Vous êtes sur la page 1sur 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Angka kematian ibu dan bayi yang kembali meningkat saat ini masih menjadi
permasalahan yang perlu diberikan perhatian khusus dalam peningkatan kualitas
pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, bukan hanya itu, kesadaran dan peran
aktif dari ibu hamil itu sendiri sangat diperlukan guna menjacapai efesiensi dan efektifitas
selama masa antenatal care/ asuhan kehamilan.
Salah satunya adalah Mobilisasi dan body mekanik yang dilakukan secara benar
seorang ibu yang tengah hamil , penting untuk diketahui secara baik agar tidak terjadi hal
hal yang tidak diinginkan dan mengurangi cedera pada ibu hamil.
Juga menjaga kesehatan selama kehamilan sangat diperlukan karena seorang ibu
hamil berbagi segalanya kepada anak yang dikandungnya , jika sang ibu sakit otomatis
akan berdampak pada janin yang dikandungnya, oleh karena itu , hal tersebut dapat
dicegah dengan pemberin vaksin.
Itu merupakan salah satu contoh kebutuhan yang diperlukan olehibu semasa ia
hamil, dan menjadi hal yang penting untuk diketahui secara benar baik oleh klien ataupun
tenaga kesehatan itu sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja kebutuhan fisik ibu hamil pada trimester I, II, dan III ?
2. Bagaimana memantau kesejahteraan janin?
3. Bagaimana mobilisasi dan body mekanik serta kaitannya dengan pekerjaan
seorang ibu hamil ?
4. Travelling, perlukah ?
5. Apa saja pemberian imunisasi pada ibu hamil ?

C. TUJUAN
Dalam perumusan makalah ini memiliki tujuan untuk memenuhi permasalahan yang
didapati, diantaranya:
1. Untuk mengetahui kebutuhan fisik ibu hamil pada trimester I, II, dan III
diantaranya yaitu memantau kesejahteraan janin, Travelling, Imunisasi, dan
Mobilisasi, body mekanik, pekerjaan

D. MANFAAT
Adapun manfaat dalam pembuatan makalah ini :
1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan apa saja kebutuhan fisik
ibu hamil pada trimester I. II, dan III

1
2. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan apa saja deteksi dini dan
penanganan awal komplikasi/ penyakit yang menyertai kehamilan

BAB II
ISI

A. Kebutuhan fisik ibu hamil trimester I, II, dan III

2
1. Memantau kesejahteraan janin
a. Pengertian Kesejahteraan janin
Kesejahteraan janin artinya janin dalam keadaan hidup, sehat, tidak
sakit, selamat, terbatas dari ancaman. Tujuan pemantauan janin untuk
mendeteksi dini ada atau tidaknya faktor-faktor risiko kematian perinatal, dan
keadaan yang mungkin mempengaruhinya. Pada 18 minggu kehamilan gerakan
bayi dapat dirasakan sebagai sensasi berdenyut atau pengencangan karena bayi
mulai meregang dan berputar. Gerakan dirasakan lebih jelas mulai umur
kehamilan 22 minggu pada primigravida. Semakin jelas dan teratur dirasakan
pada umur kehamilan 24 minggu. Pada multigravida gerakan ini akan dirasakan
lebih dini daripada primigravida mulai pada 16 minggu kehamilan.
Penilaian kesejahteraan janin yang konvensional umumnya dikerjakan
dengan cara-cara yang tidak langsung, seperti pengukuran berat badan ibu,
palpasi abdomen, pengukuran tinggi fundus, maupun penilaian gejala atau tanda
fisik ibu yang diduga dapat mengancam kesejahteraan janin (misalnya hipertensi,
perdarahan pervaginam dan sebagainya). Cara-cara seperti itu seringkali tidak
untuk memprediksi kesejahteraan janin, sehingga sulit digunakan untuk membuat
strategi yang rasional dalam upaya pencegahan dan intervensi penanganan janin
yang mengalami gangguan intrauterin
Dalam konsep obstetri modern, khususnya di bidang perinatologi, janin
dipandang sebagai individu yang harus diamati dan ditangani sebagaimana
layaknya seorang pasien (fetus as a patient). Janin perlu mendapat pemeriksaan
fisik untuk mengetahui apakah kondisinya aman, atau dalam bahaya (asfiksia,
pertumbuhan terhambat, cacat bawaaan, dan sebagainya). Pengetahuan akan
hal itu akan menentukan segi penanganan janin selanjutnya. Penilaian profil
biofisik janin merupakan salah satu cara yang efektif untuk mendeteksi adanya
asfiksia janin lebih dini, sebelum menimbulkan kematian atau kerusakan yang
permanen pada janin. Pemeriksaan tersebut dimungkinkan terutama dengan
bantuan peralatan elektronik, seperti ultrasonografi (USG) dan kardiotokografi
(KTG).
Alat USG real-time dengan resolusi tinggi dapat digunakan untuk menilai
perilaku dan fungsi janin, morfologi dan morfometri janin, plasenta, tali pusat, dan
volume cairan amnion. Penilaian fungsi hemodinamik uterus-plasenta-janin dapat
dilakukan dengan USG Doppler Berwarna. Belakangan ini telah dikembangkan
USG 3 dimensi (USG 3-D) yang bermanfaat untuk mempelajari morfologi dan
hemodinamik janin dengan lebih mudah dan akurat. Kardiotokografi berguna
untuk mendeteksi secara dini adanya hipoksia janin dan kausanya.

3
b. Penilaian klinis
1) Pertambahan berat badan ibu
Pertambahan berat ibu selama kehamilan memang mempengaruhi berat
lahir bayi. Abrams dan Laros (1986) mempelajari efek pertambahan berat
ibu terhadap berat lahir pada 2946 kehamilan dengan persalinan aterm.
Hanya delapan wanita tidak mengalami pertambahan berat. Dilakukan
analisis regresi multiple untuk mengendalikan faktor usia ibu, ras, paritas,
status sosioekonomi, konsumsi rokok, dan usia gestasi. Pertambahan berat
ibu mempengaruhi berat lahir; wanita yang beratnya kurang melahirkan bayi
yang lebih kecil sedangkan yang sebaliknya berlaku pada wanita yang berat
badannya berlebih. Rerata pertambahan berat ibu selama kehamilan adalah
33 lb (15 kg). Temuan penting dalam studi ini adalah bahwa pertambahan
berat tampaknya tidak merupakan syarat bagi pertumbuhan janin pada
wanita kegemukan.
Hyten (1991) mengkaji berbagai data yang terkumpul selama lebih 20
tahun dan mengamati bahwa pertambahan berat total selama kehamilan
pada primigravida sehat yang makan tanpa batasan adalah sekitar 12,5 kg
(27,5 lb). Proses-proses fisiologis komulatif menghasilkan penambahan 9 kg
yang berupa janin, plasenta, air ketuban, hipertrofi uterus dan payudara,
peningkatan volume darah, serta retensi cairan ekstrasel dan intrasel. Sisa
3,5 kg tampaknya sebagian besar berupa lemak simpanan ibu.
Beberapa kerugian yang mungkin ditimbulkan oleh pertambahan berat
badan berlebihan yang disebabkan oleh beratnya janin-bayi harus
dipertimbangkan. Parker dan Abrams (1992) meneliti keterkaitan antara
pertambahan berat ibu di luar rekomendasi Institute of Medicine pada 6690
kelahiran tunggal. Berat rata-rata prahamil adalah 57 kg (125 lg) dan
pertambahan rata-rata berat ibu adalah 15,2 ± 5,2 kg (33,4 ± 11,4 lb) pada
wanita yang terutama dari golongan Kaukasus dan Asia ini. Kurang dari
separuh yang memperlihatkan pertambahan berat dalam rentang yang
direkomendasikan oleh Institute berdasarkan BMI mereka.
Pertambahan berat dalam rentang rekomendasi menurunkan resiko
gangguan pada hasil akhir kehamilan. Sebaliknya, kurangnya pertambahan
berat untuk habitus tertentu berkaitan dengan bayi kecil untuk usia
kehamilannya. Terdapat beberapa studi lain yang menunjukkan
pertambahan berat yang lebih rendah daripada yang dianjurkan berkaitan
dengan persalinan prematur atau bayi berat lahir rendah (Abrams dan

4
Selvin, 1995; Hickey dkk., 1995; Siega-Riz dkk., 1994). Parker dan Abrams
(1992) memperlihatkan bahwa pertambahan berat yang berlebihan berkaitan
dengan bayi besar untuk usia kehamilannya sehingga meningkatkan angka
seksio sesarea (16 versus 22 persen). Witter dkk. (1995) melaporkan bahwa
resiko seksio sesarea meningkat secara linier seiring dengan pertambahan
berat selama kehamilan, tanpa bergantung pada berat lahir.

2) Pengukuran tinggi fundus uteri


Pada kehamilan, uterus tumbuh secara teratur, kecuali jika ada
gangguan pada kehamilan tersebut. Pada kehamilan 8 minggu uterus
membesar sebesar telur bebek, dan pada kehamilan 12 minggu sebesar
telur angsa. Pada saat ini fundus uteri telah dapat diraba dari luar, diatas
simfisis. Pada pemeriksaan ini wanita tersebut harus mengosongkan
kandung kencingnya dahulu.
Pada kehamilan 16 minggu besar uterus kira-kira sebesar tinju orang
dewasa. Dari luar fundus uteri kira-kira terletak di antara pertengahan pusat
ke simfisis. Pada kehamilan 20 minggu fundus uteri terletak kira-kira dipinggir
bawah pusat sedangkan pada kehamilan 24 minggu fundus uteri berada
tepat dipinggir atas pusat. Pada kehamilan 28 minggu fundus uteri terletak
kira-kira 3 jari di atas pusat. Pada kehamilan 32 minggu terletak antara pusat
dan processus xiphoideus. Pada kehamilan 36 minggu terletak 1 jari dibawah
processus xiphoideus.
Bila pertumbuhan janin normal maka tinggi fundus uteri pada kehamilan
28 minggu sekurangnya 25 cm, pada 32 minggu 27 cm dan pada 36 minggu
30 cm. Pada kehamilan 40 minggu fundus uteri turun kembali dan terletak
kira-kira 3 jari dibawah processus xiphoideus. Hal ini disebabkan oleh kepala
janin yang pada primigravida turun dan masuk kedalam rongga panggul.

3) Penilaian gerakan janin oleh ibu


Merupakan metode yang minimal invasif serta paling sederhana
pengawasannya. Ibu diminta mneghitung berapa kali dia merasa bayinya
bergerak dalam rentang waktu tertentu. Cara yang dianjurkan, ibu berbaring
dengan posisi miring ke kiri setelah makan. Terdapat beberapa perbedaan
standar dalam mendefinisikan janin dalam keadaan baik dari penilaian ibu
terhadap gerakan janin. Salah satu caranya adalah memeinta ibu
menghitung gerakan janin selama satu jam. Bayi dianggap aman/baik bila
terdapat ≥ 4 gerakan dalam waktu itu.

5
Teknik yang kedua adalah meminta ibu menghitung gerakan bayinya
saat ibu bangun pagi hari dan mencatat waktu yang diperlukan untuk
merasakan 10 kali gerakan. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk
merasakan 10 kali gerakan adalah 2-3 jam. Bila ibu melaporkan gerakan
yang kurang dari jumlah tersebut maka diperlukan pemeriksaan lebih lanjut.
Protokol untuk menghitung pergerakan janin, oleh ibu sebagai berikut :
a) Nilai pergerakan janin selama 30 menit, 3 (tiga) kali sehari.
b) Adanya gerakan yang dirasakan ibu empat atau lebih dalam
waktu 30 menit adalah normal. Selanjutnya nilai pergerakan janin
selama periode penghitungan seperti tersebut di atas.
c) Bila pergerakan janin kurang dari empat, penderita diharuskan
berbaring dan dihitung untuk beberapa jam, misalnya 2 - 6 jam.
d) Seandainya selama 6 jam, terdapat paling sedikit 10 pergerakan,
maka hitungan diteruskan tiga kali sehari seperti menghitung
sebelumnya
e) Bila selama 6 jam gerakannya kurang dari 10 kali, atau semua
gerakan dirasakan lemah, penderita harus datang ke Rumah Sakit untuk
pemeriksaan NST, OCT dan pemantauan dengan ultrasonik real time.
Bila penderita risiko rendah datang ke Rumah Sakit untuk penilaian
pergerakan janin yang berkurang, maka NST harus dilakukan.
Pemeriksaan ultrasonik pun harus dilakukan untuk menilai volume cairan
amnion dan mencari kemungkinan kelainan kongenital. Bila NST non
reaktif, maka OCT dan profil biofisik harus dilakukan. Seandainya
pemeriksaan-pemeriksaan tersebut normal, pemantauan harus diulangi
dengan interval yang memadai.
Cara lain untuk menghitung pergerakan janin adalah Cardiff " Count
of 10", atau modifikasinya. Penderita diminta untuk mulai menghitung
pergerakan-pergerakan janin pada pagi hari dan terus berlanjut sampai si
ibu mendapat hitungan pergerakan janin sebanyak 10. Bila ia menemukan
pergerakan lebih dari 10 dalam waktu 10 jam atau kurang, umumnya janin
dalam keadaan baik. Seandainya gerakan janin yang dirasakan ibu kurang
dari 10 dalam waktu 10 jam, ia harus mengunjungi dokter untuk
pemeriksaan lebih lanjut.

c. Penilaian dengan modalitas USG


1) Peralatan

6
Pemeriksaan ultrasonografi obstetri sebaiknya dilakukan dengan
peralatan USG real-time, dapat menggunakan cara transabdominal dan/atau
transvaginal. Frekuensi gelombang ultrasonik yang digunakan pada transduser
(probe) sebaiknya disesuaikan dengan keperluan. Pemeriksaan ultrasonografi
terhadap janin hanya dilakukan bilamana ada alasan medik yang jelas. Informasi
diagnostik yang diperlukan sebaiknya diperoleh melalui pemaparan ultrasonik
yang serendah mungkin.
Pemeriksaan dengan USG real-time diperlukan untuk menentukan
adanya tanda kehidupan pada janin, seperti aktivitas jantung dan gerakan janin.
Pilihan atas frekuensi transduser yang digunakan didasarkan atas suatu
pertimbangan akan kedalaman penetrasi gelombang ultrasonik dan resolusi yang
diinginkan. Pada transduser abdominal, frekuensi 3 – 5 MHz memberikan
kedalaman penetrasi dan resolusi yang cukup memadai pada sebagian besar
pasien. Pada pasien gemuk dapat digunakan transduser dengan frekuensi yang
lebih rendah agar diperolah kedalaman penetrasi yang mencukupi. Pemeriksaan
transvaginal biasanya dilakukan dengan menggunakan frekuensi 5 – 7,5 MHz.
Agar dapat memberikan pelayanan yang bermutu kepada pasien, maka
setiap pemeriksaan ultrasonografi harus disertai dengan dokumentasi yang
memadai. Dokumentasi tersebut sebaiknya merupakan bentuk rekaman
permanen (cetakan, foto, video, dsb.) mengenai gambaran ultarsonografi,
mencakup parameter-parameter ukuran dan hasil-hasil temuan anatomi. Pada
dokumentasi gambaran ultrasonografi sebaiknya dicantumkan tanggal
pemeriksaan, identitas pasien, dan jika ada, dicantumkan juga orientasi dari
gambaran ultrasonografi. Laporan hasil pemeriksaan ultrasonografi sebaiknya
dimasukkan ke dalam catatan medik pasien. Penyimpanan hasil pemeriksaan
ultrasonografi harus konsisten dengan keperluan klinik dan berkaitan dengan
kebutuhan fasilitas pelayanan kesehatan setempat yang berlaku.

2) Standar pemeriksaan USG


a) Pada kehamilan trimester I
Pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan trimester I dapat dilakukan
dengan cara transabdominal, transvaginal, atau keduanya. Jika dengan
pemeriksaan transabdominal tidak berhasil mendapatkan informasi
diagnostik, maka jika mungkin pemeriksaan dilanjutkan dengan cara
transvaginal. Begitu pula, jika pemeriksaan transvaginal tidak dapat
menjangkau seluruh daerah yang diperlukan untuk diagnosis, maka
pemeriksaan harus dilanjutkan dengan cara transabdominal.

7
 Evaluasi uterus dan adneksa untuk melihat adanya kantung
gestasi. Jika terlihat kantung gestasi, maka lokasinya harus dicatat.
Pencatatan juga dilakukan terhadap ada-tidaknya mudigah, dan CRL
(crown-rump length). CRL merupakan indikator yang lebih akurat dari
diameter kantung gestasi untuk menentukan usia gestasi. Jika
mudigah tidak terdeteksi, evaluasi adanya yolk sac di dalam kantung
gestasi. Dalam keadaan demikian, penentuan usia gestasi didasarkan
atas ukuran diameter rata-rata kantung gestasi, atau morfologi dan isi
dari kantung gestasi. Gambaran definitif kantung gestasi didasarkan
atas terlihatnya yolk sac dan mudigah. Jika struktur embrionik tersebut
tidak terlihat, maka diagnosis definitif kantung gestasi harus dilakukan
hati-hati. Pada kehamilan ektopik, kadang-kadang terlihat cairan yang
terkumpul di dalam kavum uteri dan memberikan gambaran kantung
gestasi palsu (pseudogestational sac). Pada akhir trimester I, diameter
biparietal dan ukuran-ukuran janin lainnya dapat digunakan untuk
menentukan usia gestasi.

 Ada-tidaknya aktivitas jantung mudigah/janin harus dilaporkan.


Diagnosis aktivitas jantung hanya bisa ditentukan dengan USG
real-time. Dengan pemeriksaan transvaginal, denyut jantung harus bisa
dilihat bila CRL sudah mencapai 5 mm atau lebih. Jika terlihat mudigah
kurang dari 5 mm yang belum menunjukkan aktivitas jantung, harus
dilakukan follow-up untuk mengevaluasi tanda kehidupan.

 Jumlah janin harus dicatat.


Kehamilan multipel dilaporkan hanya atas dasar jumlah mudigah
yang lebih dari satu. Kadang-kadang pada awal masa kehamilan
terlihat struktur menyerupai kantung yang Kriteria Perkiraan usia
kehamilan selama periode janin (William Obstetric) jumlahnya lebih
dari satu dan secara keliru dianggap sebagai kehamilan multipel,
padahal sebenarnya berasal dari fusi selaput amnion dan korion yang
tidak sempurna, atau perdarahan subkorionik.

 Evaluasi uterus, struktur adneksa, dan kavum Douglasi.


Pemeriksaan ini berguna untuk memperoleh temuan tambahan
yang mempunyai arti klinis penting. Jika terlihat suatu mioma uteri atau

8
massa di adneksa, maka lokasi dan ukurannya harus dicatat. Kavum
Douglasi harus dievaluasi untuk melihat ada-tidaknya cairan. Jika
terlihat cairan di daerah kavum Douglasi, cari kemungkinan adanya
cairan di tempat lain, seperti di daerah abdomen dan rongga
subhepatik.
 Evaluasi plasenta
Struktur plasenta sudah bisa dikenali dengan menggunakan
ultrasonografi sejak usia kehamilan 8 minggu dengan tampaknya
daerah yang menebal disekitar kantung kehamilan. Pada saat ini, vili
korialis akan berdiferensiasi menjadi korion laeve yang tipis dan
avaskuler dan selanjutnya bagian yang menebal akan menjadi korion
frondosum dan bersatu dengan desidua basalis dan selanjutnya akan
berkembang menjadi plasenta. Pada usia kehamilan 10-12 minggu,
gambaran granuler yang merata akan tampak dengan pemeriksaan
USG. Gambaran ini dihasilkan oleh gema yang berasal dari bangunan
vili yang disekitarnya terdapat darah maternal. Gambaran USG seperti
ini akan didapatkan sampai kehamilan aterm. Pada bulan ketiga mulai
dibentuk septa plasenta yang dibentuk dari desidua dan trofoblas dan
mencapai permukaan fetal dari plasenta. Pada akhir bulan ke empat
bentuk dan tebal plasenta mencapai titik akhir, sedang perkembangan
kesamping terus berlanjut sampai aterm.Pembuluh darah yang bisa
dilihat dengan menggunakan USG adalah vena, terutama bila letak
plasenta di anterior, sedangkan arteriol terlalu kecil untuk bisa dilihat
dengan USG.

Kadang sulit membedakan kehamilan normal dari kehamilan abnormal


dan kehamilan ektopik. Pada keadaan ini pemeriksaan kadar hormon (misalnya
HCG) di dalam serum ibu serta hubungannya dengan gambaran ultrasonografi
bisa membantu diagnosis.
Penentuan usia kehamilan dengan USG harus dimulai pada kehamilan
awal karena keakuratnnya sanga tinggi pada periode ini, lagipula akan sulit
menentukan kemajuan kehamilan bila hanya diperiksa pada trimester lanjut.
Pada usia 4 minggu kehamilan akan tampak kantong gestasi, pada usia 5
minggu akan tampak kantong gestasi serta yolk sac dan pada usia 6 minggu
akan tampak denyut jantung, maka apabila tahapan ini tidak diperoleh berarti
kehamilan belum mencapai usia tersebut bila HCG nya telah positif atau bila

9
memang hamil tanpa ada denyut jantung pada usia tersebut maka dapat
dikatakan ini merupakan suatu blighted ovum.
Bila pemeriksaan pertama pada usia 5 minggu tampak gambaran
tersebut, kemudian diperiksa lagi 27 minggu kemudian bila menurut USG
tamapak panjang yang kurang dari 40-42 cm, maka dapat dikatakan telah terjadi
penghambatan atau retardasi pertumbuhan intra uterine, Sekali lagi dokter
Obgyn harus mengkombinasikan semua hasil pemeriksaan sebelum membuat
keputusan tertentu termasuk diagnosa dalam kehamilan.

b) pada kehamilan trimester II dan III


 Kehidupan janin, jumlah, presentasi, dan aktivitas janin harus
dicatat.
Adanya frekuensi dan irama jantung yang abnormal harus
dilaporkan. Pada kehamilan multipel perlu dilaporkan informasi
tambahan mengenai jumlah kantung gestasi, jumlah plasenta, ada-
tidaknya sekat pemisah, genitalia janin (jika terlihat), perbandingan
ukuran-ukuran janin, dan perbandingan volume cairan amnion pada
masing-masing kantung amnion.

 Prakiraan volume cairan amnion (normal, banyak, sedikit) harus


dilaporkan. Variasi fisiologik volume cairan amnion harus
dipertimbangkan di dalam penilaian volume cairan amnion pada usia
kehamilan tertentu.

 Lokasi plasenta, gambaran, dan hubungannya dengan ostium


uteri internum harus dicatat. Tali pusat juga harus diperiksa. Lokasi
plasenta pada kehamilan muda seringkali berbeda dengan lokasi pada
saat persalinan. Kandung kemih yang terlampau penuh atau kontraksi
segmen bawah uterus dapat memberikan gambaran yang salah dari
plasenta previa. Pemeriksaan transabdominal, transperineal, atau
transvaginal dapat membantu dalam mengidentifikasi ostium uteri
internum dan hubungannya dengan letak plasenta.

 Penentuan usia gestasi harus dilakukan pada saat pemeriksaan


ultrasonografi pertama kali, dengan menggunakan kombinasi ukuran
kepala seperti DBP atau lingkar kepala, dan ukuran ekstremitas seperti

10
panjang femur. Pengukuran pada kehamilan trimester III tidak akurat
untuk menetukan usia gestasi. Jika sebelumnya sudah dilakukan 1 kali
atau lebih pemeriksaan ultrasonografi, maka usia gestasi pada
pemeriksaan sekarang harus didasarkan atas hasil pemeriksaan CRL,
DBP, lingkar kepala, dan/atau panjang femur yang paling awal
dilakukan sebelumnya, oleh karena hasilnya akan lebih akurat.
Dengan demikian usia gestasi sekarang = usia gestasi pada
pemeriksaan pertama + interval waktu (minggu) sampai pemeriksaan
sekarang. Pengukuran bagian-bagian struktur tubuh janin yang
abnormal (seperti kepala pada janin hidrosefalus atau ekstremitas
pada janin dengan displasia skeletal) tidak boleh digunakan untuk
penghitungan usia kehamilan :
1. Standard pengukuran DBP dilakukan pada bidang aksial
kepala melalui thalamus (transthalamik). Jika bentuk kepala
dolikosefalus atau brakhisefalus, pengukuran DBP akan tidak
akurat. Bentuk kepala yang demikian dapat diketahui melalui
pengukuran indeks sefalik, yaitu rasio DBP dengan diameter
fronto-oksipital. Pada keadaan tersebut ukuran yang digunakan
sebaiknya adalah lingkar kepala

2. Pengukuran lingkar kepala dilakukan pada bidang yang


sama seperti pada pengukuran DBP. Pengukuran dilakukan
melalui permukaan luar tulang kepala

3. Panjang femur harus diukur dan dicatat secara rutin


setelah kehamil-an 14 minggu. Seperti halnya ukuran kepala,
panjang femur juga mempunyai variasi biologik tertentu pada
kehamilan lanjut.

 Perkiraan berat janin harus ditentukan pada akhir trimester II dan


trimester III, dan memerlukan pengukuran lingkar abdomen.
1. Pengukuran lingkar abdomen dilakukan melalui bidang
transversal abdomen pada daerah pertemuan vena porta kiri dan
kanan. Pengukuran lingkar abdomen diperlukan untuk memprakirakan

11
berat janin dan untuk mendeteksi pertumbuhan janin terhambat dan
makrosomia.
2. Jika sebelumnya sudah dilakukan pengukuran biometri janin,
maka prakiraan laju pertumbuhan janin harus ditentukan.

 Evaluasi uterus (termasuk serviks) dan struktur adneksa.


Pemeriksaan ini berguna untuk memperoleh temuan tambahan
yang mempunyai arti klinis penting. Jika terlihat suatu mioma uteri atau
massa adneksa, catat lokasi dan ukurannya. Ovarium ibu seringkali tidak
bisa ditemukan dalam pemeriksaan ultrasonografi pada trimester II dan
III. Pemeriksaan cara transvaginal atau transperineal berguna untuk
mengevaluasi serviks, bila pada cara pemeriksaan trans abdominal letak
kepala janin menghalangi pemeriksaan serviks.

 Meskipun tidak perlu dibatasi, pemeriksaan ultrasonografi paling


tidak harus meliputi penilaian anatomi janin seperti: ventrikel serebri,
fossa posterior (termasuk hemisfer serebri dan sisterna magna), four-
chamber view jantung (termasuk posisinya di dalam toraks), spina,
lambung, ginjal, kandung kemih, insersi tali pusat janin dan keutuhan
dinding depan abdomen. Jika posisi janin memungkinkan, lakukan juga
pemeriksaan terhadap bagian-bagian janin lainnya. Dalam prakteknya
tidak semua kelainan sistem organ tersebut di atas dapat dideteksi
melalui pemeriksaan ultrasonografi. Pemeriksaan tersebut di atas
dianjurkan sebagai standar minimal untuk mempelajari anatomi janin.
Kadang-kadang beberapa bagian struktur janin tidak bisa dilihat, karena
posisi janin, volume cairan amnion yang berkurang, dan habitus tubuh ibu
akan membatasi pemeriksaan ultrasonografi. Jika hal ini terjadi, maka
struktur janin yang tidak bisa terlihat dengan baik harus dicantumkan di
dalam laporan pemeriksaan ultrasonografi. Pemeriksaan yang lebih
seksama harus dilakukan terhadap suatu organ yang diduga mempunyai
kelainan.

2. Travelling
Walaupun perjalanan itu sendiri bukanlah penyebab abortus atau
persalinan prematur, tetap direkomendasikan tindakan kewaspadaan tertentu.
Ibu hamil yang tidak menggunakan sabuk pengaman di dalam kendaraan
merisikokan keselamatan bayi dan dirinya sendiri. Kematian ibu akibat cedera

12
merupakan penyebab paling umum kematian janin (Chrosby,1983). Penyebab
umum kedua ialah separasi plasenta. Kontur tubuh berubah akibat kekuatan
benturan. Rahim sebagai organ berotot dapat beradaptasi utnuk menyesuaikan
bentuk tubuh. Plasenta kurang dapat menyesuaikan diri, sehingga terjadi
separasi plasenta. Pemakaian sabuk pengaman, sabuk pengaman baik
dipinggang maupun di bahu, harus dikenakan. Sabuk dipinggang harus
dikenakan agak rendah, yaitu di sekitar pangkal paha dan regangan senyaman
mungkin. Sabuk bahu harus dikenakan di atas rahim wanita hamil dan di bawah
leher untuk menghindari cedera. Wanita hamil harus duduk dengan posisi tegak.
Sandaran kepala harus dipakai untuk menghindari cedera benturan.
Pada dataran tinggi, kadar oksigen yang rendah dapat menyebabkan
hipoksia janin, terutama bila wanita tersebut anemnia (Barry, Bia, 1989). Ibu
hamil yang melakukan banyak perjalanan memiliki kemingkinan mengalami
kecelakaan yang serius dan kemungkinan tidak mendapat perawatan maternitas
yang baik. Selain itu, rasa letih dan tegang, perubahan kebiasaan sehari-hari,
dan makanan yang dikonsumsi sepanjang perjalanan yang panjang tidak
menguntungkan.
Apabila perjalanan panjang tidak dapat dihindari, maka perjalanan ini
sebaiknya dilakukan dengan menumpang pesawat. Menurut peraturan
penerbangan di Amerika Serikat, ibu hamil pada bulan terakhir kehamilannya
tidak diperbolehkan naik pesawat tanpa surat dari tenaga kesehatan.
Kebanyakan maskapai penerbangan dari luar negeri hanya memperbolehkan ibu
hamil menumpang pesawat sampai usia kehamilan 35 minggu. Perjalanan udara
itu sendiri memiliki risiko bahaya yang kecil. Magnetometer yang digunakan di
bagian keamanan pelabuhan udara tidak membahayakan janin. Duduk diam di
kursi untuk waktu yang lama dapat meningkatkan risiko tromboflebitis superfisial
atau tromboflebitis dalam. Untuk mengurangi risiko ini, ibu hamil dianjurkan
berjalan-jalan selama 15 menit setiap satu jam.
Apabila berpergian jauh, jadwalkan waktu untuk melakukan gerakan
bebas dan beristirahat. Sambil duduk, ibu hamil dapat melakukan latihan napas
dalam, memutar-mutar kaki, dan secara bergantian mengencangkan dan
melemaskan otot dibagian tubuh yang berlainan. Hindari keletihan.
Banyak wanita hamil mengalami rasa tidak bebas bila berpergian naik
kendaraan. Mereka merasa takut akan keselamatan bayinya yang belum lahir
(pendekatan penganjaran). Berikut ini adalah pendekatan pengajaran yang dapat
dilakukan demi kemanan saat travelling selama masa hamil:
Adaptasi maternal terhadap kehamilan meliputi relaksasi sendi, perubahan pusat
titik berat, terjadinya pingsan, dan rasa tidak nyaman. Masalah koordinasi dan

13
keseimbangan sering timbul. Oleh karena itu, ibu hamil harus memperhatikan
petunjuk berikut ini:
a. Gunakan mekanika tubuh yang baik.
b. Gunakan alat pengaman kendaraan; sabuk pengaman, sabuk bahu, dan
sandaran kepala, kacamata pelindung, helm, dan alat lain yang tersedia.
c. Hindari aktivitas yang membutuhkan koordinasi, keseimbangan, dan
konsentrasi.
d. Upayakan untuk beristirahat, susun jadwal baru untuk aktivitas harian
yang memungkinkan ibu hamil mendapat cukup istirahat dan relaksasi.
e. Perkembangan embrio dan janin sangat mudah dipengaruhi zat
teratogen lingkungan. Banyak senyawa kimia berbahaya di dalam rumah,
kebun, dan tempat pekerjaan: cairan pembersih, cat, cairan semprot,
herbisida, dan pestisida. Tanah dan air yang tersedia kemungkinan juga
tidak aman.
Oleh karena itu, ibu hamil harus mematuhi pedoman berikut:
1) Baca semua label untuk mengatahui isi suatu barang dan cara
penggunaan yang benar.
2) Usahakan cukup ventilasi udara bersih
3) Buang sampah dengan baik
4) Kenakan sarung tangan saat bekerja menggunakan bahan kimia
5) Pindah kebagian lain atau pindah pekerjaan bila perlu
6) Hindari tempat-tempat yang tinggi (bukan di dalam pesawat yang
terkenan udaranya diatur), yang dapat membutuhkan oksigen.

Wanita hamil harus berhati-hati harus berhati-hati melakukan perjalanan


yang cenderung lama dan melelahkan, karena dapat menimbulkan
ketidaknyamanan dan mengakibatkan gangguan sirkulasi serta edema tungkai
karena kaki tergantung jika duduk terlalu lama. Sabuk pengaman yang dikenakan
dikendaraan jangan sampai menekan perut yang menonjol. Berpergian dapat
menimbulkan masalah lain, seperti konstipasi/diare karena asupan makanan dan
minuman cenderung berbeda seperti biasanya karena akibat perjalanan yang
melelahkan.

Dilain pihak, pasangan suami-isteri mungkin merasa bahwa saat ini


merupakan kesempatan terakhir bagi mereka untuk berpergian dengan bebas
dan kesempatan ini tidak akan mereka peroleh selama beberapa tahun
mendatang karena sesudah itu mereka akan terikat dengan berbagai
pembatasan dan persoalan yang berhubungan dengan bayi. Jelas tidak
diragukan bahwa bentuk liburan semacam ini yang memberikan suasana tenang,
udara bersih, makanan yang lezat, olahraga yang menyenangkan dan banyak

14
istirahat, sangat bermanfaat bagi pasangan yang menantikan kehadiran
puteranya. Berikut ini adalah tips ringkas, bagi wanita hamil yang akan travelling:

a) Jangan terlalu lama dan melelahkan


b) Duduk lama-statis vena (vena stagnasi) menyebabkan
tromboflebitis dan kaki bengkak.
c) Berpergian dengan pesawat udara boleh, tidak bahaya hipoksia,
dan tekanan udara oksigen yang cukup dalam pesawat udara (Lily
Yulaikhah,2009).

3. Imunisasi
Imunisasi yang dilakukan sebelum dan selama kehamilan merupakan
tindakan preventif untuk meningkatkan kekebalan tubuh ibu terhadap infeksi parasit,
bakteri, dan virus. Pemberian vaksin dari virus yang hidup tidk dianjurkan. Karena,
selama hamil daya tahan tubuh ibu sedikit menurun sehingga pemberian vaksin
hidup dikhawatirkan malah menyebabkan infeksi dan membahayakan janin.
Imunisasi boleh diberikan jika vaksinnya mengandung virus mati atau tidak aktif.

Jenis Imunisasi yang Direkomendasikan pada Ibu Hamil


a. Influenza
Sebuah penelitian menunjukkan ibu hamil yang mendapatkan suntikan
vaksin flu menunjukkan ibu-ibu tersebut memiliki bayi yang lebih tahan terhadap
influenza. Hanya ditemukan tiga kasus flu ketika usia bayi mereka masih di
bawah enam bulan. “Padahal tidak pernah terbukti sebelumnya bahwa imunisasi
terhadap ibu hamil memberikan keuntungan besar kepada bayinya. Di Amerika,
hanya 14% ibu hamil yang menjalani imunisasi ini. Angka ini terpaut tidak jauh
dibandingkan di negara miskin dimana akses kesehatan terbatas. Di banyak
daerah, program ini telah banyak diberikan kepada ibu hamil termasuk suntikan
antitetanus. Mereka seharusnya menambahkan vaksin influenza,” ujar Mark
Steinhoff, Profesor Pediatrik dari Johns Hopkins Universitiy, di Baltimore. Hasil ini
mendukung rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahwa ibu hamil
seharusnya mendapatkan imunisasi influenza untuk melindungi dirinya dan calon
anaknya. Infeksi ini meningkat risikonya pada ibu hamil dan bayi yang kurang
gizi. Menurut sebuah laporan dalam jurnal medis di Inggris tahun 2005, rata-rata
kematian akibat flu masih tinggi untuk bayi usia di bawah enam bulan. Imunisasi
influenza dengan virus yang tidak aktif ini bisa diberikan pada ibu hamil, bila ada
indikasi ibu hamil tersebut berisiko terkena flu dalam kondisi parah, seperti yang
terjadi di Amerika Serikat. Pada musim flu (menjelang dan pada musim dingin),

15
penyakit flu di Amerika bisa berkembang sangat parah sampai-sampai perlu
dirawat di rumah sakit.
Jadi, ibu yangmenjalani kehamilan trimester kedua dan tiga di musim
dingin, sebaiknya diimunisasi influenza. Secara umum, imunisasi ini aman
diberikan pada ibu hamil. Bahkan, berdasarkan Panduan Pemberian Imunisasi
bagi Wanita Hamil dan Menyusui yang dikeluarkan Centers for Disease Control
andPrevention, sebuah studi yang dilakukan terhadap 2.000 ibu hamil yang
diimunisasi influenza menunjukkan tidak adanya pengaruh terhadap janin akibat
imunisasi tersebut. Hasil serupa diperoleh terhadap 252 ibu yang mendapat
imunisasi influenza enam bulan setelah melahirkan.
Sementara di Indonesia, flu umumnya dianggap sebagai penyakit yang
sangat umum dan biasanya tidak membahayakan. Apalagi, di Indonesia tidak
terdapat flu musiman seperti di Amerika yang bisa menyebabkan flu sangat
berat. Jadi, imunisasi influenza jarang sekali diberikan pada ibu hamil.Sedangkan
di Indonesia, penyakit influenza sering dianggap biasa. Padahal bisa
mengganggu kesehatan ibu dan janin. Pemberian imunisasi influenza diberikan
pada trimester kedua atau ketiga kehamilan. Setelahnya, ibu mungkin mengalami
demam ringan, bengkak, dan kemerahan di daerah bekas suntikan. Lakukan
imunisasi saat tubuh benar-benar dalam keadaan sehat. Setelah melakukan
imunisasi, lakukan cukup istirahat, makan makanan bergizi, dan jangan dekati
orang yang sedang terkena influenza karena akan mudah tertular. Sempatkanlah
memeriksakan diri ke dokter jika ibu mengidap flu untuk memastikan flu tersebut
tidak membahayakan. Penelitian terakhir menunjukkan pada penderita flu yang
berulang dan berkepanjangan ternyata bisa mengakibatkan bayi yang dilahirkan
lebih mudah mengalami gangguan perilku khususnya Autis.

b. Hepatitis B
Umumnya seseorang tidak langsung menyadari bahwa dirinya terinfeksi
virus hepatitis B. Bahayanya, janin bisa ikut tertular ketika menjalani proses
kelahiran. Karenanya, imunisasi hepatitis B sangat perlu bagi ibu hamil. Bayi
baru lahir pun diwajibkan segera mendapat imunisasi Hepatitis B. Vaksin
Hepatitis B terbuat dari bahan rekombinan yaitu vaksin yang dibuat dengan
bahan rekayasa genetika sehingga menyerupai virus Hepatitis B. Vaksin ini aman
diberikan kepada ibu hamil. Waktu pemberian imunisasi ini adalah pada
kehamilan bulan pertama, kedua, dan keenam. Ibu hamil akan diperiksa kadar
HbsAg dan Anti-Hbs-nya (reaksi antigen-antibodi). Jika hasil Anti-HbsAg-nya
positif, ibu tak perlu imunisasi lagi karena sudah mempunyai zat

16
antobodi/kekebalan hepatitis B. Biasanya setelah imunisasi, timbul demam
ringan dan nyeri pada bekas suntikan. Bila tidak ada infeksi dan belum
mempunyai antibodi, maka vaksin hepatitis B dapat diberikan kepada ibu hamil.

c. Tetanus Toksoid (TT)


Di banyak negara berkembang, dimana kaum ibu melahirkan dalam
kondisi tidak higienis. Hal ini berisiko menimbulkan infeksi oleh kuman tetanus
pada ibu dan bayi hingga jiwa mereka terancam. Rahim ibu melahirkan rentan
terinfeksi kuman tetanus, sedangkan pada bayi infeksi ini dimulai dari luka pada
tali pusatnya. Bakteri Klostridium tetanus pada bayi baru lahir dapat
menimbulkan penyakit tetanus neonatorum yang dapat mengakibatkan kematian.
Bakteri atau spora tetanus tumbuh dalam luka yang tidak steril. Misalnya, jika tali
pusat dipotong dengan pisau yang tidak tajam dan tidak steril, atau jika benda
apa pun yang tidak bersih menyentuh ujung tali pusat. Semua ibu hamil harus
memastikan mereka telah mendapat imunisasi tetanus toksoid (TT) untuk
menghindari jangkitan tetanus yang berisiko pada diri dan bayinya. Walaupun
sudah mendapatkan imunisasi sebelumnya, ibu membutuhkan tambahan vaksin
tetanus toksoid yang biasanya dianjurkan menjelang pernikahan. Bila terlewat,
bisa diberikan saat ibu hamil sebanyak dua kali dengan jarak 1 sampai 2 bulan.
Menjelang waktu persalinan, imunisasi ini harus sudah lengkap. Karenanya, di
masa hamil, imunisasi ini dilakukan di usia kehamilan 7 bulan, kemudian 8 bulan,
dan dapat diulangi tiga tahun kemudian. Setelah diimunisasi, ibu biasanya
mengalami demam ringan meski sangat jarang terjadi, agak nyeri, dan sedikit
bengkak pada daerah bekas suntikan. Sesudah persalinan, ibu juga harus
memastikan bahwa luka di vagina atau perutnya (akibat sesar) dalam keadaan
bersih. Begitu pula tali pusat bayinya.

d. Meningococcal
Vaksin pencegah meningitis atau radang selaput otak ini terbuat dari
bakteri meningococcal yang sudah mati/tidak aktif sehingga aman untuk ibu
hamil. Apabila ibu hamil menderita meningitis, maka kumannya pun dapat
menjalar ke otak janin. Pada ibu hamil, imunisasi ini sebaiknya diberikan setelah
trimester pertama untuk menghindari risiko umum yang terjadi pada kehamilan
trimester pertama seperti keguguran. Sebaiknya, lakukan imunisasi ini saat tubuh
benar-benar sehat meski pada beberapa orang hanya akan muncul demam
ringan. Studi mengenai pemberian imunisasi ini pada ibu hamil memang belum
pernah menunjukkan adanya efek merugikan bagi sang ibu maupun bayinya.

17
Jadi, imunisasi Meningococcal bisa diberikan, terutama bagi ibu hamil yang
terindikasi akan terpapar virus tersebut. Misalnya, mereka yang berencana
melakukan perjalanan ke negara-negara dengan risiko terpapar virus
meningococcal. Meski begitu, pemberian imunisasi ini tetap harus didasarkan
pada indikasi, serta turut pula memperhitungkan faktor risiko dan keuntungannya.

e. Hepatitis A
Dalam Panduan Pemberian Imunisasi bagi Wanita Hamil dan Menyusui
yang dikeluarkan CDCdisebutkan, keamanan pemberian imunisasi Hepatitis A
masih belum bisa dipastikan. Namun, karena vaksin ini dibuat dari virus mati atau
tidak aktif, secara teoritis risiko janin terpengaruh sangat rendah. Jadi, imunisasi
ini bisa diberikan pada ibu hamil, jika ada indikasi berisiko tinggi terkena penyakit
tersebut. Misalnya,memiliki kelainan hati, hidup di lingkungan yang berisiko
terinfeksi Hepatitis A, sering berada di Tempat Penitipan Anak (TPA), atau akan
bepergian ke negaradimana penyakit ini menjadi endemis.

f. Pneumococcal Polysaccharide Vaccine(PPV23)


Pemberian imunisasi Pneumococcalpada trimester pertama kehamilan
belum pernah dievaluasi keamanannya. Meski begitu, belum pernah dilaporkan
adanya efek merugikan terkait pemberian imunisasi ini pada janin yang
dikandung ibu. Tentu saja, jika ibu hamil tidak berisiko tinggi terkena virus
tersebut, imunisasi ini tidak perlu diberikan.

g. Diphtheria, Pertussis, dan Tetanus (DPT)


Yang umum diberikan adalah imunisasi DT (Diphtheria dan Tetanus
Toxoid). Pemberian DPT bisa dipertimbangkan, jika ibu hamil memiliki
kemungkinan untuk terpapar penyakit pertussis atau batuk rejan. Misalnya,
pekerja kesehatan atau mereka yang bekerja di tempat penitipan anak (TPA)
dimana terdapat banyak kasus pertussis.

4. Mobilisasi, body mekanik, dan pekerjaan


Kebutuhan dasar Ibu Hamil (Mobilisasi & Body Mekanik)
a. Pengertian mobilisasi
Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing
penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin
berjalan (Soelaiman, 1993).
Menurut Carpenito (2000), mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang
terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan
kemandirian.

18
Dari kedua definisi tersebut dpaat disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah
suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara
membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.Konsep
mobilisasi dini mula-mula berasal dari ambulasi dini yang merupakan
pengembalian secara berangsur-angsur ke tahap mobiliasi sebelumnya untuk
mencegah komplikasi (Roper, 1996).

b. Rentang gerak dalam mobilisasi


Menurut Carpenito (2000), dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak :
1) Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2) Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan
cara menggerakkan otot-otonya secara aktif misalnya berbaring pasien
dengan menggerakkan kakinya.
3) Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan

c. Pengertian Body Mechanic


Mekanik tubuh (body mechanic) adalah usaha koordinasi diri
muskuloskeletal dan sistem saraf untuk mempertahankan keseimbangan
yang tepat. Mekanika tubuh merupakan bagian dari aktifitas manusia.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanika tubuh


Ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi mekanika tubuh:
1) Status kesehatan
Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi system
musculoskeletal dan system saraf berupa penurunan koordinasi,
sehingga dapat mempengaruhi mekanika tubuh.
2) Pengetahuan
Pengetahuan yang baik terhadap mekanika tubuh akan
mendorong seseorang untuk mempergunakannya secara benar,
sehingga akan mengurangi energy yang akan dikeluarkan.
3) Situasi dan kebiasaan
Misalnya mengangkat benda-benda berat.
4) Gaya hidup
Perubahan pola hidup seseorang akan menyebabkan stress,
sehingga akan menimbulkan kecerobohan dalam beraktifitas, sehingga
dapat mengganggu koordinasi antara system musculoskeletal dan
neurologi, yang akhirnya akan mengakibatkan perubahan mekanika
tubuh.
5) Emosi

19
Seseorang yang mengalami perasaan tidak aman, tidak
bersemangat, dan harga diri yang rendah, akan mengalami perubahan
dalam mekanika tubuh.
6) Nutrisi
Kekurangan nutrisi bagi tubuh dapat menyebabkan kelemahan
otot dan memudahkan terjadinya penyakit.
7) Mobilisasi dan Body Mechanic pada Ibu Hamil Trimester I, II dan
III
Ibu hamil boleh melakukan kegiatan/aktivitas fisik biasa selama
tidak terlalu melelahkan. Ibu hamil dapat melakukan pekerjaan seperti
menyapu, mengepel, memasak dan mengajar. Semua pekerjaan
tersebut harus sesuai dengan kemampuan wanita tersebut dan
mempunyai cukup waktu untuk istirahat. Seiring dengan bertambahnya
usia kehamilan, tubuh akan mengadakan penyesuaian fisik dengan
pertambahan ukuran janin. Perubahan tubuh yang paling jelas adalah
tulang punggung bertambah lordosis karena tumpuan tubuh bergeser
lebih ke belakang dibandingkan sikap tubuh ketika tidak hamil. Secara
anatomi, ligamen sendi putar dapat meningkatkan pelebaran/
pembesaran rahim pada ruang abdomen. Nyeri pada ligamen ini terjadi
karena pelebaran dan tekanan pada ligamen karena adanya
pembesaran rahim. Nyeri pada ligamen ini merupakan suatu
ketidaknyaman pada ibu hamil.

e. Sikap tubuh yang perlu diperhatikan oleh ibu hamil


1) Berdiri
Sikap berdiri yang benar sangat membantu sewaktu hamil di
saat berat janin semakin bertambah, jangan berdiri untuk jangka waktu
yang lama. Beerdiri dengan menegakkan bahu dan mengangkat pantat.
Tegak lurus dari telinga sampai ke tumit kaki.
2) Berjalan
Ibu hamil penting untuk tidak memakai sepatu ber-hak tinggi
atau tanpa hak. Hindari juga sepatu bertumit runcing karena mudah
menghilangkan keseimbangan. Bila memiliki anak balita, usahakan
supaya tinggi pegangan keretanya sesuai untuk ibu.
3) Tidur
Ibu boleh tidur tengkurap, kalau sudah terbiasa, namun tekuklah
sebelah kaki dan pakailah guling, supaya ada ruangan bagi bayi anda.
Posisi miring juga menyenangkan, namun jangan lupa memakai guling

20
untuk menopang berat rahim anda. Sebaiknya setelah usia kehamilan 6
bulan, hindari tidur telentang, karena tekanan rahim pada pembuluh
darah utama dapat menyebabkan pingsan. Tidur dengan kedua kaki
lebih tinggi dari badan dapat mengurangi rasa lelah.
4) Bangun dari berbaring
Untuk bangun dari tempat tidur, geser tubuh ibu ke tepi tempat
tidur, kemudian tekuk lutut. Angkat tubuh ibu perlahan dengan kedua
tangan, putar tubuh lalu perlahan turunkan kaki ibu. Diamlah dulu dalam
posisi duduk beberapa saat sebelum berdiri. Lakukan setiap kali ibu
bangun dari berbaring.
5) Membungkuk dan mengangkat
Terlebih dahulu menekuk lutut dan gunakan otot kaki untuk tegak
kembali. Hindari membungkuk yang dapat membuat punggung tegang,
termasuk untuk mengambil sesuatu yang ringan sekalipun.
6) Duduk
Duduk dengan posisi punggung tegak . atur dagu ibu dan tarik bagian
atas kepala seperti ketika ibu berdiri. .

5. Pekerjaan Sebagai Kebutuhan Ibu Hamil

Pekerjaan Sebagai Kebutuhan Fisik Ibu Hamil Trimester I, II, III

Dalam asuhan antenatal terdapat aspek fisik, spiritual, sosial dan psikologis.
Sasaran utama pemberian perawatan bukan semata–mata untuk memastikan bahwa ibu
dan bayi memiliki kesehatan yang baik pada akhir kehamilan. Penekanan lebih besar
perlu diberikan pada efek psikologis kelahiran anak.

Kehamilan dapat menimbulkan kondisi yang menempatkan adanya kehidupan


beresiko. Dalam situasi tersebut, sasaran asuhan antenatal ialah meminimalkan setiap
efek yang berpotensi membahayakan perempuan hamil dan bayinya, dengan memenuhi
kebutuhan ibu hamil baik fisik maupun psikologis.
(Asrinah, dkk, 2010; 114)

21
Salah satu kebutuhan ibu hamil adalah pekerjaan. Wanita hamil tetap dapat
bekerja namun aktivitas yang dijalaninya tidak boleh terlalu berat. Istirahat untuk wanita
hamil dianjurkan sesering mungkin. Seorang wanita hamil disarankan untuk
menghentikan aktivitasnya apabila mereka merasakan gangguan dalam kehamilan.
Pekerjaan yang membutuhkan aktivitas fisik yang berat, berdiri dalam jangka waktu yang
lama, pekerjaan dalam indrustri mesin, atau pekerjaan yang memiliki efek samping
lingkungan (contoh: limbah) harus dimodifikasi.

Menurut UU No 13 Tahun 2003 tentang perburuhan, wanita hamil berhak


mendapatkan cuti 1,5 bulan sebelum bersalin dan 1,5 bulan sesudah melahirkan. Pada
wanita yang bekerja, dianjurkan untuk segera ke dokter apabila terjadi perdarahan dari
kemaluan atau kram hebat di perut. Pada minggu–minggu akhir kehamilan, tanda–tanda
permulaan persalinan harus diketahui oleh ibu hamil, sehingga keluarga lebih waspada
apabila muncul tanda–tanda persalinan tersebut.
(Sulityawati, 2009; 127)

Seorang wanita hamil boleh mengerjakan pekerjaan sehari-hari asal hal tersebut
tida memberikan gangguan rasa tidak enak. Bagi wanita pekerja, ia tidak boleh tetap
masuk kantor sampai menjelang partus.

Pekerjaan yang dipaksakan sehingga istirahat yang cukup selama kurang lebih 8
jam sehari. Seorang wanita hamil boleh mengerjakan pekerjaan sehari-hari asal hal
tersebut tidak memberikan gangguan rasa tak enak. Bagi wanita pekerja, ia tidak boleh
tetap masuk kantor sampai menjelang partus. Pekerjaan yang dipaksakan sehingga
istirahat yang cukup selama kurang lebih 8 jam sehari.

Pada keadaan tertentu seperti partus prematurus imminens, ketuban pecah,


menderita kelainan jantung, aktivitas sehari-hari harus dibatasi. Bila sedang bepergian, ia
tidak boleh duduk terus menerus. Selama 1-2 jam melainkan harus selang seling dengan
berdiri dan berjalan. Senam hamil sebaiknya dianjurkan untuk dilaksanakan baik secara
kelompok maupun individu.
(Yuni, 2009; 112)

Satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merencankan kehamilan adalah


pekerjaan. Banyak wanita tidak mengetahui bahwa mereka hamil sampai tahap awal dari
kehamilan mereka sudah alami. Karena bagian kehamilan ini begitu penting artinya untuk

22
perkembangan dan pertumbuhan janin adalah bijaksana bila merencanakan sebelumnya.
Rencana ini sebaiknya mencakup hal-hal yang dihadapi dalam pekerjaan.

Pertimbangan penting lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan adalah jenis


pergantian/cakupan asuransi yang dimiliki dan program cuti hamil dari perusahaan.
Kebanyakan program memungkinkan cuti beberapa bulan. Masuk akal bila
memeriksakan hal itu sebelum hamil. Dengan semua biaya perawatan medis dan
persalinan, akan membutuhan beberapa ratus ribu rupiah jika tidak merencanakan
terlebih dahulu.

Beberapa pekerjaan dianggap berbahaya/bisa mencelakakan selama kehamilan.


Beberapa zat berbahaya seperti bahan kimia, inhalan, radiasi/pelarut yang sehari–hari
dihadapi selama bekerja dapat menjadi masalah dalam kehamilan.

Hal lain yang mendapat pehatian adalah wanita yang pekerjaannya


mengharuskan diri untuk berdiri berjam–jam. Wanita yang sebagian besar waktu kerjanya
dihabiskan dengan berdiri, biasanya melahirkan bayi yang lebih kecil, jika sebelumnya
pernah mengalami persalinan prematur/mempunyai leher rahim yang tidak kompeten,
sebuah pekerjaan yang mengharuskan bergerak aktif dan banyak berdiri barangkali
bukan pilihan yang bijaksana selama kehamilan.

Seorang wanita yang hamil harus berhenti bekerja di luar rumah sangat
tergantung dari jenis pekerjaannya, bahaya yang mengancam dalam lingkungan
pekerjaan dan seberapa besar energi fisik dan mental yang diperlukan dalam
melaksanakan pekerjaan itu.
(Pantikawati, dkk, 2010; 109)

23
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perempuan merupakan makhluk biopsikososial, maksud disini
adalah perempuan merupakan makhluk yang unik, kebutuhan yang
dimiliki oleh setiap perempuan dalam masa kehamilannya berbeda-beda,
namun secara garis besar hampir sama, bahwa seorang wanita yang
tengah mengandung buah hatinya memerlukan kebutuhan baik dari segi
fisik, psikologis , dan juga social , bahkan tidak memungkiri akan
kebutuhan lainnya. Dan tentu kebutuhan tersebut harus terpenuhi
dengan baik, agar sang ibu dan janin sejahtera. Sehingga angka
kematian ibu dan bayi dapat ditekan kembali.

B. SARAN
Diharapkan seorang tenaga kesehatan khususnya calon bidan
yang masih mengemban pendidikan ini dapat memahami dan

24
merealisasikan dengan baik kelak ketika tengah berada di lapangan,
secara professional.

DAFTAR PUSTAKA

Asrinah, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan. Yogyakarta; Graha Ilmu

____________. 2014. Rekomendasi cdc : Vaksinasi pada kehamilan. [online] diakses


dari : https://mediaimunisasi.com. Pada tanggal : 9 September 2016
Kusmiati, Yuni, dkk. 2009. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta: Fitramaya

Kusyanti, T.,dkk.(2012).Menjawab pertanyaan dalam praktik klinik kebidanan (PKK).


Jakarta: Trans Info Media.
Megasari. M. dkk. 2014. Panduan asuhan kebidanan 1. Yogyakarta : Deepublish

Novia,D.(2015).Kebutuhan traveling dan imunisasi pada ibu hamil.[Online]. Diakses dari


https://www.scribd.com/doc/257914715/Kebutuhan-Traveling-Dan-Imunisasi-Pada-
Ibu-Hamil. (diakses pada tanggal 10 september 2016)
Pantikawati, Ika, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan I (Kehamilan). Yogyakarta: Nuha Medika

25
Sulistyawati, Ari. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Jakarta: Salemba
Medika

Yulianti,R.(tanpa tahun).Kebutuhan fisik bumil trimester 1,2,3.[Online]. Diakses dari


https://www.academia.edu/4951487/Kebutuhan_fisik_bumil_trimester_1_2_3.
( diakses pada tanggal 10 september 2016)

Wahyuni, S.(2011).Pemantauan kesejahteraan janin selama kehamilan.[Online]. Diakses


darihttp://www.stikku.ac.id/wp-content/uploads/2011/02/EVALUASI-
KESEJAHTERAAN-JANIN.pdf. (diakses pada tanggal 10 September 2016)

26

Vous aimerez peut-être aussi