Vous êtes sur la page 1sur 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakea dan
bronkusterhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang
luas danderajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (The
AmericanThoracic Society, 1962). Muttaqin, Arif: 2008

Asma bronchial adalah penyakit inflamasi obstruktif yang ditandai oleh periode
episodicspasme otot-otot polos dalam dinding saluran udara bronchial (spasme bronkus).
Spasme bronkus ini menyempitkan jalan nafas, sehingga membuat pernafasan menjadi sulit dan
menimbulkan bunyi mengi. Asih, Niluh Gede Yasmin: 2004
Asma bronchial adalah inflamasi pada jalan nafas. Pasien-pasien mengalami episode
batuk,mengi, dada terasa seperti diikat, dan/atau dispnea (sesak nafas), yang sering memburuk
saatmalam atau pagi hari. Terdapat variasi keparahan dan frekuensi serangan. Asma dapat
didefinisikan sebagai “Peningkatan responsivitas bronkus terhadap berbagai
stimulus,bermanifestasi sebagai penyempitan jalan nafas yang meluas yang keparahannya
berubah secara spontan maupun berbagai akibat pengobatan”. J.P.T. Ward, Richard M.
Leach,Charles M. Wiener: 2006B.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Asma Bronkial ?
2. Apa etiologi dari Asma Bronkial ?
3. Apa manifestasi klinis dari Asma Bronkial ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Asma Bronkial ?
5. Bagaiman klasifikasi dari Asma Bronkial ?
6. Apa komplikasi dari Asma Bronkial ?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari Asma Bronkial ?
8. Bagaimana penatalaksanaan Medis dari Asma Bronkial ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan dari Asma Bronkial ?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari Asma Bronkial
2. Untuk mengetahui etiologi dari Asma Bronkial
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Asma Bronkial
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari Asma Bronkial
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari Asma Bronkial
6. Untuk mengetahui komplikasi dari Asma Bronkial
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Asma Bronkial
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan Medis dari Asma Bronkial
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Asma Bronkial

1.4 Manfaat

Diharapkan dengan disusunnya makalah ini, baik penyusun maupun pembaca dapat
memahami dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien Asama Bronkial dengan tepat
dan bermutu. Selain itu diharapakan makalah ini, kita dapat menambah ilmu pengetahuan
khususnya di bidang keperawatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Definisi
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible
dimana trakeobronkial berespon secara hiper aktif terhadap stimuli tertentu. Asma
bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari
pengobatan ( The American Thoracic Society ).
2. 2 Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi
• Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana
cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya mempunyai
keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
• Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan, logam dan jam
tangan
 Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan,

3
musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan
debu.
 Stress Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka
gejala asmanya belum bisa diobati.
 Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik
pada waktu libur atau cuti.
 Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat
serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut.

2.3 Manifestasi Klinis


Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi
pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan
menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala
klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada
sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu
dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin
banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi
dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

4
2.4 Patofisiologi
Infeksi merusakan dinding bronkhials, sehingga akan menyebabkan struktur penunjang dan
meningkatnya produksi sputum kental yang akhirnya akan menobstruksi bronkus. Dinding secara
permanen menjadi distensi oleh batuk yang berat. Infeksi meluas ke jaringan peripbronkial, pada
kondisi ini timbulah saccular bronchiectasis. Setiap kali dilatasi sputum kental akan berkumpul dan
akan menjadi abses paru, eksudat keluar secara bebas melalui bronkus. Bronkietasis biasanya
terlokalisasi dan mempengaruhi lobus atau segmen paru lobus bawah merupakan area yang Paling
sering terkena. Retensi dari sekret dari sekret dan timbul obstruksi pada akhirnya akan menyebabkan
obstruksi dan colaps (atelektasis) alveoli distal. Jaringan parut (fibrosis) terbentuk sebagai reaksi
peradangan akan menggantikan fungsi dari jaringan paru. Pada saat ini kondisi klien berkembang ke
arah insufiensi pernapasan yang di tandai dengan menurunnnya kapasityas vital (vital capacity),
penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio residual volume terthadap kapasitas total paru. Terjadi
kerusakan pertukaran gas dimana gas inspirasi saling bercampur dan juga terjadi hipoksemia.
Pencetus serangan yaitu berupa alergen, emosi, stress, obat-obatan, infeksi,dll dapat menimbulkan
reaksi antigen dan antibodi kemudian dikeluarkannya substansi vasoaktif/sel mast ( histamin,
bradikinin, anafilatoksin, prostaglandin), setelah itu terjadi kontraksi otot polos (bronkospasme),
peningkatan permeabilitas kapiler (adema, mukosa, hipersekresi), dan sekresi mukus meningkat
kemudian obstruksi saluran nafas yang menyebabkan batuk, dispnea, dan mengi.

5
2.5 KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic
dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus
spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi
lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik.

2.6 Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
Setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan tidak memberikan
respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status
asmatikus.
2. Atelektasis
Keadaan yang berkerutnya sebagian atau seluruh paru-paru yang mengakibatkan
penyumbatan pada saluran udara (bronkus/maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan
yang dangkal.
3. Hipoksemia
Tubuh kekurangan oksigen.
4. Pneumothoraks
Penggumpalan udara atau gas dalam rongga pleura, yang berada antara paru-paru dan
toraks. Udara dapat keluar dari paru-paru ke rongga pleura saat kantung udara di paru-

7
paru atau bulla , meledak,latihan fisik secara berlebihan dapat mendorong terjadinya
penyakit ini.
5. Emfisema
Penyempitan (obstruktif) saluran nafas karena kantung udara di paru menggelembung
secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
Adanya hipersekresi lama-kelamaan alveolus membesar dan septum intra alveolar akan
pecah,terbentuk suatu rongga, dan rongga akhirnya menyatu terbentuknya emfisema.
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas

PENCEGAHAN
1. PENCEGAHAN PRIMER
- Periode prenatal
Penelitian menunjukkan menghindari makanan yang bersifat alergen pada ibu hamil
dengan risiko tinggi, tidak mengurangi risiko melahirkan bayi atopi, bahkan makanan
tersebut menimbulkan efek yang tidak diharapkan pada nutrisi ibu dan fetus. Saat ini,
belum ada pencegahan primer yang dapat direkomendasikan untuk dilakukan pada
periode ini.
-Periode prenatal
Berbagai upaya menghindari alergen sedini mungkin dilakukan terutama difokuskan
pada makanan bayi seperti menghindari protein susu sapi, telur, ikan, kacang-kacangan.

2. PENCEGAHAN SEKUNDER

Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah penderita yang


sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi Asma. Mengurangi pajanan
penderita yang telah tersensitasi dengan beberapa faktor seperti menghentikan merokok,
menghindari asap rokok, lingkungan kerja yang berisiko, makanan, zat aditif, dan obat-
obatan dapat mencegah terjadinya Asma

8
3.PENCEGAHAN TERSIER

Pada tingkat ini yang dilakukan adalah mencegah terjadinya serangan Asma yang dapat
ditimbulkan oleh berbagai jenis pencetus. Menghindari pajanan pencetus akan
memperbaiki kondisi Asma dan menurunkan kebutuhan medikasi/obat.7 Pemberian anti
inflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta
mencegah serangan, dikenal sebagai pengontrol.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
 Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
 Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
 Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
 Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
 Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka
dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
 perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock
wise rotation.
 Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right
bundle branch block).

9
 Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.
4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator
aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC
sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol
bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk
menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi.

2.8 PenatalaksaanMedis
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit
asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita
mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau
perawat yang merawatnnya.

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:

1. Pengobatan non farmakologik:


Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pemberian cairan
Fisiotherapy

10
Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
a. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)

Nama obat :

- Orsiprenalin (Alupent)

- Fenoterol (berotec)

- Terbutalin (bricasma) Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet,


sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler).
Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma
Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang
oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk
selanjutnya dihirup.

b. Santin (teofilin)

Nama obat :

- Aminofilin (Amicam supp)

- Aminofilin (Euphilin Retard)

- Teofilin (Amilex) Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi
cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling
memperkuat.

Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma
akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering
merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan.
Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila
minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya

11
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal
tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).

c. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.
Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak. Kromalin biasanya
diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian satu bulan. Ketolifen Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti
kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini
adalah dapat diberika secara oral.

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1 Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:

Riwayat kesehatan yang lalu

• Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.


• Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
• Kaji riwayat pekerjaan pasien.

Aktivitas

• Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.


• Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas
sehari-hari.
• Tidur dalam posisi duduk tinggi.

Pernapasan

• Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
• Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
• Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
• Adanya bunyi napas mengi.
• Adanya batuk berulang.

Sirkulasi

• Adanya peningkatan tekanan darah.


• Adanya peningkatan frekuensi jantung.
• Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
• Kemerahan atau berkeringat.

13
Integritas ego

• Ansietas
• Ketakutan
• Peka rangsangan
• Gelisah

Asupan nutrisi

• Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.


• Penurunan berat badan karena anoreksia.

Hubungan sosal

• Keterbatasan mobilitas fisik.


• Susah bicara atau bicara terbata-bata.
• Adanya ketergantungan pada orang lain.

Seksualitas

• Penurunan libido

3.2 DiagnosaKeperawatan

1. Bersikan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret.
2. Gangguan kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
4. Kurang pengetahuan nerhubungan dengan kurang informasi / tidak mengenal informasi.

14
3.3 IntervensiKeperawatan
NOC NIC

OUTCOME INDIKATOR INTERVENSI AKTIVITAS

Respiratory 1. Tingkat Pengawasan 1. Awasi jumlah, irama,


status(04150 respirasi: [ 4] Pernafasan kedalaman dan usaha
Def : 2. Irama respirasi 1. Definisi bernafas.
: [4] mengumpulkan 2. Tempatkan pasien
3. Auskultasi dan menganalisa pada posisi miring, jika
Perpindahan data pasien untuk
keluar suara napas :[4] indikasi untuk
menjamin
masuknya 4. Penggunaan kepatenan jalan mencegah aspirasi
udara dari otot :[4] nafas dan gunakan kayu.
paru-paru dan adekuainya
5. Retraksi dada 3. Awasi pola pernafasan
pertukaran pertukaran gas
CO2 menjadi :[4] :bradipnea,tacipneathip
O2 pada level 6. Akumulasi dari erventilasi, pernafasan
alveolus
dahak :[ 4] Kusmaul, Cheyne
7. Batuk : [4] stokes,apnea, Biot dan
pola ataksik.
4. Auskultasi bunyi
nafas, tidak adanya
penurunan ventilasi
dan adanya bunyi yang
diperoleh tanpa
sengaja.
5. Auskultasi bunyi paru
setelah pengobatan dan
catat hasilnya.
6. Anjurkan teknik nafas
dalam.
7. Awasi sekresi
pernafasan pasien.

15
8. Buka jalan
nafas,gunakan
teknik”chin lift atau
jaw thrust” jika perlu
9. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian obat
bronkodilator.

16
3.4 Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan)yang telah direncanakan
dalam rencana tindakan keperawatan (Hidayat, 2004). Dalam tahap ini perawat harus
mengetahui berbagai hal seperti bahaya fisik dan perlindungan pada pasien, tehnik komunikasi,
kemampuan dalam prosesdur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien serta memahami
tingkat perkembangan pasien.
Pelaksanaan mencakup melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari-
hari. Setelah dilakukan, validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknik
intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan
psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Nursalam,
2008).

3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan dengan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota
kesehatanlainnya
Tujuan evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapi
dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. Kriteria dalam menentukan
tercapainya suatu tujuan, pasien:
1. Pasien tetap sadar dan berorirentasi
2. Kebutuhan volume cairan terpenuhi
3. Pasien menyatakan kesadaran ansietas dan cara sehat menerimanya.
4. Ekspresi wajah pasien menunjukan rileks, perasaan cemas berkurang.
5. Menunjukan pemahaman tentang rencana terapeutik.
6. Pasien ikut berpartisipasi dalam perawatan dirinya.
7. Gaya hidup pasien berubah.
8. Sesak nafas berkurang
9. Dahak yang dikeluarkan berkurang

17
BAB IV
ASKEP KASUS

Pada tanggal 03 November 2016 pada jam 15.25 WIB Ny. H berusia 29 tahun masuk
RSUD Jombang.Mengeluh sesak nafas dan batuk yang disertai dahak sejak 1 minggu terakhir
dan semakin meningkat ketika beraktivitas..

Dari hasil pengkajian didapatkan pasien mengeluh sesak, batuk berdahak dengan dahak
berwarna putih kental, dan pasien merasa sesaknya berkurang setelah dilakukan pengasapan
(nebulizer). Pasien mengaku tidak nafsu makan serta mempunyai riwayat asma sejak kecil dan
ada salah satu anggota keluarganya yang memiliki riwayat asma, yaitu ibunya.Dari hasil
observasi didapatkan hasil: tingkat kesadaran: komposmentis, dan hasil TTV: TD = 130/70
mmHg, RR = 30x/menit, HR = 76x/menit, suhu = 37o C.

4.1 Pengkajian

a. Identitas Klien
Nama : Ny. H

Umur : 29 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku / bangsa : Jawa

Bahasa : Jawa, Indonesia

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status : Sudah menikah

Alamat : Jl. Kerinci 39 Sumbersari, Jember

Tgl .MRS : 03 November 2016 (14.00 WIB)

Dx. Medis : Asma Bronkial

Tgl Pengkajian : 03 November 2016.(15.00 WIB)

18
b. Penanggung jawab :

Nama : Tn. J

Umur : 30 tahun

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jl. Kerinci 39 Sumbersari, Jember

Hubungan dengan klien : Suami

c. Keluhan Utama
Klien mengeluh sesak nafas dan batuk
d. Riwayat Keperawatan Sekarang
Klien datang ke rumah sakit pukul 14:00 WIB Klien mengatakan selama 1 minggu
terakhir menderita sesak, batuk pilek, demam yang disertai dahak putih kental.
e. Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan bahwa sejak kecil menderita asma, klien pernah masuk rumah sakit di
RS Paru Agustus 2015 karena sesak selama 2 minggu. Klien mengatakan sedang
menjalani pengobatan terapi yang di berikan dokter. Klien mengatakan Asma akan timbul
saat dingin, akibat debu dan mencium bau yang menyengat.
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan bahwa ibu klien juga menderita penyakit yang sama dengan ibu klien
dan masih hidup.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Umum

TD : 130/70 mmHg

RR : 30x/menit

Nadi : 76x/menit

Suhu : 37o C

19
4.2 Pemeriksaan Per Sistem

1) Sistem Pernapasan
Anamnesa: Pasien mengeluh sesak nafas disertai keluarnya dahak

Hidung

Inspeksi : terdapat pernafasan cuping hidung + secret

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Mulut

Inspeksi : mukosa bibir kering

Sinus paranasalis

Inspeksi : tidak ada tanda-tanda adanya infeksi

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Leher

Inspeksi : simetris kanan kiri, terdapat otot bantu pernafasan

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar Limfe

Area dada

Inspeksi : pola nafas tidak efektif, pergerakan cepat dan dalam

Palpasi : nyeritekan (-)

Auskultasi : terdengar suara wheezing

2) Kardiovaskuler dan limfe


Anamnesa : Anamnesa :Sesak nafas saat beraktivitas

Wajah

Inspeksi : pucat, konjungtiva merah muda

Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : irama denyutan arteri carotis communis normal
Dada
Inspeksi : dada terlihat simetris, pergerakan cepat

20
Palpasi : taktil fremitus kanan dan kiri simetris, retraksi dinding dada (+)
Perkusi : tidak ada tanda - tanda bunyi redup.
Auskultasi : bunyi jantung S1-S2 Tunggal

3) Sistem Persyarafan
Anamnesa: Tidak ada pusing

1. GCS 15 : E4 V5 M6
2. Pemeriksaan nervus
 Nervus I olfaktorius (pembau)
Klien bisa membedakan aroma saat diberi kopi.
 Nervus II opticus (penglihatan)
Bisa melihat benda yang jaraknya 35 cm dengan jelas.
 Nervus III oculomotorius
Tidak oedem pada kelopak mata
 Nervus IV toklearis
Ukuran pupil normal, tidak ada perdarahan pupil
 Nervus V trigeminus (sensasi kulit wajah)
Klien bisa membuka mulut, menggerakkan rahang ke kiri dan ke kanan
 Nervus VI abdusen
Bola mata simetris
 Nervus VII facialis
Klien dapat membedakan rasa asin dan manis, bentuk wajah simetris
 Nervus VIII auditorius/akustikus
Fungsi pendengaran baik
 Nervus IX glosoparingeal
Reflek menelan klien baik dan dapat membedakan rasa pahit
 Nervus X vagus
Uvula klien oedem terlihat ketika klien membuka mulut
 Nervus XI aksesorius
Klien tidak merasa kesulitan untuk mengangkat bahu dengan melawan tahanan
 Nervus XII hypoglosal/hipoglosum
Bentuk lidah simetris, klien mampu menjulurkan lidah dan menggerakkannya ke
segala arah.

21
4) Perkemihan dan eliminasi uri
Amamnesa :Tidak ada keluhan
Perempuan
Genetalia eksterna
Inspeksi : tidak ada oedem, tidak ada tanda - tanda infeksi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan maupun benjolan
Kandung kemih
Inspeksi : tidak ada benjolan, dan pembesaran
Palpasi : kandung kemih penuh
Ginjal :
Inspeksi : tidak ada pembesaran daerah pinggang
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : tidak ada nyeri ketok.
5) Sistem pencernaan – eliminasi alvi
Anamnesa: Nafsu makan berkurang

Mulut

Inspeksi : mukosa bibir kering, gigi tidak ada plak dan karies. Tidak ada lesi.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut,

Lidah

Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada tremor dan lesi.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan odem.

Abdomen

Inspeksi : tidak ada pembesaran abdomen, tidak ada luka bekas operasi.

Palpasi : tidak ada skibala.

Perkusi : tidak ada acietes.

Auskultasi: bising usus normal.

22
6) Sistem muskuloskeletel dan integumen.
Anamnesa :

Kulit : lembab dan dingin

5 5
Kekuatan otot
5 5
7) Sistem endokrin dan eksokrin
Anamnesa: Tidak ada keluhan pada pola eliminasi

Kepala

Inspeksi : Tidak terlihat moon face, tidak alophesia (botak), rambut tidak rontok

Leher

Inspeksi : tidak ada pembesaran kalenjar tiroid

Palpasi : tidak ada pembesaran kalenjar tiroid, dan tidak ada nyeri tekan.

Ekstremitas bawah

Palpasi: Akral dingin, tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan,

8) Sistem reproduksi
Anamnesa : Tidak ada keluhan
Perempuan
Payudara
Inspeksi : payudara simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan

Axila

Inspeksi : Tidak ada benjolan, tidak ada massa


Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada massa
Genetalia
Inspeksi : tidak ada edema, tidak ada varises
Palpasi : tidak ada nyeri tekan

23
9) Persepsi sensori
Anamnesa : tidak ada nyeri pada mata, tidak ada masalah pada penglihatan

Mata

Inspeksi : bentuk simetris, kornea normal, warana iris hitam, lensa normal jernih, sclera
putih,
Palpasi : tidak ada nyeri dan tidak ada pembengkakan kelopak mata
Penciuman-(hidung)
Palpasi : tidak ada pembengkakan dan tidak ada nyeri saat palpasi fosa kanina

Perkusi : tidak ada reaksi hebat pada sinus frontalis

Telinga

Tidak ada gangguan

24
4.3 Diagnosa Keperawatan

00031
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
NS.
__________________________________________________
DIAGNOSIS :
Domain : 11 Keamanan atau Perlindungan
(NANDA-I)
Kelas : 2 CideraFisik

Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari


DEFINITION: saluran napas untuk mempertahankan kebersihan jalan napas.

 Batuk yang tidakefektif


 Dispnea
 Gelisah
 Kesulitan verbalisasi
 Mata terbuka lebar
DEFINING  Ortopnea
CHARACTERI  Penurunan bunyi napas
STICS  Perubahan frekuensi napas
 Perubahan pola napas
 Sianosis
 Sputum dalam jumlah yang berlebihan
 Suara napas tambahan
 Tidak ada batuk

Lingkungan

 Perokok
 Perokok pasif
 Terpajan asap

Obstruksi jalan napas


RELATED
FACTORS:  Adanya jalan napas buatan
 Benda asing dalam jalan napas
 Eksudat dalam alveoli
 Hiperplasia pada dinding bronkus
 Mukus berlebihan
 Penyakit paru obstruksi kronis
 Sekresi yang tertahan

25
 Spasme jalan napas

Fisiologis

 Asma
 Disfungsi neuromuskular
 Infeksi
 Jalan napas alergik

Subjective data entry Objective data entry


Pasien mengatakan sesak, batuk dan
mengeluarkan sekret. - Sesak nafas
- Batuk berdahak berwarna putih
- Suara nafas terdengar wheezing
- TD : 130/70 mmHg
- RR : 30x/menit

SESSMENT
- Nadi : 76x/menit
AS

- Suhu : 37o C

Ns. Diagnosis (Specify):


DIAGNOSI

Client Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas


Diagnostic
S

Related to:
Statement:
Obstruksi jalan nafas

26
4.4 INTERVENSI

NOC NIC

OUTCOME INDIKATOR INTERVENSI AKTIVITAS

Respiratory 1. Tingkat Pengawasan 1. Awasi jumlah, irama,


status(04150 respirasi: [ 4] Pernafasan kedalaman dan usaha
Def : 2. Irama respirasi Definisi bernafas.
: [4] mengumpulkan 2.Tempatkan pasien pada
3. Auskultasi dan menganalisa posisi miring atau posisi
Perpindahan data pasien untuk
keluar suara napas semi fowler
menjamin
masuknya :[4] kepatenan jalan 3. Awasi pola pernafasan
udara dari 4. Penggunaan nafas dan :bradipnea,tacipneathiperv
paru-paru dan adekuainya
otot :[4] entilasi, pernafasan
pertukaran pertukaran gas
CO2 menjadi 5. Retraksi dada Kusmaul, Cheyne
O2 pada level :[4] stokes,apnea, Biot dan
alveolus
6. Akumulasi pola ataksik.
dari dahak :[ 4. Auskultasi bunyi nafas,
4] tidak adanya penurunan
7. Batuk : [4] ventilasi dan adanya bunyi
yang diperoleh tanpa
sengaja.
5. Auskultasi bunyi paru
setelah pengobatan dan
catat hasilnya.
6. Anjurkan teknik nafas
dalam.
7. Awasi sekresi
pernafasan pasien.
8. Buka jalan
nafas,gunakan teknik”chin
lift atau jaw thrust” jika

27
perlu
9. Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
obat bronkodilator.

28
4.5 IMPLEMENTASI

Hari
NO DIAGNOSA TINDAKAN
Tgl/ Jam

Ketidak efektifan 03 November 1.Mengawasi jumlah, irama, kedalaman dan


jalan nafas b.d 2016 (15.00) usaha bernafas.
obstruksi jalan
2.Menempatkan pasien pada posisi miring atau
nafas
posisi semi fowler
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
bronkodilator

Ketidak efektifan 04 November 1. Mengawasi pola pernafasan : bradipnea,


jalan nafas b.d 2016 tacipnea hiperventilasi, pernafasan Kusmaul,
obstruksi jalan
(16.00) Cheyne stokes,apnea, Biot dan pola ataksik
nafas
2. Awasi sekresi pernafasan pasien.
3. Anjurkan teknik nafas dalam.
4. Auskultasi bunyi nafas, tidak adanya
penurunan ventilasi dan adanya bunyi yang
diperoleh tanpa sengaja.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
bronkodilator

Ketidak efektifan 05 November 1. Awasi jumlah, irama, kedalaman dan usaha


jalan nafas b.d 2016 bernafas.
obstruksi jalan
(07.00) 2. Awasi sekresi pernafasan pasien.
nafas
3. Auskultasi bunyi paru setelah pengobatan dan
catat hasilnya.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
bronkodilator

29
4.6 EVALUASI

MASALAH HARI,TGL,J CATATAN PERKEMBANGAN


KEPERAWATAN / AM
KOLABORASI

Ketidak efektifan jalan 3 November S: Pasien mengeluh sesak nafas dan batuk
nafas b.d obstruksi jalan 2016 (13.00) mengeluarkan sekret
nafas O: TTV

- Sesak nafas
- Batuk berdahak berwarna putih
- Suara nafas terdengar wheezing
- TD : 130/70 mmHg
- RR : 30x/menit
- Nadi : 76x/menit
- Suhu : 37o C
A: masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi 4,5,7,8

Ketidak efektifan jalan 4 November S : pasien masih mengatakan sesak nafas


nafas b.d obstruksi jalan 2016 (15.00) berkurang, batuk berkurang
nafas O: TTV

- Sesak nafas berkurang


- Batuk berdahak sekret berkurang
- Suara nafas terdengar wheezing
- TD : 120/70 mmHg
- RR : 25x/menit
- Nadi : 76x/menit
- Suhu : 37o C
A: masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi 1,6

30
S: pasien mengatakan batuknya reda, tidak
sesak nafas,
Ketidak efektifan jalan 5 November O: TTV
nafas b.d obstruksi jalan 2016 (07.00)
nafas - Sesak nafas tidak ada
- Sekret tidak ada
- Suara nafas terdengar normal
- TD : 110/80 mmHg
- RR : 18x/menit
- Nadi : 76x/menit
- Suhu : 36o C

A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi

31
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Asma bronchial adalah penyakit inflamasi obstruktif yang ditandai oleh periode
episodicspasme otot-otot polos dalam dinding saluran udara bronchial (spasme bronkus).
Spasme bronkus ini menyempitkan jalan nafas, sehingga membuat pernafasan menjadi sulit dan
menimbulkan bunyi mengi. Asih, Niluh Gede Yasmin: 2004
Asma bronchial adalah inflamasi pada jalan nafas. Pasien-pasien mengalami episode
batuk,mengi, dada terasa seperti diikat, dan/atau dispnea (sesak nafas), yang sering memburuk
saatmalam atau pagi hari. Terdapat variasi keparahan dan frekuensi serangan. Asma dapat
didefinisikan sebagai “Peningkatan responsivitas bronkus terhadap berbagai
stimulus,bermanifestasi sebagai penyempitan jalan nafas yang meluas yang keparahannya
berubah secara spontan maupun berbagai akibat pengobatan”. J.P.T. Ward, Richard M.
Leach,Charles M. Wiener: 2006B.

5.2 Saran

Dari informasi yang terdapat pada makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien yang sesuai
dengan tanda dan gejala yang ada pada pasien tersebut. Penulis juga berharap agar makalah ini
bermanfaat bagi pembaca. Informasi yang terdapat pada makalah ini dapat menambah
pengetahuan pembaca tentang penyakit Asma Bronkial.

32
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/215489951/Askep-Asma-Bronkial

http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jilid I.Jakarta: Salemba Medika.Asih, Niluh Gede Yasmin. 2004.
Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Cetakan I. Jakarta: EGC.

33

Vous aimerez peut-être aussi