Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Dosen Pengampu :
Tadjudin, M.Pd.I
Oleh :
Kelompok 5
Anggota Kelompok :
TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
MARET 2016
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt. Atas rahmat dan hidayahnya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dan tak lupa sholawat serta salam semoga
tetap tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Kepada keluarganya dan
para sahabatnya serta orang - orang yang mengikuti jejak langkah mereka
sampai hari kiamat.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan apabila ada
salah kata dalam penulisan makalah ini, kami mohon maaf sebesar - besarnya,
dan mengharapkan kritik dan saran agar kekurangan dan kelemahan yang ada
tidak sampai terulang dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
1
M.Abduh Almanar, Pengantar Studi Hadis, (Jakarta:Referensi, 2012), 29.
Keadaan sunnah pada masa Rasulullah belum ditulis ataupun dibukukan
secara resmi, walaupun ada beberapa sahabat yang menulisnya. Hal ini
dikarenakan adanya larangan menulis hadits dari Rasulullah SAW lewat
sabdanya
ال تكقبو اعّني سيئا غيرالقران فمن كتب عّني سيئا غير القران فليمح
“Jangan menulis apa-apa selain Al-Qur’an dari saya, barang siapa yang
menulis dari saya selain Al-Qur’an hendaklah menhapusnya.” (HR. Muslim
dari Abu Sa’id Al-Khudry)2
“Tulislah dari saya, demi Dzat yang diriku didalam kekuasaanNya, tidak
keluar dari mulutku kecuali yang hak.”3
Dua hadits diatas bertentangan, sehingga para ulama mengkompromikan
sebagai berikut.
1. Bahwa larangan menulis hadits terjadi pada awal-awal islam untuk
memelihara agar hadits tidak tercampur dengan Al-Qur’an. Tetapi setelah itu
jumlah kaum muslimin semakin banyak dan telah banyak yang mengenal Al-
Qur’an, maka hukum larangan menulisnya telah dinaskhkan dengan perintah
yang membolehkannya4
2. Bahwa larangan menulis hadits itu bersifat umum, sedang perizinan
menulisnya bersifat khusus bagi orang yang memiliki keahlian tulis menulis.
2
Abdul Majid Khan, Ulumul Hadits, (Jakarta : Amzah, 2008), 51
3
Abdul Majid Khan, Ulumul Hadits, (Jakarta : Amzah, 2008), 52
4
Sri Wahyuni Dini, Sejarah Perkembangan Hadits pada Masa Sahabat dan Tabi’in,
online, (http://dini.blogspot.co.id/2013/03031170021/Sejarah- Perkembangan-Hadits-pada-Masa-
Sahabat-dan-Tabi’in.html).Diakses 1 Maret 2016
Hingga terjaga dari kekeliruan dalam menulisnya, dan tidak akan
dikhawatirkan salah seperti Abdullah bin Amr bin Ash
3. Bahwa larangan menulis hadits ditujukan pada orang yang kuat hafalannya
dari pada menulis, sedangkan perizinan menulisnya diberikan kepada orang
yang tidak kuat hafalannya
5
Abdul Majid Khan, Ulumul Hadits, (Jakarta : Amzah, 2008), 47
dalam keadaan sibuk ketika menjabat sebagai khalifah, kebutuhan akan
hadits tidak sebanyak pada sesudahnya, dan jarak waktu antara
kewafatannya Nabi sangat singkat.
b. Masa pemerintahan Umar bin Khattab
Tindakan hati-hati yang dilakukan oleh Abu Bakar As-Shiddiq juga diikuti
oleh Umar bin Khattab. Umar juga terkenal sebagai orang yang sangat
berhati-hati di dalam meriwayatakan sebuah hadits. Beliau tidak mau
menerima suatu riwayat apabila tidak disaksikan oleh sahabat lainnya.
Hal ini karena pada masa itu, terutama khalifah Abu Bakar dan khalifah
Umar bin Khattab naskah Al-Qur’an masih sangat terbatas jumlahnya, dan
belum menyebar ke daerah-daerah kekuasaan Islam. Sehingga
dikhawatirkan umat Islam yang baru memeluk Islam saat itu tidak bisa
membedakan antara Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Umar bin Khattab juga pernah ingin mencoba menghimpunya tetapi
setelah bermusyawarah dan beistikharah selama satu bulan beliau berkata :
Sesungguhnya aku punya hasrat menulis sunah, aku telah menyebutkan
suatu kaum sebelum kalian yang menulis beberapa buku kemudian mereka
sibuk denganya dan meninggalkan kitab Allah. Demi Allah sesungguhnya
aku tidak akan mencampuradukkan kitab Allah dengan sesuatu yang lain
selamanya.”6
Kekhawatiran Umar bin Khathab dalam pembukuan hadits adalah
tasyabbuh / menyerupai dengan ahli kitab yakni Yahudi dan Nasrani yang
meninggalkan kitab Allah dan menggantikannya dengan kalam mereka dan
menempatkan biografi para Nabi mereka di dalam kitab Tuhan mereka.
Umar khawatir umat Islam meninggalkan Al-Qur’an dan hanya membaca
hadits.
Penyampaian periwayatan hadits secara lisan dan hanya jika benar-
benar diperlukan saja yaitu ketika umat Islam memerlukan penjelasan
hukum. Khalifah Abu bakar dan Umar bin Khathab menerima hadits dari
orang per-orang dengan syarat disertai saksi yang menguatkan. Pada masa
6
Abdul Majid Khan, Ulumul Hadits, (Jakarta : Amzah, 2008), 47
Khulafa Ar-Rasyidin ini disebut sebagai masa pembatasan periwayatan (taqlil
ar-riwayah).7
c. Masa pemerintahan Usman bin Affan
Pada masa Usman bin Affan, periwayatan hadits dilakukan dengan cara
yang sama dengan dua khalifah sebelumnya. Namun, usaha yang dilakukan
oleh Usman bin Affan tidak setegas yang dialkukan oleh Umar bin Khattab.
Meskipun melalui khutbahnya Usman telah menyampaikan serauan agar
umat islam berhati-hati dalam meriwayatkan hadits. Namun pada zaman ini,
kegiatan umat islam dalam periwayatan hadits lebih banyak dibandingkan
dengan masa dua khalifah sebelumnya. Sebab, seruannya ternyata tidak
besar pengaruhnya terhadap para periwayat hadits. Hal ini lebih disebabkan
karena selain pribadi Usman yang tidak sekeras Umar juga karena wilayah
Islam telah bertambah makin luas, yang mengakibatkan bertambahnya
kesulitan pengendalian kegiatan periwayatan hadits secara ketat.
d. Masa Ali bin Abi Thalib
Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam meriwayatkan hadits tidak jauh
berbeda dengan khlaifah-khalifah sebelumnya. Artinya Ali dalam periwayatan
hadits tetap berhati-hati. Dan diperoleh pula atsar yang menyatakan bahwa
Ali r.a tidak menerima hadits sebelum yang meriwayatkannya itu
disumpah.8Hanya kepada orang-orang yang benar-benar dipercayainya, Ali
tidak meminta mereka untuk bersumpah.
Pada masa Ali terjadi perpecahan dikalangan umat Islam akibat konflik
politik antara pendukung Ali dan Mu’awiyah. Umat Islam terpecah menjadi
tiga golongan9
1. Khawarij, golongan pemberontak yang tidak setuju dengan perdamaian
dua kelompok yang bertikai. Kelompok ini semula menjadi pendukung Ali,
tetapi kemudian mereka keluar (khawarij jamak dari kharij artinya keluar)
dari dukungannya terhadap Ali karena Ali menyetujui perdamaian.
7
Kiswatul Lathifah, Perkembangan Hadits pada Masa Sahabat dan Tabi’in, online
(http://ifahlathifah.blogspot.co.id/2010/0303171010.Perkembangan-Hadits-pada-Masa-Sahabat-dan-
Tabi’in.html).Diakses 1 Maret 2016
8
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang:Pustaka Rizki Putra, 1999), 47.
9
Abdul Majid Khan, Ulumul Hadits, (Jakarta : Amzah, 2008), 50
2. Syi’ah, pendukung setia terhadap Ali, diantara mereka fanatik dan terjadi
pengkultusan terhadap Ali.
3. Jumhur muslimin, diantara mereka ada yang mendukung pemerintahan
Ali, ada yang mendukung pemerintahan Mu’awiyah, dan ada pula yang
netral tidak mau melibatkan diri dalam konflik.
Akibat perpecahan ini mereka tidak segan-segan membuat hadits
palsu (mawdhu’) untuk mengklaim bahwa dirinya yang paling benar
diantara golongan atau partai-partai di atas dan untuk mencari dukungan
dari umat Islam. Pada masa inilah awal terjadinya hadits mawdhu’ dalam
sejarah yang merupakan dampak konflik politik secara internal yang
kemudian diikuti faktor-faktor lain. Sebab perpecahan ini pula masing-
masing kelompok menolak hadits yang diriwayatkan oleh kelompok
lawannya, karena masing-masing memiliki persyaratan shahih tertentu.
Misalnya yang dilakukan Jabir bib Abdullah yang pernah melakukan
rihlah ke Syam dalam waktu satu bulan dengan menjual seekor unta
untuk ongkos transportasi hanya ingin mendapatkan satu hadits yang
belum pernah ia dengar dari Abdullah bin Unais10, tentang hadits
ّللاُ َي ْو َم ال ِق َيا َم ْة َ ست َ َر ُمؤْ ِمّنًا فِى ال ُّد ّْن َيا َعلَى ِخ ْز َي ِة
ست َ َرهُ ه َ َم ْن
10
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang:Pustaka Rizki Putra, 1999), 49
11
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang:Pustaka Rizki Putra, 1999), 50.
“Barang siapa yang menutupi cacat kehinaan seorang mukmin di
dunia, maka Allah akan menutupinya besok hari kiamat.” (HR.Al-Baihaqi)
12
M.Abduh Almanar, Pengantar Studi Hadis, (Jakarta:Referensi, 2012), 31
13
Abdul Majid Khan, Ulumul Hadits, (Jakarta : Amzah, 2008), 49
b. Sahabat masih dekat dengan era Nabi SAW dimana umumnya
mereka mengetahui sunnah. Sehingga persoalan-persoalan hukum
dan sosial telah mendapat jawaban dengan sendirinya pada diri
mereka. Memang adanya pergeseran-pergeseran kehidupan dan
munculnya masalah baru yang ditemui para sahabat, tetapi tidak
terlalu signifikan.
c. Para sahabat lebih menfokuskan diri pada kegiatan penulisan dan
kodifikasi Al-Qur’an.
d. Adanya kebijaksanaan yang dilakukan penguasa, khususnya umar,
agar sahabat menyedikitkan riwayat. Ini disebabkan kecenderungan
yang sangat selektif, berhati-hati, dan sikap ketegasan.
e. Sahabat khawatir terjadinya pemalsuan hadits yang dilakukan oleh
mereka yang baru masuk islam , sebab sunnah belum terlembaga
pengumpulannya sebagaimana Al-Qur’an.
2. Tatsabbut Fi Ar-riwayah
Adanya gerakan pembatasan riwayat di kalangan sahabat tidaklah berarti
bahwa mereka sama sekali tidak meriwayatkan sunnah pada masanya.
Maksudnya dari pembatasan tersebut hanyalah menyedikitkan
periwayatan dan penyeleksinya. Para sahabat melakukan penyeleksian
riwayat yang mereka terima dan memeriksa sunnah yang mereka
riwayatkan dengan cara mengkonfirmasikan dengan sahabat lainnya.
14
M.Abduh Almanar, Pengantar Studi Hadis, (Jakarta:Referensi, 2012), 34
c. Anas ibn Malik. Lahir tahun 10 SH dan wafat tahun 93 H. Jumlah hadits
yang diriwayatkan 2286.
d. Aisyah ibn Abu bakar Ash-Shidiq Ummul Mu’minin. Lahir tahun 9 SH dan
wafat tahun 58 H. Jumlah hadits yang diriwayatkan 2210.
e. Abdullah ibn Abbas ibn Abu Muthalib. Lahir tahun 3 SH dan wafat tahun
68 H. Jumlah hadits yang diriwayatkan 1660.
f. Jabir ibn Abdullah Al-Anshari. Lahir tahun 6 SH dan wafat tahun 78 H.
Jumlah hadits yang diriwayatkan 1540.
g. Abu Sa’id Al-Khudri, Sa’d ibn Malik Ibn Sinan Al-Anshari. Lahir tahun 12
SH dan wafat tahun 74 H. Jumlah hadits yang diriwayatkan 1170.
15
Abdul Majid Khan, Ulumul Hadits, (Jakarta : Amzah, 2008), 49
badar, dan yang paling terkenal ialah Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Abi
Waqas, Sa’id bin Zaid bin Amr bin Naufal, Abdullah bin Mas’ud, dan lain-
lain.
d. Bashrah. Para sahabat yang tinggal di kota ini aalah Anas bin Malik,
Imam dalam bidang hadits, Abu Musa Al-Asy’ari, Abullah bin Abbas,
Utbah bin Ghazwan, ‘Imran bin Husain Abu Bazrah Al-Aslamy, dan lain-
lain.
e. Syam (Syria). Diantara sahabat-sahabat yang tinggal di negeri-negeri
Syam adalah Abu ‘Ubaiah bin Al-Jarrah, Bilal bin Rabah, Syurahil bin
Hasanah, Khalid bin Walid, ‘Iyadh bin Ghanm, Al-Fadhl bin Al-Abbas bin
Abdul Muthalib, ‘Auf bin Malik Al-Asyja’iy, Al-Arbdh bin Sariyah, dan lain-
lain.
f. Mesir. Dikalangan sahabat yang tinggal di Mesir adalah ‘Uqbah bin Amir
Al-Juhaniy, Kharijah bin Huzaifah, Abdullah bin Sa’ bin Abi Sarah,
Mahmiyah bin Juz, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
3.2 SARAN
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah
penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA