Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
2. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan
multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3
detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak
diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat
trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
2. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat
anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek
moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat.
Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi
dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat
berbentuk tonik-klonik.
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul
pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita
epilepsy.
untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan
yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)
2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever
Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah
dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam
sederhana, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
2.1.3. Etiologi
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti, demam sering
disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis
dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-
kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan oksigen
dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau
demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel
apabila stimulus pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001).
2.1.4. Tanda dan Gejala
Umumnya demam kejang berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik-
tonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas
dengan disertai kelaukan atau hanya sentakan atau kelaukan fokal.
Sebagian besar kejang berlangusng kurang dari 6 menit dan kurang 80 % berlangsung
lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak
tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit
anak terbangun dan sadar kembali tanpa deficit neurology. Kejang dapat diikuti
hemiparesis sementara yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang
unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang
berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang yang pertama.
Dan orang tua akan mneggambarkan manifestasi kejang tonik-klonik (yaitu, tonik-
kontraksi otot, ekstensi eksremitas, kehlangan control defekasi dan kandung kemih,
sianosis dan hilangnya kesadaran. (Mary E Muscari)
2.1.5. Antonomi Fisiologi
Seperti yang dikemukakan Syaifuddin (1997), bahwa system saraf terdiri dari system
saraf pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari cerebellum, medulla oblongata dan
pons (batang otak) serta medulla spinalis (sumsum tulang belakang), system saraf tepi
(peripheral nervous system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan
semua cabang dari medulla spinalis, system saraf gaib (autonomic nervous system) yang
terdiri dari sympatis (sistem saraf simpatis) dan parasymphatis (sistem saraf
parasimpatis).
Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus oleh selaput
otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi struktur saraf terutama
terhadap resiko benturan atau guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu
duramater, arachnoid dan piamater.
Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari :
a. Cerebrum (otak besar)
Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior rongga tengkorak
di mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan cavum cranialis media.
Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla cerebri. Fungsi dari
cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat sensorik, pusat pendengaran / auditorik,
pusat penglihatan / visual, pusat pengecap dan pembau serta pusat pemikiran.
Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia alba sehingga tidak
berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di dalam daerah medulla cerebri. Pada
setiap hemisfer cerebri inilah yang disebut sebagai ganglia basalis.
Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah :
1) Thalamus
Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls pembau yang
langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus terutama penting untuk integrasi
semua impuls sensorik. Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri.
2) Hypothalamus
Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus terdiri dari beberapa
nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan fisiologi yang berbeda. Hypothalamus
merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi alat demam seperti mengatur
metabolisme, alat genital, tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan haus, saraf
otonom dan sebagainya. Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi perubahan-
perubahan. Seperti pada kasus kejang demam, hypothalamus berperan penting dalam
proses tersebut karena fungsinya yang mengatur keseimbangan suhu tubuh terganggu
akibat adanya proses-proses patologik ekstrakranium.
3) Formation Reticularis
Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak (superior dan pons
varoli) ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas cortex cerebri di mana pada daerah
formatio reticularis ini terjadi stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan
dikirim ke cortex cerebri.
b. Serebellum
Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa cranial posterior.
Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusat koordinasi
kontraksi otot rangka.
System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar dari otak atau
batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis ada 12 pasang :
1) N. I : Nervus Olfaktorius
2) N. II : Nervus Optikus
3) N. III : Nervus Okulamotorius
4) N. IV : Nervus Troklearis
5) N. V : Nervus Trigeminus
6) N. VI : Nervus Abducen
7) N. VII : Nervus Fasialis
8) N. VIII : Nervus Akustikus
9) N. IX : Nervus Glossofaringeus
10) N. X : Nervus Vagus
11) N. XI : Nervus Accesorius
12) N. XII : Nervus Hipoglosus.
System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan system saraf
otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent. Menurut fungsinya
system saraf otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai serat pre dan post ganglionik
yaitu system simpatis dan parasimpatis.
Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :
1) Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya
2) Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus symphatis
3) Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion kolateral.
System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu :
Serabut saraf yang dicabagkan dari medulla spinalis:
1. Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batang otak
2. Serabut saraf yang dicabangkan dari medulla spinalis.
2.1.6. Patosiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah
glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan
keotak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi,
dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang
terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya,
kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah.
Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis
dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang
disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion
diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri
karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh
tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+
maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan
listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA
meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi
hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis
2.1.7. Komplikasi
1. Aspirasi
2. Asfiksi
3. Retardasi mental
Komplikasi tergantung pada :
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
demam kejang
3. Kejang berlangsung lama atau kejang tikal
2.1.8. Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian cairan IV dengan cairan yang mengandung glukosa
2. Pila kejang sangat lama, sehingga terdapat kemungkinan terjadinya edema otak.
Diberikan kortikosteroid sepeti kortison 20-30 mg/Kg BB atau glukokortikoid seperti
deksametason ½ – ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
3. Berikan diazepam secara IV / Rectal untuk menghentikan kejang
4. Pemberian Fenobarbital secara IV
5. Untuk menghentikan status kovulsivus diberikan difenilhidantion secara IV
6. Pembedahan, terutama untuk pasien yang resisten terhadap pengobatan yang tujuannya :
Memetakan aktivitas listrik di otak
Menentukan letak / focus epileprogenik
Mengangkat tumor, kelainan otak lainnya
Namun pembedahan dapat meninbulkan berbagai komplikasi lain : edema serebral,
hemoragi, hidrocepalus, infark serebral atau peningkatan kejang. (Ngastiyah, 1997).
2.1.9. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pertahanan suhu tubuh stabil
2. Menjelaskan cara perawatan anak demam
3. Melakukan dan mengajarkan pada keluarga cara kompres panas serta menjelaskan tujuan
4. Beri terapi anti konvulsan jika diindikasikan. Terapi konvulsan dapat diindikasikan pada
anak-anak yang memenuhi kriteria tertentu antara lain : kejang fokal atau kejang lama,
abnormalitas neurology, kejang tanpa demam, derajat pertama, usia dibawah 1 tahun dan
kejang multiple kurang dari 24 jam.
2.1.10. Pemeriksaan Diagnostik
1. Untuk mengetahui adanya keadaan patologis di otak : tumor, edema, infark, lesi
congenital dan hemoragik
2. MRI (Magnetic Resenance Imaging ) Menentukan adanya perubahan / patologis SSP
3. Rontgen Tengkorak, Tidak banyak mebantu untuk mendiagnosa aktivitas kejang kecuali
untuk mengetahui adanya fraktur
4. Pemeriksaan Metabolk (Pemeriksaan Laboratorium ) Meliputi :
Glukosa darah
Kalsium fungsi ginjal dan hepar
Pemeriksaan adanya infeksi : test widal, lumbal fungsi
Kecepatan sedimentasi, hitung platelet
Pemeriksaan serologi imunologi
5. EEG Sangat bermanfaat untuk menentukan diagnosa kejang dan menentukan lesi serta
fungsi neurology (Ngastiyah, 1995).
2.1. ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua,
alamat dan diagnosa medis serta tanggal masuk
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami peningkatan suhu tubuh >380C, peningkatan nadi, apnea, keletihan dan
kelemahan umum, inkontinesia baik urine ataupun fekal, sensitivitas terhadap makanan,
mual / muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang. Klien akan merasa nyeri otot
dan sakit kepala.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya klien riwayat terjatuh / trauma, faktur, adanya riwayat alergi dan adanya infeksi.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Faktor resiko demam kejang pertama yang penting adalah deman, selain itu terdpat factor
herediter.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : kulit kepala bersih san beruban, tidak ada luka lesi, rambut klien tipis, mukosa
mulut kering, skelera tidak iketrik, konjungtiva anemis
b. Leher : tidak terdapat pembengkakan kelenjar tiroid ( tidak ada kelainan).
c. Dada : simetris kiri- kanan, tidak tertaba massa
d. abdomen : distansi abdomen, terdenngar bising usus
e. Ekstremitas : terpasang cairan infuse di tangan kanan dengan cairan RL, turgor kulit
jelek ± 3 detik, kekuatan otot
f. Genitalia : tidak ada keluhan
g. Tanda-tanda vital
Suhu tubuh klien meningkat lebih dari 37’5 C
Pernapasan : Gigi mengatup, siasonosis, apnea, pernapasan menurun / cepat;
peingkatan mucus.
Sirkulasi : Hipertensi, peningkatan nadi.
4. Tingkat pertumbuhan dan perkembangan pada anak balita (0-5 tahun) (Smeltzer,2000)
a. Pertumbuhan
Pertambahan BB 2 kg / tahun pada usia 21 bulan, kelihatan kurus, tapi aktifitas motorik
tinggi, system tubuh matang (berjalan dan lompat), TB 6-7 cm / tahun, kesulitan makan,
eliminasi mandiri, kognitif berkembang, mmebutuhkan pengalaman belajar, inisiatif dan
mampu identifikasi identitas diri.
b. Perkembangan (Motorik, bahasa, kognitif)
Berdiri satu kaki, menggoyangkan jari kaki, mengambar acak, menjepit benda,
melambaikan tangan, makan sendiri, menggunakan sendok, menyebutkan empat gambar
dan warna, menyebutkan warna benda, mengerti kata sifat, menirukan berbagai bunyi
kata, paham dengan arti larangan berespon terhadap panggilan, menagis bial dimarahi,
permintaan sederhana, kecemasan perpisahan orang terdekat, mengenali semua anggota
keluarga.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan
Untuk mengetahui adanya keadaan patologis di otak : tumor, edema, infark, lesi
congenital dan hemogragik.
b. .MRI (Magnetic Resenance Imaging )
Menentukan adanya perubahan / patologis SSP
c. Rontgen Tengkorak
Tidak banyak mebantu untuk mendiagnosa aktivitas kejang kecuali untuk mengetahui
adanya fraktur
6. Pemeriksaan Metabolk (Pemeriksaan Laboratorium )
Meliputi :
Glukosa darah
Kalsium fungsi ginjal dan hepar
Pemeriksaan adanya infeksi : test widal, lumbal fungsi
Kecepatan sedimentasi, hitung platelet
Pemeriksaan serologi imunologi
2.2.1. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajan, diagnosa keperwatan utama pasien dapat meliputi yang
berikut : (Doenges E. Marilynn,2002)
1. Resiko tinggi injury berhubungan dengan aktivitas motorik dan hilangnya kesadaran
selama kejang
2. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan penumpukan mucus, obstruksi lidah
dan benda asin
3. Gangguan perfusi serebral b / d peningkatan tekanan intracranial
4. Peningkatan suhu tubuh b/d status metabolic
5. Konsep diri : Body image, harga diri berhubungan dengan kehilangan control tubuh,
reaksi negative dari lingkungan terhadap penyakit
6. Kurang pengetahuan behubungan dengan kurangnya informasi
7. Resiko kejang demam berulang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
2.2.2. Implementasi
Implimentasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Implementasi keparawatan disesuaikan dengan rencana
keperawatan yang telah disusun.
Implementasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan klien dan dapat diterima oleh klien itu
sendiri dan keluarga klien
Jenis tindakan pada implimentasi ini terdiri dari tindakan :
Independent
Dependent
Interdependent
2.2.3. Evaluasi
Keefektifan intervensi keparawatan pada anak dengan kejang dapat dilakukan dengan
pengkajian secara terus menerus dan evaluasi terhadap asuhan yang dapat di observasi :
1. Anak dan keluarga memahami tanda dan tingkah laku yang menyebakan kejang
2. Mengkaji lingkungan / situasi yang dapat membahayakan anak saat kejang
3. Keluarga mampu melakukan manajemen perawatan anak-anak selama kejang
4. Anak dan keluarga memahami tentang tearpi pengobatan dan bisa mengidentifikasi
faktor-faktor akibat pengobatan
5. Keluarga merasa tenang dan mengerti tentang kondisi anaknya
6. Anak merasakan bahagia, memahami tentang kesehatannya dan tetap berinteraksi dengan
teman-teman
Askep : Asuhan Keperawatan Anak Kejang Demam
Kejang Demam
Pengertian
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Ngastiyah, 1997:229).
Kejang adalah pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel syaraf cortex serebral
yang ditandai dengan serangan yang tiba – tiba (marillyn, doengoes. 1999 : 252)
Etiologi
Penyebab dari kejag demam dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu :
1. Obat – obatan
racun, alkhohol, obat yang diminum berlebihan
2. Ketidak seimbangan kimiawi
hiperkalemia, hipoglikemia dan asidosis
3. Demam
paling sering terjadi pada anak balita
4. Patologis otak
akibat dari cidera kepala, trauma, infeksi, peningkatan tik
5. Eklampsia
hipertensi prenatal, toksemia gravidarum
6. Idiopatik
penyebab tidak diketahui
Tanda dan Gejala
Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu :
1. Kejang demam sementara
o Umur antara 6 bulan – 4 tahun
o Lama kejang lebih dari 15 menit
o Kejang bersifat umum
o Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah timbulnya demam
o Tidak ada kelainan neurologis, baik klinis maupun laboratorium
o Eeg normal 1 minggu setelah bangkitan kejang
2. Kejang demam komplikata
o Diluar kriteria tersebut diatas
Komplikasi
1. Kejang berulang
2. Epilepsi
3. Hemiparese
4. Gangguan mental dan belajar
Pemeriksaan Diagnostik
1. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <>BUN :
Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
3. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
4. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka
(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi
kepala.
5. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh
untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.
6. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral oedem,
trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.
Penatalaksanaan Medik
1. Pemberian diazepam
o dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/ kg bb/ dosis iv (perlahan)
o bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosisi ulangan setelah 20
menit.
2. Turunkan demam
o anti piretik : para setamol atau salisilat 10 mg/ kg bb/ dosis
o kompres air biasa
3. Penanganan suportif
o bebaskan jalan nafas
o beri zat asam
Sumber : http://kumpulanasuhankeperawatan.blogspot.com/2010/01/askepasuhan
keperawatananakkejang.html
Asuhan Keperawatan Pasien Anak Dengan Kejang Demam
Pengkajian
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
1. Data subyektif
o Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak
meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat.
o Riwayat Penyakit
1. Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan
menirukan gerakan kejang si anak
2. Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang,
maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam
terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan
demam.
3. Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu
berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui
kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
4. Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap
mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal,
tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang
kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai
gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan
flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada
spasme infantile ?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
5. Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per
tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama
kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
6. Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan
tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah,
muntah, sakit kepala dan lainlain. Dimana kejang dimulai dan
bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah
penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise,
menangis dan sebagainya ?
7. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya
pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF,
ISPA, OMA, Morbili dan lainlain.
8. Riwayat penyakit dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini
ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang
sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama
kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak,
KP, OMA dan lainlain.
9. Riwayat kehamilan dan persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah
mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat
trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat
obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan
apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep/vakum),
perdarahan ante partum, asfiksi dan lainlain. Keadaan selama
neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek,
dan kejangkejang.
10. Riwayat imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan
serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada
umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya
adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
11. Riwayat perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) :
berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi,
dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan
anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang
melibatkan bagianbagian tubuh tertentu saja dan dilakukan
otototot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat,
misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain
lain.
Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan
dan sikap tubuh.
Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara,
mengikuti perintah dan berbicara spontan.
12. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 %
penderita kejang demam mempunyai faktor turunan)
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf
atau lainnya?
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti
ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat
mencetuskan terjadinya kejang demam.
13. Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan
emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh mengasuh anak?
Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman
sebayanya ?
14. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan,
pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan
kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan
medis ?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang
diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan,
tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit,
penggunaan obatobatan pertolongan pertama.
15. Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan
bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang
dikonsumsi oleh anak ?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ?
Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis
dan jumlahnya per hari ?
16. Pola eliminasi
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara
makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah
terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat
anak kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ?
Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
17. Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman
sebayanya?
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam?
Aktivitas apa yang disukai?
18. Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur?
Berangkat tidur jam berapa?
Bangun tidur jam berapa?
Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
2. Data Obyektif
o Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan
darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan
didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
o Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Adakah tandatanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi
bentuk kepala? Apakah tandatanda kenaikan tekanan intrakarnial,
yaitu ubunubun besar cembung, bagaimana keadaan ubunubun
besar menutup atau belum ?
2. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
3. Muka/ wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik
ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ?
Apakah ada gangguan nervus cranial ?
4. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil
dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
5. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tandatanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
6. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat
jalan napas? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya,
jumlahnya ?
7. Mulut
Adakah tandatanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana
keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang
tumbuh? Apakah ada caries gigi?
8. Tenggorokan
Adakah tandatanda peradangan tonsil ? Adakah tandatanda
infeksi faring, cairan eksudat ?
9. Leher
Adakah tandatanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ?
Adakah pembesaran vena jugulans ?
10. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
11. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ?
Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
12. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
13. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan
turgor kulit ?
14. Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi
kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
15. Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina,
tandatanda infeksi ?
Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot/kejang
2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
Intervensi
Diagnosa Keperawatan I :
Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot/kejang
Tujuan : Risk detection.
Kriteria Hasil :
Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
Pengetahuan tentang risiko
Memonitor faktor risiko dari lingkungan
Rencana Tindakan : NIC : Pencegahan jatuh
Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional : meningkatkan keamanan klien.
Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.
Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika
kontrol otot volunter berkurang.
Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.
Catat tandatanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal.
Diagnosa Keperawatan II :
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Thermoregulation
Kriteria Hasil :
Suhu tubuh dalam rentang normal
Nadi dan RR dalam rentang normal
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Rencana Tindakan : NIC : Fever treatment
Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
Rasional : Mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan
pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan
keperawatan yang selanjutnya.
Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan,
kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.
Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak .
Rasional : Proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.
Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak
dapat menyerap keringat.
Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional : Penyediaan udara bersih.
Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
Batasi aktivitas fisik
Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas.
1. Pengertian
Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu
rectal lebih dari 38o C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut
Consensus Statement on Febrile Seizure (1980), kejang demam adalah suatu kejadian
pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan
dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam. ( Mansjoer, 2000 : 434 )
Kejang demam merupakan kelainan neurolis yang paling sering dijumpai pada anak,
terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. ( Millichap, 1968).
Kejang ( konvulsi ) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari
sel saraf korteks cerebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan
kesadaran, aktifitas motorik dan atau gangguan fenomena sensori ( Doenges, 1993 :
259 ).
Livingston ( 1954, 1963 ) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2
golongan ; yaitu :
2. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang – kadang demam yang tidak
begitu tinggi dapat menyebabkan demam. (Mansjoer, 2000 : 434 ).
3. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10 % – 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak
berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan
orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dalam waktu yang tingkat terjadi
difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dari akibat terjadinya
lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang
berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak yang
menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang
yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 o C atau lebih. Dari kenyataan inilah dapat
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu
berapa penderita kejang. ( 1985 = 848 )
4. Manifestasi Klinik
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik
klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas
dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului
kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8 % berlangsung
lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparisis
sementara ( hemiparises Todd ) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.
Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparises yang menetap. Bangkitan
kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama
( Mansjoer, 2000 : 435 ).
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi- bayi kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi
berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
Elektroensefalografi ( EEG ) ternyata kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau
kejang demam berulang di kemudian hari. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak
dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumberi infeksi.
6. Penatalaksanaan
a. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi
terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan
fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres dingin dan pemberian
antipiretik. Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
intravena atau intrakranial.
b. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
c. Pengobatan Profilaksis.
1. Profilaksis Intermiten saat demam
Diberikan Diazepam secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3
dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula diberikan secara intra rektal tiap 8 jam
sebanyak 5 mg bila BB <> 10 kg setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 oC.
2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari.
Berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan
kerusakan otak. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam
valproat dengan dosis 15 – 40 mg/kg BB/hari.
B. Tinjauan Teoritis Keperawatan Kejang Demam
1. Pengkajian
Menurut Doenges (1993 : 259) dasar data pengkajian pasien adalah :
a. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang
terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
b. Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
c. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan
tonus sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).
e. Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat trauma
kepala, anoksia dan infeksi cerebral.
f. Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.
g. Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat, peningkatan
sekresi mukus.
Fase posiktal : apnea.
2. Diagnosa Keperawatan.
3. Rencana Keperawatan
Menurut Carpenito ( 1999 ) , rencana keperawatannya meliputi :
a. Resiko terhadap bersihan jalan nafas / pol tidak efektif berhubungan dengan relaksasi
lidah sekunder akibat gangguan persyarafan otot.
Intervensi :
1). Baringkan klien di tempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasang tongue spatel.
2). Singkirkan benda – benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang
mengganggu pernafasan ( misal : gurita ).
3). Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
4). Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian O2 dan obat anti kejang.
b. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan gerakan tonik / klonik yang tidak
terkontrol selama episode kejang.
Intervensi :
1). Jauhkan benda – benda yang ada disekitar klien.
2). Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak jatuh ke belakang, menyumbat jalan
nafas.
3). Awasi klien dalam waktu beberapa lama selama / setelah kejang.
4). Observasi tanda – tanda vital setelah kejang.
5). Kolaborasi dnegna dokter untuk pemberian obat anti kejang.
4. Evaluasi.
Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan klien dengan kejang demam adalah
mencegah / mengendalikan aktifitas kejang, melindungi klien dari cedera,
mempertahankan jalan nafas dan pemahaman keluarga tentang pencegahan, pengobatan
dan aktifitas selama kejang.
DAFTAR PUSTAKA
Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak, Gaya Baru,
Jakarta
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah
Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made,
EGC, Jakarta
Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT. Sagung Seto:
Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura Aksara, Jakarta.
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga, Depkes RI, Jakarta.
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga,
Surabaya.
Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi
Pada Anak, PERKANI : Surabaya.
Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info Medika, Jakarta.
G. KLASIFIKASI
Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah
1. Kejang demam sederhana
yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk
mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu
:
a. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukan kelainan.
g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2. Kejang kompleks
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria
Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai
dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1
kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau
riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.
H. KOMPLIKASI
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI
(1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit
yaitu :
1. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang
melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang
mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara
irreversible.
2. Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.
I. PENCEGAHAN
Menurut Ngastiyah ( 1997: 236-239) pencegahan difokuskan pada pencegahan
kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang berlangsung.
1. Pencegahan berulang
a. Mengobati infeksi yang mendasari kejang
b. Penkes tentang
1) Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter
2) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara pengukuran
suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal pada anak ( 36-37ºC)
3) Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat mulai demam dan
jangan menunggu sampai meningkat
4) Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mengalami kejang
demam bila anak akan diimunisasi.
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Komite Medik RSUP Dr. sardjito ( 2000:193) dan LUmbantobing dan Ismail
(1989 :43), pemeriksaannya adalah :
1. EEG-->Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan
kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral menunjukan
kejang demam kompleks.
2. Lumbal Pungsi
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas
likuor. Tes ini dapaat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi
pada otak.
- Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologhis dan pemeriksaan lumbal pungsi
- Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batasan/Pengertian
Batasan/pengetahuan dari karya tulis dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Anak “
A” dengan Kejang Demam meliputi :
2.1.1 Asuhan adalah bantuan yang dilakukan bidan kepada individu, pasien atau kliennya
(Santoso. NI, 1989 : 3)
2.1.2 Keperawatan adalah suatu pelayanan kesehatan profesional berdasarkan ilmu dan
kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial spiritual yang komprehensip
yang ditujukkan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun yang
sehat (Santosa. NI, 1989 : 1)
2.1.3 Asuhan keperawatan adalah metode pemberian pelayanan keperawatan kepada
pasien / klien (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) yang logis, sistematis,
dinamis dan teratur (Santosa. NI, 1989 : 151)
2.1.4 Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu meningkat
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Darto suharso, 1994: 148).
2.2.1 Pengertian
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Ngastiyah, 1997:229).
2.2.2 Etiologi
Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi
dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya : tonsilitis
ostitis media akut, bronchitis, dll
2.2.3 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2
dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan
sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
2.2.3.1 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2.2.3.2 Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
2.2.3.3 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi
otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya
15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran
sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari
15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas
otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
2.2.4 Prognosa
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian, resiko seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung faktor :
2.2.4.1 Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2.2.4.2 Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
kejang
2.2.4.3 Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, di kemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya terdapat
satu atau tidak sama sekali faktor tersebut, serangan kejang tanpa demam 2%-3% saja
(“Consensus Statement on Febrile Seizures 1981”).
2.2.5 Manifestasi Klinik
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat
dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi
reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada
kelainan saraf.
Di Subbagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai pedoman
membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa,
sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data
serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan
dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan
lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan
lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data
melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara
(yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa
catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua
materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
2.3.4 Perencanaan
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana,
kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana
keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)
2.3.4.1 Diagnosa Keperawatan : potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan
hipertermi
Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan hiperthermi
Kriteria hasil :
1. Tidak terjadi serangan kejang ulang.
2. Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
3. Nadi 110 – 120 x/menit (bayi)
100-110 x/menit (anak)
4. Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi)
24 – 28 x/menit (anak)
5. Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat.
Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap
keringat.
2. Berikan kompres dingin
Rasional : perpindahan panas secara konduksi
3. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.
5. Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional : aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
6. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Rasional : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis
2.3.4.2 Diagnosa Keperawatan : potensial terjadi trauma fisik berhubungan dengan
kurangnya koordinasi otot
Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
2. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
3. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
Rencana Tindakan :
1. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
2. Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional : meningkatkan keamanan klien.
3. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.
4. Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot
volunter berkurang.
5. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.
6. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal
2.3.4.3 Diagnosa Keperawatan / Masalah : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan
hiperthermi.
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil : Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit,
RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak rewel.
Rencana Tindakan :
1. Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
Rasional : mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan
pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
2. Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan
keperawatan yang selanjutnya.
3. Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan,
kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.
4. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak .
Rasional : proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.
5. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat
menyerap keringat.
6. Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional : Penyediaan udara bersih.
7. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
8. Batasi aktivitas fisik
Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas.
Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan ada 3 hal yang perlu dikerjakan antara lain :
1. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang
diberikan melalui I V atau indra vectal.
2. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama, walaupun demikian
banyak dokter melakukan fungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai
meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung
lama.
3. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada 2 cara, yaitu :
a. Profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/hgBB/hari.
b. Proflaksis terus menerus, dengan ahli konvulsi setiap hari.
G. Komplikasi
1. Hipoksia.
2. Hiperpireksia.
3. Oedema otak.
Pengumpulan Data
1.1. Identitas Klien meliputi
Nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua,
alamat, tanggal MRS, diagnosa medis.
1.2. Keluhan Utama
Biasanya kx dengan kasus ini, keluarga px mengeluh bahwa anaknya panas tinggi
kemudian kejang.
1.3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya anak / bayi tersebut panasnya tinggi, kejang disertai dengan sesak nafas yang
terjadi secara tiba-tiba atau mendadak.
1.4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya kx mempunyai riwayat penyakit epilepsi.
1.5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kx dengan epilepsi ini biasnya berasal / diturunkan dari anggota keluarga / orang tuanya,
karena kejang demam yang disebabkan oleh epilepsi tersebut adalah merupakan penyakit
menurun / genetik.
1.6. Pemeriksaan Fisik
a. Pola persepsi dan tata laksana kesehatan
Kx dengan kejang demam, tidak bermasalah dalam pola persepsi dan tata laksana
hidup sehat.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Dalam pola ini tidak ada masalah selama kx tidak demam kx mau makan.
c. Pola eliminasi
Pada pola ini tidak ada masalah.
d. Pola istirahat dan tidur
Kx mengalami gangguan tidur apabila panas tinggi, tetapi apabila panasnya sudah
turun, kx dapat tidur secara normal.
e. Pola aktifitas dan latihan
Biasanya kx dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa layaknya seorang
anak kecil (selama tidak terjadi serangan) dan apabila serangan tersebut timbul maka kx
dapat jatuh atau cedera, lidah bisa tergigit.
2. Analisa Data
2.1. - Data mayor : - px sesak nafas
- Data minor : - nafas tersengal-sengal, cepat dangkal, adanya sekret.
- Px terlihat lemas
- Telapak tangan dan kaki serta bibir kebiruan
- Akral dingin
- Nadi 120x/mnt = RR : 34 x/mnt
- Kemungkina penyebab : penumpukan sekret
- Masalah : ketidak efektifan bersihan jalan nafas
2.2. - Data mayor : - px panas
- Data minor : -suhu lebih dari 38°C
- Nadi 120x/mnt : RR : 34 x/mnt
- Keluar keringat dingin
- Kemungkinan penyebab : dampak patologis dari penyakitnya
- Masalah : peningkatan suhu tubuh
2.3. - Data mayor : - kejang
- Data minor : - kadang px bisa jatuh atau tidak
- Lidah kadang dapat tergigit atau tidak
- Kemungkinan penyebab : terjadinya kejang
- Masalah : resiko cedera
- Data mayor : keluarga px mengatakan tidak tahu tentang tata cara penanganan anaknya apabila serangan
kejang timbul
- Data minor : -
- Kemungkinan penyebab : kurang informasi
- Masalah : kurangnya pengetahuan tentang cata penanganan penderita selama kejang
C. Perencanaan
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya penumpukan sekret
di saluran pernafasan
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif dalam waktu 30 menit
KH -: Pernafasan normal 16-20x/mnt
- Nadi normal
- Ujung jari dan bibir tidak biru
- Respirasi normal 20 – 26 X / menit
Rencana tindakan
a. Longgarkan pakaian yang menekan
R / untuk membebaskan nafas kx
b. Berikan posisi hiperektansi pada kx
R / agar jalan nafas tetapterbuka
c. Lakukan suction (bila perlu)
R / membersihkan jalan nafas
d. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian O2
R / melaksanakan fungsi independent
e. Observasi TTV kx
R / mengetahui tingkat perkembangan pasien
f. Kolaborasi dengan tim medis lain dalam melakukan pemeriksaan lab
R / melaksanakan fungsi dependen
IV. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan merupakan penjelasan dan perwujudan dari rencana tindakan meliputi
beberapa bagian yaitu validasi, rencana keperawatan, pemberian asuhan keperawatan dan
pengumpulan data. (Lismidar, 1990)
V. EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dari rencana tindakan dari masalah
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Pengkajian
o Riwayat Penyakit
1. Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan
menirukan gerakan kejang si anak
2. Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang,
maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam
terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan
demam.
3. Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu
berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui
kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
4. Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap
mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal,
tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang
kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai
gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan
flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada
spasme infantile ?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
5. Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per
tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama
kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
2. Data Obyektif
o Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan
darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan
didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
o Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi
bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial,
yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun
besar menutup atau belum ?
2. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
3. Muka/ wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik
ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ?
Apakah ada gangguan nervus cranial ?
4. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil
dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
5. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
6. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat
jalan napas? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya,
jumlahnya ?
7. Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana
keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang
tumbuh? Apakah ada caries gigi?
8. Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda
infeksi faring, cairan eksudat ?
9. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ?
Adakah pembesaran vena jugulans ?
10. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
11. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ?
Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
12. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
13. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan
turgor kulit ?
14. Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi
kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
15. Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina,
tanda-tanda infeksi ?
Intervensi
Diagnosa Keperawatan I :
Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot/kejang
Kriteria Hasil :
Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
Pengetahuan tentang risiko
Memonitor faktor risiko dari lingkungan
Diagnosa Keperawatan II :
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Thermoregulation
Kriteria Hasil :
Suhu tubuh dalam rentang normal
Nadi dan RR dalam rentang normal
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak
dapat menyerap keringat.
E.Klasifikasi
Klasifikasi kejang demam menurut Fukuyama dibedakan menjadi dua yaitu
kejangdemam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana
harusmemenuhi semua kreteria antara lain : keluarga penderita tidak ada riwayat
epilepsy,sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun, serangan
kejang demamyang pertama terjadi antara usia 6 bulan sampai 6 tahun, lamanya kejang
berlangsungtidak lebih dari 20 menit, kejang tidak bersifat fokal, tidak didapatkan
gangguan atauabnormalitas pasca kejang, sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas
neurologisatau abnormal perkembangan, kejang tidak berulang dalam waktu singkat. Bila
kejangdemam tidak memenuhi kriteria tersebut di atas maka digolongkan sebagai kejang
deman jenis kompleks. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih lama
dari 15menit, fokal atau multiple (lebih daripada 1 kali kejang perepisode demam).
F.
Manifestasi klinis
Adapun tanda gejala yang dapat ditemukan yaitu :a. Serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral b.
Mata terbalik ke atasc. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan
ataukekakuan fokald. Umumnya kejang berlangsung kurang dari 6 menit, kurang dari 8% berlangsunglebih
dari 15 menite. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan ataukekakuan
fokal.f. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis todd),g. Suhu 38oc atau lebih