Vous êtes sur la page 1sur 7

NAMA : ARINA FIRDAUSI NUR ARDHAN

NIM : 150210103102

KELAS : ETNOBOTANI KELAS A

SUKU BAWEAN

 Lokasi Suku Bawean di Kabupaten Gresik Jawa Timur


Bawean adalah sebuah pulau yang terletak di Laut Jawa, sekitar 80 Mil atau 120 kilometer
sebelah utara Gresik. Secara administratif sejak tahun 1974, pulau ini termasuk dalam wilayah
Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur di mana tahun sebelumnya sejak pemerintahan kolonial
pulau Bawean masuk dalam wilayah Kabupaten Surabaya. Belanda (VOC) masuk pertama kali ke
Pulau ini pada tahun 1743.
Bawean memiliki dua kecamatan yaitu Sangkapura dan Tambak. Jumlah penduduknya sekitar
70.000 jiwa yang merupakan akulturasi dari beberapa etnis yang berasal dari pulau Jawa, Madura,
Kalimantan ,Sulawesi dan Sumatera termasuk budaya dan bahasanya.
Bahasa pertuturan mereka adalah bahasa Bawean. Bukannya bahasa Madura seperti yg
dimaklumkan sebelum ini. Di Malaysia dan Singapura, penyebutan suku ini berubah menjadi
Boyan. Mereka menyebut diri mereka orang Boyan, maksudnya orang Bawean. Tokoh yang
berasal dari Pulau Bawean yaitu Pahlawan Nasional Harun Thohir, Yahya Zaini, Syekh Zainuddin
Bawean Al Makki, Syekh Muhammad Hasan Asyari Albaweani, dan keturunan bawean seperti
Datuk Aziz Sattar dan masih banyak lainnya.
 Mengenal Kebudayaan dan Adat Istiadat Suku Bawean Dari Kabupaten Gresik
Jawa Timur

Kata Bawean berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti ada sinar matahari. Suku
Bawean, dikenal juga Boyan atau Babian, dimasukkan kedalam sub suku Jawa menurut
sensus BPS tahun 2010. Masyarakat Melayu Malaka dan Malaysia lebih mengenal dengan
sebutan Boyan daripada Bawean dan dalam pandangan mereka Boyan berarti sopir dan
tukang kebun (kephun dalam bahasa Bawean), karena profesi sebagian masyarakat asal
Bawean adalah bekerja di kebun atau sebagai sopir. Orang-orang Bawean merupakan satu
kelompok kecil dari masyarakat Melayu yang berasal dari Pulau Bawean yang terletak di
Laut Jawa antara dua pulau besar yaitu Pulau Kalimantan di utara dan Pulau Jawa di selatan.
Pulau Bawean terletak sekitar 80 mil ke arah utara Surabaya, dan masuk kabupaten Gresik.
Pulau Bawean terdiri atas dua kecamatan, yaitu kecamatan Sangkapura dan kecamatan
Tambak. Diponggo adalah salah satu kelurahan dari 30 kelurahan di pulau Bawean yang
bahasanya berbeda jauh dari desa-desa yang lain. Masyarakat Diponggo berbahasa semi
Jawa, hal mana merupakan warisan dari seorang ulama wanita yang pernah menetap di desa
itu, yaitu waliyah Zainab, yang masih keturunan Sunan Ampel.
Sulit untuk menentukan waktu yang tepat kedatangan orang-orang Bawean ke Malaka
karena tidak ada bukti dan dokumentasi sejarah mengenai kedatangan mereka. Tidak ada
catatan resmi mengenai kedatangan mereka di Malaka. Berbagai pendapat yang dikemukakan
tidak bisa menunjukkan waktu yang tepat. Pendapat pertama mengatakan bahwa ada orang
yang bernama Tok Ayar datang ke Malaka pada tahun 1819. Pendapat yang kedua
mengatakan bahwa orang Bawean datang pada tahun 1824, kira-kira semasa penjajahan
Inggris di Malaka, dalam catatan Pemerintah Koloni Singapore pada tahun 1849 terdapat 763
orang Bawean dan itu terus bertambah jumlahnya. Sedangkan dalam catatan Persatuan
Bawean Malaysia pada tahun 1891 terdapat 3.161 orang Bawean yang tersebar di Kuala
Lumpur, Johor Bharu, Melaka, Seremban dan Ipoh. Pendapat yang ketiga mengatakan orang
Bawean sudah ada di Malaka sebelum tahun 1900 dan pada tahun itu sudah banyak orang
Bawean di Malaka. Masyarakat Bawean umumnya tinggal di kota atau daerah yang dekat
dengan kota, seperti di Kampung Mata Kuching, Klebang Besar, Limbongan, Tengkera dan
kawasan sekitar Rumah Sakit Umum Malaka. Jarang ditemui orang Bawean yang tinggal di
kawasan-kawasan yang jauh dari kota dan jumlah orang Bawean yang terdapat di Malaka
diperkirakan tidak melebihi seribu orang.

Selain di Malaka, orang Bawean juga tersebar di Lembah Klang, seperti di kawasan
Ampang, Gombak, Balakong dan juga Shah Alam. Mereka membeli tanah dan membangun
rumah secara berkelompok. Di Gelugor, Pulau Pinang terdapat sekurang-kurangnya 2
keluarga besar orang Bawean. Mereka menggunakan bahasa Melayu dialek Pulau Pinang
untuk bertutur dengan orang bukan Bawean. Anak-anak mereka yang lahir di Malaysia telah
menjadi warga negaraMalaysia. Perantau-perantau yang datang dari tahun 90-an ada yang
telah menerima status penduduk tetap. Orang Bawean terkenal dengan keahlian membuat
bangunan dan rumah. Ada juga yang menjadi usahawan kecil seperti sub-kontraktor
pembersih bangunan dan peniaga runcit.

Selain di negara Malaysia dan Singapura orang-orang Bawean juga bermigrasi ke


Australia dan Vietnam. Mereka memasuki Australia sekitar tahun 1887 melalui jalur
Singapura dan menetap di pulau Christmas. sebagian besar di antara mereka menyebar di
Australia Barat diperkirakan terdapat tidak kurang dari 500 keturunan orang Bawean
termasuk dari perkawinan campur dengan keturunan orang melayu, Kokos, Jawa, India, Arab,
Eropa, dan sebagainya. Sedangkan orang Bawean di Vietnam tersebar di Ho Chi Minh City
kedatangan mereka di Vietnam diperkirakan sekitar tahun 1885. Di antaraketurunan mereka
yang lahir di Singapura, Vietnam dan Pulau Christmas sudah tidak lagi bisa berbahasa
Bawean, bahkan yang lahir di daratan Australia tidak bisa pula berbahasa Melayu, walau
mereka mengerti. Orang-orang Bawean yang tinggal di negara tersebut kecuali yang tinggal
di Vietnam masih menjalin hubungan dengan kerabatnya yang ada di Pulau Bawean.

Mayoritas penduduk Bawean beragama Islam, sedangkan penduduk non-Muslim


biasanya adalah para pendatang. Yang khas dari Bawean adalah batu onyx. Sejenis batu
marmer. Batu ini dijadikan hiasan dan juga lantai. Selain itu juga ada "buah merah". Ini
berbeda dengan buah merah asli papua. Bentuknya bulat seperti apel. Namun ada yang
seperti ini di Magetan tetapi warnanya agak kuning. Buah Merah di Bawean terbagi dalam 2
jenis, satu warna merah dan yang kedua berwarna kuning, yang berwarna kuning di bawean
dikenal dengan jenis Buah Merah Mentega, buah jenis ini (buah merah) juga tumbuh di
daerah lain seperti juga di magetan, tetapi buahnya cenderung kecil bila dibandingkan di
bawean, dan di daerah lain lebih dikenal dengan nama buah mentega.

Suku Bawean memiliki kebiasaan-kebiasaan yang unik seperti merantau yang


dilakukan oleh Suku Bawean yang telah dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu. Bahkan
sejak negeri ini masih dikuasai Belanda mereka sudah menyebar ke mana-mana. Beberapa
kebiasaan dari Suku Bawean diantaranya:

1. Memiliki Bahasa Kreol yang sangat unik

Suku Bawean adalah salah satu suku yang paling unik di sekitar Jawa. Mereka
memiliki tradisi dan bahasa yang unik hingga susah di samakan dengan suku lain seperti
Jawa dan Madura yang lebih dekat dengan mereka. Banyak yang mengatakan jika Bahasa
Bawean adalah bahasa kreol, bahasa yang diturunkan dari banyak bahasa karena adanya
hubungan sosial yang tinggi.

Beberapa kata dari Bahasa Bawean menggunakan Bahasa Madura, namun ada juga
kata Bahasa Jawa yang kerap digunakan. Dalam pulau yang tak begitu luas, bahasa yang
beraneka ragam banyak digunakan. Peneliti menduga jika kebiasaan merantau lalu
kembali akan menciptakan kata-kata baru yang lambat laun diadopsi menjadi bahasa lokal.

2. Tradisi Rantau yang sangat mengakar

Pada awal abad ke-20, Pulau Bawean lebih banyak dihuni oleh kaum wanita dan
orang tua ketimbang kaum pria. Hal ini terjadi karena semua pria muda di pulau ini harus
merantau ke tempat yang jauh. Harus bekerja di tempat lain dan pulang membawa
kesuksesan yang sangat besar. Bagi pria Bawean, memiliki pekerjaan mapan dan bisa
menetap di daerah lain adalah kesuksesan yang bisa dibanggakan.

Orang Bawean suka sekali melancong ke luar negeri. Biasanya mereka pergi daerah
Malaka seperti Malaysia dan Singapura. Mereka pun juga pergi sampai ke Vietnam hingga
ke Australia yang letaknya sangat jauh dari Pulau Bawean. Tradisi rantau saat ini masih
ada, namun tak sebanyak dulu. Pemuda di Bawean lebih memilih tinggal di pulaunya
daripada merantau ke negeri yang jauh.

3. Orang Bawean di Malaka

Banyak yang mengatakan jika sejak abad ke-15 dan 16 Orang Bawean sudah
merantau ke banyak daerah di Asia Tenggara dan Australia. Namun catatan tertua yang
berhasil ditemukan mengatakan jika pada tahun 1849 orang Bawean mulai berlayar ke
Malaka dan menetap di sana sebagai pekerja. Mereka meninggalkan Indonesia yang kala
itu masih dijajah oleh Belanda.

Di Malaka mereka bekerja sebagai sopir dan tukang kebun. Itulah mengapa suku ini
juga mendapatkan julukan sebagai Boyan. Mereka dikenal sangat ahli dalam melakukan
pekerjaan itu hingga akhirnya Suku Bawean banyak dicari oleh orang di Malaka yang saat
itu masih dijajah oleh Inggris. Orang Bawean yang lama di Malaka lama-lama menjadi
warga negara setempat. Anak-anak yang lahir di sana otomatis tidak menjiwai warga
negara Indonesia.

4. Orang Bawean di Autralia dan Vietnam

Australia juga merupakan tujuan perantauan dari Suku Bawean di masa lalu. Mereka
memulai ekspedisi ke tempat baru ini pada tahun 1887. Mereka banyak sekali menyebar di
Australia bagian barat lalu menetap dan menghasilkan keturunan di sana. Sampai saat ini
keturunan Suku Bawean masih ada di Australia dan menjadi warga negara sana secara
resmi.

Suku Bawean yang ke Vietnam banyak sekali menyebar di daerah ibu kota. Mereka
bekerja sebagai sopir dan tukang kebun sebelum akhirnya bisa memiliki rumah dan
menetap. Saat ini keturunan Suku Bawean banyak sekali tinggal di distrik 1 Kota Ho Chi
Minh. Mereka hidup di semacam titik yang banyak sekali penduduk muslimnya.

5. Kebiasaan Unik yang Hanya Ada di Bawean

Ada beberapa kebiasaan unik dari Suku Bawean yang mungkin tak ada di daerah lain
di Pulau Jawa. Kebiasaan pertama yang paling unik adalah budaya mengantarkan kerabat
atau tetangga yang akan pergi jauh. Biasanya nyaris semua orang di desa akan mengantar
orang yang akan merantau atau melanjutkan sekolah dalam jangka waktu yang lama.
Mereka akan berbondong-bondong menuju dermaga dan melepas kepergian.

Kebiasaan unik lainnya adalah masalah kunci motor. Banyak orang di Bawean yang
meninggalkan motornya dengan kunci tidak dicopot. Mereka mengatakan jika di sini
bukan Jawa yang banyak malingnya. Itulah mengapa banyak motor di depan rumah atau
bahkan di sawah sekali pun kunci dibiarkan menancap.

 Budaya-budaya Suku Bawean

Bakul Bawean ( sebelum tahun :1889)

a. Kercengan

Kercengan biasanya dipersembahkan sewaktu acara Perkawinan. Masyarakat


Madura menyebut nama kercengan dengan Hadrah. Penari berbaris sebaris atau dua
baris. Pemain kompang dan penyanyi duduk di barisan belakang. Lagu-lagu yang
dimainkan adalah lagu-lagu salawat kepada Nabi Muhammad SAW. Pemain
kercengan terdiri dari laki-laki dan perempuan.

b. Cukur Jambul

Bayi yang telah genap usianya 40 hari mengikuti acara bercukur jambul. Adat
ini sama seperti adat orang Melayu dan Jawa. Bacaan berzanji bersama paluan
kompang merayakan bayi yang akan dicukur kepalanya.

c. Pencak Bawean

Pencak Bawean sering ditampilkan dalam acara hari besar seperti hari
kemerdekan 17 agustus maupun acara perkawinan orang bawean. Pencak Bawean
mengutamakan keindahan langkah dengan memainkan pedang.

d. Dikker

Alunan puji-pujian dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW disertai


dengan permainan terbang.

e. Mandiling

Sejenis tari-tarian disertai dengan pantun

Vous aimerez peut-être aussi