Vous êtes sur la page 1sur 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Apendisitis di Negara maju lebih tinggi dari pada di Negara berkembang.
Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir terjadinya menurun secara
bermakna. Hal ini di duga disebabkan oleh meningkatnya pengunaan makanan
berserat pada diet harian ( Santacroce.2009 ).
Tujuh persen penduduk di Amerika menjalani apendiktomi (
pembedahan untuk mengakat apendiks) dengan insidens 1,1/1000 penduduk
pertahun, sedang di negara- negara barat sekitar 16 %. Di Afrika dan Asia
prevalensinya lebih rendah akan tetapi cenderung meningkat oleh karena pola
dietnya yang mengikuti orang barat (www.ilmubedah.info.com, 2011).
Dari hari survey kesehatan rumah tangga (SKRT) di Indonesia,
apendiksitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan
beberapa indikasi dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insiden
apendiksitis di Indonesia menepati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan
abdomen lainnya, ( Depkes 2008).
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Menerapkan asuhan kepawatan pada klien dengan postapendiktomi
melalui asuhan keperawatan yang komprehensif.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi dari apendisitis menurut para ahli, klasifikasi
apendisitis, etiologi, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksaan
medis dan keperawatan, patofiologi, dan asuhan keperawatan pada
pasien apendisitis.
2. Menguraikan asuhan keperawatan pada pasien apendisitis yang
meliputi pengkajian, diagnosa, dan intervensi.

1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi
Usus buntu atau apendis merupakan bagian usus yang terletak dalam
pencernaan. Untuk fungsinya secara ilmiah belum diketahui secara pasti,
namun usus buntu ini terkadang banyak sekali sel-sel yang berfungsi untuk
mempertahankan atau imunitas tubuh. Dan bila bagian usus ini mengalami
infeksi akan sangat terasa sakit yang luar biasa bagi penderitanya (Saydam
Gozali, 2011).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini
bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah
segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (wim de jong et
al.2005). Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak
kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang
terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh
peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.
Apendisitis merupakan inflamasi akut pada apendisitis verniformis dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. (Brunner &
Suddarth, 2014). Peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding
organ, dimana patogenis utamanya diduga karena obstruksi pada lumen yang
disebabkan oleh fekalit (feses keras yang terutama disebabkan oleh serat).
Apendisitis terjadi jika ada sisa-sisa makanan yang terjebak dan tidak
dapat keluar dari umbai cacing (apendiks), sehingga lama kelamaan umbai
cacing tersebut akan membusuk dan akan timbul peradangan hingga menjalar
ke usus buntu. Apabila umbai cacing tersebut tidak segera dibuang dengan
cara di operasi lama kelamaan akan pecah. Dalam masa peradangan usus
buntu tersebut ditandai dengan adanya nanah.

2
2.2 Klasifikasi Apendiksitis
1. Apendiksitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal.
2. Apendisitis rekurens
3. Apendisitis kronis
Diagnosis apendisistis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan 3 hal
yaitu, pertama pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah
abdomen selama paling sering sedikit 3 minggu tanpa alternative diagnosis
lain. Kedua, setelah dilakukan appendiktomi gejala yang dialami pasien
akan hilang dan yang ketiga, secara histopatologik gejalanya dibuktikan
sebagai akibat dari inflamasi kronis yang aktif pada dinding appendiks
atau fibrosis pada appendiks. (Santacroce & Craig, 2006).
2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya apendisitis dapat terjadi karena adanya makanan
keras yang masuk ke dalam usus buntu dan tidak bisa keluar lagi. Setelah isi
usus tercemar dan usus meradang timbulah kuman-kuman yang dapat
memperparah keadaan tadi (Saydam Gozali, 2011).
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri, berbagai hal sebagai faktor
pencetusnya:
1. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks dan cacing
askaris.
2. Penyebab lain penyebab apendiks karena parasit seperti E. hystolitica.
3. Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan-makanan
yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menarik bagian intrasekal, yang berakibat timbulnya
tekanan intrasekal dan terjadi penyumbatan sehingga meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon (R Tsamsuhidajat & Wim De jong, 2010).
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:

3
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya fekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Struktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus..
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
Jadi, berdasarkan referensi diatas yang menyebabkan terjadinya
apendisitis yaitu disebabkan oleh adanya obstruksi yang diakibatkan juga
karena gaya hidup manusia yang kurang dalam mengkonsumsi makanan tinggi
serat.
2.4 Manifestasik Klinis
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah
nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau
perium belikus, keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan
terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian
dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ketitik Mc
Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga
merupakan nyeri somatiks tempat. Namun terkadang, tidak di rasakan adanya
nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
memerlukan obat pencahar. Tindakan ini di anggap berbahaya karena bisa
mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai
dengan demam drajat rendah sekitar 37,5- 38,5 derajat celcius kemungkinan
apindistis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado
The modifed Alvarado Skor
skor
Gejala Perpindahan nyeri dari 1

4
ulu hati ke parut kanan
bawah
Mual – muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan 2
bawah
Nyeri lepas 1
Demam di atas 37,5 c 1
Pemeriksaan lab Leukositosis 2
Hitung jenis leukosit shif 1
to the left
Total 10
Interpretasi dari modified Alvarado skor dengan tujuan untuk meningkatkan cara
mendiagnosis apendisitis:
1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5- 7 : sangat mungkin apendisitis akut
8-10 : pasti apendisitis akut
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain dapat timbul sebagai akibat
dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika
meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu dibelakang sekum (
terlindung oleh sekung ), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas
dan tidak ada tanda rangsangan. Rasa nyeri lebih ke arah perut kanan atau
nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernafas
dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi
m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rectum, akan timbul
gejala dan rangsangan sigmoid atau rectum, sehingga peristaltik
meningkat pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang-
ulang (Diare).

5
3. Bila apendiks terletak didekat atau menempel pada kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dingdingnya.
2.5 Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidenst perforasi adalah 10%
sampai 32%. Insident lebih tinggi pada anak kecil dan lansia . perforas secara
umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan
suhu 37,7 Co atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan
abdomen yang kontinue. (Smeltzer C.Suzanne, 2002).
Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan,
obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan
kematian (Craig, 2011). Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif.
Kebanyakan komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi
prosedur intraabdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti:
infeksi luka, abses residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja
eksternal, fistula tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks
(Bailey, 1992).
Komplikasi dari apendisitis menurut Deden & Tutik (2010), yaitu :
1. Perforasi appendiks
Tanda-tanda perforasi yaitu. Meningkatnya nyeri, meningkatnya spasme
dinding perut kanan bawah, ileus, demam, malaise, dan leukositisis.
2. Peritonitis Abses
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut atau maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya
peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit dan akan
mengakbatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria.
Bila terbentuk abses apendik maka akan teraba massa pada kuadran kanan
bawah yang cenderung menggelembung pada rektum atau vagina.
Peritonitis disertai rasa sakit yang hebat, muntah, nyeri abdomen, demam,

6
dan leukositosis. Jika terjadi peritonitis umum tidakan spesifik yang
dilakuakan adalah operasi untuk menutup asal perforasi.
3. Dehidrasi
4. Sepsis
5. Cairan elektrolit tidak seimbang
6. Phneumoni
2.6 Penatalaksanaan Medis & Keperawatan
2.6.1 Penatalaksanaan Medis
1. Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnose apendisitis
telah ditegakan dan harus segera dilakukan untuk mengurangi risiko
perforasi.
2. Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan pembedahan
dilakukan.
3. Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
4. Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus dilakukan
adalah operasi membuang apendiks (apendiktomi). Penundaan apendiktomi
dengan cara pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.
Pada abses apendiks dilakukan drainage. (Brunner&Suddarth, 2014).
2.6.2 Penatalaksanaan Keperawatan
1. Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah defisit
volume cairan, mengatasi ansietas, mengurangi risiko infeksi yang
disebabkan oleh gangguan potensial atau aktual pada saluran
gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit dan mencapai nutris yang
optimal.
2. Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan, mulai jalur
Intra Vena berikan antibiotik, dan masukan selang nasogastrik (bila terbukti
ada ileus paralitik), jangan berikan laksatif.
3. Setelah operasi, posisikan pasien fowler tinggi, berikan analgetik narkotik
sesuai program, berikan cairan oral apabila dapat ditoleransi.

7
4. Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya tanda-tanda
obstruksi usus halus, hemoragi sekunder atau abses sekunder.
(Brunner&Suddarth, 2014).
2.7 Patofisiologi
Pada dasarnya appendicitis akut adalah suatu proses penyumbatan yang
mengakibatkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin
lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut dengan apendisitis supuratif akut. Setelah mukosa terkena kemudian
serosa juga terinvasi sehingga akan merangsang peritoneum parietale maka
timbul nyeri somatic yang khas yaitu di sisi kanan bawah (titik Mc Burney).
Titik Mc Burney terletak pada 1/3 lateral garis yang menghubungkan SIAS
dan umbilicus.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi. Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks sehingga melokalisasi daerah
infalmasi yaitu dengan mengelompok dan memebentuk suatu infiltrate
apendiks dan disebut proses walling off. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses.

8
2.8 Pathway

Bakteri, sumbatan, hyperplasia dari limfoid, fekalit

Apendisitis

Imflamasi

Edema (berisi pus)

Infeksi

Bakteri Apendik (bawah Obs. usus


kanan)
Flora us
Konstipasi Rongga abdomen)
Rangsang syaraf Abses
reseptor sekunder
us
diagfragm
nyeri a

pelvis Jumlah hati

lekosit

Hiperthermy

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesis
1. Identitas Pasien
2. Jenis Kelamin : Kesalahan diagnosa appendicitis 15-20% terjadi pada
perempuan karena munculnya gangguan yang sama dengan appendicitis
seperti pecahnya folikel ovarium, saltingngitis akut, kehamilan ekatopik,
kista ovarium, dan penyakit ginekologi lainnya .
3. Usia : penelitian addins (1996) di Amerika Srikat , appendicitis tertimggi
pada usia 10-19 tahun .
4. Tempat tinggal : Amerika Serikat pada anak umur 2-20 tahun di dapat
bahwa perforasi appendicitis lebih cenderung di pedesaan (69,6%) dari
pada perkotaan (30,4%)
5. Ras : faktor ras berhubungan dengan pola makan terutama diet rendah
serat dan pencarian pengobatan.
6. Keluhan utama :nyeri perut adalah gejala utama dari appendicitis . perlu di
ingat bahwa nyeri perut bisa terjadi akibat penyakit –penyakit dari hampir
semua organ tubuh. Nyeri perut ini sering di sertai mual serta 1 atau lebih
episode muntah dengan rasa sakit , dan setelah beberapa jam , nyeri akan
beralih keperut kanan bawah pada titik McBurney.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami yang sama
atau penyakit organ pencernaan lainnya.
8. Riwayat Psikososial
Mekanisme koping yang digunakan klien untuk mengatasi masalah dan
bagaimana besarnya motivasi kesembuhan dan cara klien menerima
keadaannya.
9. Pola Fungsi Kesehatan
a. Aktivitas/ istirahat: Malaise

10
b. Eliminasi
1) Konstipasi pada awitan awal
2) Diare (kadang-kadang)
3) Distensi abdomen
4) Nyeri tekan/lepas abdomen
5) Penurunan bising usus
c. Cairan/makanan : anoreksia, mual, muntah
d. Kenyamanan
Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat
berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Inspeksi abdomen adalah melihat perut baik perut bagian depan maupun
bagian belakang (pinggang). Informasi yang perlu didapatkan adalah
simetris, bentuk atau kontur, kondisis dinding perut.
2. Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah
merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri
bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda
Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah
dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut
tanda Blumberg (Blumberg Sign). Tanda-tanda khas yang didapatkan pada
palpasi appendisitis yaitu:
a. Nyeri tekan (+) Mc.Burney
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik
Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
b. Nyeri lepas (+)
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan ) adalah rasa nyeri yang hebat
(dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat

11
tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan
penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney.
c. Defens musculer (+)
Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
d. Rovsing sign (+)
Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah, apabila kita
melakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini
diakibatkan oleh adanya tekanan yang merangsang peristaltik dan udara
usus, sehingga menggerakan peritoneum sekitar appendix yang meradang
sehingga nyeri dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang
berlawanan (somatik pain).
e. Psoas sign (+)
Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks
Ada 2 cara memeriksa :
Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, pasien
memfleksikan articulatio coxae kanan maka akan terjadi nyeri perut kanan
bawah.
Pasif : Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan pemeriksa,
nyeri perut kanan bawah
f. Obturator Sign (+)
Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar (endorotasi
articulatio coxae) secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan
apendiks terletak pada daerah hipogastrium.
3.1.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Leukosit darah :pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis , terlebih
pada kasus dengan komplikasi berupa perforasi.
2. Urinalisis : sekitar 10% pasien dengan nyeri perut memiliki penyakit
saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium urin dapat mengkonfirmasi atau

12
menyingkirkan penyebab urologi yang menyebabkan nyeri perut .
meskipun proses inflamasi apendicitis akut dapat menyebabkan piuria ,
hematuria , bakteriuria sebanyak 40% pasien , jumlah eritosit pada
urinalisis yang melebihi 30 sel perlapangan pandang atau jumlah leukosit
yang melebihi 20 sel perlapangan pandang menunjukan terdapatnya
gangguan saluran kemih.
3. Radiologi
Pemeriksaan pencitraan yang mungkin membantu dalam mengevaluasi
pasien dengan kecurigaan apendisitis adalah foto polos perut atau dada ,
ultrasonogram , enema barium , dan kadang kadang CT scan.
4. USG : dapat di gunakan untuk membedakan antara appendisitis akut dan
appendisitis
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektipan bersihan jalan nafas
2. Hipertemia b.d respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal
3. Nyeri akut b.d inflamasi dan infeksi
4. Ketidak keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor
biologis ketidak mampuan untuk mencerna makanan
5. Gangguan rasa nyaman
6. Resiko infeksi b.d adekuatnya ketahanan tubuh
3.3 Rencana Tindakan Keperawatan/Intervensi
1. Ketidakefektipan bersihan jalan nafas.
Tujuan :setelah di lakukan tindakan keperawatan klien bernafas dengan
efektif
No Intervensi Rasional
1 Berikan oksigen dengan menggunakan Untuk mempermudah jalan
nasal nafas
2 Monitor dan respirasi dan setatus oksigen Untuk mengetahui
perkembangan setatus pada
pasien dan untuk menjaga

13
agar tidak ada kejadian yang
tidak di inginkan seperti
keracunan akan oksigen atau
terjadinya hipoksia
3 Bersihkan mulut , hidung dan sekret Untuk memperlancarnya
trakea jalannya nafas

2. Hipetermia b.d responsistemik dari inflamasi gastrointestinal


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien
No Intervensi Rasional
1 Monitor suhu sesering mungkin atau 2 Untuk menentukan tindakan
jam sekali selanjutnya dan agar
mengetahui perkembangan
klien

2 pantau warna kulit dan suhu kulit Untuk mengetahui apakah


adanya tanda- tanda
hypotermi

3. Nyeri akut b.d inflamasi dan infeksi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan
rasa nyeri dapat teratasi
No Iintervensi Rasional
1 Kaji nyeri secara komprehesif termasuk Sebagai data dasar
lokasi, karakteristik, durasi,frekuensi, dan mengetahui seberapa hebat
kualitas yang dirasakan kilen
sehingga mempermudah
intervensi selanjutnya
2 Monitor reaksi non verbal dari Reaksi non verbal
ketidaknyamanan menandakan nyeri yang

14
dirasakan klien hebat
(meringis)
3 Kolaborasi dengan dokter pemberian obat pemberian obat analgetik
analgetik sesuai indikasi untuk mempercepat atau
meringankan rasa nyeri

4. Gangguan rasa nyaman


Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan
rasa nyaman nya dapat teratasi
No Intervensi Rasional
1 Anjurkan klien untuk tarik nafas dalam Untuk mengurangi rasa
nyeri
2 Intruksikan klien untuk menggunakan Untuk meningkatan rasa
teknik relaksasi nyaman
3 Gunakan pendekatan yang menenangkan Untuk meningkatkan rasa
nyaman

5. Ketidak keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor


biologis ketidak mampuan untuk mencerna makanan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi terpenuhi.
No Intervensi Rasional
1. Observasi mual muntah Untuk mengetahui keadaan
klien
2. Menganjurkan makan porsi sedikit tapi Untuk menjaga
sering terpenuhinya asupan
makanan pada tubuh
3. Mengkaji makan kesukaan klien Untuk meningkatkan selera
makan klien
4. Memberikan informasi yang tepat tentang Mengetahui pentingnya

15
kebutuhan nutrisi dan cara memenuhinya kebutuhan nutrisi untuk
tubuh

6. Risiko infeksi b.d tidak adekuat nya pertahanan tubuh


Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak
terjadinya risiko infeksi
No Intervensi Rasional
1 Ajarkan cara menghindari infeksi Untuk mencegah terjadinya
infeksi
2 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan Untuk mencegah terjadinya
gejala infeksi infeksi

16
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini
bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah
segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (wim de jong et
al.2005).
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai
semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang
laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000). Apendisitis terbagi
menjadi tiga yaitu apendisitis akut, apendisitis rekurens dan apendisitis kronik.
Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui. Tetapi,
terjadinya apendisitis ini umumnya karena bakteri. Selain itu, terdapat banyak
faktor pencetus terjadinya penyakit ini diantaranya sumbatan lumen apendiks,
hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris yang
dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis juga merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit ini.
4.2 Saran
Jagalah kesehatan dengan minum air putih minimal 8 gelas sehari dan
tidak menunda buang air besar juga akan membantu kelancaran pergerakan
saluran cerna secara keseluruhan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Hardhi Kusuma dan Amin Huda Nuralif. Jogjakarta. Aplikasi Asuhan


Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda nic-noc. Edisi revisi jilid 1.
Mediaction Jogja. 2015.
digilib.unimus.ac.id/download.php?id=10553 (diakses pada tanggal 21 maret
2018)
https://www.scribd.com/upload-
document?archive_doc=264145941&escape=false&metadata=%7B%22context%
22%3A%22archive_view_restricted%22%2C%22page%22%3A%22read%22%2
C%22action%22%3Afalse%2C%22logged_in%22%3Atrue%2C%22platform%2
2%3A%22web%22%7D (diakses pada tanggal 23 maret 2018)
https://www.slideshare.net/baskoroabdiansyah/asuhan-keperawatan-pasien-
dengan-apendisitis (diakses pada tanggal 21 maret 2018)

18

Vous aimerez peut-être aussi