Vous êtes sur la page 1sur 62

ASKEP KEJANG DEMAM PADA ANAK

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan anak mempunyai arti penting dalam kehidupan keluarga, mengingat mereka
masih sepenuhnya tergantung pada orang tua atau orang dewasa lain, jika kurangnya
perhatian orang tua terhadap kesehatan anak maka itu akan mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan anak.(hendarson 1997:264)
Demam Kejang merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai pada anak
terutama pada golongan anak berumur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak
yang berumur dibawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam. (Ngastiyah. 2005)
Terjadinya jangkitan demam kejang tergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu
tubuh meningkat. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita demam kejang pada kenaikan
suhu tertentu. (Ngastiyah. 1997).
Bangkitan demam kejang merupakan satu manifestasi daripada lepasnya muatan listrik
yang berlebihan disel neuron saraf pusat. Keadaan ini merupakan gejala terganggunya
fungsi otak dan keadaan ini harus segera mendapatkan penanganan medis secara tepat
dan adekuat untuk mencegah terjadinya komplikasi antara lain : Depresi pusat
pernafasan, Pneumonia aspirasi, cedera fisik dan retardasi mental.
Selain dampak biologis, klien juga mengalami pengaruh psikososial. Dalam keadaan ini
klien akan merasa rendah tinggi karena perubahan pada tubuhnya. Klien juga aktivitasnya
yang dapat menimbulkan bahaya bagi anak. .(hendarson 1997:268)
Setelah penulis melihat pasien diruangan Rawat Inap anak RS. Dr. R. Soeprapto cepu
lebih banyak kasus demam kejang dari pada penyakit yang lain. Dan umumnya orang tua
kurang mengetahui dengan keadaan penyakit ini, sehingga banyak anak yang dibawa
kerumah sakit dalam keadaan yang berat. Bedasar kan data yang didapat kan di RS. Dr. R
Soeprapto Cepu tahun 2011. Tepat nya diruangan anak tanggal 1 – 31 Agustus Sekitar 10
orang yang menderita demam kejang dari 65 orang klien yang dirawat di RS. Dr. R.
Soeprapto cepu. Dan termasuk 10 besar Penyakit yang terbanyak di RS. Dr. R Soeprapto
Cepu.
TINJAUAN TEORI
2.1. KONSEP DASAR
2.1.1. Defenisi
Demam Kejang atau febril convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38 o C) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. (Ngatsiyah : 1997 )
Demam Kejang merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai pada anak
tertama pada golongan anak yang berumur 6 bulan sampai 4 tahun.. Pada demam kejang
terjadi pembahasan sekelompok neuron secara tiba-tiba yang menyebabkan suatu
gangguan kesadaran, gerak, sensori atau memori yang bersifat sementara.
( Aesceulaplus : 2000 )
Jenis-jenis demam Kejang :
1. Kejang Parsial
 Kejang Persial Sederhana
 Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
 Tanda-tanda motorik kedutaan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh umumnya
gerakan setiap kejang sama
 Tanda atau gejala otomik, muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
 Somotosenoris atau sensori khusus, mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara
 Gejala psikis, rasa takut

 Kejang Parsial Kompleks


 Terapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks
 Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik, mengecap-ngecap bibir, mengunyah,
gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya
 Tatapan terpakau. ( Natsiyah : 2004 )
2. Kejang Umum.
1. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan
masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat.
Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan
tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau
ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik
yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan
oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus

2. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan
multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3
detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak
diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat
trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.

2. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat
anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek
moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat.
Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.

2.1.2 Manifestasi klinik

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi
dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat
berbentuk tonik-klonik.
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul
pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita
epilepsy.
untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan
yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)
2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever

Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah
dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam
sederhana, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.

2.1.3. Etiologi
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti, demam sering
disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis
dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-
kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan oksigen
dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau
demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel
apabila stimulus pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001).
2.1.4. Tanda dan Gejala
Umumnya demam kejang berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik-
tonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas
dengan disertai kelaukan atau hanya sentakan atau kelaukan fokal.
Sebagian besar kejang berlangusng kurang dari 6 menit dan kurang 80 % berlangsung
lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak
tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit
anak terbangun dan sadar kembali tanpa deficit neurology. Kejang dapat diikuti
hemiparesis sementara yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang
unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang
berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang yang pertama.
Dan orang tua akan mneggambarkan manifestasi kejang tonik-klonik (yaitu, tonik-
kontraksi otot, ekstensi eksremitas, kehlangan control defekasi dan kandung kemih,
sianosis dan hilangnya kesadaran. (Mary E Muscari)
2.1.5. Antonomi Fisiologi
Seperti yang dikemukakan Syaifuddin (1997), bahwa system saraf terdiri dari system
saraf pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari cerebellum, medulla oblongata dan
pons (batang otak) serta medulla spinalis (sumsum tulang belakang), system saraf tepi
(peripheral nervous system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan
semua cabang dari medulla spinalis, system saraf gaib (autonomic nervous system) yang
terdiri dari sympatis (sistem saraf simpatis) dan parasymphatis (sistem saraf
parasimpatis).
Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus oleh selaput
otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi struktur saraf terutama
terhadap resiko benturan atau guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu
duramater, arachnoid dan piamater.
Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari :
a. Cerebrum (otak besar)
Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior rongga tengkorak
di mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan cavum cranialis media.
Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla cerebri. Fungsi dari
cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat sensorik, pusat pendengaran / auditorik,
pusat penglihatan / visual, pusat pengecap dan pembau serta pusat pemikiran.
Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia alba sehingga tidak
berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di dalam daerah medulla cerebri. Pada
setiap hemisfer cerebri inilah yang disebut sebagai ganglia basalis.
Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah :
1) Thalamus
Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls pembau yang
langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus terutama penting untuk integrasi
semua impuls sensorik. Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri.
2) Hypothalamus
Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus terdiri dari beberapa
nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan fisiologi yang berbeda. Hypothalamus
merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi alat demam seperti mengatur
metabolisme, alat genital, tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan haus, saraf
otonom dan sebagainya. Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi perubahan-
perubahan. Seperti pada kasus kejang demam, hypothalamus berperan penting dalam
proses tersebut karena fungsinya yang mengatur keseimbangan suhu tubuh terganggu
akibat adanya proses-proses patologik ekstrakranium.
3) Formation Reticularis
Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak (superior dan pons
varoli) ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas cortex cerebri di mana pada daerah
formatio reticularis ini terjadi stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan
dikirim ke cortex cerebri.
b. Serebellum
Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa cranial posterior.
Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusat koordinasi
kontraksi otot rangka.
System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar dari otak atau
batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis ada 12 pasang :
1) N. I : Nervus Olfaktorius
2) N. II : Nervus Optikus
3) N. III : Nervus Okulamotorius
4) N. IV : Nervus Troklearis
5) N. V : Nervus Trigeminus
6) N. VI : Nervus Abducen
7) N. VII : Nervus Fasialis
8) N. VIII : Nervus Akustikus
9) N. IX : Nervus Glossofaringeus
10) N. X : Nervus Vagus
11) N. XI : Nervus Accesorius
12) N. XII : Nervus Hipoglosus.
System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan system saraf
otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent. Menurut fungsinya
system saraf otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai serat pre dan post ganglionik
yaitu system simpatis dan parasimpatis.
Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :
1) Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya
2) Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus symphatis
3) Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion kolateral.
System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu :
Serabut saraf yang dicabagkan dari medulla spinalis:
1. Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batang otak
2. Serabut saraf yang dicabangkan dari medulla spinalis.
2.1.6. Patosiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah
glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan
keotak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi,
dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang
terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya,
kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah.
Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis
dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang
disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada
permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion
diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri
karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh
tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+
maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan
listrik.

Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA
meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi
hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis
2.1.7. Komplikasi
1. Aspirasi
2. Asfiksi
3. Retardasi mental
Komplikasi tergantung pada :
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
demam kejang
3. Kejang berlangsung lama atau kejang tikal
2.1.8. Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian cairan IV dengan cairan yang mengandung glukosa
2. Pila kejang sangat lama, sehingga terdapat kemungkinan terjadinya edema otak.
Diberikan kortikosteroid sepeti kortison 20-30 mg/Kg BB atau glukokortikoid seperti
deksametason ½ – ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
3. Berikan diazepam secara IV / Rectal untuk menghentikan kejang
4. Pemberian Fenobarbital secara IV
5. Untuk menghentikan status kovulsivus diberikan difenilhidantion secara IV
6. Pembedahan, terutama untuk pasien yang resisten terhadap pengobatan yang tujuannya :
 Memetakan aktivitas listrik di otak
 Menentukan letak / focus epileprogenik
 Mengangkat tumor, kelainan otak lainnya
 Namun pembedahan dapat meninbulkan berbagai komplikasi lain : edema serebral,
hemoragi, hidrocepalus, infark serebral atau peningkatan kejang. (Ngastiyah, 1997).
2.1.9. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pertahanan suhu tubuh stabil
2. Menjelaskan cara perawatan anak demam
3. Melakukan dan mengajarkan pada keluarga cara kompres panas serta menjelaskan tujuan
4. Beri terapi anti konvulsan jika diindikasikan. Terapi konvulsan dapat diindikasikan pada
anak-anak yang memenuhi kriteria tertentu antara lain : kejang fokal atau kejang lama,
abnormalitas neurology, kejang tanpa demam, derajat pertama, usia dibawah 1 tahun dan
kejang multiple kurang dari 24 jam.
2.1.10. Pemeriksaan Diagnostik
1. Untuk mengetahui adanya keadaan patologis di otak : tumor, edema, infark, lesi
congenital dan hemoragik
2. MRI (Magnetic Resenance Imaging ) Menentukan adanya perubahan / patologis SSP
3. Rontgen Tengkorak, Tidak banyak mebantu untuk mendiagnosa aktivitas kejang kecuali
untuk mengetahui adanya fraktur
4. Pemeriksaan Metabolk (Pemeriksaan Laboratorium ) Meliputi :
 Glukosa darah
 Kalsium fungsi ginjal dan hepar
 Pemeriksaan adanya infeksi : test widal, lumbal fungsi
 Kecepatan sedimentasi, hitung platelet
 Pemeriksaan serologi imunologi
5. EEG Sangat bermanfaat untuk menentukan diagnosa kejang dan menentukan lesi serta
fungsi neurology (Ngastiyah, 1995).
2.1. ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua,
alamat dan diagnosa medis serta tanggal masuk
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami peningkatan suhu tubuh >380C, peningkatan nadi, apnea, keletihan dan
kelemahan umum, inkontinesia baik urine ataupun fekal, sensitivitas terhadap makanan,
mual / muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang. Klien akan merasa nyeri otot
dan sakit kepala.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya klien riwayat terjatuh / trauma, faktur, adanya riwayat alergi dan adanya infeksi.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Faktor resiko demam kejang pertama yang penting adalah deman, selain itu terdpat factor
herediter.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : kulit kepala bersih san beruban, tidak ada luka lesi, rambut klien tipis, mukosa
mulut kering, skelera tidak iketrik, konjungtiva anemis
b. Leher : tidak terdapat pembengkakan kelenjar tiroid ( tidak ada kelainan).
c. Dada : simetris kiri- kanan, tidak tertaba massa
d. abdomen : distansi abdomen, terdenngar bising usus
e. Ekstremitas : terpasang cairan infuse di tangan kanan dengan cairan RL, turgor kulit
jelek ± 3 detik, kekuatan otot
f. Genitalia : tidak ada keluhan
g. Tanda-tanda vital
 Suhu tubuh klien meningkat lebih dari 37’5 C
 Pernapasan : Gigi mengatup, siasonosis, apnea, pernapasan menurun / cepat;
peingkatan mucus.
 Sirkulasi : Hipertensi, peningkatan nadi.
4. Tingkat pertumbuhan dan perkembangan pada anak balita (0-5 tahun) (Smeltzer,2000)
a. Pertumbuhan
Pertambahan BB 2 kg / tahun pada usia 21 bulan, kelihatan kurus, tapi aktifitas motorik
tinggi, system tubuh matang (berjalan dan lompat), TB 6-7 cm / tahun, kesulitan makan,
eliminasi mandiri, kognitif berkembang, mmebutuhkan pengalaman belajar, inisiatif dan
mampu identifikasi identitas diri.
b. Perkembangan (Motorik, bahasa, kognitif)
Berdiri satu kaki, menggoyangkan jari kaki, mengambar acak, menjepit benda,
melambaikan tangan, makan sendiri, menggunakan sendok, menyebutkan empat gambar
dan warna, menyebutkan warna benda, mengerti kata sifat, menirukan berbagai bunyi
kata, paham dengan arti larangan berespon terhadap panggilan, menagis bial dimarahi,
permintaan sederhana, kecemasan perpisahan orang terdekat, mengenali semua anggota
keluarga.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan
Untuk mengetahui adanya keadaan patologis di otak : tumor, edema, infark, lesi
congenital dan hemogragik.
b. .MRI (Magnetic Resenance Imaging )
Menentukan adanya perubahan / patologis SSP
c. Rontgen Tengkorak
Tidak banyak mebantu untuk mendiagnosa aktivitas kejang kecuali untuk mengetahui
adanya fraktur
6. Pemeriksaan Metabolk (Pemeriksaan Laboratorium )
Meliputi :
 Glukosa darah
 Kalsium fungsi ginjal dan hepar
 Pemeriksaan adanya infeksi : test widal, lumbal fungsi
 Kecepatan sedimentasi, hitung platelet
 Pemeriksaan serologi imunologi
2.2.1. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajan, diagnosa keperwatan utama pasien dapat meliputi yang
berikut : (Doenges E. Marilynn,2002)
1. Resiko tinggi injury berhubungan dengan aktivitas motorik dan hilangnya kesadaran
selama kejang
2. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan penumpukan mucus, obstruksi lidah
dan benda asin
3. Gangguan perfusi serebral b / d peningkatan tekanan intracranial
4. Peningkatan suhu tubuh b/d status metabolic
5. Konsep diri : Body image, harga diri berhubungan dengan kehilangan control tubuh,
reaksi negative dari lingkungan terhadap penyakit
6. Kurang pengetahuan behubungan dengan kurangnya informasi
7. Resiko kejang demam berulang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
2.2.2. Implementasi
Implimentasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Implementasi keparawatan disesuaikan dengan rencana
keperawatan yang telah disusun.
Implementasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan klien dan dapat diterima oleh klien itu
sendiri dan keluarga klien
Jenis tindakan pada implimentasi ini terdiri dari tindakan :
 Independent
 Dependent
 Interdependent
2.2.3. Evaluasi
Keefektifan intervensi keparawatan pada anak dengan kejang dapat dilakukan dengan
pengkajian secara terus menerus dan evaluasi terhadap asuhan yang dapat di observasi :
1. Anak dan keluarga memahami tanda dan tingkah laku yang menyebakan kejang
2. Mengkaji lingkungan / situasi yang dapat membahayakan anak saat kejang
3. Keluarga mampu melakukan manajemen perawatan anak-anak selama kejang
4. Anak dan keluarga memahami tentang tearpi pengobatan dan bisa mengidentifikasi
faktor-faktor akibat pengobatan
5. Keluarga merasa tenang dan mengerti tentang kondisi anaknya
6. Anak merasakan bahagia, memahami tentang kesehatannya dan tetap berinteraksi dengan
teman-teman

Askep : Asuhan Keperawatan Anak Kejang Demam

Kejang Demam
Pengertian

Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium 
(Ngastiyah, 1997:229).
Kejang adalah pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel syaraf cortex serebral 
yang ditandai dengan serangan yang tiba – tiba (marillyn, doengoes. 1999 : 252)

Etiologi

Penyebab dari kejag demam dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu :
1. Obat – obatan
racun, alkhohol, obat yang diminum berlebihan

2. Ketidak seimbangan kimiawi
hiperkalemia, hipoglikemia dan asidosis

3. Demam
paling sering terjadi pada anak balita

4. Patologis otak
akibat dari cidera kepala, trauma, infeksi, peningkatan tik

5. Eklampsia
hipertensi prenatal, toksemia gravidarum

6. Idiopatik
penyebab tidak diketahui

Tanda dan Gejala

Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu :
1. Kejang demam sementara
o Umur antara 6 bulan – 4 tahun
o Lama kejang lebih dari 15 menit
o Kejang bersifat umum
o Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah timbulnya demam
o Tidak ada kelainan neurologis, baik klinis maupun laboratorium
o Eeg normal 1 minggu setelah bangkitan kejang
2. Kejang demam komplikata
o Diluar kriteria tersebut diatas

Komplikasi
1. Kejang berulang
2. Epilepsi
3. Hemiparese
4. Gangguan mental dan belajar

Pemeriksaan Diagnostik
1. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <>BUN : 
Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro 
toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

2. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, 
pendarahan penyebab kejang.

3. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi

4. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka
(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi 
kepala.

5. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh 
untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

6. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral oedem, 
trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.

Penatalaksanaan Medik
1. Pemberian diazepam
o dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/ kg bb/ dosis iv (perlahan)
o bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosisi ulangan setelah 20
menit.

2. Turunkan demam
o anti piretik : para setamol atau salisilat 10 mg/ kg bb/ dosis
o kompres air biasa

3. Penanganan suportif
o bebaskan jalan nafas
o beri zat asam

Sumber : http://kumpulan­asuhan­keperawatan.blogspot.com/2010/01/askep­asuhan­
keperawatan­anak­kejang.html

Asuhan Keperawatan Pasien Anak Dengan Kejang Demam

Pengkajian

Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
1. Data subyektif
o Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak
meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, 
penghasilan, alamat.

o Riwayat Penyakit
1. Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan 
menirukan gerakan kejang si anak

2. Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, 
maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam 
terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan
demam.

3. Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu 
berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui 
kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.

4. Pola serangan
 Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap 
mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, 
tonik, klonik ?
 Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang 
kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
 Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai 
gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
 Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan 
flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada 
spasme infantile ?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.

5. Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa 
kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per 
tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama 
kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.

6. Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan 
tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, 
muntah, sakit kepala dan lain­lain. Dimana kejang dimulai dan 
bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah 
penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, 
menangis dan sebagainya ?
7. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya 
pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, 
ISPA, OMA, Morbili dan lain­lain.

8. Riwayat penyakit dahulu
 Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini 
ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang 
sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama
kali ?
 Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, 
KP, OMA dan lain­lain.

9. Riwayat kehamilan dan persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah 
mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat 
trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat­
obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan
apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep/vakum), 
perdarahan ante partum, asfiksi dan lain­lain. Keadaan selama 
neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, 
dan kejang­kejang.

10. Riwayat imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan
serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada 
umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya 
adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.

11. Riwayat perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
 Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : 
berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, 
dan berinteraksi dengan lingkungannya.
 Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan 
anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang 
melibatkan bagian­bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan
otot­otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, 
misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain­
lain.
 Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan 
dan sikap tubuh.
 Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, 
mengikuti perintah dan berbicara spontan.

12. Riwayat kesehatan keluarga.
 Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % 
penderita kejang demam mempunyai faktor turunan)
 Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf 
atau lainnya?
 Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti 
ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat 
mencetuskan terjadinya kejang demam.

13. Riwayat sosial
 Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan 
emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh mengasuh anak?
 Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman 
sebayanya ?

14. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
 Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
 Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
 Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
 Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, 
pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan 
kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan 
medis ?
 Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang 
diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, 
tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, 
penggunaan obat­obatan pertolongan pertama.

15. Pola nutrisi
 Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan
bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang 
dikonsumsi oleh anak ?

 Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? 
Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis 
dan jumlahnya per hari ?

16. Pola eliminasi
 BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara 
makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah
terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat 
anak kencing.
 BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? 
Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?

17. Pola aktivitas dan latihan
 Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman 
sebayanya?
 Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam?
 Aktivitas apa yang disukai?

18. Pola tidur/istirahat
 Berapa jam sehari tidur?
 Berangkat tidur jam berapa?
 Bangun tidur jam berapa?
 Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

2. Data Obyektif
o Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan 
darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan 
didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali 
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
o Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Adakah tanda­tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi 
bentuk kepala? Apakah tanda­tanda kenaikan tekanan intrakarnial, 
yaitu ubun­ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun­ubun 
besar menutup atau belum ?

2. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang 
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa 
menyebabkan rasa sakit pada pasien.

3. Muka/ wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis 
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik 
ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ?
Apakah ada gangguan nervus cranial ?

4. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil 
dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?

5. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda­tanda adanya 
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.

6. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat 
jalan napas? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, 
jumlahnya ?
7. Mulut
Adakah tanda­tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana 
keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang 
tumbuh? Apakah ada caries gigi?

8. Tenggorokan
Adakah tanda­tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda­tanda 
infeksi faring, cairan eksudat ?

9. Leher
Adakah tanda­tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? 
Adakah pembesaran vena jugulans ?

10. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak 
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi 
intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?

11. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? 
Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?

12. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? 
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda 
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?

13. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? 
Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan 
turgor kulit ?
14. Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi 
kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?

15. Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, 
tanda­tanda infeksi ? 

Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot/kejang

2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

Intervensi

Diagnosa Keperawatan I :
Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot/kejang

Tujuan : Risk detection.

Kriteria Hasil :
 Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
 Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
 Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
 Pengetahuan tentang risiko
 Memonitor faktor risiko dari lingkungan

Rencana Tindakan : NIC : Pencegahan jatuh
 Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang

 Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional : meningkatkan keamanan klien.
 Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.

 Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika 
kontrol otot volunter berkurang.

 Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.

 Catat tanda­tanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal.

Diagnosa Keperawatan II :
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan : Thermoregulation

Kriteria Hasil :
 Suhu tubuh dalam rentang normal
 Nadi dan RR dalam rentang normal
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Rencana Tindakan : NIC : Fever treatment
 Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
Rasional : Mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan 
pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.

 Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan 
keperawatan yang selanjutnya.

 Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan, 
kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.
 Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak .
Rasional : Proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.

 Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak 
dapat menyerap keringat.

 Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional : Penyediaan udara bersih.

 Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.

 Batasi aktivitas fisik
Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas.

1. Pengertian
Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu
rectal lebih dari 38o C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut
Consensus Statement on Febrile Seizure (1980), kejang demam adalah suatu kejadian
pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan
dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam. ( Mansjoer, 2000 : 434 )

Kejang demam merupakan kelainan neurolis yang paling sering dijumpai pada anak,
terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. ( Millichap, 1968).
Kejang ( konvulsi ) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari
sel saraf korteks cerebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan
kesadaran, aktifitas motorik dan atau gangguan fenomena sensori ( Doenges, 1993 :
259 ).
Livingston ( 1954, 1963 ) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2
golongan ; yaitu :

1. Kejang demam sederhana ( Simple Febrile Convultion ).


2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam ( Epilepsy Triggered off by Fever )
Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI – RSCM Jakarta, kriteria Livingston
tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosa kejang
demam sederhana ialah :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang, normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

2. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang – kadang demam yang tidak
begitu tinggi dapat menyebabkan demam. (Mansjoer, 2000 : 434 ).

3. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10 % – 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak
berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan
orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dalam waktu yang tingkat terjadi
difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dari akibat terjadinya
lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang
berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak yang
menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang
yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 o C atau lebih. Dari kenyataan inilah dapat
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu
berapa penderita kejang. ( 1985 = 848 )

4. Manifestasi Klinik
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik
klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas
dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului
kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8 % berlangsung
lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparisis
sementara ( hemiparises Todd ) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.
Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparises yang menetap. Bangkitan
kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama
( Mansjoer, 2000 : 435 ).

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi- bayi kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi
berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
Elektroensefalografi ( EEG ) ternyata kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau
kejang demam berulang di kemudian hari. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak
dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumberi infeksi.

6. Penatalaksanaan
a. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi
terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan
fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres dingin dan pemberian
antipiretik. Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
intravena atau intrakranial.
b. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
c. Pengobatan Profilaksis.
1. Profilaksis Intermiten saat demam
Diberikan Diazepam secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3
dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula diberikan secara intra rektal tiap 8 jam
sebanyak 5 mg bila BB <> 10 kg setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 oC.
2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari.
Berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan
kerusakan otak. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam
valproat dengan dosis 15 – 40 mg/kg BB/hari.
B. Tinjauan Teoritis Keperawatan Kejang Demam
1. Pengkajian
Menurut Doenges (1993 : 259) dasar data pengkajian pasien adalah :
a. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang
terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
b. Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.

c. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan
tonus sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).

d. Makanan dan cairan


Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang
berhubungan dengan aktifitas kejang.

e. Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat trauma
kepala, anoksia dan infeksi cerebral.

f. Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.

g. Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat, peningkatan
sekresi mukus.
Fase posiktal : apnea.

2. Diagnosa Keperawatan.

Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Carpenito ( 1999 : 468 ):


a. Resiko terhadap bersihan jalan nafas / pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
relaksasi lidah sekunder akibat gangguan persyarafan otot.
b. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan gerakan tonik / klonik yang tidak
terkontrol selama episode kejang.
c. Peningkatan suhu tubuh ( hypertermia ) berhubungan dengan proses penyakit.
d. Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan
dengan kurang pengetahuan ( orang tua ) tentang kondisi, pengobatan dan aktifitas kejang
selama episode kejang.

3. Rencana Keperawatan
Menurut Carpenito ( 1999 ) , rencana keperawatannya meliputi :
a. Resiko terhadap bersihan jalan nafas / pol tidak efektif berhubungan dengan relaksasi
lidah sekunder akibat gangguan persyarafan otot.
Intervensi :
1). Baringkan klien di tempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasang tongue spatel.
2). Singkirkan benda – benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang
mengganggu pernafasan ( misal : gurita ).
3). Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
4). Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian O2 dan obat anti kejang.

b. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan gerakan tonik / klonik yang tidak
terkontrol selama episode kejang.
Intervensi :
1). Jauhkan benda – benda yang ada disekitar klien.
2). Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak jatuh ke belakang, menyumbat jalan
nafas.
3). Awasi klien dalam waktu beberapa lama selama / setelah kejang.
4). Observasi tanda – tanda vital setelah kejang.
5). Kolaborasi dnegna dokter untuk pemberian obat anti kejang.

c. Peningkatan suhu tubuh ( hypertermia ) berhubungan dengan proses penyakit.


Intervensi :
1). Observasi tanda vital tiap 4 jam atau lebih.
2). Kaji saat timbulnya demam.
3). Berikan penjelasan pada keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan.
4). Anjurkan pada keluarga untuk memberikan masukan cairan 1,5 liter / 24 jam.
5). Beri kompres dingin terutama bagian frontal dan axila.
6). Kolaborasi dalam pemberian terapi cairan dan obat antipiretik.

d. Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan


dengan ketidakcukupan pengetahuan ( orang tua ) tentang kondisi, pengobatan, aktifitas,
kejang selama perawatan.
Intervensi :
1. Jelaskan pada keluarga tentang pencegahan, pengobatan dan aktifitas selama kejang.
2. Jelaskan pada keluarga tentang faktor – faktor yang menjadi pencetus timbulnya
kejang, misal : peningkatan suhu tubuh.
3. Jelaskan pada keluarga, apabila terjadi kejang berulang atau kejang terlalu lama
walaupun diberikan obat, segera bawa klien ke rumah sakit terdekat.

4. Evaluasi.
Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan klien dengan kejang demam adalah
mencegah / mengendalikan aktifitas kejang, melindungi klien dari cedera,
mempertahankan jalan nafas dan pemahaman keluarga tentang pencegahan, pengobatan
dan aktifitas selama kejang.

DAFTAR PUSTAKA

Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak, Gaya Baru,
Jakarta
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah
Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made,
EGC, Jakarta
Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT. Sagung Seto:
Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura Aksara, Jakarta.
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga, Depkes RI, Jakarta.
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga,
Surabaya.
Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi
Pada Anak, PERKANI : Surabaya.
Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info Medika, Jakarta.

G. KLASIFIKASI
Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah
1. Kejang demam sederhana
yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk
mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu
:
a. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukan kelainan.
g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

2. Kejang kompleks
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria
Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai
dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1
kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau
riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.

H. KOMPLIKASI
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI
(1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit
yaitu :
1. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang
melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang
mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara
irreversible.
2. Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.

I. PENCEGAHAN
Menurut Ngastiyah ( 1997: 236-239) pencegahan difokuskan pada pencegahan
kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang berlangsung.
1. Pencegahan berulang
a. Mengobati infeksi yang mendasari kejang
b. Penkes tentang
1) Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter
2) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara pengukuran
suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal pada anak ( 36-37ºC)
3) Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat mulai demam dan
jangan menunggu sampai meningkat
4) Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mengalami kejang
demam bila anak akan diimunisasi.

2. Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi :


a. Baringkan pasien pada tempat yang rata
b. Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuh
c. Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas
d. Lepaskan pakaian yang ketat
e. Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cedera

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Komite Medik RSUP Dr. sardjito ( 2000:193) dan LUmbantobing dan Ismail
(1989 :43), pemeriksaannya adalah :
1. EEG-->Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan
kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral menunjukan
kejang demam kompleks.
2. Lumbal Pungsi
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas
likuor. Tes ini dapaat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi
pada otak.

- Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologhis dan pemeriksaan lumbal pungsi
- Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :

1)Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom


2)Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml,
anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml)
3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi
3.6-5.8mEq/L)
askep kejang demam

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus
keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu
tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya
mengalami kejang demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada
anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas
38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah
infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah,
1997; 229).
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4
tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang
demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal
tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat
dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000;72-73)
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr.
Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada
tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan
angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan
tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya
peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.
Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan kerusakan sel-sel
otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya cacat baik secara fisik,
mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. (Iskandar
Wahidiyah, 1985 : 858) .
Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera.
Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari
cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga
perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta
mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi
aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan
serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual.
Prioritas asuhan keperawatan pada kejang demam adalah : Mencegah/mengendalikan
aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas,
meningkatkan harga diri yang positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang
proses penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 1999; 262).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis tertarik membuat karya tulis dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Anak “A” dengan Kejang Demam di Ruang Anak RSUD Dr.
Soetomo Surabaya”.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batasan/Pengertian
Batasan/pengetahuan dari karya tulis dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Anak “
A” dengan Kejang Demam meliputi :
2.1.1 Asuhan adalah bantuan yang dilakukan bidan kepada individu, pasien atau kliennya
(Santoso. NI, 1989 : 3)
2.1.2 Keperawatan adalah suatu pelayanan kesehatan profesional berdasarkan ilmu dan
kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial spiritual yang komprehensip
yang ditujukkan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun yang
sehat (Santosa. NI, 1989 : 1)
2.1.3 Asuhan keperawatan adalah metode pemberian pelayanan keperawatan kepada
pasien / klien (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) yang logis, sistematis,
dinamis dan teratur (Santosa. NI, 1989 : 151)
2.1.4 Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu meningkat
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Darto suharso, 1994: 148).

2.2 Konsep Kejang Demam

2.2.1 Pengertian
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Ngastiyah, 1997:229).

2.2.2 Etiologi
Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi
dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya : tonsilitis
ostitis media akut, bronchitis, dll

2.2.3 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2
dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan
sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
2.2.3.1 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2.2.3.2 Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
2.2.3.3 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi
otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya
15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran
sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari
15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas
otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

2.2.4 Prognosa
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian, resiko seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung faktor :
2.2.4.1 Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2.2.4.2 Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
kejang
2.2.4.3 Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, di kemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya terdapat
satu atau tidak sama sekali faktor tersebut, serangan kejang tanpa demam 2%-3% saja
(“Consensus Statement on Febrile Seizures 1981”).
2.2.5 Manifestasi Klinik
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat
dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi
reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada
kelainan saraf.
Di Subbagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai pedoman
membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :

2.2.5.1 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun


2.2.5.2 Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit
2.2.5.3 Kejang bersifat umum
2.2.5.4 Kejang timbul dalam 16 jam pertamam setelah timbulnya demam
2.2.5.5 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
2.2.5.6 Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
2.2.5.7 Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali

2.2.6 Penatalaksanaan Medik


Dalam penaggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
2.2.6.1 Pemberantasan kejang secepat mungkin
Pemberantasan kejang di Sub bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI
sebagai berikut :
Apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka :
1. Segera diberikan diazepam intravena  dosis rata-rata 0,3 mg/kg
Atau
diazepam rectal dosis  10 kg : 5 mg
bila kejang tidak berhenti ≥ 10 kg : 10 mg
tunggu 15 menit

dapat diulang dengan cara/dosis yang sama


kejang berhenti

berikan dosis awal fenobarbital


dosis : neonatus : 30 mg I.M
1 bulan – 1 tahun : 50 mg I.M
 1 tahun : 75 mg I.M
2. Bila diazepam tidak tersedia, langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal dan
selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
2.2.6.2 Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
1. Semua pakaian ketat dibuka
2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3. Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan oksigen
4. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
2.2.6.3 Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua
diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya.
2.2.6.4 Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan astitis media akut.
Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang
diketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium,
magnesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG,
ensefalografi, dll.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kejang Demam


Langkah-langkah dalam proses keperawatan ini meliputi :

2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa,
sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data
serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan
dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan
lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan
lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data
melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara
(yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa
catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua
materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :

2.3.1.1 Data subyektif


1. Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi
nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang si
anak
Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah
infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara
timbulnya kejang dengan demam..
Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama
bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan
pengobatan.
Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah
bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi
mioklonik ?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti
epilepsi akinetik ?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik
sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk
pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila
kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat
menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana
kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah
penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan
sebagainya ?

Riwayat penyakit sekarang yang menyertai


Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi),
gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah
mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit
panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil,
penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan
apakah sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan ante partum,
asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak
mau menetek, dan kejang-kejang.
5. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat
imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
6. Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan
mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati
sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan
dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya
menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan
berbicara spontan.
7. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam
mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf
atau lainnya ? Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau
penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
8. Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh
mengasuh anak ?
Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?
9. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan,
pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang
diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan
pertolongan pertama.
Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas dan
kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa
kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
Pola Eliminasi :
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana
warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak
kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya
lunak,keras,cair atau berlendir ?

Pola aktivitas dan latihan


Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya ? Berkumpul dengan
keluarga sehari berapa jam ? Aktivitas apa yang disukai ?
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ?
Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

2.3.1.2 Data Obyektif


1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi,
respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan
kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan
neurologi.
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala? Apakah
tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana
keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?.
Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan
malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut
jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak
menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus
sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman
penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,
berkurangnya pendengaran.
Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah
keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah
stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan
eksudat ?
Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena
jugulans ?
Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama,
kedalaman, adakah retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ?
Adakah bradicardi atau tachycardia ?
Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit
dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema,
hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana
suhunya pada daerah akral ?
Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi ?

2.3.1.3 Pemeriksaan Penunjang


Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :
1. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
3. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
4. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di
bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
5. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk
mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.
6. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral oedem,
trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.

2.3.2 Analisa dan Sintesa Data


Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi,
menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi,
melihat pola data, membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya
membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau
yang disebut diagnosa keperawatan.

2.3.3 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang masalah
pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan
keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
2.3.3.1 Potensial terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi.
2.3.3.2 Potensial terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot
2.3.3.3 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi yang ditandai :
1. Suhu meningkat
2. Anak tampak rewel
2.3.3.4 Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi
yang ditandai : keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.

2.3.4 Perencanaan
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana,
kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana
keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)
2.3.4.1 Diagnosa Keperawatan : potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan
hipertermi
Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan hiperthermi
Kriteria hasil :
1. Tidak terjadi serangan kejang ulang.
2. Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
3. Nadi 110 – 120 x/menit (bayi)
100-110 x/menit (anak)
4. Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi)
24 – 28 x/menit (anak)
5. Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat.
Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap
keringat.
2. Berikan kompres dingin
Rasional : perpindahan panas secara konduksi
3. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.
5. Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional : aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
6. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Rasional : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis
2.3.4.2 Diagnosa Keperawatan : potensial terjadi trauma fisik berhubungan dengan
kurangnya koordinasi otot
Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
2. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
3. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
Rencana Tindakan :
1. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
2. Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional : meningkatkan keamanan klien.
3. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.
4. Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot
volunter berkurang.
5. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.
6. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal
2.3.4.3 Diagnosa Keperawatan / Masalah : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan
hiperthermi.
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil : Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit,
RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak rewel.
Rencana Tindakan :
1. Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
Rasional : mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan
pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
2. Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan
keperawatan yang selanjutnya.
3. Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan,
kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.
4. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak .
Rasional : proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.
5. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat
menyerap keringat.
6. Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional : Penyediaan udara bersih.
7. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
8. Batasi aktivitas fisik
Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas.

2.3.4.4 Diagnosa Keperawatan / Masalah : Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan


keterbataaan informasi
Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Kriteria hasil :
1. Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.
2. Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
3. keluarga mentaati setiap proses keperawatan.
Rencana Tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran
informasi yang didapat.
2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam
Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan
keluarga
3. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan.
Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
4. Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang
demam, antara lain :
1. Jangan panik saat kejang
2. Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
3. Kepala dimiringkan.
4. Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke
mulut.
5. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai
keadaan tenang.
6. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak minum
7. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.
Rasional : sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam
mengatasi masalah kesehatan.
5. Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas.
Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang.
6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari
orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan
suhu.
Rasional : sebagai upaya preventif serangan ulang
7. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan
kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam.
Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang
demam

Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan ada 3 hal yang perlu dikerjakan antara lain :
1. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang
diberikan melalui I V atau indra vectal.
2. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama, walaupun demikian
banyak dokter melakukan fungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai
meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung
lama.
3. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada 2 cara, yaitu :
a. Profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/hgBB/hari.
b. Proflaksis terus menerus, dengan ahli konvulsi setiap hari.

G. Komplikasi
1. Hipoksia.
2. Hiperpireksia.
3. Oedema otak.

Pengumpulan Data
1.1. Identitas Klien meliputi
Nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua,
alamat, tanggal MRS, diagnosa medis.
1.2. Keluhan Utama
Biasanya kx dengan kasus ini, keluarga px mengeluh bahwa anaknya panas tinggi
kemudian kejang.
1.3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya anak / bayi tersebut panasnya tinggi, kejang disertai dengan sesak nafas yang
terjadi secara tiba-tiba atau mendadak.
1.4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya kx mempunyai riwayat penyakit epilepsi.
1.5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kx dengan epilepsi ini biasnya berasal / diturunkan dari anggota keluarga / orang tuanya,
karena kejang demam yang disebabkan oleh epilepsi tersebut adalah merupakan penyakit
menurun / genetik.
1.6. Pemeriksaan Fisik
a. Pola persepsi dan tata laksana kesehatan
Kx dengan kejang demam, tidak bermasalah dalam pola persepsi dan tata laksana
hidup sehat.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Dalam pola ini tidak ada masalah selama kx tidak demam kx mau makan.
c. Pola eliminasi
Pada pola ini tidak ada masalah.
d. Pola istirahat dan tidur
Kx mengalami gangguan tidur apabila panas tinggi, tetapi apabila panasnya sudah
turun, kx dapat tidur secara normal.
e. Pola aktifitas dan latihan
Biasanya kx dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa layaknya seorang
anak kecil (selama tidak terjadi serangan) dan apabila serangan tersebut timbul maka kx
dapat jatuh atau cedera, lidah bisa tergigit.

f. Pola persepsi dan konsep diri


Biasanya pada kasus ini, yang mengalami gangguan persepsi dan konsep diri adalah
orang tuanya karena penyakit ini adalah penyakit keturunanm dan mereka (orang tua)
takut apabila anak mereka berikutnya juga dapat mengalami penyakit tersebut.
g. Pola sensori dan kognitif
Panca indra kx tidak mengalami gangguan keluarga kx biasanya kurang mengetahui
tentang cara penanganan anaknya apabila mengalami kejang demam.
h. Pola reproduksi dan seksual
Alat kelamin anak (kx tidak mengalami gangguan)
i. Pola hubungan dan peran
Biasanya keluarga kx mengalami gangguan dalam pola ini karena penyakit ini
(apabila penyebabnya epilepsi) adalah keturunan sehingga orang tua merasa bersalah dan
kadang-kadang merasa malu.
j. Pola penanggulangan stress
Dalam pola ini tidak ada masalah pada kx, tetapi bermasalah pada keluarga kx.
k. Pola tata nilai dan keyakinan
Dalam pola ini tidak ada masalah
1.7. Pemeriksaan
a. Keadaan umum
Biasanya pada kx dengan kejang demam keadaan umumnya adalah lemah tubh panas
tinggi, dan anak cenderung menangis.
b. Pemeriksaan fisik
- Inspeksi : px terlihat lemas, nafas tersengal-sengal, telapak tangan dan kaki kebiruan, kejang,
panas (suhu tubuh ³ 37,5° C) keluar keringat dingin, adanya sekret.
- Palpasi : akral dingin.
- Perkusi : -
- Auskultasi : suara nafas cepat dangkal, nadi 120 x/mnt, RR : 24x/mnt
c. Pemeriksaan laboratorium
* Darah lengkap
Glukosa darah : mengalami penurunan konsentrasi glukosa darah (hipoglikemi)
- Elektrolit : intoksikasi air, kalcium serum yang rendah dibawah 5 mg/100 ml, konsentreksi ion
magnesium atau hidrogen yang rendah.
- Bahan toksik : kadar anti konvulsan dalam darah rendah.
* Urine lengkap : bahan toxik dalam urine kadang ada.
bro spinal (CSS) : terdapat leukosit meningkat, adanya penurunan glukosa.
d. EEG (Elektro Enchepalografi)
Pada EEG ini ada 3 gelombang, yaitu gelombang alfa, gelombang beta, dan
gelombang delta. Gelombang alfa terlihat sebagian besar orang normal ketika mereka
sadar dan dalam keadaan istirahat mental
Gelombang beta, terlihat pada anak-anak. Gelombang delta terlihat pada anak muda dan
dalam tidur yang dalam pada pemerikasaan EEG ini pada saat suatu serangan granmal
amplitudo besar, frekuensi tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas dapat melibatkan
sistem aktivitas retikuler dalam batang otak sehingga bagian korteks distimulasi dan
menjadi aktif pada saat yang sama. Pada serangan apetitinal pola berbeda, yaitu pola
paku dan kubah terhadap seluruh otak. Hal ini dapat juga memperlihatkan pelepasan
muatan yang abnormal yang timbul dari satu titik saja, menunjukkan suatu lesi otak pada
titik tersebut (Rosa M. Socharin, Prinsip Keperawatan Pediatrik, 1993).
e. CT-Scan : pada pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya lesi pada daerah kepala.
f. Pemeriksaan neurologis, meliputi :
* Perilaku dan stastu mental, kemampuan anak untuk berhubungan dengan orang lain,
tingkat kemampuan dan aktivitas, misalnya hiperaktivitas dan hipoaktivitas.
* Pemeriksaan motorik, terdiri dari
- Penilaian kekuatan otot, tonus otot.
- Gerakan invalenter.
- Pemeriksaan reflek, terjadinya peningkatan atau penurunan reflek.

2. Analisa Data
2.1. - Data mayor : - px sesak nafas
- Data minor : - nafas tersengal-sengal, cepat dangkal, adanya sekret.
- Px terlihat lemas
- Telapak tangan dan kaki serta bibir kebiruan
- Akral dingin
- Nadi 120x/mnt = RR : 34 x/mnt
- Kemungkina penyebab : penumpukan sekret
- Masalah : ketidak efektifan bersihan jalan nafas
2.2. - Data mayor : - px panas
- Data minor : -suhu lebih dari 38°C
- Nadi 120x/mnt : RR : 34 x/mnt
- Keluar keringat dingin
- Kemungkinan penyebab : dampak patologis dari penyakitnya
- Masalah : peningkatan suhu tubuh
2.3. - Data mayor : - kejang
- Data minor : - kadang px bisa jatuh atau tidak
- Lidah kadang dapat tergigit atau tidak
- Kemungkinan penyebab : terjadinya kejang
- Masalah : resiko cedera
- Data mayor : keluarga px mengatakan tidak tahu tentang tata cara penanganan anaknya apabila serangan
kejang timbul
- Data minor : -
- Kemungkinan penyebab : kurang informasi
- Masalah : kurangnya pengetahuan tentang cata penanganan penderita selama kejang

B. Diagnosa Keperawatan (Lynda Juall Carpenito, 1999)


1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya penumpukan sekret
di saluran pernafasan
2. Resiko cedera berhubungan dengan terjadinya kejang
3. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan dampak patologi dan penyakitnya.
4. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan penderita selama kejang
berhubungan dengan kurangnya informasi

C. Perencanaan
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya penumpukan sekret
di saluran pernafasan
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif dalam waktu 30 menit
KH -: Pernafasan normal 16-20x/mnt
- Nadi normal
- Ujung jari dan bibir tidak biru
- Respirasi normal 20 – 26 X / menit
Rencana tindakan
a. Longgarkan pakaian yang menekan
R / untuk membebaskan nafas kx
b. Berikan posisi hiperektansi pada kx
R / agar jalan nafas tetapterbuka
c. Lakukan suction (bila perlu)
R / membersihkan jalan nafas
d. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian O2
R / melaksanakan fungsi independent
e. Observasi TTV kx
R / mengetahui tingkat perkembangan pasien
f. Kolaborasi dengan tim medis lain dalam melakukan pemeriksaan lab
R / melaksanakan fungsi dependen

2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan dampak patologi dari penyakitnya.


Tujuan : Suhu tubuh normal dalam waktu 1 jam
- Suhu tubuh 36-37,50C
KH :
- Tidak keluar keringat dingin
- Penderita tampak tenang
Rencana tindakan
a. Beriakan penjelasan pada keluarga px tentang penyebab peningkatan suhu tubuh
R / keluarga kx dapat mengerti tentang penyebab demam pada anak
b. Berikan kompres dingin pada px
R / menurunkan panas px
c. Anjurkan minum sedikit tapi sering
R / memenuhi cairan yang keluar akibat pasar meningkat da mengatasi haus kx
d. Observasi TTV kx (terutama suhu)
R / mengetahui tingkat perkembangan px
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat antipiretik
R / menurunkan demam dan melaksanakan fungsi dependent

3. Resiko cedera berhubungan dengan terjadinya kejang


Tujuan : Cedera tidak terjadi selama dalam perawatan
KH -: Tidak terjadi cedera
- Penderita tidak jatuh
- Lidah kx tidak tergigit
Rencana tindakan
a. Jaga kepala terhadap benda-benda yang dapat menimbulkan cedera
R / menghindari cedera saat kejang
b. Rawat px pada rungan yang tenang dengan posisi tidur kepala hiperektansi
R / sekret dapat keluar
c. Buka pakaian yang menekan
R / membuka saluran nafas / nafas kx tidak tertekan
d. Observasi TTV kx tiap 15 menit selama fase akut
R / mengetahui tingkat perkembangan kx
e. Berikan pengamanan pada tempat tidur
R / menghindari cedera / jatuh

4. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan penderita selama kejang


berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan : Keluarga mengerti maksud dan tujuan dilakukan perawatan selama
kejang.
- Keluarga kx mengerti cara penanganan kejang.
KH :
- Keluarga tanggap dan dapat melaksanakan peawatan kejang.
Rencana tindakan
a. Informasi keluarga tentang kejadian kejang dan dampak masalah, serta beritahukan cara
pengobatan dan perawatan yang benar.
R / : keluarga kx mengerti dan mengetahui tentang cara perawatan dan pengobatan kejang yang
benar.
b. Informasikan pada keluarga kx tentang bahaya yang dapat terjadi akibat pertolongan
yang salah.
R / : mencegah terjadinya bahaya dari pertolongan yang salah.
c. Ajarkan kepada keluarga untuk memantau perkembangan yang terjadi akibat kejang.
R / : latihan mandiri bagi keluarga
d. Kaji kemampuan keluarga tentang penanganan kejang pada kx.
R / : mengatahui tingkat perkembanga kemampuan keluarga kx

IV. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan merupakan penjelasan dan perwujudan dari rencana tindakan meliputi
beberapa bagian yaitu validasi, rencana keperawatan, pemberian asuhan keperawatan dan
pengumpulan data. (Lismidar, 1990)

V. EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dari rencana tindakan dari masalah
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.

Tanda dan Gejala

Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu :


1. Kejang demam sementara
o Umur antara 6 bulan – 4 tahun
o Lama kejang lebih dari 15 menit
o Kejang bersifat umum
o Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah timbulnya demam
o Tidak ada kelainan neurologis, baik klinis maupun laboratorium
o Eeg normal 1 minggu setelah bangkitan kejang

2. Kejang demam komplikata


o Diluar kriteria tersebut diatas

Pengkajian

Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :


1. Data subyektif
o Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak
meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat.

o Riwayat Penyakit
1. Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan
menirukan gerakan kejang si anak
2. Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang,
maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam
terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan
demam.

3. Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu
berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui
kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.

4. Pola serangan
 Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap
mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal,
tonik, klonik ?
 Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang
kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
 Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai
gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
 Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan
flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada
spasme infantile ?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.

5. Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per
tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama
kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.

6. Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan


Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan
tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah,
muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan
bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah
penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise,
menangis dan sebagainya ?

7. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai


Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya
pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF,
ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.

8. Riwayat penyakit dahulu


 Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini
ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang
sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama
kali ?
 Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak,
KP, OMA dan lain-lain.

9. Riwayat kehamilan dan persalinan


Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah
mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat
trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-
obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan
apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep/vakum),
perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama
neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek,
dan kejang-kejang.

10. Riwayat imunisasi


Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan
serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada
umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya
adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.

11. Riwayat perkembangan


Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
 Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) :
berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi,
dan berinteraksi dengan lingkungannya.
 Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan
anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang
melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan
otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat,
misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-
lain.
 Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan
dan sikap tubuh.
 Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara,
mengikuti perintah dan berbicara spontan.

12. Riwayat kesehatan keluarga.


 Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 %
penderita kejang demam mempunyai faktor turunan)
 Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf
atau lainnya?
 Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti
ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat
mencetuskan terjadinya kejang demam.

13. Riwayat sosial


 Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan
emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh mengasuh anak?
 Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman
sebayanya ?

14. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan


 Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
 Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
 Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
 Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan,
pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan
kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan
medis ?
 Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang
diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan,
tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit,
penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.

15. Pola nutrisi


 Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan
bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang
dikonsumsi oleh anak ?

 Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ?


Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis
dan jumlahnya per hari ?

16. Pola eliminasi


 BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara
makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah
terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat
anak kencing.
 BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ?
Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?

17. Pola aktivitas dan latihan


 Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman
sebayanya?
 Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam?
 Aktivitas apa yang disukai?

18. Pola tidur/istirahat


 Berapa jam sehari tidur?
 Berangkat tidur jam berapa?
 Bangun tidur jam berapa?
 Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

2. Data Obyektif
o Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan
darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan
didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.

o Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi
bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial,
yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun
besar menutup atau belum ?

2. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.

3. Muka/ wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik
ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ?
Apakah ada gangguan nervus cranial ?

4. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil
dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?

5. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
6. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat
jalan napas? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya,
jumlahnya ?

7. Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana
keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang
tumbuh? Apakah ada caries gigi?

8. Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda
infeksi faring, cairan eksudat ?

9. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ?
Adakah pembesaran vena jugulans ?

10. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?

11. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ?
Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?

12. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
13. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan
turgor kulit ?

14. Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi
kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?

15. Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina,
tanda-tanda infeksi ?

Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot/kejang

2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

Intervensi

Diagnosa Keperawatan I :
Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot/kejang

Tujuan : Risk detection.

Kriteria Hasil :
 Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
 Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
 Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
 Pengetahuan tentang risiko
 Memonitor faktor risiko dari lingkungan

Rencana Tindakan : NIC : Pencegahan jatuh


 Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
 Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional : meningkatkan keamanan klien.

 Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.


Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.

 Letakkan klien di tempat yang lembut.


Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika
kontrol otot volunter berkurang.

 Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.


Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.

 Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang


Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal.

Diagnosa Keperawatan II :
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan : Thermoregulation

Kriteria Hasil :
 Suhu tubuh dalam rentang normal
 Nadi dan RR dalam rentang normal
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Rencana Tindakan : NIC : Fever treatment


 Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
Rasional : Mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan
pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.

 Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali


Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan
keperawatan yang selanjutnya.
 Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan,
kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.

 Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak .


Rasional : Proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.

 Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak
dapat menyerap keringat.

 Atur sirkulasi udara ruangan.


Rasional : Penyediaan udara bersih.

 Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum


Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.

 Batasi aktivitas fisik


Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas.

E.Klasifikasi
Klasifikasi kejang demam menurut Fukuyama dibedakan menjadi dua yaitu
kejangdemam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana
harusmemenuhi semua kreteria antara lain : keluarga penderita tidak ada riwayat
epilepsy,sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun, serangan
kejang demamyang pertama terjadi antara usia 6 bulan sampai 6 tahun, lamanya kejang
berlangsungtidak lebih dari 20 menit, kejang tidak bersifat fokal, tidak didapatkan
gangguan atauabnormalitas pasca kejang, sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas
neurologisatau abnormal perkembangan, kejang tidak berulang dalam waktu singkat. Bila
kejangdemam tidak memenuhi kriteria tersebut di atas maka digolongkan sebagai kejang
deman jenis kompleks. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih lama
dari 15menit, fokal atau multiple (lebih daripada 1 kali kejang perepisode demam).
F.
Manifestasi klinis
Adapun tanda gejala yang dapat ditemukan yaitu :a. Serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral b.
Mata terbalik ke atasc. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan
ataukekakuan fokald. Umumnya kejang berlangsung kurang dari 6 menit, kurang dari 8% berlangsunglebih
dari 15 menite. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan ataukekakuan
fokal.f. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis todd),g. Suhu 38oc atau lebih

Vous aimerez peut-être aussi