Vous êtes sur la page 1sur 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN RESUME KEPERAWATAN

DENGAN KASUS OSTEOARTHRITIS


DI POLI BEDAH RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh:
AHMAD SUYUTHI ABABIKL
(14201.05.13004)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
2017
LAPORAN PENDAHULUAN OSTEOARTRITIS

Anatomi dan Fisiologi Sendi Lutut

a. Anatomi Sendi Lutut

Secara umum sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang.

Terdapat tiga tipe sendi yaitu : sendi fibrosa (sinartrodial) merupakan sendi yang

tidak dapat bergerak, sendi kartilaginosa (amfiartrodial) merupakan sendi yang

dapat sedikit bergerak dan sendi sinovial (diartrodial) merupakan sendi yang

dapat digerakkan dengan bebas (Price dan Wilson, 1995).

Sendi sinovial ada enam jenis yaitu : sendi datar, sendi putar, sendi engsel,

sendi kondiloid, sendi berporos dan sendi pelana. Sendi engsel di dalam jenis ini

satu permukaan bundar diterima oleh yang lain sedemikian rupa sehingga hanya

mungkin gerakan dalam satu bidang, seperti gerakan engsel (Pearce, 2005).

Sendi lutut merupakan sendi terbesar dalam tubuh manusia. Pada dasarnya

terdiri dari dua articulatio kondilaris yaitu, antara kondilus femoralis dan kondilus

tibia serta sebuah sendi plana antara fasies patelaris femoris dan patella. Sendi

fibular tibial tidak terlibat langsung (Snell, 1998). Kondilus femoralis melebar

kearah distal dan posterior. Kondilus ini dibentuk oleh kondilus lateralis femoralis

dan kondilus medialis femoralis. Sedangkan pada kondilus tibial dibentuk oleh

kondilus medialis tibial dan kondilus lateralis tibial yang dipisahkan oleh

eminentia interkondiloidea (Kahle dkk, 1995).

Pada permukaan dari sendi terdapat patella. Patella adalah tulang sesamoid

yang paling besar pada tubuh manusia dan terletak pada tendon dari otot

quadriceps femoralis. Pada bagian inferior apex patella berikatan dengan ligamen

patellae yang terletak di anterior tuberkel tibial sampai ke kondilus (Bryan, 1979).
1
Keterangan :
2 1. Permukaan patella
3
2. Ligamen cruciatum posterior
4 3. Ligamen cruciatum anterior
5 4. Meniscus medial
6 7 5. Meniscus lateral
6. Ligamen kollateral fibular
7. Ligamen kollateral tibial

Gambar 1. Anatomi sendi lutut dari posisi anterior (Ballinger, 1999)

Keterangan :
1. Ligamen cruciatum anterior
2. Ligamen cruciatum posterior
3. Meniscus lateral
2 1 4. Meniscus medial
5. Ligamen kollateral fibular
4 3 6. Ligamen kollateral tibial
7. Fibula
6 5

7
Gambar 2. Anatomi sendi lutut dari posisi posterior (Ballinger, 1999)

1
Keterangan :
1. Femur
2
2. Patella
4 3
3. Meniscus
5 6 4. Cairan sinovial
5. Meniscus
6. Kartilago articular

Gambar 3. Anatomi sendi lutut dari posisi lateral (Ballinger, 1999)


Sendi pada lutut dibentuk oleh dua tulang atau lebih yang dipadukan

dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen,

tendon, fasia, atau otot (Price dan Wilson, 1995).

Bagian-bagian yang berperan dalam keseimbangan sendi lutut antara lain

adalah sebagai berikut :

1) Tulang rawan

Permukaan sendi lutut terdiri atas kondilus femoris dan kondilus tibia.

Pergeseran sendi ini dikompresi oleh rawan yang relatif tebal yang meliputi

dan oleh menisci (Kahle dkk, 1995).

Pada sendi sinovial (diartrosis), tulang – tulang yang saling

berhubungan dilapisi rawan sendi. Rawan sendi merupakan jaringan avaskuler

dan juga tidak memiliki jaringan syaraf, berfungsi sebagai bantalan terhadap

beban yang jatuh ke dalam sendi.

Rawan sendi dibentuk oleh sel rawan sendi (kondrosit) dan matrik

rawan. Kondrosit berfungsi menyintesis dan memelihara matriks rawan

sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks rawan

sendi terutama terdiri dari air, proteoglikan dan kolagen.

Rawan sendi merupakan jaringan yang avaskuler, oleh sebab itu,

makanan diperoleh dengan jalan difusi. Beban yang intermiten pada rawan

sendi, sangat baik bagi fungsi difusi nutrien untuk rawan sendi (Isbagio dan

Setyohadi, 1996).

2) Meniscus

Meniscus merupakan struktur yang hanya ditemukan didalam sendi

lutut, temporomandibular, sternoklavikular, radioulnar distal dan

akromioklavikular. Meniscus merupakan diskus fibrokartilago yang pipih atau


segitiga atau ireguler yang melekat pada kapsul fibrosa dan selalu pada salah

satu tulang yang berdekatan. Sebagian besar meniscus bersifat avaskuler,

tetapi pada bagian yang melekat pada tulang sangat kaya dengan pembuluh

darah, tidak ada jaringan syaraf atau pembuluh limfe di dalam meniscus.

Nutrisi diperoleh secara difusi dari cairan sendi atau pleksus pembuluh darah

pada bagian yang melekat pada tulang (Isbagio dan Setyohadi, 1996).

Meniscus medialis berbentuk semisirkularis dan bersatu dengan

ligamentum kolateral medial. Meniscus lateralis hampir sirkuler, tempat-

tempat perlekatannya dekat satu sama lainnya. Ia tidak bersatu dengan kapsula

atau ligamen kolateral lateral dan oleh karena itu lebih mobil. Meniscus

lateralis mungkin dilekatkan pada permukaan dalam kondilus femoralis

medialis oleh ligamenta (Kahle dkk, 1995).

3) Celah sendi

Sendi lutut terdiri dari 3 celah sendi, yaitu : celah sendi yang dibentuk

oleh dasar patella dengan permukaan anterior dari femur bagian proksimal,

celah sendi yang disusun oleh kondilus lateral femoris dengan kondilus lateral

tibia dan celah sendi yang disusun oleh kondilus medial femoris dengan

kondilus medial tibia. Adapun kedua kondilus femur dengan kondilus tibia

bersumbu pada pertengahan masing-masing kondilus yang disebut celah sendi

femorotibialis.

Pada masing-masing permukaan tulang penyusun sendi dilapisi oleh

kartilago hialin. Untuk kondilus femoris dan tibia dikelilingi oleh meniscus

(Bryan, 1979).

Pada saat fleksi dan ekstensi sendi lutut akan terjadi perubahan celah

sendi. Untuk femorotibialis disebabkan terjadi perubahan antara femur dan


meniscus. Rotasi medial dan lateral dari tibia pada femur akan terjadi

perubahan antara tibia dan meniscus. Untuk femoropatelaris saat ektensi

terjadi perubahan perlekatan bagian inferior patella, akan menempel dengan

bagian superior permuakaan artikularis femur dan saat fleksi bagian tengah

dari dasar patella akan menempel dengan bagian inferior dari permukaan

kondilus femoris (Bryan, 1982).

4) Rongga sendi

Rongga sendi adalah rongga sempit menyerupai celah yang

mengandung cairan sinovial. Cairan ini jernih, kental, cairan yang

mengandung musin seperti albumin. Cairan bekerja sebagai pelumas dan

membantu nutrisi rawan sendi. Viskositasnya yang ditentukan oleh kadar asam

hialuronat adalah tergantung pada suhu makin rendah suhu makin tinggi

viskositas cairan sinovial (Kahle dkk, 1995).

Rongga sendi yang luas pada lutut mempunyai struktur yang rumit. Di

sebelah anterior terdapat bantalan lemak intra patella yang luas dengan dua

plicae alares. Dari bantalan lemak plica synovialis patelaris berjalan menuju

ke ligamentum crusiatum anterius. Plica ini bebas masuk sendi dan merupakan

sisa dari lipat primitif yang membagi sendi lutut menjadi dua ruangan. Plica

merupakan lanjutan membran sinovial yang tertanam pada kedua ligamentum

crusiatum dan berjalan sampai patella (Kahle dkk,1995).

5) Cairan sinovial

Pada sendi yang normal, cairan sendi sangat sedikit, sehingga sulit

diaspirasi dan dipelajari. Cairan sendi merupakan ultra filtrasi atau dialisat

plasma. Pada umumnya kadar molekul dari ion kecil adalah sama dengan

plasma, tetapi kadar proteinnya lebih rendah. Molekul-molekul dari plasma,


sebelum mencapai rongga sendi harus melewati sawar indotel avaskuler,

kemudian melalui matriks subsinovial dari lapisan sinovium. Sawar

endothelial sangat selektif. Makin besar molekulnya, makin sulit melalui

sawar tersebut, sehingga molekul protein yang besar akan tetap berada dalam

jaringan vaskuler. Sebaliknya, molekul dari cairan sendi dapat kembali ke

plasma tanpa halangan apapun melalui system limfatik walaupun ukurannya

besar (Isbagio dan Setyohadi, 1996).

6) Membran sinovial

Membran sinovial merupakan jaringan avaskuler yang melapisi

permukaan dalam kapsul sendi, tetapi tidak melapisi permukaan rawan sendi.

Membran ini licin dan lunak, berlipat-lipat sehingga dapat menyesuaikan diri

pada setiap gerakan sendi atau perubahan tekanan intra-artikular.

Membran sinovial tersusun atas 1-3 lapis sel-sel sinovial (sinoviosit)

yang menutupi jaringan subsinovial dibawahnya, tanpa dibatasi oleh membran

basalis.

Walaupun banyak pembuluh darah dan limfa di dalam jaringan

subsinovial, tetapi tidak satu pun mencapai lapisan sinoviosit. Jaringan

pembuluh darah ini berperan dalam transfer konstituen darah ke dalam rongga

sendi dan pembentukan cairan sendi (Isbagio dan Setyohadi, 1996).

7) Ligamen

Ligamen patella merupakan lanjutan tendon muskulus kuadriseps

femoris dari patella ke tuberositas tibia. Retinakulum patela lateralis dan

medialis di sebelah lateral berasal dari tendo muskulus kuadriseps femoris dan

berjalan menuju tibia, dimana mereka melekat dekat dengan pinggir

tuberositas tibia.
Dua ligamen utama yang terletak dipinggir adalah ligamen kolateral

medial dan lateral. Ligamen kolateral medial yang berbentuk segitiga, lebar,

dan berjalan dari epikondilus medialis ke permukaan medial tibia, dimana ia

bersatu dengan kapsula dan meniscus medialis. Ligamen kolateral lateral yang

berbentuk bulat berjalan dari epikondilus lateralis ke kapitulum fibula.

Ligamen ini tidak berhubungan dengan kapsula atau meniscus lateralis.

Pada permukaan posterior ligamentum popliteum obliq merupakan asal

lateral dari tendo muskulus semimembranosa dan berjalan ke lateral proksimal

terhadap origo kaput lateral muskulus gastroenemius. Ligamen popliteum

arcuatum terletak pada daerah kondilus lateralis femoris, erat berhubungan

dengan muskulus popliteus. Kelompok ligamen lutut selanjutnya adalah

ligamen krusiatum. Mereka khususnya berperan untuk mempertahankan

kontak waktu pergerakan rotasi, bila ligamen kolateral melemas pada posisi

fleksi. Ligamen krusiatum anterior berjalan dari fossa interkondiloidea

anterior tibia ke permukaan medial kondilus lateralis femoris. Ligamen

krusiatum posterior lebih kuat daripada ligamen krusiatum anterior. Ia berjalan

dari permukaan lateral kondilus femoris medial ke fossa interkondiloidea

posterior (Kahle dkk, 1995).

8) Bursa

Terdapat banyak bursa sekitar sendi lutut, beberapa diantaranya

berhubungan dengan rongga sendi. Bursa yang terbesar adalah supra patelaris

yang terletak disebelah anterior dan menambah rongga sendi ke proksimal. Di

posterior terdapat recessus subpopliteus dan bursa semimembranosa, keduanya

jauh lebih kecil. Pada origo kedua kaput muskulus gastrocnemuis terdapat

bursa subtendinosus dari kaput lateral dan kaput medial muskulus


gastrocnemuis. Bursa yang tidak berhubungan dengan sinovia adalah bursa

prepatelaris subkutanea yang ditemukan sub kutan tepat didepan patella, dan

bursa infrapatelaris profunda (Kahle dkk, 1995).

b. Fisiologi Sendi Lutut

Sendi lutut dapat melakukan fleksio dan ekstensio, dan pada posisi fleksio

memungkinkan dilakukan rotasio (Kahle dkk, 1995).

Pada lutut yang ekstensio kedua ligamenta kollateral tegang. Waktu

ekstensio kondilus femoralis berada dalam posisi yang hampir ekstrem dimana

ligamentum kollateral teregang sepenuhnya. Waktu 100 terakhir sebelum

ekstensio sempurna terdapat rotasio terminal obligatorik sekitar 50dan kedua

ligamentum lateral menjadi tegang pada saat yang sama terdapat sedikit

pemisahan ligamenta cruciatum. Rotasio aktif akhir dari tungkai yang tidak

dibebani berat (berdiri) melalui rotasio medial paha. Pada posisi ekstensio yang

ekstrem, ligamenta kollateral dan ligamenta krusiatum tegang (Kahle dkk, 1995).

Pada lutut yang ditekuk (fleksio) ligamenta kollateral melemas. Rotasio

mungkin dilakukan pada posisi fleksio. Luas rotasio medial tungkai kurang

daripada rotasio lateral. Waktu rotasio medial tibia pada femur, ligamenta

krusiatum satu sama lain saling memutar dan dengan demikian mencegah rotasio

medial yang jumlahnya berlebihan. Waktu rotasio lateral, ligamenta krusiatum

tidak terlepas. Batas rotasio lateral ditentukan oleh ligamentum kollateral lateral;

luas rotasio lateral maksimalnya adalah 450 sampai 600. Jumlah rotasio dapat

diperiksa dengan pergerakan kapitulum fibulae bila tungkai diangkat dari tanah

(Kahle dkk, 1995).


1. Definisi
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degenaeratif atau
osteoartritis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling
sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas) (Nanda
NicNoc,2012).
Osteoartritis adalaha kondisi dimana sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan
yang timbul karena gesekan ujung- ujung tulang penyusun sendi ( Soenarwo, 2011)
Osteoartritis adalah kondisi dimana sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan
yang timbul karena gesekan ujung- ujung tulang penyusun sendi.
Jadi osteoartritis merupakan kelainan yang bersifat progresif lambat yang
mengenai rawan sendi.
2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pencetus dari Osteoartritis yang banyak meyebabkan gejala,
meliputi:
1) Umur
Perubahan fisik dan biokimia yang terjadi sejalan dengan
bertambahnya usia dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan
endapannya berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
2) Pengausan
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan
sendi melalui 2 mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena
bahan yang harus dikandungnya.
3) Kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat
badan, sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis
mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah
kegemukan
4) Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma
yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik
sendi tersebut.
5) Keturunan
Herbeden node merupakan salah satu bentuk osteortritis yang biasa
ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis
sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.
6) Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematoid, infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan
reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matrik rawan sendi oleh
membran synovial dan sel- sel radang.
7) Joint mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormone pertumbuhan, maka rawan
sendi akan menebal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/ seimbang
sehingga memperceat proses degenerasi
8) Penyakit Endokrin
Pada hipertiroidisme terjadi produksi air dan garam- garam proteglikan
yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehinggga merusak sifat
fisik rawan sendi, ligament. Tendon, synovial, dan kulit pada diabetes
melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglandin menurun.
9) Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis,penyakit wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan homosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal
monosodium urat/ pirofosfat dalam rawan sendi.
b. Faktor Presipitasi
Demografi
Mereka yang terdiagnosis osteoartritis, sangatlah diperlukan adanya perhatian
lebih mengenai keadaan lingkungan. Ketika lingkungan sekitarnya yang tidak
mendukung. Maka kemungkinan besar klien akan merasakan gejala penyakit ini.
Banyak diantaranya ketika keadaan suhu lingkungan sekitar klien yang cukup
dingin, maka klien akan merasa ngilu, kekakuan sendi pada area- area yang biasa
terpapar, sulit untuk mobilisasi dan bahkan kelumpuhan.
3. Patofisiologi

Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang,


dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi
mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru
pada bagian tepi sendi. Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan
kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga
diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan
dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit
sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena
adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna
vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan.
Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan
ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut. Perubahan-perubahan
degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera
sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan
menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga
menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang
pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang
menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki
kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus.
PATHWAY (terlampir)
4. Klasifikasi
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi:
a. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang
berhubungan dengan osteoartritis.
b. Tipe skunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah mengalami fraktur.
5. Gejala Klinis
a. Nyeri sendi, keluhan utama
b. Hambatan gerak sendi, gangguan ini biasanya semakin berat dengan pelan-
pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
c. Kaku pagi
d. Krepitasi, rasa gemeretak (kadang- kadang dapat terdengar) pada sendi yang
sakit.
e. Pembesaran sendi (deformitas)
f. Perubahan gaya berjalan
g. Tanda- tanda peradangan, tanda- tanda peradangan pada sendi ( nyeri ekan,
gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan)

PHATWAY
Proses
Trauma
Penuaan
- Intrinsik
Pemecahan Perubahan - Ekstrinsik
kondrosit Komponen
sendi Perubahan
metabolisme
Proses - Kolagen sendi
penyakit - Progteogtikas
degeneratif i
- Jaringan sub
yang panjang
MK: Pengeluaran kondrial
Kerusakan enzim lisosom
Penatalaksanaan
lingkungan
Kerusakan
- Kurang
kemampuan matrik
mengingat kartilago
- Kesalahan Penebalan Perubahan
interpretasi tulang sendi fungsi sendi

Penyempitan Deformitas
MK: Kurang rongga sendi sendi
pengetahuan Kontraktur
- Penurunan MK: Kerusakan
Kekuatan mobilytas fisik
- nyeri

MK: Gangguan Hipertrofi


MK: Kurang Citra tubuh
perawatan diri

Distensi Cairan

MK: Nyeri akut


6. Pemeriksaan diagnostik (Penunjang)
a. Foto sinar X pada sendi- sendi yang terkena. Perubahan-perubahan yang dapat
ditemukan adalah
 Pembengkakan jaringan lunak
 Penyempitan rongga sendi
 Erosi sendi
 Osteoporosis juksta artikuler
b. Tes Serologi
 BSE Positif
 Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
c. Pemeriksaan radiologi
 Periarticular osteopororsis, permulaan persendian erosi
 Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan ankilosis
d. Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya kekurangan serta proses radang aseptik,
cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik
7. Penataaksanaan

a. Tindakan preventif
- Penurunan berat badan
- Pencegahan cedera
- Screening sendi paha
- Pendekatan ergonomik untuk memodifikasi stres akibat kerja
b.Farmakologi : obat NSAID bila nyeri muncul

c. Terapi konservatif ; kompres hangat, mengistirahatkan sendi, pemakaian alat- alat


ortotik untuk menyangga sendi yang mengalami inflamasi

d. Irigasi tidal ( pembasuhan debris dari rongga sendi), debridemen artroscopik,

e. Pembedahan; artroplasti

.
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi bila osteoartritis tidak ditangani yaitu terjadi
deformitas atau kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit.
Pergeseran ulnar atau jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas
bautonmere dan leher angsa pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal
yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying
antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan
dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik
akibat vaskulitis.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

1) Pengkajian fisik
a) Identitas
b) Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
d) Pola fungsi Gordon
 Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya, saat klien sakit tindakan yang
dilakukan klien untuk menunjang kesehatannya.
 Nutrisi/metabolic
Kaji makanan yang dikonsumsi oleh klien, porsi sehari, jenis makanan, dan volume
minuman perhari, makanan kesukaan.
 Pola eliminasi
Kaji frekuensi BAB dan BAK, ada nyeri atau tidak saat BAB/BAK dan warna
 Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan klien saat beraktivitas dan dapat melakukan mandiri, dibantu atau
menggunakan alat
 Pola tidur dan istirahat
Kaji pola istirahat, kualitas dan kuantitas tidur, kalau terganggu kaji penyebabnya
 Pola kognitif-perseptual
Status mental klien, kaji nyeri dengan Provokasi (penyebab), Qualitas 9nyerinya
seperti apa), Reqion (di daerah mana yang nyeri), Scala (skala nyeri 1-10), Time
(kapan nyeri terasa bertambah berat).
 Pola persepsi diri
Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri, identitas diri, gambaran
diri.
 Pola seksual dan reproduksi
kaji manupouse, kaji aktivitas seksual
 Pola peran dan hubungan
Kaji status perkawinan, pekerjaan
 Pola manajemen koping stress
 Sistem nilai dan keyakinan

2. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen cedera biologis, distensi jaringan


oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
b. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri,
ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik
serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi
d. Resiko trauma berhubungan dengan keterbatasan ketahanan fisik, perubahan
fungsi sendi
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit, prognosis dan
kebutuhan perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
pemahaman/mengingat kesalahan interpretasi informasi.
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan deformitas sendi, perubahan bentuk
tubuh pada sendi dan tulang.
3. Perencanaan dan Intervensi

No Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Nyeri b.d agen cedera Setelah diberikan asuhan Pain Management
biologis, distensi keperawatan selama 1x24 jam  Lakukan pengkajian nyeri secara
jaringan oleh diharapkan nyeri komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
akumulasi cairan, berkurang/terkontrol dengan
kualitas dan faktor presipitasi
destruksi sendi kriteria hasil :  Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
Mampu mengontrol nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri masa
(tahu penyebab nyeri, lampau
mampu menggunakan  Kurangi faktor presipitasi nyeri
tehnik nonfarmakologi  Pilih dan lakukan penanganan nyeri
untuk mengurangi nyeri, (farmakologi, non farmakologi dan
mencari bantuan) inter personal)
Melaporkan bahwa nyeri  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
berkurang dengan menentukan intervensi
menggunakan manajemen  Ajarkan tentang teknik non
nyeri farmakologi
Mampu mengenali nyeri  Berikan analgetik untuk
(skala, intensitas, mengurangi nyeri
frekuensi dan tanda nyeri)  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang  Tingkatkan istirahat
Tanda vital dalam rentang  Kolaborasikan dengan dokter jika
normal ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration

 Tentukan lokasi, karakteristik,


kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
 Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala (efek samping)

2. Gangguan/kerusakan Setelah diberikan asuhan Exercise therapy : ambulation


mobilitas fisik b/d keperawatan selama 3x24 jam,  Monitoring vital sign
deformitas skeletal, diharapkanhambatan mobilisasi sebelm/sesudah latihan dan lihat
nyeri, fisik dapat diatasi dengan kriteria respon pasien saat latihan
ketidaknyamanan, :  Kaji kemampuan pasien dalam
penurunan .kekuatan mobilisasi
otot  Klien meningkat dalam  Latih pasien dalam pemenuhan
aktivitas fisik kebutuhan ADLs secara mandiri
 Mengerti tujuan dari sesuai kemampuan
peningkatan mobilitas  Dampingi dan Bantu pasien saat
 Memverbalisasikan mobilisasi dan bantu penuhi
perasaan dalam kebutuhan ADLs ps.
meningkatkan kekuatan  Berikan alat Bantu jika klien
dan kemampuan memerlukan
berpindah  Bantu klien melakukan latihan
 Memperagakan ROM
penggunaan alat Bantu  Ajarkan pasien bagaimana merubah
untuk mobilisasi posisi dan berikan bantuan jika
(walker) diperlukan
3 Defisit perawatan diri Setelah diberikan asuhan
b/d kelemahan, keperawatan selama 3x24 jam, Self Care assistance : ADLs
 Monitor kemampuan klien untuk
kerusakan persepsi klien mampu merawat diri dengan
perawatan diri yang mandiri.
dan kognitif kriteria hasil :  Monitor kebutuhan klien untuk alat-
alat bantu untuk kebersihan diri,
 Klien terbebas dari bau berpakaian, berhias, toileting dan
badan makan.
 Menyatakan kenyamanan  Sediakan bantuan sampai klien
terhadap kemampuan mampu secara utuh untuk
untuk melakukan ADLs melakukan self-care.
 Dapat melakukan ADLS  Dorong klien untuk melakukan
dengan bantuan aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.
 Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
.
4. Resiko trauma b/d Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam, Environmental Management safety
penurunan fungsi  Sediakan lingkungan yang aman
diharapkan klien tidak/terhindar
sendi, keterbatasan untuk pasien
dari resiko trauma dengan criteria:  Identifikasi kebutuhan keamanan
ketahanan fisik pasien, sesuai dengan kondisi fisik
 Klien terbebas dari cedera dan fungsi kognitif pasien dan
 Klien mampu menjelaskan riwayat penyakit terdahulu pasien
faktor resiko dari  Menghindarkan lingkungan yang
lingkungan/perilaku berbahaya (misalnya memindahkan
personal perabotan)
 Mampu memodifikasi  Memasang side rail tempat tidur
gaya hidup untuk  Menyediakan tempat tidur yang
mencegah injuri nyaman dan bersih
 Menempatkan saklar lampu
ditempat yang mudah dijangkau
pasien.
 Memberikan penerangan yang
cukup
 Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
 Memindahkan barang-barang yang
dapat membahayakan
 Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Long C Barbara, Perawatan Medikal Bedah (Suatu pendekatan proses Keperawatan),


Yayasan Ikatan alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, Bandung, 1996

Smeltzer C. Suzannne, (2002 ), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa Andry
Hartono, dkk., Jakarta, EGC.

Doenges, EM. (2000 ), Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih Bahasa I Made Kariasa, dkk. (2001),
Jakarta, EGC

Vous aimerez peut-être aussi