Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Perizinan
Pada Kepmenkes 1239/2001 Pasal 8 menyebutkan bahwa perawat dapat
melaksanakan praktek keperawatan pada saranan pelayanan kesehatan,
praktek perorangan dan/atau kelompok. Perawat yang melaksanakan
praktek keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan harus memiliki SIK.
Perawat yang melakukan praktek perorangan/kelompok harus memiliki
SIPP. Pada pasal 9 disebutkan, SIK diperoleh dengan mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Selanjutnya, pada Pasal 12, SIPP diperoleh dengan mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Keberadaan SIK dan SIPP merupakan hal yang wajib bagi seorang perawat
yang membuka praktik mandiri. SIK dan SIPP merupakan syarat untuk
mengantongi izin membuka praktik mandiri.
Pada Pasal 12 ayat (2) menyebutkan bahwa SIPP hanya diberikan kepada
perawat yang memiliki pendidikan ahli madya keperawatan atau
pendidikan perawat dengan kompetensi lebih tinggi. Hal ini berarti, yang
berhak membuka praktek mandiri perawat minimal perawat dengan
pendidikan DIII.
Namun, ternyata terdapat kesenjangan antara kondisi ideal dengan
kenyataan. Di berbagai daerah di Indonesia melaporkan adanya perawat
yang membuka praktik mandiri tanpa mengantongi SIK dan SIPP.
Misalkan, di salah satu daerah di Jawa Tengah, banyak perawat-perawat
yang membuka praktek mandiri, namun setelah ditelusuri lebih lanjut
mereka tidak memiliki SIPP. Ada sebagian yang menyatakan bahwa
prosedurnya terlalu rumit sehingga tidak sempat untuk mengurusnya.
Menurut Bangka Pos (2009), berdasarkan catatan Persatuan Perawat
Nasional Indonesia (PPNI) Bangka Belitung dari 300 perawat di Kota
Pangkalpinang belum satupun yang memiliki SIK dan SIPP, padahal
banyak yang memberikan pengobatan medis kepada masyarakat. Lebih
lanjut, berdasarkan penelitian Rivai (2008), sebagian besar perawat belum
memiliki SIK.
Diberitakan dalam Batam Pos (2009), seorang perawat ditangkap oleh
polsek setempat karena membuka praktik perawat tanpa izin dari Dina
Kesehatan Kabupaten atau Kota. Hal yang sama juga terjadi di Gunung
Kidul Yogyakarta, banyak perawat yang membuka praktik mandiri
tertangkap oleh sweeeping yang dilakukan dinas kesehatan. Lebih lanjut,
menurut moderato FM (2009), seorang perawat membuka praktek mandiri
tanpa izin dari dinas kesehatan setempat dan harus berurusan dengan pihak
mapolres.
Tindakan perawat yang tidak mengantongi izin berupa SIK dan SIPP dapat
mengarah pada malpraktek. Malpraktek merupakan kelalaian seorang
tenaga kesehatan untuk mempergunakan tingkat ketrampilan dan lmu
pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang
yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. Malpraktek dapat
terjadi karena tindakan yang disengaja, tindakan kelalaian, ataupun sesuatu
kekurangmahiran. Malpraktek dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang
hukum yang dilanggar, yakni criminal malpractice, civil malpractice, dan
administrative malpractice.
Tindakan perawat yang tidak mengantongi izin berupa SIK dan SIPP
termasuk administrative malpractice. Pelanggaran hukum administrasi
adalah sebagai jalan menuju malpraktik.
PENUTUP
Praktik keperawatan mandiri sudah banyak dilakukan oleh perawat.
Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1239/Menkes/SK/IX/2001 menjadi
payung hukum bagi perawat yang membuka praktik mandiri. Namun,
dalam pengaplikasiannya, terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan
Kepmenkes 1239/2001. Berikut ini, beberapa fakta dilapangan terkait
praktik mandiri perawat :
1. Terdapat perawat yang membuka praktik mandiri tidak memiliki SIK
dan SIPP.
2. Terdapat perawat yang memasang papan nama.
3. Terdapat perawat yang melakukan praktik medis dari pada praktik
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Bangka Pos. 2009. Buka Praktek Harus Punya SIK dan SIPP.
http://www.bangkapos.com