Vous êtes sur la page 1sur 5

ATONIA UTERI

Atonia uteri ialah keadaan uterus tidak berkontraksi setelah anak lahir.
Penyebab:
1. KU ibu yang jelek, misalnya anemia, malnutrisi, KP kronis, syok, dll
2. Grandemultipara.
3. Jarak persalinan berturut-turut yang terlalu pendek
4. Partus lama atau partus kasep (exhaustion)
5. Keregangan (overdistention) dari rahim misalnya akibat dari kehamilan kembar, gemeli,
hidramnion, anak besar dan sebagainya.
6. Kehamilan miometrium: mioma uteri, kelainan uterus
7. Partus presipitatus
8. Pemakaian anestesi yang terlalu lama / dalam.
9. Perdarahan ante partum: plasenta previa, solusio plasenta
10. Gangguan mekanis: sisa plasenta, bekuan darah.
11. Kandung kemih yang penuh.
Mekanisme terjadinya perdarahan :
 Perdarahan ini berasal dari tempat plasenta.Bila tonus uterus tidak ada, kontraksi uterus
lemah, maka spiral arteries yang seharusnya menutup akibat kontraksi uterus tersebut
tidak terjadi, sehingga pembuluh darah tersebut tetap terbuka.Darah akan terus
mengalir melalui bekas melekatnyaplasenta ke kavum uteri dan seterusnya keluar
pervaginam.
 Kadang-kadang darah tersebut tidak dapat keluar pervaginam tetapi mengumpul dalam
kavum uteri, sehingga tidak diketahui adanya PPP.
Gambaran klinik :
- PPP terjadinya tidak mendadak. Perdarahan tersebut terjadi terus menerus sebelum
perdarahan tersebut dapat diatasi.
- Melebihi 30 % dari seluruh volume darah timbul gejala-gejala perdarahan yang jelas :
- Perasaan lemah
- Mengantuk, menguap
- Pandangan kabur
- Pada pemeriksaan: tensi turun, nadi meningkat, nafas pendek.
- Penderita tampak anemis, jatuh dalam syok, kesadaran hilang dan akhirnya
meninggal
Pada PPP ini rata-rata penderita meninggal sebelum 2 jam post partum.karena pertolongan
yang kurang cepat atau kurang adekuat (tak ada darah dan sebagainya). Kematian yang
lebih cepat tejadi pada penderita yang keadaan sebelumnya sudah jelek, misalnya:
anemia,kelelahan.
Diagnosis PPP karena atonia uteri :
1. Perdarahan pervaginam lebih 500cc.Perdarahan ini kadang-kadang tidak keluar
pervaginam dan mengumpul dalam kavum uteri, baru tampak bila darah tersebut
dikeluarkan.
2. Uterus dalam keadaan lembek (tidak mempunyai tonus atau kontraksi).
3. Pada waktu ada kontraksi darah akan memancar keluar
4. Pada pemeriksaan inspekulo tidak ada robekan, sedangkan plasenta lengkap.
5. Lama kelamaan akan timbul gejala-gejala perdarahan umum seperti anemia, syok.
Pencegahan :
Pencegahan terjadinya PPP ini kadang masih dapat dilakukan, misalnya :
1. Perbaikan keadaan umum selama antenatal
2. Hindarkan adanya ibu dengan risiko tinggi dengan KB
3. Kosongkan rektum dan buli-buli pada tiap persalinan
4. Hindari partus lama atau partus kasep
5. Batasi pemakaian anestesi
6. Manajemen aktif kala III
Perawatan:
1. Sebaiknya persiapan untuk perawatan PPP sudah disediakan pada setiap kasus yang
diharapkan akan mengalami PPP.
2. Bila terjadi PPP :
a. Kosongkan buli-buli dengan melakukan kateterisasi
b. Tindakan sementara untuk menghentikan perdarahan.
 Kompresi aorta abdominalis
 Kompresi bimanual: satu tinju pada fornik anterior, satu tangan dari luar menekan
uterus supaya hiperantefleksi, sehingga aliran darah ke rahim kurang
 Kompresi Goth Piskacak: menekan dengan satu tangan seperti pegangan Pawlik pada
bagian bawah rahim
 Gabungan kompresi diatas
 Perbaiki keadaan umum dengan memberi cairan dan darah
 Bila tidak ada sisa plasenta, diberikan uterotonika dengan gol. Pituitrin secara drip
i.v. atau i.m
 Bila kontraksi uterus baik tetapi masih terjadi perdarahan, difikirkan kemungkinan
perdarahan yang berasal dari robekan jalan lahir, sisa plasenta atau kelainan
pembekuan darah.
 Bila setelah pemberian uteronika kontraksi uterus masih belum adekwat dan
perdarahan masih terjadi, lakukan tampon utero-vaginal. Sekarang tidak dianjurkan.
Tampon ini bermaksud :
- merangsang uterus untuk berkontraksi
- merangsang terbentuknya thrombus
- menutup pembuluh darah yang terbuka
- Tampon yang dipakai berukuran 10 cm x 10m.
- Tampon diangkat setelah 24 jam. Bila pada waktu mengambil tampon terjadi
perdarahan, pengambilan tamon ditunda selama 24 jam lagi.
- Bila dengan tamponade tersebut masih terjadi perdarahan, dilakukan tindakan
yang lebih aktif dengan laparotomi.
 Bila fundus uteri masih akan dipertahankan, dilakukan ligasi a. hipogastrika.
 Bila tidak, dilakukan histerektomi.

Penanggulangan komplikasi :
 Infeksi post partum : pemberian antibiotika yang adekwat sebagai profilaksis maupun
sebagai terapi bila sudah ada infeksi.
 Anoksia otak: pemberian O2 yang cukup bila penderita jatuh syok.
 Memperbaiki fungsi ginjal: pengukuran produksi urine, jumlah cairan yang sesuai untuk
meningkatkan produksi urine ini.
 Dekompensasikordis: monitoring CVP sehingga tak terlalu banyak cairan yang diberikan.
Jadi dalam garis besarnya, perawatan terhadap PPP :
1. Usaha prevensi dan persiapan penanggungan secara cepat.
2. Usaha menghentikan perdarahan secepat mungkin :
a. Usaha sementara
b. Usaha yang ditujukan pada sebabnya
3. Restorasi dari darah dan cairan yang hilang
4. Pengembalian fungsi organ-organ
5. Penanggulangan komplikasi
Prognosis :
1. Dengan adanya tranfusi darah yang baik maka prognosisnya lebih baik
2. Prognosis lebih baikbila pertolongan lebih cepat, sebab bila pertolongan terlambat dapat
terjadi perubahan yang ireversibel pada otak, ginjal dan sebagainya sehingga penderita
menjadi invalid atau meninggal
3. Perdarahan yang banyak, meskipun dengan tranfusi masif, sering mengakibatkan
timbulnya kelainan pembekuan darah sehingga perdarahan lebih sulit diatasi.Bila terjadi
komplikasi sebagai akibat tranfusi, prognosisnya lebih jelek.
4. Post partum dan nifasnya :
- Infeksi puerperalis
- Anemia postpartum
- Sindroma Sheehan: disebabkan karena nekrosis kelenjarpituitari anterior.Pada waktu
kehamilan, kelenjarendokrin tersebut mudah mengalami iskemia.Terdiri dari :
 Kegagalan laktasi
 Amenore yang persisten
 Atrofi mamma
 Hilangnya rambut ketiak dan pubis
 Superinvolusio uteri
 Hipothiroidism
 Insufisiensi kortex adrenalis
Sindroma ini tidak tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi.
Prosedur pada perawatan atonia uteri meliputi
1. Kompresi bimanual internal & eksternal & aorta
2. Memijat rahim secara Dickinson
3. Pemasangan tamponade dalam rongga rahim
4. Penekanan aorta
5. Menjepit a.uterina dengan cunam Henkel
6. Ligasi a. Hipogastrika
7. Histerektomi
Kompresi bimanual
 Kandung seni dikosongkan dulu, satu tangan penolong dimasukkan jalan lahir dan
dengan posisi menggenggam, genggaman ditekankan pada fornik anterior vagina dan
dinding depan rahim.
 Tangan penolong yang lainmenekan fundus uteri kearah depan bawah, sehingga rahim
tertekuk kedepan.
 Tangan yang diluar melakukan masase secara aktif pada rahim.
 Dengan cara ini maka rahim dirangsang untuk berkontraksi dan vena-vena dalam rahim
akan terjepit.
 Tindakan ini dapat dilakukan sampai maksimum ½ jam, dan bila setelah waktu ini
perdarahan masih tetap berlangsung, tidakan ini dianggap gagal.
Memijat rahim secara Dickinson
 Penolong berdiri disebelah kanan ibu dan menghadap ke perut ibu.
 Tangan kanan penolong pada sisi ulnar diletakkan diatas simfisis. Jari-jari tangan kanan
ini menggenggam SBR. Tangan kiri penolong diletakkan diatas fundus uteri dan
mencengkam korpus uteri. Sambil tangan kiri melakukan pemijatan pada rahim kearah
ruas-ruas tulang belakang, maka tangan kanan meremas-remas SBR.
 Dalam melakukan pemijatan ini rahim hendaknya dikeluarkan dari rongga pelvis.
 Selama melakukan pemijatan ini tangan kiri kadang-kadang meremas korpus uteri
kearah bawah agar bekuan darah dapat dikeluarkan.
 Tindakan ini dapat dilakukan sampai ½ jam dan bila tetap terjadi perdarahan maka
tindakan ini dianggap gagal.

Pemasangan tamponade dalam rongga rahim


 Kandung seni dikosongkan. Dipasang spekulum pada vagina 2 buah
 Bibir depan servik dijepit dengancunam muzeaux, dan ditarik kearah depan atas.
 Bahan yang dipakai untuk tamponade ini ialah gulungan kasa berukuran 10cm x 10 m
dan sudah dibubuhi lodoform.
 Dengan cunam tampon, kasa tampon dijepit sedemikian rupa sehingga ujung cunam
selalu terbalut oleh tampon tersebut.
 Tangan penolong yang diluar diletakkan di fundus uteri dan tetap menahan fundus uteri
selama pemasangan tampon dikerjakan.
 Kain tampon dimasukkan sedikit demi sedikit mulai dari fundus uteri kearah bawah
sedapat mungkin.
 Untuk memadatkan tampon ini dapat juga dipakai jari-jari tangan, sebagian kain tampon
dikeluarkan diluar vagina.
 Kandung kemih dipasang kateter menetap.
 Dalam memakai tamponade rahim untuk menghentikan perdarahan, penolong harus
tetap mengawasi apakah masih terjadi perdarahan dari rahim.Untuk mengetahui ini,
maka maka harus diperhatikan :
 Apakah fundus uteri bertambah tinggi
 Bila fundus uteri bertambah tinggi berarti telah terjadi perdarahan banyak yang
mengumpul dalam ruangan antara tamponade dan fundus uteri.
 Apakah dari kain tampon yang berada di luar vagina terjadi rembesan darah. Bila
terjadi rembesan darah, berarti tampon sudah seluruhnya basah, dan ini berarti
telah terjadi perdarahan yang cukup banyak.
 Bila dalam observasi didapatkan 1 atau 2 gejala tersebut maka tindakan tamponade
rahim dianggap gagal, dan harus disusul dengan tindakan yang lebih aktif, misalnya
melakukan ligasi a. Hipogastrika atau histerektomi.
 Bila tamponade gagal, maka tidak boleh dilakukan pemasangan tamponade lagi.

Penekanan aorta :
Penekanan aorta merupakan tindakan sementara dalam menunggu tindakan aktif
lain.Penekanan aorta dapat langsung melalui dinding abdomen dan dapat dilakukan dengan
cara :
a. Genggaman tangan
b. Dengan alat penekan aorta
Dengan genggaman tangan :
 Penolong berdiri disebelah kanan dan menghadap kearah kaki. Tangan kiri atau kanan
penolong digenggamkan dan kemudian genggaman tersebut ditekankan pada daerah
aorta diatas fundus uteri (kira-kira setinggi Lumbal IV).
 Bagian yang dipakai untuk menekan aorta ini adalah ruas kedua atau ketiga.
 Tekanan dilakukan sedemikian rupa sehingga membantu aliran darah dalam aorta, yang
dapat diketahui dengan memegang nadi a. femoralis.
 Penekanan harus dilakukan secara intermiten.
 Untuk memperkuat tekanan, tangan penolong yang lain dapat ditekankan
padapergelangan tangan tadi disertai dengan tekanan gaya berat badan yang sedikit
dibongkokkan.
Dengan alat penekan aorta :
 Alat penekan aorta mempunyai bentuk bermacam-macam.
 Tehniknya sama seperti dengan genggaman tangan
 Penekanan juga harus secara intermiten
Menjepit a. uterina dengan cunam Henkel
 Prinsipmenjepit a. uterina pada percabangannya menjadi ramus asendens dan
desendens ditepi lateral rahim dalam parametrium.
 Tehnik :dipasang 2 spekulum didepan dan dibelakang.
 Bibir depan dan belakang servik dijepit dengan cunam bundar.
 Bibir servik ditarik kearah kanan, kemudian pada parametrium kiri setinggi forniks
dilakukan penjepitan dengan cunam Henkel dalam arah tangensial kearah rahim.
 Demikian pula dengan cara yang sama dilakukan penjepitan pada parametrium yang
berlawanan.
 Penyulit yang paling berbahaya dari tindakan ini adalah terjepitnya ureter.
 Oleh karena itu tindakan ini hanyalah suatu tindakan darurat dan sementara dalam
menunggu tindakan lain yang lebih radikal.

Vous aimerez peut-être aussi