Vous êtes sur la page 1sur 21

ANALISIS DENGAN SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET DAN

SINAR TAMPAK

Oleh :
Muhammad Fahmi (1513031049
Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Pendidikan
Ganesha

ABSTRAK
Spektrometri ultraviolet-tampak merupakan metode analisa berdasarkan
absorbansi molekul menggunakan radiasi ultraviolet dan cahaya tampak, dengan panjang
gelombang antara 160-780 nm. Dalam percobaan ini akan di tentukan presentase massa
Cu dalam CuSO4.5H2O dari kurva standar yang dibuat dan menganalisis kandungan
senyawa aktif dalam sunscreen lotion dengan menggunakan spektrofotometer. Hasil dari
percobaan ini adalah kandungan sampel unknwon CuSO4 yakni sebesar 0,12 M dan
kandungan senyawa aktik EPMS dalam sunscreen lotion nature-E Daily Nourishing
Revitalizing cenderung efektif memberikan perindungan radiasi ultraviolet, hal ini
dikarenakan absorbansi maksimum pada sunscreen lotion yang di dapat yakni
pada panjang gelombang 310 nm sama dengan panjang gelombang senyawa
EPMS yang merupakan senyawa yang mampu menangkal radiasi sinar ultraviolet
pada panjang gelombang berkisar 280-320 nm
Kata kunci: spektrometri, radiasi ultraviolet, spektrofotometer, EPMS.

PENDAHULUAN
Banyak teknologi modern tergantung pada logam. Oleh karena itu, sudah
menjadi keharusan bagi seorang kimiawan menganalisis bijih logam untuk
menentukan kandungannya dan mengembangkan metode untuk penentuan logam
yang memiliki nilai komersial. Salah satu logam penting dalam teknologi dan
memiliki nilai ekonomi adalah tembaga. Tembaga banyak digunakan untuk
konduktor, pipa air, dan campuran berbagai logam lainnya yang dikenal sebagai
aliasi (contoh: kuningan, perunggu, dan uang perak). Spektrofotometri banyak
digunakan dalam laboratorium analisis. Kebanyakan laboratorium yang
memerlukan identifikasi dan penentuan senyawa organik serta senyawa anorganik
(contoh: farmasi, pupuk, tambang, dan sebagainya) menggunakan
spektrofotometer. Dalam praktikum ini akan ditentukan persentase massa tembaga
dalam bijih tembaga dengan menggunakan teknik spektroskopi.
Spektroskopi adalah studi mengenai interaksi cahaya (radiasi
elektromagnetik) dengan materi (atom dan molekul). Jika panjang gelombang
tertentu cahaya diabsorpsi oleh suatu atom atau molekul, maka timbul spektrum

1
absorpsi. Struktur elektronik suatu spesi atau suatu molekul sangat menentukan
serapan cahaya oleh spesi atau molekul tersebut. Warna senyawa-senyawa
kompleks tergantung pada logam yang terlibat dan jumlah orbital d yang
dimilikinya, yang berhubungan dengan keadaan oksidasinya. Meskipun demikian,
ada beberapa senyawa dari golongan transisi tidak memiliki orbital d, tetapi
senyawa-senyawa tersebut berwarna. Warna tersebut disebabkan oleh transisi-
transisi elektronik yang melibatkan elektron-elektron valensi yang lain. Metode
analisis fisikokimia yang didasarkan atas data-data spektra dikenal dengan istilah
spektrometri. Salah satu metode spektrofotometri yang sangat penting adalah
spektrofotometri ultraviolet-tampak (Uv).
Spektrometri ultraviolet-tampak merupakan metode analisa berdasarkan
absorbansi molekul menggunakan radiasi ultraviolet dan cahaya tampak, dengan
panjang gelombang antara 160-780 nm. Metode ini banyak digunakan dalam
pengukuran kuantitatif senyawa anorganik dan organik. Sinar ultraviolet memiliki
panjang gelombang antara 160-400 nm dan cahaya tampak yang bisa dilihat oleh
manusia memilliki rentang panjang gelombang antara 400-800 nm (Muderawan,
2009).

Gambar 1. Spektrum sinar tampak


Deskripsi :
• Ungu : 400 – 420 nm
• Indigo : 420 – 440 nm
• Biru : 440 – 490 nm
• Hijau : 490 – 570 nm
• Kuning : 570 – 585 nm
• Jingga : 585 – 620 nm
• Merah : 680 – 780 nm

2
Energi radiasi ultraviolet dan tampak dengan panjang gelombang antara 160
– 780 nm berhubungan dengan transisi elektron yang terlibat dalam ikatan pada
suatu molekul. Untuk molekul organik umumnya absorbansi energi radiasi pada
daerah ultraviolet-tampak menyebabkan transisi elektron yang terlibat dalam ikatan
pi (π) terutama elektron pi yang terlibat dalam sistem konjugasi. Sedangkan pada
molekul anorganik absorbansi radiasi pada daerah tampak terkait dengan transisi
elektron pada orbital d, dan hal ini banyak terjadi pada senyawa kompleks. Oleh
karena itu, senyawa kompleks umumnya berwarna.
Instrumen untuk mengukur serapan ultraviolet dan tampak terdiri dari (1)
sumber radiasi, (2) selektor panjang gelombang, (3) tempat sampel, (4) tranduser
radiasi, (5) prosesor signal dan alat perekam hasil.
Sumber radiasi
Untuk tujuan pengukuran serapan molekul diperlukan sumber radiasi
kontinyu yang energinya tidak berubah secara tajam dan dengan rentang panjang
gelombang tertentu. Sumber radiasi yang biasanya dipakai adalah lampu deuterium
dan hidrogen, lampu filamen tungsten dan lampu are xenon.
Lampu deuterium dan hidrogen
Lampu deuterium dan hidrogen menghasilkan spektrum kontinyu yang
dihasilkan dari eksitasi atom deuterium atau hidrogen pada tekanan rendah oleh
arus listrik. Baik lampu deuterium dan lampu hidrogen menghasilkan spektrum
kontinyu pada daerah 160 – 375 nm, daerah ultraviolet.
Lampu filamen tungsten
Lampu filamen tungsten menghasilkan radiasi sinar tampak dan sinar infra
merah dekat pada temperatur 3000 K. Lampu filamen tungsten sangat baik untuk
menghasilkan radiasi dengan panjang gelombang anatar 350 – 2500 nm.
Lampu are xenon
Lampu are xenon menghasilkan radiasi akibat arus yang dilewatkan pada
gas xenon pada tekanan atmosfir. Spektrum yang dihasilkan adalah kontinyu
dengan panjang gelombang antara 200 dan 1000 nm dengan intensitas puncak
terjadi pada sekitar 500 nm.
Tempat sampel

3
Pada umumnya untuk instrumen absorpsi sel atau kuvet (cuvette), tempat
menaruh larutan sampel, terbuat dari material yang transparan dan harus mampu
meneruskan radiasi pada daerah ultraviolet-tampak dengan baik. Bahan yang
dipakai biasanya quartz atau gelas silika. Panjang sel biasanya 1 cm.

Gambar 2. Tempat sampel (cuvette)


Ada empat jenis instrumen spektroskopi yaitu: single-beam, double-beam
in space, double-beam in time, and multichannel. Dalam praktikum ini instrumen
spektroskopi yang digunakan adalah double-beam in space. Adapun skema dari
double-beam in space dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3. Skematik double-beam in space


Pada instrumen double-beam in space, sinar radiasi dari monokromator
dipecah menjadi dua berkas sinar oleh cermin berbentuk V, yang disebut dengan
pemecah sinar. Satu berkas diteruskan dan melewati larutan sampel, selanjutnya
kedua berkas sinar tersebut ditangkap oleh fotodetektor. Kedua berkas sinar
diperkuat dengan amplifier dan perbandingannya ditentukan secara elektronik serta
ditampilkan oleh alat perekam data yang memiliki skala 0 – 100.
Dalam menganalisis menggunakan spektrofotrometer UV-Vis harus
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

4
a. Pembentukan senyawa berwarna
Langkah ini dilakukan apabila senyawa yang dianalisis tidak melakukan
absorbansi di daerah tampak. Dalam hal ini senyawa tersebut harus diubah
menjadi senyawa lain yang dapat melakukan absorbansi atau direaksikan
dengan suatu pereaksi pembentuk warna sehingga dapat menyerap sinar
tampak.
b. Pemilihan panjang gelombang
Panjang gelombang yang diperlukan dalam suatu analisis kuantitatif secara
spektrofotometri adalah panjang gelombang yang sesuai dengan absorbansi
maksimum. Hal ini disebabkan karena perubahan absorbansi untuk setiap
satuan konsentrasi adalah paling besar pada panjang gelombang maksimum,
maka akan diperoleh kepekaan yang maksimum pula.
c. Pembuatan kurva kalibrasi
Untuk kurva kalibrasi, dibuat larutan standar dengan berbagai konsentrasi yang
diketahui. Absorbansi dari larutan standar ini diukur, kemudian dibuat grafik
absorbansi (A) terhadap konsentrasi (C), kurva yang terbentuk disebut kurva
kalibrasi.
Absorpsi cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan
tampak bergantung pada struktur elektronik dari molekul. Absorpsi energi ini
terkuantisasi, yaitu hasil elevasi elektron dari orbital dalam keadaan dasar (ground
state) ke orbital dengan energi yang lebih tinggi (keadaan tereksitasi = excited
state). Hal ini menyebabkan perubahan dalam energi elektronik molekul, yaitu hasil
transisi elektron-elektron valensi didalam molekul. Berbagai tingkat-tingkat energi
elektronik atau transisi elektronik dapat diringkas sebagai berikut :

5
Gambar 4. Tingkat-tingkat energi elektronik
Transisi n →  * memerlukan energi yang lebih kecil daripada transisi  →  *
atau    *

• Transisi n →  * (pita R) dari gugus kromofor tunggal (seperti karbonil atau


nitro), pita karakteristik pada (  m aks < 100; 250;-350 nm).

• Transisi  →  * (pita K) untuk molekul dengan sistem  terkonjugasi (seperti


butadiena, mesitil oksida, dan molekul aromatik dengan substitusi: -stirena,
benzaldehid, atau asetofenon), pita karakteristik pada (  m aks < 104; 200-400 nm).

• Transisi  →  * (pita B). Benzenoid adalah karakteristik dari molekul aromatik


atau heteroaromatik, pita karakteristik pada (  m aks 102 -< 5000; 230-270 nm).

• Transisi  →  * (pita E). Etilenik adalah khas untuk struktur aromatik dengan
substitusi auksokrom, pita karakteristik pada (  m aks > 104; 180-200 nm).

Spektra ultraviolet dan tampak merupakan gambar antara posisi dan


intensitas absorpsi. Posisi absorpsi berkaitan dengan panjang gelombang radiasi (
 ), dimana energinya sama dengan energi yang diperlukan untuk transisi
elektronik, sedangkan intensitas absorpsi (transmitansi atau absorbansi) bergantung
pada dua faktor, yaitu kemampuan interaksi antara energi radiasi dan sistem
elektronik, serta perbedaan antara keadaan ground state dan excited state.
Intensitas absorpsi secara kuantitatif dinyatakan sebagai persamaan Lambert-Beer:
I I
A = ε b c = - log T = - log = log 0
I0 I
I
- log  bC
I0
dimana, A adalah absorbansi, T adalah transmitansi, I adalah intensitas cahaya
yang diemisikan oleh larutan dalam sel, I0 adalah intensitas cahaya yang diemisikan
oleh pelarut dalam sel pada I yang sama, Log adalah logaritma dengan dasar 10, 
adalah koefisien ekstingsi dari spesies penyerap atau konstanta pembanding (cm-1
M-1), b adalah panjang larutan yang dilalui oleh cahaya (umumnya 1 cm), dan C
adalah konsentrasi spesies penyerap dalam unit mol L-1 (M).
Hukum Lambert-Beer ini menyatakan hubungan antara intensitas sinar yang
diserap dengan konsentrasi dan tebal larutan yang dilalui sinar. Apabila seberkas

6
sinar dengan panjang tertentu dilewatkan pada larutan yang mengandung zat
penyerap, dimana sebagian sinar tersebut akan diserap dan sbagian sinar diteruskan.
Secara sederhana, hukum Lambert-Beer dapat ditunjukkan dalam skema berikut
ini:

Sumber P0
P
sinar Larutan c

Gambar 5. Absorbsi cahaya oleh larutan dengan konsentrasi C


Cahaya atau radiasi dengan intensitas P0 yang melewati medium setebal b
yang berisi larutan dengan konsentrasi C, sehingga mengakibatkan intensitas
berkurang sebesar P sehingga P < P0.
Hubungan antara transmisi, tebal cuplikan dan dapat dinyatakan sebagai
P0
berikut: Log  kbC  A
P
Dimana, P0 dan P adalah intensitas sinar awal/sinar jatuh dan sinar yang
diteruskan, A adalah absorbansi, b untuk tebal kuvet, C untuk konsentrasi larutan,
dan k merupakan tetapan yang tergantung pada sistem konsentrasi yang digunakan.
Apabila C dalam g/L, tetapan disebut absorptivitas (a) dan bila C dalam mol/L,
tetapan disebut absorptivitas molar (ε). Berdasarkan hal tersebut, hukum Lambert-
Beer dapat ditulis dalam dua bentuk, yaitu:
A= a b C (g/L) atau A = ε b C (mol/L)
Transmitan merupakan fraksi tenaga jatuh yang ditransmisi oleh suatu
contoh. Jika A= log(P0/P) maka A = log 1/T, dimana T = (P0/P).
Spektrum absorpsi paling sering digambarkan grafiknya sebagai
transmitansi (T) atau absorbansi (A) terhadap konsentrasi (C). Dengan berubahnya
konsentrasi maka absorbansi akan berubah pada setiap panjang gelombang (λ).
Grafiknya dapat digambarkan sebagai berikut :

7
A

Slope = εb

C (mg/L)

Gambar 6. Grafik hubungan konsentrasi dengan absorbansi

C (mg/L)

Gambar 7. Grafik hubungan konsentrasi dengan transmitan

Informasi yang diperoleh dari spektra ultaviolet dan tampak adalah:


1. Panjang gelombang maksimum (  m aks )

• analisis kuatitatif, semua pengukuran didasarkan pada  m aks , tetapi untuk

senyawa yang telah diketahui sering dipergunakan pendekatan Woodward-


Fieser.
• analasis kualitatif, kurang informatif.
2. Absorptivitas molar maksimum (  m aks ); analisis kualitatif, yaitu informasi jenis

pita/transisi elektronik (berperan dalam elelusidasi struktur).

8
Tembaga
Tembaga mempunyai sebuah elektron tunggal pada orbital s diluar sub kulit
3d, tetapi mempunyai mempunyai sedikit kemiripan dengan logam alkali kecuali
pada stoikiometri secara formal dalam keadaan oksidasi +1. Sub kulit d yang terisi
penuh jauh efektif memberikan efek lindung terhadap muatan ini dari pada sebuah
sub kulit yang terisi penuh pada gas mulia, sehingga energi ionisasi I untuk Cu lebih
tinggi dari pada energi ionisasi I untuk logam-logam alkali. Oleh karena elektron-
elektron pada orbital d juga berkontribusi dalam ikatan logam, panas sublimasi dan
titik leleh dari tembaga jauh lebih tinggi dari pada yang dimiliki oleh logam-logam
alkali. Tembaga memberikan senyawa yang lebih kovalen dan memiliki enegri kisi
lebih besar dari pada senyawa-senyawa logam alkali (jari-jari ion C+ 0,93 angstrum;
ion Na+ 0,95 angstrum; dan K+ 1,33 angstrum sedangkan muatan inti jauh lebih
besar dari pada Na dan K). Sifat-sifat ini menyebabkan tembaga lebih tahan
terhadap korosi. Energi ionisasi kedua dan ketiga jauh lebih rendah dari yang
diperlukan untuk logam-logam alkali dan menempatkannya dalam karakter logam
transisi.
Tembaga keberadaannya tidak melimpah (hanya 55 ppm) tetapi tersebar
luas dalam bentuk logam, sulfida, arsenida, klorida, dan karbonat. Mineralnya yang
paling umum adalah kalkopirit (CuFeS). Tembaga diekstraksi dengan
pemanggangan oksidatif dan lelehan. Pemurnian tembaga dilakukan dengan jalan
elektrolisis.
Tembaga digunakan dalam alloys (aliase-aliase) seperti dalam kuningan dan
dapat larut dalam emas. Tembaga sangat lambat teroksidasi dan terjadi hanya pada
permukaan dalam udara yang lembab, sering memberikan lapisan hijau pada
hidroksokarbonat dan hidrokso sulfat (dari CO2 dan SO2 di udara).
Tembaga melarut dalam asam nitrat dan asam sulfat dengan kehadiran
oksigen. Tembaga melarut dalam asam nitrat menghasilkan tembaga (II) dimana
asam nitrat sebagai oksidator seperti yang umum terjadi antara logam dengan asam
nitrat. Tembaga juga larut dalam KCN atau dalam larutan amonia dalam kehadiran
oksigen, yang diindikasikan oleh potensialnya.
Senyawa-senyawa tembaga (I) adalah dimagnetik dan tidak berwarna,
kecuali warna yang disebabkan oleh anion atau serapan charge transfer.

9
Dalam larutan (aq) hanya kecil konsentrasi Cu+ yang ada. Tembaga (I) yang
stabil dalam air hanyalah senyawa yang sangat sukar larut seperti CuCl dan CuCN.
Ketidaklarutan senyawa ini dalam air sebagian disebabkan oleh energi kisi yang
lebih besar dan energi solvasi yang rendah, serta konstanta pembentukan ion Cu2+
yang lebih besar.
Kebanyakan senyawa-senyawa CuI cukup mudah dioksidasi menjadi CuII,
tetapi sukar dioksidasi lebih lanjut menjadi CuIII. Larutan Cu2+ dalam air sangat
dikenal dan sangat banyak garam-garam dari berbagai anion larut dalam air,
disamping kompleksnya yang sangat kaya. Pelarutan tembaga (II) hidroksida,
karbonat, dan sebagainya dalam asam menghasilkan ion aqua yang berwarna
kebiruan yang ditulis sebagai [Cu(H2O)6]2+. Posisi dua buah ligan H2O lebih jauh
dari empat yang lainnya. Dari banyak hidrat kristalin, sulfat yang berwarna biru,
CuSO4 . 5H2O adalah yang paling terkenal. Tembaga sulfat ini dapat didehidrasi
menghasilkan anhidros (CuSO4) yang berwarna putih.
Senyawa-senyawa tembaga mempunyai banyak kegunaan dalam kimia
organik untuk oksidasi seperti kompleks amina kompleks amina dari Cu2+ dan
halogenasi. Tembaga (II) juga mempunyai kedudukan cukup penting dalam
biokimia.

EPMS
Etil p-metoksi sinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa yang merupakan
bahan dasar sunscreen lotion yang melindungi kulit dari sinar UV. EPMS termasuk
dalam kelas senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan kelompok
metoksi yang nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil kurang polar.
O

OC 2 H 5

H 3 CO

Gambar 8. Struktur EPMS

10
Sunscreen Lotion
Rentang panjang gelombang yang diemisikan oleh matahari meliputi radiasi
ultraviolet yang tidak dapat dilihat mata. Akan tetapi, ultraviolet sangat berbahaya
bagi beberapa jenis kulit dan karenanya kulit harus dilindungi dengan sunscreen
lotion untuk menghindari penyinaran langsung pada kulit dari sinar matahari tropis.
Matahari memancarkan radiasi elektromagnetik ke permukaan bumi dengan
rentang 290 nm sampai 800 nm.
Rentang ultraviolet dari radiasi ini dibagi menjadi dua bagian kira-kira UV
A: 320-400 nm dan UV B: 280-320 nm. UV B ini yang bertanggung jawab terhadap
kerusakan kulit sunburn and tanning). Ketika kulit terkena radiasi ultraviolet, sel-
sel kulit akan menghasilkan pigmen coklat yang disebut melanin dan kulit akan
menjadi lebih coklat dan mulai menipis. Semakin banyak kena radiasi ultraviolet
pada rentang 290-320 nm semakin banyak melanin yang terbentuk dan kulit akan
akan semakin gelap. Lebih jauh, radiasi ultraviolet menyebabkan rusaknya DNA
dan protein kulit, sehingga menyebakan efek yang sangat berbahaya yaitu kanker
kulit atau melanoma.
Dalam usaha untuk meminimalkan efek penyinaran langsung radiasi
ultraviolet, berbagai lotion (tabir surya) (sunscreen lotion) telah dikembangkan.
Tujuan dari lotion atau kirim adalah untuk menyaring radiasi yang berpotensial
merusak kulit, panjang gelombang 290-320 nm. Produk-produk sunscreen akan
efektif bila mengandung senyawa-senyawa yang dapat menyerap radiasi pada
panjang gelombang tersebut. Biasanya lebih dari satu senyawa harus digunakan
untuk meyakinkan rentang radiasi tersebut diserap.
Dalam praktikum ini akan dipelajari serapan panjang gelombang beberapa
kandungan aktif dalam produk sunscreen yang dijual bebas. Kandungan tersebut
telah diekstrak dari suatu sunscreen lotion dan dilarutkan dalam etanol.
Spektrumnya dibandingkan dengan yang didapat dari EPMS.

METODE PENELITIAN
Praktikum analisis kandungan tembaga dalam bijih tembaga, absorbansi
pacar ungu dan sunscreen lotion dengan spektrofotometri ultraviolet dan tampak
yang dilakukan 2 hari. Untuk analisis kandungan tembaga dalam bijih tembaga
dilakukan pada tanggal 24 Februari dan analisis absorbansi pacar ungu dan

11
sunscreen lotion dilakukan pada tanggal 2 Maret 2012 di Laboratorium AAS
Universitas Pendidikan Ganesha diawali dengan tahap persiapan yaitu menyiapkan
alat dan bahan. Adapun alat dan bahan serta instrumen yang digunakan sebagai
berikut :
Tabel 1. Alat dan Bahan
Alat Jumlah Bahan Keterangan
Pipet ukur 1 buah Padatan CuSO4 4,99 gram
Gelas kimia 100 mL 5 buah Aquades secukupnya
Labu ukur 100 mL 1 buah Ekstrak pacar ungu secukupnya
Pipet tetes 1 buah Etanol secukupnya
Neraca analitik 1 buah Sunscreen lotion nature-E secukupnya
Spatula 1 buah
Corong 1 buah
Batang pengaduk 1 buah

Instrumen yang digunakan dalam praktikum ini adalah spektrofotometer UV-Vis


(Spectronic 20+)
Prosedur Kerja
Analisis kandungan tembaga
1. Dibuat larutan CuSO4 0,1 M sebanyak 200 mL dengan menimbang 4,99 gram
padatan CuSO4.5H2O
2. Dibuat 3 larutan CuSO4 dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,06 M, 0,04
M dan 0,02 M dengan cara mengencerkan sebanyak 10 mL larutan CuSO4 0,1
M.
3. Sampel yang telah diencerkan tersebut diukur absorbansinya dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Visibel
4. Dibuat kurva hubungan –log (I/I0) terhadap C dan ditarik garis lurus melalui
titik-titik yang didapat.
5. Dihitung kemiringan garis serat koefisien ekstingsi dan ε untuk Cu2+ dalam
larutan.
Analisis Kandungan Senyawa Aktif Sunscreen Lotion
1. Diambil sunscreen lotion secukupnya kemudian dilarutkan dengan etanol
2. Sunscreen lotion yang belum larut disaring

12
3. Sunscreen lotion kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Visibel (Spectronic 20+)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada praktikum analisis dengan spektrofotometri ultraviolet sinar tampak,
dilakukan dua jenis praktikum yaitu yang pertama menentukan absorbansi
maksimum larutan standar CuSO4, dan kedua menentukan λmaks dari sunscreen
lotion yang dijual dipasaran kemudian membandingkannya dengan EPMS.
Menentukan Absorbansi Maksimum Larutan Standar CuSO4
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan besarnya serapan gelombang
pada senyawa kompleks Cu dengan spektrofotometer UV-Vis. Di alam Tembaga
ditemukan dalam bentuk ion Cu+ dan ion Cu2+. Ion-ion yang terbentuk dari ion Cu+
umumnya tidak berwarna dan ion-ion yang terbentuk dari ion Cu2+ umumnya biru.
Hal ini terjadi karena konfigurasi Cu+ ion (4s0 3d10), tampak bahwa 3d orbitalnya
terisi penuh. Sementara konfigurasi ion Cu2+ (4s03d9), 3d orbitalnya tidak terisi
penuh. Hal ini memungkinkan untuk menyerap energi cahaya, yang disebabkan
oleh eksitasi elektron sehingga dapat memancarkan energi cahaya yang sesuai
dengan warna cahaya yang dapat tercermin saat kembali ke keadaan dasar (Bird,
1987).
Ion Cu2+ memiliki konfigurasi 3d9 ini menyebabkan kation Cu2+ memiliki
bilangan koordinasi 6. Larutan CuSO4 dalam air berada dalam bentuk kompleks
[Cu(H2O)6]2+ atau bisa juga ditulis CuSO4.5H2O. Gambar berikut adalah struktur
senyawa ini kompleks.

2+
H 2O H 2O
-O O
H
Cu 2+
S O
H 2O H 2O H
-O O

Gambar 10. Struktur senyawa kompleks


Hal pertama yang dilakukan pada praktikum ini adalah membuat sampel
yaitu larutan CuSO4 0,1 M sebanyak 200 mL (untuk dipakai semua kelompok)
dengan menimbang sebanyak 4,99 gram padatan CuSO4.5H2O.

13
Gambar 11. Proses penimbangan padatan CuSO4.5H2O
Sebelum dilakukan pengukuran absorbansi dengan spektrofotometer UV-
Vis terhadap larutan sampel, sampel terlebih dahulu diencerkan, sehingga didapat
larutan sampel dengan konsentrasi 0,06 M, 0,04 M dan 0,02 M. Adapun
perhitungannya sebagai berikut.
Perhitungan
• Pembuatan Larutan CuSO4
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
𝑀= ×
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑜𝑙𝑎𝑟 𝑉
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
0,1 = ×
249,5 200

Massa = 4,99 gram


Jadi untuk membuat larutan CuSO4 0,1 M ditimbang padatan CuSO4.5H2O
sebanyak 4,99 gram
• Pembuatan larutan 0,08 M
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 0,1 M = 10 mL x 0,08 M
V1 = 8 mL
Jadi untuk membuat larutan CuSO4 0,08 M sebanyak 8 mL larutan CuSO4
kemudian di encerkan hingga volume 10 mL
• Pembuatan larutan 0,06 M
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 0,1 M = 10 mL x 0,06 M
V1 = 6 mL
Jadi untuk membuat larutan CuSO4 0,08 M sebanyak 6 mL larutan CuSO4
kemudian di encerkan hingga volume 10 mL

14
• Pembuatan larutan 0,04 M
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 0,1 M = 10 mL x 0,04 M
V1 = 4 mL
Jadi untuk membuat larutan CuSO4 0,08 M sebanyak 4 mL larutan CuSO4
kemudian di encerkan hingga volume 10 mL
• Pembuatan larutan 0,02 M
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 0,1 M = 10 mL x 0,02 M
V1 = 2 mL
Jadi untuk membuat larutan CuSO4 0,08 M sebanyak 2 mL larutan CuSO4
kemudian di encerkan hingga volume 10 mL

(a) (b) (c) (d)

Gambar 12. Larutan CuSO4. (a) 0,02 M, (b) 0,04 M, (c) 0,06 M, (d) 0,08 M

Setelah larutan standar siap, selanjutnya dilakukan pengukuran serapan UV-


Vis dengan menggunakan spektrofotometer. Namun sebelum dilakukan proses
pengukuran terlebih dahulu panjang gelombangnya disetting dengan pemilihan
panjang gelombang dengan rentang 400 – 1000 nm dengan absorbansi 0 - 1. Setelah
itu dilakukan base-line dengan tujuan untuk menstandarisasi atat spektofotometer
UV-Vis sehingga dapat mempermudah proses pengukuran. Spektrofotometer UV-
Vis ini menggunakan dua sumber cahaya yaitu lampu deuterium (D) untuk cahaya
ultraviolet dan lampu tungsten (W) untuk cahaya tampak. Sampel yang diukur
dimasukkan ke dalam kuvet, dimana kuvet ini terbuat dari bahan yang bersifat

15
meneruskan cahaya dan tidak menyerap cahaya. Berkas sinar dibelokkan oleh
cermin putar dimana berkas sinar dari monokromator mula-mula diteruskan ke sel
referensi dan kemudian baru diteruskan ke sel sampel secara bergantian pada saat
yang berbeda. Ketika berkas sinar melewati sel referensi dan kemudian ditangkap
oleh fotodetektor, hasilnya dinyatakan sebagai nol dan ketika berkas sinar melewati
sel sampel dan kemudian ditangkap oleh fotodetektor, hasilnya dinyatakan sebagai
persen transmitasi (%T) dengan nilai tertentu.
Adapun data hasil pengukuran yang didapat dari larutan standar tersebut
adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Hasil Pengukuran yang di dapat dari larutan standar Cu2+
A B C D
Konsentrasi (M) 0.02 0.04 0.06 0.08
I 50 24 14 7
Io 100 100 100 100
I/Io 0.5 0.24 0.14 0.07
-log(I/Io) 0.301029996 0.619788758 0.853871964 1.15490196

Berdasarkan data hasil praktikum di atas, dapat dibuat grafik hubungan antara
konsentrasi dan absorbansi sebagai berikut.

Kurva Konsentrasi terhadap Absorbansi


1.4

1.2

1
y = 13.978x + 0.0335
Absorbansi

0.8 R² = 0.9969

0.6

0.4

0.2

0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09
Kosentrasi (ppm)

Kurva Konsentrasi terhadap Absorbansi


Linear (Kurva Konsentrasi terhadap Absorbansi)

Gambar 14. Grafik Hubungan Absorbansi Terhadap Konsentrasi

16
Dari kurva dapat dilihat persamaan garis linier adalah y = 13.978x + 0,0335
R2 = 0,9969
Langkah selanjutnya yaitu uji absorbansi sampel. Sampel yang digunakan
pada percobaan ini yaitu sampel berupa larutan CuSO4 yang tidak berlabel.
Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan spektrofotometer didapatkan data
sebagai berikut :
Tabel 3. Absorbansi larutan sampel
Konsentrasi larutan sampel unknown I
Sampel 1 62
Sampel 2 61
Sampel 3 63

Dari data tersebut didapat rata-rata Isampel unknown yaitu 62 dan absorbansi
sebesar 0.2076. Berdasarkan persamaan garis yang diperoleh, maka dapat dicari
konsentrasi sampel unknown yang terdapat di dalam sampel yaitu :
y = 13.978x + 0,0335
Abs = mC - b
Abs = 13.978 C + 0,0335
0,2076= 13.978 C + 0,0335
0,1741 = 13.978 C
C = 0,012 M.
Dengan demikian konsentrasi sampel unknown yakni 0,012 M
Penentuan panjang gelombang serapan maksimum Sunscreen Lotion
Sunscreen lotion dirancang untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat
sinar UV yang berasal dari matahari. Beberapa produk sunscreen lotion
menetapkan nilai SPF (Sun Protection Faktor) yang dapat dianggap sebagai faktor
waktu untuk melindungi kulit dibandingkan dengan paparan tanpa perlindungan
apapun. Nilai SPF yang lebih tinggi dinilai lebih baik. Akan tetapi hanya memberi
perlindungan terhadap UV B (ultraviolet B), tidak melindungi kulit terhadap UV A
(ultraviolet A).

17
Sunscreen lotion mengandung senyawa aktif yang dapat menyerap sinar uv-
b yaitu oktilmetoksisinamat, butilmetoksisinamat, dan etil parametoksisinamat.
Pada praktikum ini dilakukan pengukuran terhadap panjang gelombang serapan
maksimum pada senyawa sunscreen lotion. Sunscreen lotion yang digunakan
kelompok kami pada praktikum ini adalah “nature-E Daily Nourishing
Revitalizing” yang dilarutkan ke dalam etanol. Dalam hal ini digunakan etanol
karena etanol merupakan pelarut organik, selain itu etanol tidak memiliki serapan
di wilayah panjang gelombang 200-1000 nm.

Gambar 15. Sunscreen lotion (kiri), Larutan Sunscreen lotion (kanan)


Sebelum mengukur serapan dari sunscreen lotion, terlebih dahulu dilakukan
penyetingan spektrofotometer. Dalam hal ini digunakan etanol. Etanol dimasukkan
kedalam kuvet kemudian dilakukan pengukuran spektrum. Dalam pengukuran ini
diperoleh absorbansi spektra rekaman dengan air suling adalah 0. Pengukuran ini
dimaksudkan untuk mengukur serapan pada etil p-metoksisinamat, dimana panjang
absorbansi tidak dipengaruhi oleh absorbansi pelarut. Kemudian dilanjutkan
dengan pengukuran sunscreen lotion. Pengukuran serapan panjang gelombang
sunscreen lotion dari instrumen UV-Vis Spektrofotometer digunakan panjang
gelombang (λ) 300 nm,310 nm,325 nm dan 340 nm. Tujuannya yakni untuk
mencari absorbansi maksimum sunscreen lotion yang diuji. Berikut adalah tabel
hasil pengamatan yang dilakukan terhadap sunscreen lotion yang diuji dengan
Spektrofotometer.

18
Tabel 3. Hasil pengukuran yang di dapat dari sunscreen lotion

λ %T T Absorbansi
300 90 0.9 0.045757

310 84 0.84 0.075721

325 86 0.86 0.065502

40 92 0.92 0.036212

Dari tabel diatas maka dapat dibuat kurva hubugan antara panjang gelombang
dengan absorbansi sampel sunscreen lotion sebagai berikut.

Grafik Hubungan Panjang Gelombang Terhadap


Absorbansi Sunscreen Lotion

0.08
0.07
0.06
Absorbansi

0.05
0.04
0.03 y = -0.0004x + 0.1743
R² = 0.1302
0.02
0.01
0
290 300 310 320 330 340 350
Panjang Gelombang (λ)

Grafik Hubungan Panjang Gelombang Terhadap Absorbansi Sunscreen Lotion

Linear (Grafik Hubungan Panjang Gelombang Terhadap Absorbansi Sunscreen


Lotion)
Gambar 16. Kurva Absorbansi Sunscreen Lotion
Dari kurva absorbansi di atas dapat dilihat bahwa absorbansi dari senyawa
sunscreen lotion memberikan puncak tertinggi menunjukkan serapan maksimum
yang terjadi pada panjang gelombang 310 nm dengan absorbansi 0,075. Secara teori
radiasi ultraviolet berada rentang 280 – 320 nm. Sedangkan hasil pengukuran
menunjukkan serapan maksimum terjadi pada panjang gelombang 310 nm.

19
Apabila dibandingkan dengan EPMS (etil para metoksi sinamat), dimana
Etil p-metoksi sinamat (EPMS) merupakan salah satu senyawa yang merupakan
bahan dasar sunscreen lotion yang melindungi kulit dari sinar ultraviolet, hasil
pengukuran serapan panjang gelombang EPMS dari instrumen UV-Vis
Spektrofotometer, memperoleh kurva rekaman yang ditunjukkan sebagai berikut.

Gambar 17. Kurva Absorbansi EPMS


Dari kurva absorbansi di atas dapat dilihat bahwa absorbansi dari senyawa
EPMS memberikan dua puncak dan satu lembah, di mana puncak tertinggi
menunjukkan serapan maksimum Etil p-metoksisinamat yang terjadi pada panjang
gelombang 310,5 nm dengan absorbansi 1,1. Dibandingkan dengan sunscreen
lotion (nature-E Daily Nourishing Revitalizing) panjang gelombang EPMS hampir
mendekati sama dengan sampel sunscreen lotion yang diuji dan absorbansinya
lebih kecil sedikit dari kurva absorbansi EPMS , hal ini menunjukkan sunscreen
lotion tersebut efektif dalam memberikan perlindungan terhadap kulit dari sinar
ultraviolet.
SIMPULAN
Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Absorbansi dari larutan CuSO4 dengan konsentrasi 0,08 M, 0,06 M, 0,04 M dan
0,02 M diperoleh kurva yang linier dimana persamaan garis linier yang didapat
adalah y = 13.978x + 0,0335 dengan R2 = 0,9969

20
2. Sampel unknown yang diuji diperoleh kosentrasi sebesar 0,012 M dari
persamaan garis yang didapat dari larutan standar
3. Sunscreen lotion (nature-E Daily Nourishing Revitalizing) cenderung efektif
dalam memberikan perlindungan terhadap kulit dari sinar ultraviolet. Karena
memiliki panjang gelombang maksimum 310 nm dimana panjang gelombang
ini hampir mendekati panjang gelombang dari EPMS yaitu sekitar 310,5 nm
REFRENSI
Anonim.
http://mipequenosanctuario.blogspot.com. Diakses tanggal 20 Maret 2018
Fessenden, Ralph dan Joan Fesseanden. 1982. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Hart. 2003. Organical Chemistry. United States : Mac Graw Hill
Muderawan, I Wayan. 2010. Analisis Instrumen. Singaraja: Jurusan Pendidikan
Kimia, UNDIKSHA.
Tanjung, Mulyadi. 1999. Senyawa Tabir Surya yang Efektif dengan Bahan Baku
Senyaea Aktif dari Rimpang Kencur (Kaempferia galang L). Fakultas
MIPA: Universitas Airlangga.
Wachtendonk. 2005. CHEME 2000+. Bamberg: C.C. Buchner

21

Vous aimerez peut-être aussi