

seorang dihadapkan pada beberapa pilihan, maka yang dia pilih adalah pilihanyang

utilitasnya tinggi.

KUALITAS JUDGMENT AND DECISION MAKING


BUKU SARAH E. BONNER

1. DEFINISI KUALITAS JUDGMENT AND DECISION MAKING

Pada dasarnya mendefinisikan kualitas JDM merupakan pekerjaan yang kompleks


karena ada sejumlah masalah yang harus diselesaikan dengan tujuan untuk memperbaiki
setiap definisi tersebut. Masalah ini dalam akuntansi lebih rumit karena individu yang tertarik
pada peneliti akuntansi sering menghadapi beberapa konstituen untuk JDM mereka, dan
konstituen tersebut berbeda-beda sesuai dengan karakterisasi kualitas JDM.
Yang lebih penting, jika profesional akuntansi menghadapi banyak konstituen, banyak di
antaranya memiliki banyak tujuan mengenai profesional JDM, profesional tersebut mungkin
tidak dapat memaksimalkan kualitas JDM pada semua dimensi yang relevan. Dengan kata
lain, profesional akuntansi harus melakukan tradeoff atau mengorbankan diantara berbagai
3
dimensi kualitas JDM. Sebagai contoh, auditor yang kliennya berharap bahwa si auditor
mengikuti standar profesional namun juga meminimalkan waktu, auditor mungkin tidak
dapat melakukan keduanya. Jadi, auditor menunjukkan kualitas JDM yang lebih kecil pada
dimensi waktu dengan tujuan untuk mendapatkan JDM berkualitas tinggi pada dimensi
standar profesional akuntansi.
Intinya adalah “kualitas JDM” dalam akuntansi (dan keadaan profesional lainnya) tidak
dapat dianggap sebagai konstruk berdimensi satu (unidimensional construct). Untuk setiap
tugas JDM tertentu dan kelompok individu yang tertarik pada para peneliti akuntansi, ada
beberapa dimensi kualitas yang relevan (atau kualitas sub-konstruksi) seperti perjanjian
dengan rekan atau korespondensi yang realistis. Dengan demikian, penelitian akuntansi
pertama-tama perlu secara jelas mendefinisikan kualitas JDM yang berfokus pada beberapa
dimensi. Setelah dimensi didefinisikan, peneliti akuntansi dan lainnya masih menghadapi
masalah terkait pengukuran dimensi tertentu. Misalnya, jika kualitas JDM didefinisikan
sebagai kesepakatan dengan rekan, bagaimana peneliti menentukan siapa "rekan"? Isu
definisi dan pengukuran lebih lanjut dibahas pada bagian selanjutnya.

2. PERSPEKTIF PROSES VERSUS KINERJA DARI KUALITAS JDM


Isu pertama yang harus diperhatikan saat menentukan dan mengukur kualitas JDM
adalah apakah kualitas JDM seseorang harus dievaluasi berdasarkan sejauh mana output atau
keputusan finalnya, atau berdasarkan sejauh mana proses penilaian atau pengambilan
keputusannya. Perspektif tersebut ditinjau sebagai perspektif proses dan kinerja. Terdapat
argumen kuat untuk kedua perspektif ini, mulai dengan perspektif kinerja (performance
view), perusahaan sering kali mengevaluasi personil mereka atas dasar jawaban akhir (output
penilaian atau keputusan), mungkin terutama karena output lebih murah atau mudah diamati
dibandingkan dengan proses dan input. Mengamati output bisa lebih murah jika, misalnya,
output dicatat dalam sistem informasi perusahaan, sedangkan input dan proses tidak.
Selanjutnya, kemungkinan output lebih mudah diukur daripada proses, karena karyawan
sering dievaluasi oleh perusahaan mereka dengan cara ini, masuk akal jika peneliti
mengevaluasi mereka dengan cara yang sama.

4
Perspektif proses (process view) tentang evaluasi kualitas JDM juga memiliki dukungan.
Perusahaan dapat mengevaluasi karyawan mereka berdasarkan pada proses daripada
berdasarkan kinerja, atau sebagai evaluasi tambahan setelah mengevaluasi kinerja.

3. DIMENSI UTAMA DARI KUALITAS JUDGMENT AND DECISION MAKING


UNTUK PERSPEKTIF PROSES DAN PANDANGAN KINERJA
Bagian ini memperkenalkan dimensi kunci/utama dari kualitas JDM yang dilihat
baik dari perspektif proses ataupun dari perspektif kinerja. Dengan kata lain, seseorang
harus memiliki standar yang membandingkan proses atau kinerja JDM seseorang dalam
rangka untuk menentukan apakah itu adalah proses yang benar atau jawaban akhir yang
benar.
a) Teori Judgment and Decision Making Normatif
Teori-teori yang biasanya berasal dari ekonomi, statistik, atau psikologi dan yang
berhubungan dengan semua penilaian manusia serta pengambilan keputusan, tidak
hanya ada dalam akuntansi. JDM berkualitas tinggi yang didefinisikan sesuai dengan
teori normatif sering disebut rasionalitas (rationality). JDM rasional berarti bahwa
JDM tersebut persis, atau mendekati pendekatan, seperti yang teori normatif tertentu
sudah tentukan.
Teori kegunaan harapan (Expected Utility “EU” theory) (von Neumann dan
Morgenstern 1947) dan yang lainnya, telah menjadi teori normatif yang paling banyak
diterima atau diakui sehubungan dengan pengambilan keputusan (ada teori lain untuk
penilaian). Secara singkat, teori EU mengasumsikan bahwa orang-orang menghadapi
berbagai alternatif dalam keadaan pengambilan keputusan dan memilih alternatif yang
memaksimalkan kegunaan yang diharapkan bagi mereka. Pengukuran kualitas JDM
dari perspektif proses biasanya melibatkan perbandingan keputusan orang dengan
yang diperkirakan berdasarkan asumsi teori EU.
Teori probabilitas (termasuk Teorema Bayes) berfungsi sebagai kriteria normatif
untuk mengevaluasi penilaian probabilitas. Penilaian probabilitas yang berkualitas
rendah bisa di didefinisikan seperti halnya penilaian yang tidak sesuai dengan output
rumus probabilitas seperti Teorema Bayes atau penilaian yang berasal dari suatu
proses yang tidak sesuai dengan proses implisit dalam rumus. Dengan demikian,
orang dapat dikatakan melanggar teori probabilitas karena penilaian probabilitas akhir
mereka tidak benar atau karena, misalnya, ketika merevisi probabilitas, mereka gagal
untuk mempertimbangkan probabilitas sebelum kejadian (sebagaimana ditentukan
oleh Teorema Bayes).
b) Hasil Aktual dan Hasil yang Diprediksikan dari Model Statistik

5
Untuk mengukur kualitas JDM sesuai dengan hasil aktual atau hasil yang sudah
diperkirakan memiliki banyak bentuk, dan sejauh ini, tergantung apakah peneliti
sedang melakukan penilaian atau keputusan. Selain itu, jika peneliti sedang
melakukan penilaian, jenis penilaian yang dia sedang lakukan juga akan memiliki
pengaruh. Keputusan melibatkan pilihan dari berbagai alternatif, sehingga keputusan
biasanya diukur dalam mode kategoris. Misalnya, auditor bisa memilih pendapat yang
tidak bermutu tanpa pengecualian, yaitu pendapat termodifikasi yang
memprihatinkan, pendapat yang merugikan, sangkalan dan sebagainya.
Penilaian dalam keadaan akuntansi (accounting setting) mungkin terdiri dari dua
tipe dasar. Pertama adalah penilaian dari probabilitas kejadian atau keadaan yang akan
datang (misalnya, penilaian profesional pajak tentang probabilitas klien yang diaudit).
Yang kedua adalah perkiraan kuantitas yang akan datang (misalnya, perkiraan
pendapatan para analist) atau kuantitas saat ini tetapi yang tidak dapat diketahui
(misalnya perkiraan auditor tentang salah penyajian dolar/rupiah dalam laporan
keuangan klien).
Akurasi yang sesuai dengan hasil aktual merupakan dimensi kualitas JDM yang
berlaku untuk sebagian banyak penilaian dan keputusan akuntansi karena memiliki
beberapa hasil ulung (son of outcome).
c) Teori Professional, Standar Professional dan Regulasi Lainnya
Dalam penelitian akuntansi, dimensi lain dari kualitas JDM yaitu sejauh mana
JDM sesuai dengan “teori” profesional atau badan pengetahuan (misalnya, laporan
COSO untuk kontrol internal), atau standar profesional dan regulasi atau peraturan
lainnya (misalnya, standar auditing, aturan SF.C). Serupa dengan hal ini, peneliti
dapat membandingkan JDM dengan kebijakan perusahaan, yang biasanya didasarkan
pada standar profesional. Kriteria ini digunakan karena beberapa hal. Pertama, seperti
yang dijelaskan sebelumnya, ada beberapa tugas JDM akuntansi yang tidak
berhubungan erat dengan hasil aktual. Kedua, dalam lingkungan akuntansi, teori dan
standar ini merupakan resep atau penjabaran untuk perilaku yang mungkin lebih
memberatkan, katakanlah, fakta yang individu sepakati satu sama lain.
d) Waktu atau Biaya untuk Melakukan Tugas Judgment and Decision Making
Alasan perusahaan menggunakan profesional akuntansi adalah untuk menghasilkan
laba. Maka kriteria lain yang sering disarankan untuk mengevaluasi kualitas JDM
adalah waktu atau biaya yang terjadi untuk melakukan tugas JDM. Pihak ketiga juga
berfokus pada waktu dan biaya untuk melakukan JDM sebagai dimensi kualitas yang
penting.
e) Judgment and Decision Making Orang Lain
6
Dimensi kualitas JDM lainnya yang masih belum bisa diselidiki adalah sampai
sejauh mana JDM individu berkorespondensi dengan JDM orang lain. Orang lain
tersebut bisa saja rekan (misalnya, auditor dengan peringkat yang sama sebagai
individu) atau seorang "ahli" (misalnya, auditor yang dinominasi oleh perusahaannya
untuk menjadi yang terbaik dan yang paling cemerlang). Jawaban akhir individu
(pertimbangan atau keputusan) bisa dibandingkan dengan jawaban dari orang lain,
atau proses JDM individu seperti informasi yang digunakannya, bisa dibandingkan
dengan proses-proses orang lain. Pengukuran kualitas JDM yang membandingkan
jawaban satu orang dengan jawaban orang lain disebut sebagai konsensus.
Untuk mengukur kualitas JDM dari perspektif proses, peneliti dapat
menghubungkan berbagai ukuran proses. Penelitian juga dapat menghitung jumlah
proses yang sama dengan yang digunakan oleh orang lain.
Untuk mengukur kualitas JDM dari perspektif kinerja, peneliti dapat
menghubungkan penilaian atau keputusan dengan keputusan yang diberikan oleh
orang lain. Mereka juga bisa menghitung jumlah keputusan atau keputusan yang
sesuai dengan yang diberikan oleh orang lain
f) Judgment and Decision Making Seseorang Sebelumnya
Selain membandingkan JDM seseorang terhadap JDM orang lainnya, para peneliti
dapat membandingkan suatu JDM professional pada satu titik waktu terhadap JDM-
nya pada titik waktu setelah itu. Para peneliti dapat mengukur dimensi kualitas JDM
ini dari suatu perspektif proses atau kinerja, yang menggunakan ukuran-ukuran yang
serupa dengan yang digunakan untuk kriteria JDM persetujuan dengan orang lain.
g) Memilih Dimensi Kualitas Judgment and Decision Making
Bagaimana seorang peneliti menentukan dimensi proses atau kinerja mana yang
penting untuk JDM? Caranya, dapat digunakan teknik analisa tugas untuk
mempelajari tentang dimensi kualitas yang penting. Peneliti bisa mempelajari
bagaimana perusahaan melihat kualitas JDM dengan mempelajari tentang parameter
dari kompensasi dan sistem evaluasi kinerja atau, yang lebih umum, insentif yang
formal dan informal yang dihadapi oleh professional akuntansi tentang kepentingan.
Jika peneliti tidak memiliki pengetahuan yang langsung dari sumbernya yang terkini
dari evaluasi kinerja dan rencana kompensasi, maka dia bisa mewawancarai atau
mensurvei para professional tentang dimensi kualitas JDM.

4. APA YANG DIMAKSUD JUDGMENT AND DECISION MAKING BERKUALITAS


TINGGI ATAU “KEAHLIAN”

7
Salah satu tujuan penelitian JDM akuntansi adalah untuk meningkatkan JDM, maka
para peneliti (dan praktisi) seringkali ingin tahu siapa yang memiliki kualitas JDM yang
“tinggi”, yaitu siapakah yang merupakan seorang pembuat keputusan yang ahli.
Perdebatan melibatkan tiga pertanyaan utama.
Pertama, apakah ahli atau JDM kualitas tinggi harus didefinisikan secara relatif atau
absolut? Definisi relatif memiliki potensi kerugian, karena orang-orang yang terbaik
dalam situasi dan oleh karena itu, akan ditunjuk sebagai ahli, dapat memiliki kualitas
JDM yang biasa-biasa saja. Dengan mempertimbangkan definisi keahlian mutlak berarti
secara operasional menentukan tingkat absolut, di atas mana seseorang adalah seorang
ahli.
Isu kedua, jika keahlian didefinisikan secara absolut, apa ambang batasnya, di atas
mana seseorang itu ahli? Periset keahlian terkemuka mengandalkan pada definisi
keahlian yang relatif, tidak ada ahli yang "luar biasa".
Masalah utama ketiga yang terkait dengan penentuan orang mana yang ahli di JDM
adalah menentukan kualitas kriteria objektif, atau apakah yang ditunjuk sebagai ahli,
yang dipercaya oleh kelompok sosial tertentu adalah pakar. Penelitian menunjukkan
bahwa orang berpikir tentang keahlian profesional menggunakan berbagai faktor, seperti
pengalaman, kemampuan berkomunikasi, dan kepercayaan diri, beberapa di antaranya
mungkin tidak terkait dengan kualitas JDM. Apakah definisi keahlian relatif atau absolut
paling masuk akal dalam akuntansi, tergantung pada minat JDM. Untuk mengevaluasi
keahlian dari para investor dan para manager dana, maka beberapa pertimbangan kualitas
mutlak disamping kualitas yang relatif adalah masuk akal karena ada tujuan mutlak yang
bisa dikalkulasi (keuntungan pasar).

5. PENELITIAN PADA PERBEDAAN KUALITAS JUDGMENT AND DECISION


MAKING DAN KONSEKUENSI-KONSEKUENSINYA
Bagian ini mengklasifikasikan temuan-temuan penelitian dari jenis studi peneliti
akuntansi individu. Pembuat informasi akuntansi mencakup para manajer dan akuntan
manajemen dan analis keuangan. Sangat sedikit studi yang memeriksa apakah perbedaan
kualitas JDM diantara para manajer dan akuntan manajemen menjadi masalah bagi
individu itu sendiri atau bagi yang lainnya yang menggunakan pekerjaan mereka.
Para regulator informasi akuntansi dan akuntan adalah Dewan Standar Akuntansi
Keuangan (FASB), Komisi Sekuritas dan Kurs (SEC), Institut Akuntan Publik
Bersertifikasi Amerika (AICPA), dan yang lainnya. Para pengevaluasi pekerjaan akuntan
termasuk jaksa penuntut, hakim, dan juri, seperti juga berbagai badan pengaturan seperti
SEC. Jika kita percaya bahwa para hakim memiliki kualitas JDM yang lebih tinggi, maka
8
hasil ini akan menyatakan suatu hubungan antara kualitas JDM pengevaluasi dan hasil
litigasi bagi para auditor.
Bagian ini dengan jelas mengindikasikan kebutuhan untuk studi lebih lanjut
mengenai hubungan antara kualitas JDM dan berbagai konsekuensi ekonomi pada para
pembuat keputusan sendiri (seperti pergantian kerja dan litigasi) sama seperti
konsekuensi pada orang lain yang menggunakan pekerjaan mereka (seperti keuntungan
investasi).
DAFTAR PUSTAKA

Bonner, Sarah E. 2008. Judgment and Decision Making in Accounting. Pearson/Prentice Hall.

Vous aimerez peut-être aussi