Vous êtes sur la page 1sur 9

PENGARUH PAKAN DENGAN SUMBER PROTEIN HEWANI

ATAU NABATI TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING

Effect of Animal-based and Plant-based Protein on the Quality of Buck’s Semen

Mathari Ilman1), Dewi Apri Astuti2), R. Iis Arifiantini3)


1
Mahasiswa, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fapet IPB, D24140080, Semester VIII
2
Dosen Pembimbing Utama, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fapet IPB, Prof. Dr. Ir. MS
3
Dosen Pembimbing Anggota, Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Prof. Dr. M.Si

ABSTRACT
Goat demand in Indonesia tend to keep growing but cannot be fulfilled yet. Goat
population needs to be increased in order to fulfill the demand. Goat population can be
increased by giving good quality feed that beneficial to reproduction system. The aim of
this study was to compare the effect of utilization of animal-based and plant-based
protein source in the ration on the quality of buck’s semen. Nine bucks divided into 3
groups fed with soybean meal (P0/Control), cricket meal (P1), and indigofera meal (P2).
Parameters observed were: volume, pH, viscosity, color (as microscopic) and mass
movement, motility, individual movement, viability, integrity of sperm membrane,
sperm abnormality, and concentration of sperm (as macroscopic). Data was analyzed
using Randomized Completely Block Design by SPSS program version 25. Result
showed that sperm’s volume, colour, concentration, and cell membran integrity were
significant different (P<0,05) among the other treatments where cricket meal treatment
was the highest. This study showed that animal-based protein gave the best
improvement of semen quality.

Key words : cricket, goat, Indigofera sp., buck, semen

PENDAHULUAN

Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah dikenal
secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas yang cukup
tinggi. Kambing di Indonesia telah dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging, susu,
maupun keduanya (dwiguna) dan kulit. Perkembangan ternak kambing sangat potensial
bila diusahakan secara komersial, hal ini disebabkan ternak kambing memiliki beberapa
kelebihan dan potensi ekonomi antara lain tubuhnya relatif kecil, cepat mencapai
dewasa kelamin, pemeliharaannya relatif mudah, tidak membutuhkan lahan yang luas,
investasi modal usaha relatif kecil, mudah dipasarkan sehingga modal usaha cepat
berputar (Atmojo 2007).
Ternak memerlukan nutrisi untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan,
reproduksi, laktasi, bergerak dan kerja. Kebutuhan ternak hendaknya perlu dilakukan
perhitungan atau dengan kata lain, pemberian pakan disesuaikan dengan kebutuhan
ternak tersebut. Salah satu penghambat dari pertumbuhan ternak kambing adalah
kualitas pakan yang rendah dan belum memenuhi kebutuhannya. Kambing jantan
memerlukan asupan nutrisi yang cukup untuk reproduksi. Kebutuhan zat makanan
kambing untuk hidup pokok, pertumbuhan, dan reproduksi, PK: 11.0 – 12% BK, Ca: 0.5
– 0.55% BK, P: 0.27 – 0.30% BK, dan TDN: 67.1 – 73.8% BK (NRC 2007). Bila
kebutuhan itu tidak terpenuhi maka pertumbuhan dan reproduksinya tidak akan berjalan
normal. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan nutrien tersebut yang perlu
dilakukan adalah dengan memperbaiki pakan ternak kambing melalui pemberian pakan
tambahan yaitu dengan tepung jangkrik dan Indigofera sp.
Salah satu cara untuk mendapatkan keturunan ternak yang berkualitas unggul
adalah dengan mengawetkan atau menyimpan material genetik pejantan berupa semen,
baik dalam bentuk semen cair ataupun semen beku dalam berbagai media pengencer.
Keberhasilan aplikasi teknologi reproduksi juga dipengaruhi oleh kualitas sperma.
Kualitas sperma hewan secara fisiologis sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah
satunya yaitu status nutrisi pakan. Pakan yang mengandung tepung jangkrik dan
Indigofera sp. merupakan salah satu pakan yang dapat diberikan karena mengandung
banyak nutrient terutama protein.
Leguminosa Indigofera sp. telah diteliti oleh Tarigan (2011) bahwa cukup
potensial dimanfaatkan sebagai pakan kambing karena menunjukkan pertumbuhan yang
baik serta nilai nutrisi yang tinggi yaitu protein kasar 24,17% dan energi bruto 4.038
Kkal/kg. Pemberian Indigofera sp. terhadap pertambahan bobot badan harian hidup
ternak kambing adalah 93 gr/ekor/hari. Pemanfaatan tanaman Indigofera sp. sebagai
pakan ternak menghasilkan respon yang baik terhadap ternak kambing baik dilihat dari
konsumsi maupun pertambahan bobot harian hidup sehingga tanaman Indigofera sp.
sangat baik untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak kambing.
Tepung jangkrik dapat digunakan sebagai substitusi bungkil kedelai dalam
ransum sebagai sumber protein hingga 100% dan memperlihatkan respon fisiologis dan
gambaran hematologi kambing PE yang normal. Tingginya asam-asam amino glisin dan
glutamine pada tepung jangkrik mengakibatkan perbaikan profil hematologi.
Menggantikan bungkil kedelai dengan tepung jangkrik tidak mempengaruhi performa
dan profil mikroba rumen kambing (Sarabila 2017).
Kualitas semen akan memengaruhi keberhasilan reproduksi. Sejauh ini belum
banyak kajian mengenai efek dari jenis protein nabati dan hewani terhadap kualitas
semen.
Tujuan penelitian ini untuk membandingkan efek dari protein nabati dan hewani
pada ransum terhadap kualitas sperma kambing.

METODE

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Ilmu Nutrisi Ternak Daging


dan Kerja, Fakultas Peternakan IPB. Evaluasi semen dilaksakan di Laboratorium Unit
Rehabilitasi dan Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penelitian dilaksanakan
dari bulan Oktober 2017 sampai bulan Desember 2017.
Ternak yang digunakan adalah kambing lokal yang terdiri atas 9 ekor kambing
jantan dengan 3 perlakuan, yaitu kontrol, perlakuan pakan protein hewani, dan
perlakuan pakan sumber nabati masing-masing 3 ekor.
Sebelum dilakukan perlakuan, semua semen kambing akan dianalisis untuk
mengetahui kualitasnya sebelum perlakuan. Hasil uji kualitas semen tersebut akan
menentukan kelompok kambing. Setiap perlakuan harus memiliki perwakilan dari setiap
kelompok.
Ransum diberikan 3,5% dari bobot badan dengan perbandingan
hijauan:konsentrat adalah 40:60 dan air minum diberikan secara ad libitum. Perlakuan
yang diberikan adalah P0= Ransum kontrol (Kontrol positif), P1=Ransum+Tepung
Jangkrik 15%, P2=Ransum+Tepung Indigofera 30%. Apabila hasil analisis
menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan
mneggunakan Uji Duncan (Steel dan 1993). Analisis ragam ANOVA yang dilakukan
dengan uji F pada selang kepercayaan 95% (α=0,05).
Tabel 1 Formulasi konsentrat setiap perlakuan
Perlakuan
Bahan Pakan Jumlah Komposisi ransum (%)
P0 P1 P2
Mollases 5 5 5
Dedak Halus 28.43 27.85 12.91
B. Kelapa 18.42 18 19.94
B. Kedelai 15 0 0
Onggok 32 33 31
NaCl 0.5 0.5 0.5
DCP 0.15 0.15 0.15
Premix 0.5 0.5 0.5
T. Indigofera 0 0 30
T. Jangkrik 0 15 0
Total 100 100 100

Tabel 2 Kandungan konsentrat dalam % BK berdasarkan perlakuan


Kandungan Nutrien (%)
Nutrien
P0 P1 P2
Protein Kasar 13.04 13.74 13.04
TDN 70.12 70.03 70.04
Ca 0.77 1.04 0.87
P 0.67 0.49 0.50
Serat kasar 12.57 13.97 16.27
Lemak kasar 4.98 4.41 4.49
Berat kering 79.68 77.5 80.79
P0= Pakan kontrol
P1= Pakan dengan sumber protein hewani (tepung jangkrik)
P2= Pakan dengan sumber protein nabati (Indigofera sp.)

Variabel yang diamati


1. Uji Makroskopik
a. Volume Semen
Volume semen dilihat langsung dari garis yang terdapat pada skala pada pipet
ukur, biasanya semen yang baru ditampung masih terdapat buih maka perhitungan
volume ditambahkan sebanyak separuh dari tebalnya buih.
b. Warna Semen
Warna semen dilihat secara visual dari tabung sperma, semen segar dapat
berwarna putih susu, crem, atau kekuningan. Skala warna dinilai sebagai berikut:
Kuning (1), Putih-Kuning (2), Krem (3), Putih-Krem (4), Putih Susu (5)
c. pH Semen
pH semen diukur dengan cara meletakkan semen pada kertas pH Special
Indicator Paper dan dicocokkan pada warna standar yang tersedia.
d. Konsistensi Semen
Konsistensi semen dinilai dengan memiringkan tabung 90 derajat lalu
ditegakkan kembali dan dilihat kecepatan semen kembali ke tempat semula. Skala
konsistensi dinilai sebagai berikut: Encer (1), Sedang (2), Kental (3).
2. Uji Mikroskopik
a. Gerakan Massa
Gerakan massa diamati dengan meneteskan semen diatas gelas obyek hangat
kemudian diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10 dan dilihat
gelombang massa sperma. Nilai gelombang massa sebagai berikut: Tidak bergerak
(-), Lambat (+), Sedang (++), Cepat (+++).
b. Motilitas Sperma dan Gerakan Individu
Motilitas sperma dan gerakan individu diamati dengan meneteskan semen dan
dihomogenkan dengan NaCl fisiologis diatas gelas objek hangat kemudian diamati
dibawah mikroskop dengan perbesaran 45 x 10. Nilai motilitas dinyatakan dalam
persen dan gerakan individu dinyatakan dalam skor. Skor gerakan individu sebagai
berikut: Lambat (1), Sangat lambat (2), Sedang (3), Cepat (4), Sangat cepat (5).
c. Sperma Hidup dan Mati (Viabilitas)
Persentase sperma hidup dapat diamati dengan cara semen diteteskan pada gelas
objek dan ditambahkan hingga delapan tetes pewarna Eosin-Nigrosin, kemudian
dihomogenkan lalu dibuat preparat ulas dan dikeringkan pada hotplate selama 10
detik. Diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 45 x 10. Sperma hidup dan
mati dihitung hingga 200 sel sperma (Toelihere 2001). Sperma yang hidup tidak
menyerap warna sedangkan yang mati menyerap warna. Zat warna Eosin-Nigrosin
akan mewarnai sel sperma menjadi merah atau merah muda (Ax et al. 2000).
d. Persentase Membran Plasma Utuh (MPU)
Keutuhan membran plasma sperma diamati dengan metode hypo-osmotic
swelling (HOS) test. Sel Sperma akan bereaksi ketika dimasukkan kedalam larutan
hypo-osmotic, hal ini karena larutan hypo-osmotic akan masuk kedalam sel
melewati membran plasma. Akibat perbedaan tekanan osmotik dari larutan tersebut
dengan tekanan osmotik luar sel lebih tinggi, maka larutan tersebut akan masuk ke
dalam sel dan menyebabkan kebengkakan (Vaszquez et al. 1997).
e. Abnormalitas Sperma
Abnormalitas sperma dievaluasi dengan meneteskan sperma pada gelas objek
dan tambahkan Eosin-Nigrosin kemudian homogenkan dan dikeringkan. Persentase
abnormalitas dapat diamati dengan mikroskop perbesaran 45 x 10. Abnormalitas
sperma dapat tejadi secara primer dan sekunder.
f. Konsentrasi Sperma
Konsentrasi sperma dihitung menggunakan Haemocytometer Improved
Neubauer dengan pengenceran 500x.

Analisis Data
Data dianalisis menggunakan software SPSS dengan analisis ragam ANOVA
berdasarkan Rancangan Acak Kelompok. Apabila pada analisis ragam perlakuan yang
dicobakan berpengaruh nyata maka akan dilakukan analisis lanjut dengan Uji Jarak
Berganda Duncan (DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil uji kualitas semen segar secara makroskopik


Data kualitas makroskopik hasil pengamatan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rerata parameter makroskopis hasil pengamatan semen segar sebelum dan
sesudah perlakuan.
Pakan
Parameter Tahap
P0 P1 P2
Volume (ml) Sebelum 0,33±0,08b 0,57±0,12ab 0,62±0,01ab
Sesudah 0,68±0,20a 0,80±0,11a 0,83±0,16a
pH (1-14) Sebelum 6,70±0,20 6,60±0,10 6,60±0,10
Sesudah 6,50±0,10 6,40±0,10 6,40±0,10
Konsistensi (1-3) Sebelum 2,33±0,66 2,33±0,33 2,33±0,33
Sesudah 2,00±0,00 3,00±0,00 2,00±0,00
Warna (1-5) Sebelum 3,67±0,88ab 3,00±0,57b 2,00±0,00b
Sesudah 2,33±0,66b 4,00±0,57ab 5,00±0,00a
P0: Kontrol, P1: Pakan Jangkrik, P2: Pakan Indigofera
Konsistensi : 1=Encer, 2=Sedang, 3=Kental
Warna : 1=Kuning, 2=Putih-Kuning, 3=Krem, 4=Putih-Krem, 5=Putih Susu
Huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0,05) pada masing-masing parameter.

a. Volume semen
Analisis ragam menunjukkan ada perbedaan yang nyata pada volume semen
sebelum diberikan perlakuan. Volume semen sebelum perlakuan pada P0, P1, dan
P2 yaitu 0,33±0,08b ml; 0,57±0,12ab ml; 0,62±0,01ab ml. Pada P1 dan P2 kisaran
volume semen sesuai dengan pendapat Bretzlaff (1995) bahwa volume kambing
berkisar 0,5-3,0 ml. Pada P0, rerata volume yang berada dibawah kisaran diduga
karena kambing yang kurang terlatih. Volume semen sesudah perlakuan tidak ada
perbedaan nyata antar perlakuan namun ketiganya mengalami peningkatan, rerata
volume semen sesudah perlakuan pada P0, P1, dan P2 yaitu 0,68±0,20a ml;
0,80±0,11a ml; 0,83±0,16a ml. Kenaikan rerata ini diduga adanya fungsi kelenjar
vasikularis. Kelenjar aksesoris kelamin tersebut berperan sebagai organ penghasil
plasma semen. Sekreta kelenjar aksesori menghasilkan volume terbesar (60-90%)
dari volume total plasma semen (Hafez 2000). Perbaikan organ reproduksi bisa
disebabkan oleh kandungan nutrisi ransum yang cukup bagi ternak. Hasil penelitian
ini didukung oleh hasil penelitian Frandson (2002) yang menyatakan bahwa
defisiensi pakan terutama protein dapat menunda pubertas dan menghambat fungsi
testikuler pada ternak jantan dewasa dalam menghasilkan volume dan kualitas
sperma.

b. pH semen
Rerata pH semen segar sebelum perlakuan pada P0, P1, dan P2 yaitu
6,70±0,20;6,60±0,10; 6,60±0,10. Rerata pH semen segar sesudah perlakuan pada
P0, P1, P2 yaitu 6,50±0,10; 6,40±0,10; 6,40±0,10. Kisaran pH ini sesuai dengan
pendapat Garner and Hafez (2000) yaitu pH semen domba atau kambing berkisar
5,9-7,3.
c. Konsistensi semen
Konsistensi semen menunjukkan bahwa rata-rata semen memiliki konsistensi
sedang hingga kental. Kekentalan semen pada P0 dan P2 baik sesudah dan sebelum
tidak berbeda jauh, begitu juga dengan konsentrasinya. Kekentalan P1 meningkat,
begitu juga dengan konsentrasinya. Hali ini sesuai dengan Feradis (2010) bahwa
kekentalan atau konsistensi merupakan salah satu sifat semen yang memiliki kaitan
dengan kepadatan atau konsentrasi spermatozoa didalamnya. Semakin kental semen
dapat diartikan bahwa semakin tinggi konsentrasi spermatozoanya.
d. Warna semen
Terdapat perbedaan nyata pada warna semen pada sebelum dan sesudah
perlakuan. Warna sebelum dan sesudah perlakuan sesuai dengan pendapat Ax et al.
(2000) warna semen pada kambing berwarna putih susu sampai krem dan lebih
lanjut Jiabi et al. (2001) menyatakan bahwa warna semen pada kambing adalah
putih susu atau putih krem.
2. Hasil uji kualitas semen segar secara mikroskopik
Data kualitas makroskopik hasil pengamatan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rerata parameter mikroskopis hasil pengamatan semen segar sebelum dan
sesudah perlakuan
Pakan
Parameter Tahap
P0 P1 P2
Gerakan Massa Sebelum 2,00±0,00 2,67±0,33 3,00±0,00
(0-3) Sesudah 2,77±0,33 3,00±0,00 2,00±1,00
Motilitas (%) Sebelum 78,33±1,67 78,33±1,67 76,67±4,41
Sesudah 76,67±3,33 81,67±1,67 70,00±15,00
Gerakan Individu Sebelum 4,67±0,33 5,00±0,00 4,67±0,33
(1-5) Sesudah 5,00±0,00 4,67±0,33 4,33±0,67
Viabilitas (%) Sebelum 84,00±4,08 86,02±1,43 75,70±3,83
Sesudah 86,76±6,99 88,60±1,24 89,53±4,12
Keutuhan Membran Sebelum 73,22±2,2ab 70,4±12,84ab 60,81±7,30b
Plasma (%) Sesudah 88,22±5,72a 93,17±0,59a 89,69±2,35a
Sebelum 88,42±4,61 87,62±2,79 91,91±0,47
Sperma Normal (%)
Sesudah 88,50±2,55 94,77±1,01 86,56±5,23
Sebelum 2868,50±1634,29b 4689,50±1630,68ab 2943,75±344,05b
Konsentrasi/ml (x10^6)
Sesudah 3283,33±896,68b 6202,08±1393,30a 3287,50±240,956b
Sebelum 457,38±169,87b 2327,67±409,35b 2159,17±274,78b
Konsentrasi Total (x10^6)
Sesudah 2341,77±1205,60b 4772,5±998,65a 2679,16±455,64ab
P0: Kontrol, P1: Pakan Jangkrik, P2: Pakan Indigofera
Gerakan Massa : 0=Tidak bergerak, 1=Lambat, 2=Sedang, 3=Cepat.
Gerakan Individu : 1=Sangat lambat, 2=Lambat, 3= Sedang, 4=Cepat, 5=Sangat cepat
Huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0,05) pada masing-masing parameter.
a. Gerakan massa
Gerakan massa merupakan gambaran dari jumlah sperma dan juga motilitas.
Pada penelitian ini tidak terdapat pengaruh pakan terhadap gerakan massa, rentang
gerakan massa baik sebelum dan sesudah perlakuan adalah 2-3.
b. Motilitas sperma dan gerakan individu
Daya gerak sperma merupakan salah satu penentu keberhasilan sperma untuk
mencapai ovum pada saluran tuba Fallopi dan cara yang paling sederhana dalam
penilaian fertilitas sperma (Hafez 1987). Tidak terdapat pengaruh pakan terhadap
gerakan individu dan motilitas sperma pada P0, P1, dan P2. Rentang motilitas
sperma sebelum dan sesudah perlakuan pada tiap perlakuan sesuai dengan yang
dinyatakan oleh Ax et al. (2000) bahwa persentase progresif motilitas sperma
normal yang fertil berkisar antara 70-90%.
c. Sperma hidup dan mati (Viabilitas)
Viabilitas adalah perbandingan sperma yang hidup dan mati pada semen. Tidak
terdapat pengaruh pakan terhadap viabilitas pada setiap perlakuan. Rentang
viabilitas sebelum perlakuan adalah 75,7-86,02% dan meningkat menjadi 86,76-
89,53 setelah diberikan perlakuan. Viabilitas lebih tinggi jika dibandingkan dengan
hasil yang diperoleh Hafez (1987), dimana ditemukan rerata 75% sperma hidup.
Persentase sperma hidup lebih tinggi dari pada sperma motil karena dari jumlah
sperma yang hidup belum tentu semuanya motil progresif (Kostaman dan Sutama
2006).
d. Membran plasma utuh (MPU)
MPU adalah kemampuan membran sperma untuk menahan cairan diluar sel agar
tidak dapat memasuki sel. Hasil uji ragam menunjukkan ada perbedaan nyata pada
MPU semen sebelum perlakuan tetapi tidak ada perbedaan nyata setelah diberi
perlakuan. Rentang MPU semen sebelum perlakuan yaitu 60,81-73,22% dan lebih
rendah jika dibandingkan dengan laporan Tambing et al. (2003) yaitu 82,40±5,08%
tetapi rentang MPU setelah perlakuan lebih tinggi yaitu 88,22-93,17%. Tidak
terdapat pengaruh pakan pada MPU meskipun semua perlakuan mengalami
kenaikan. Pada penelitian ini ditemukan bahwa rentang motilitas, daya hidup dan
MPU mengalami kenaikan, hal ini sesuai dengan Rizal et al. (2003) yang
mengatakan apabila terjadi kerusakan pada membran plasma dapat menyebabkan
hilangnya enzim-enzim yang diperlukan dalam proses metabolisme sehingga tidak
dihasilkan energi sehingga motilitas menjadi rendah, serta daya hidup juga rendah.
e. Abnormalitas sperma
Abnormalitas sperma adalah jumlah sperma yang mengalami kerusakan. Tidak
terdapat pengaruh pakan terhadap abnormalitas sperma. Jumlah sperma abnormal
sebelum dan sesudah pada setiap perlakuan sesuai dengan yang disampaikan
Dorado et al. (2010) yaitu 13,30±1,05%. Ax et al. (2000) melaporkan bahwa
abnormalitas sperma tidak lebih dari 10%. Pengukuran abnormalitas sperma
penting dilakukan sebab abnormalitas yang tinggi dapat mengganggu fertilitas
jantan secara umum, hal tersebut diungkapkan oleh Garner dan Hafez (2000) yang
menyatakan bahwa abnormalitas sperma dapat memengaruhi fertilitas jika
jumlahnya melebihi 20% dari total sperma.
f. Konsentrasi sperma/ml
Konsentrasi/ml adalah jumlah sperma yang terdapat pada setiap ml semen.
Terdapat pengaruh pakan terhadap konsentrasi sperma/ml pada P1 dengan
kenaikan konsentrasi hingga 32%. Menurut Bretzlaff (1995) konsentrasi sperma
pada kambing berkisar 2500-5000 juta/ml dan lebih lanjut Gangyi et al. (2001),
menyatakan konsentrasi sperma pada kambing berkisar 3740- 5780 juta/ml. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi sperma/ml sebelum dan sesudah
perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan literatur. Perbedaan nyata pada P1
diduga disebabkan karena pakan yang dikombinasikan dengan tepung jangkrik
dapat meningkatkan koefesien cerna zat-zat makanan yang berasal dari pakan
perlakuan tersebut sehingga dapat menjadi asam amino yang bermanfaat bagi
pertumbuhan dan perkembangan jaringan-jaringan sel tubuh. Hasil penelitian ini
didukung pula oleh hasil penelitian Cameron et al. (1988) yang mengatakan
bahwa pemberian pakan pada ternak jantan dengan kandungan nutrien tinggi,
terutama energi dan protein, akan meningkatkan kualitas sperma. Konsentrasi
sperma dalam penelitian ini cukup tinggi pada perlakuan pakan tepung jangkrik,
hal ini sesuai dengan konsistensi sperma yang kental karena konsentrasi sperma
mempengaruhi derajat kekentalan dari sperma dan warna sperma.
g. Konsentrasi total
Konsentrasi total adalah jumlah sperma per ejakulat. Penelitian ini
menunjukkan tidak terdapat perbedaan konsentrasi total sebelum dan sesudah
diberi perlakuan pada P0, namun terdapat perbedaan nyata pada P1 dan P2
terhadap konsentrasi total sebelum dan sesudah perlakuan. Hal ini diduga
disebabkan oleh kandungan asam amino dan kombinasi pakan yang diberikan
pada perlakuan pemberian tepung jangkrik 15% dan tepung indigofera 30%. Pada
kedua perlakuan dapat tercapai keseimbangan zat-zat makanan untuk proses
fisiologis tubuh, termasuk zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses reproduksi, sehingga memungkinkan meningkatkan
kuantitas dan kualitas sperma. Hal ini sesuai dengan pendapat Biester dan
Schwarte (1965) yang mengatakan bahwa pakan yang disusun dengan kombinasi
macam-macam bahan mempunyai efek yang baik karena adanya sifat saling
melengkapi kekurangan asam amino suatu bahan pakan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penambahan tepung jangkrik dalam ransum kambing jantan dewasa kelamin


dengan kadar 15% memengaruhi produksi sperma (spermatogenesis). Penambahan
tepung indigofera tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap kontrol walaupun
menunjukkan peningkatan terhadap kualitas sperma.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan disarankan untuk melakukan


penelitian dengan ulangan yang lebih banyak agar data yang didapat lebih representatif
dan akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Atmojo AT. 2007. Peternakan Umum. Jakarta (ID): CV Yasaguna.


Ax RL, Dally N, Didion BA, Lenz RW, Love CC, Varner DD, Hafez B, Bellin ME.
2000. Semen evaluation. Dalam: B Hafez & ESE Hafez. Reproduction in farm
animals. Ed ke-7th. USA: Lippincot Williams & Wilkins Philadelphia. hlm. 365-
375.
Biester HE, Schwarte LH. 1965. Diseases of Poultry. Ed ke-5th. Ames Lowa (USA):
Iowa State University Press. hal 1382.
Bretzlaff K. 1995. Goat Breeding and Infertility. In Meredith: J.M. Animal Breeding
and Infertility. USA: Blackwell Science. p. 169-208.
Cameron AWN, Murphy PM, Oidham CM. 1988. Nutrition of rams and output of
sperma. Proc Aust Soc Animal Prod. 17:162-165
Dorado J, Mu˜noz-Serrano A, Hidalgo M. 2010. The effect of cryopreservation on goat
semen characteristics related to sperm freezability. Anim Reprod Sci. 121:115-
123.
Feradis. 2010. Biotekonologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung (ID): Alfabeta.
Frandson RD. 2002. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University Press.
Gangyi X, Hongping Z, Changjun Z, Xinglin X, Dan Z, Yi Z, Li Z. 2001. Research on
Quality, Preservation Dilutors and Frozen Technology of Boer Goat semen.
China: Faculty of Animal Science and Technology, Sichuan Agricultural
University.
Garner DLE, Hafez SE. 2000. Sperm and Seminal Plasma. In: B Hafez & ESE Hafez.
Reproduction in farm animal. Ed ke-7th. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
Hlm. 96- 109.
Hafez ESE. 1987. Reproduction in Farm Animal. Ed ke-4th. Philadelfia (USA): Lea and
Fibiger.
Hafez ESE. 2000. Semen Evaluation. In: Reproduction in Farm Animals. Ed ke-7th.
Maryland (USA): Lippincott Wiliams and Wilkins.
Jiabi P, Zegao D, Taiyong C. 2001. Extention of Artificial Insemination in Boer
Goat. China: Heifer Project International China Office Chengdu Sichuan.
Kostaman T, Sutama IK. 2006. Studi motilitas dan daya hidup sperma kambing Boer
pada pengencer trissitrat-fruktose. Jurnal Sain Veteriner. 24(1): 58-64.
National Research Council. 2007. Nutrient Requirements of Small Ruminants: Sheep,
Goats, Cervids, and New World Camelids. Washington DC (USA): The National
Academies Press.
Rizal M, Toelihere MR, Yusuf TL, Purwantara B, Situmorang P. 2003. Karakteristik
penampilan reproduksi pejantan domba garut. J Ilmu Ternak dan
Veteriner. 8:134-140.
Sarabila W. 2017. Substitusi Tepung Jangkrik sebagai Sumber Protein Ransum Terhadap
Respon Fisiologis dan Hematologi Kambing Peranakan Etawah Lepas Sapih
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Salisbury GW, VanDemark NL. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
pada Sapi. Djanuar R, penerjemah. Yogyakarta (ID): Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan Biometrik).
Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Tarigan A. 2011. Tanaman Indigofera sp. untuk ternak kambing. Jurnal Badan Litbang
Pertanian. 14:12-13
Tambing SN, Toelihere MR, Yusuf TL, Purwantara B, Sutama IK. 2003. Kualitas semen
beku kambing Saanen pada berbagai jenis pengencer. Hayati. 10: 146-150.
Toelihere MR. 2001. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung (ID): Penerbit Angkasa.
Toelihere M. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung (ID): Angkasa.

Vous aimerez peut-être aussi