Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Makassar, ....................
___________________ ____________________
BAB I
PENDAHULUAN
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif pada kartilago sendi yang banyak
ditemukan. OA lutut lebih sering menyebabkan disabilitas dibandingkan OA pada sendi lain.
Penderita OA mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada
sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga
sangat mengganggu mobilitas penderita.
Prevalensi OA pada sendi meningkat secara progresif dengan meningkatnya usia yang
merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjadinya OA. Wanita 2 kali lebih banyak menderita
OA dibandingkan pria, dimana wanita kulit hitam dengan OA lebih banyak 2 kali dibandingkan
wanita kulit putih.
Total knee replacement (TKR) merupakan pengobatan yang aman untuk mengurangi
rasa sakit dan memulihkan fungsi fisik pada pasien dengan kondisi Osteoarthtritis parah yang
tidak bisa di pelihara dengan terapi fisik. Setiap tahun ada lebih dari 500.000 prosedur operasi
Total knee replacement dilakukan di Amerika Serikat, hal ini diperkirakan bahwa pada tahun
2030 volume prosedure operasi TKR meningkat menjadi lebih dari 3,48 juta per tahun akibat
penuaan dini dan meningkatnya obesitas (Minesota, 2010).Pada operasi total knee replacement
juga menimbulkan beberapa problem setelah operasi, 37 % dari pasien merasakan nyeri dan
keterbatasan gerak fungsional setelah operasi, keterbatasan yang paling umum adalah pasien
kesulitan untuk berjalan, kesulitan untuk naik turun tangga dan ketidakmampuan untuk
melakukan aktifitas olahraga yang sama saat sebelum operasi (Sara, 2010). Dibutuhkan
penanganan yang tepat pada kasus post operasi TKR sehingga tidak pasien dapat kembali
beraktivitas dengan normal. Peran fisioterapi pada kasus ini adalah untuk mengurangi nyeri,
spasme, keterbatasan LGS, kontraktur dan menurunkan pembengkakan/oedem.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5. Biomekanik Lutut
Biomekanik adalah ilmu yang mempelajari gerakan tubuh manusia. Pada bahasan Karya
Tulis Ilmiah ini penulis hanya membahas komponen kinematis. ditinjau dari gerak secara
osteokinematika dan secara artrokinematika yang terjadi pada sendi lutut.
a. Osteokinematika
Lutut termasuk dalam sendi giglyus (hinge modified) dan mempunyai gerak yang
cukup luas seperti sendi siku, luas gerak flexinya cukup besar. Osteokinematika yang
memungkinkan terjadi adalah gerak flexi dan extensi pada bidang segitiga dengan
lingkup gerak sendi untuk gerak flexi sebesar 130° hingga 135° dengan posisi extensi
0° atau 5°, dan gerak putaran ke dalam 30° hingga 35° sedangkan putaran keluar 40°
hingga 45° dari awal mid posisi. Flexi sendi lutut adalah gerakan permukaan posterior
ke bawah menjauhi permukaan posterior tungkai bawah. Putaran ke dalam adalah
gerakan yang membawa jari-jari ke arah sisi dalam tungkai (medial). Putaran keluar
adalah gerakan membawa jari-jari ke arah luar (lateral) tungkai. Untuk putaran (rotasi)
dapat terjadi pada posisi lutut flexi 90°, R (< 90°).
b. Artrokinematika
Pada kedua permukaan sendi lutut pergerakan yang terjadi meliputi gerak slidding dan
rolling, maka disinilah berlaku hukum konkaf-konvek. Hukum ini menyatakan bahwa
”jika permukaan sendi cembung (konvek) bergerak pada permukaan sendi cekung
(konkaf)” maka pergerakan slidding dan rolling berlawanan. Dan ”jika permukaan
sendi cekung bergerak pada permukaan sendi cembung, maka gerak slidding dan
rolling searah”. Pada permukaan femur cembung (konvek) bergerak, maka gerakan
slidding dan rolling berlawanan arah. Saat gerak flexi femur rolling kearah belakang
dan sliddingnya ke depan untuk gerak extensi rollingnya keventral dan sliddingnya
kebelakang. Dan pada permukaantibia cekung (konkaf) bergerak, flexi ataupun
extensi menuju ke depan atau ventral.
B. PATOLOGI
1. Definisi
Osteoarthritis atau juga disebut dengan penyakit sendi degeneratif yaitu suatu kelainan
pada kartilago (tulang rawan sendi) yang ditandai perubahan klinis, histologi dan radiologis
(Kuntono,2005). Osteoarthritis secara patologis dicirikan dengan penurunan secara
progresif dan akhirnya hilangnya kartilago sendi dengan perubahan reaktif pada batas-batas
sendi dan pada tulang subkondral (Garrison, 1996).
Osteoarthritis merupakan bentuk radang sendi yang serius, salah satu jenis rematik atau
rasa sakit di tulang.Osteoartritis bermula dari kelainan pada tulang rawan sendi, seperti
kolagen dan proteoglikan.Akibat dari kelainan pada sel-sel tersebut, tulang rawan akhirnya
menipis dan membentuk retakan-retakan pada permukaan sendi. Rongga kecil akan
terbentuk di dalam sumsum dari tulang di bawah tulang rawan tersebut, sehingga tulang
yang bersangkutan menjadi rapuh. Tubuh kita akan berusaha memperbaiki kerusakan
tersebut, tetapi perbaikan yang dilakukan oleh tubuh tidak memadai, mengakibatkan
timbulnya benjolan pada pinggiran sendi atau osteofit yang terasa nyeri. Pada akhirnya,
permukaan tulang rawan akan berubah menjadi kasar dan berlubang-lubang sehingga sendi
tidak lagi bisa bergerak secara halus. Semua komponen yang ada pada sendi mengalami
kegagalan dan terjadi kekakuan sendi.
2. Etiologi
Pada umumnya penderita Osteoarthritis lutut ini, etiologinya tidak diketahui. Namun
beberapa factor yang disebut-sebut mempunyai peranan atas timbulnya Osteoarthritis
antara lain :
a. Umur. Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah
yang terkuat. Prevalensi, dan beratnya osteoartritis semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. OA hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di
bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun Hal ini disebabkan karena
adanya hubungan antara umur dengan penurunan kekuatan kolagen dan proteoglikan
pada kartilago sendi.
b. Jenis kelamin. Pada orang tua yang berumur lebih dari 55 tahun, prevalensi terkenanya
osteoartritis pada wanita lebih tinggi dari pria. Usia kurang dari 45 tahun Osteoarthritis
lebih sering terjadi pada pria dari wanita.
c. Suku bangsa. Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat
perbedaan prevalensi pola terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal ini mungkin
berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaaan pada frekuensi pada
kelainan kongenital dan pertumbuhan.
d. Genetik. Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi
dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan
sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial
pada osteoartritis.
e. Kegemukan dan penyakit metabolic. Berat badan yang berlebih ternyata dapat
meningkatkan tekanan mekanik pada sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering
menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan
osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga dengan osteoartritis sendi
lain, diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan
tersebut antara lain penyakit jantung koroner,diabetes melitus dan hipertensi.
f. Cedera sendi (trauma), pekerjaan dan olahraga. Pekerjaan berat maupun dengan
pemakaian suatu sendi yang terus-menerus, berkaitan dengan peningkatan resiko
osteoartritis tertentu. Demikian juga cedera sendi dan oleh raga yang sering
menimbulkan cedera sendi berkaitan resiko osteoartritis yang lebih tinggi.
Klasifikasi
Grade 2: Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antar sendi.
Grade 3: Sedang, osteofit sedang, terdapat ruang antar sendi yang cukup besar.
Grade 4: Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antar sendi yang lebar
dengan sklerosis pada tulang subkondral.
Derajat 1 : Terbentuk taji kecil, nyeri dirasakan ketika beraktifitas cukup berat,
tetapi masih bisa dilokalisir dengan cara mengistirahatkan sendi yang terkena
osteoartritis.
Derajat 2 : Osteofit yang pasti, mungkin terdapat celah antar sendi, nyeri hampir
selalu dirasakan, kaku sendi pada pagi hari, krepitus, membutuhkan bantuan
dalam menaiki tangga, tidak mampu berjalan jauh, memerlukan tenaga asisten
dalam menyelesaikan pekerjaan rumah
b) Fase inflamasi : Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap IGF-1
sehingga meningkatnya pro-inflamasi sitokin dan jumlah leukosit yang mempengaruhi
sendi. IL-1(Inter Leukin-1) dan tumor nekrosis faktor-α (TNF-α) mengaktifasi enzim
degradasi seperti collagenase dan gelatinase untuk membuat produk inflamasi pada
osteoartritis. Produk inflamasi memiliki dampak negatif pada jaringan sendi,
khususnya pada kartilago sendi, dan menghasilkan kerusakan pada sendi.
c) Fase nyeri: Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan
penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan penumpukan trombus dan
komplek lipid pada pembuluh darah subkondral sehingga menyebabkan terjadinya
iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini mengakibatkan lepasnya mediator kimia seperti
prostaglandin dan interleukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri. Rasa nyeri juga
berupa akibat lepasnya mediator kimia seperti kinin yang dapat menyebabkan
peregangan tendo, ligamen serta spasme otot-otot. Nyeri juga diakibatkan oleh adanya
osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis
serta kenaikan tekanan vena intramedular akibat stasis vena pada pada proses
remodelling trabekula dan subkondrial
d) Fase degradasi : IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu
meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi. Peran makrofag didalam
cairan sendi juga bermanfaat, yaitu apabila terjadi jejas mekanis, material asing hasil
nekrosis jaringan atau CSFs akan memproduksi sitokin aktifator plasminogen (PA).
Sitokin ini akan merangsang khondrosit untuk memproduksi CSFs. Sitokin ini juga
mempercepat resorpsi matriks rawan sendi
e) Faktor pertumbuhan dan sitokin membawa pengaruh yang berlawanan selama
perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan
sendi sedangkan faktor pertumbuhan merangsang sintesis (Sudoyo et. al, 2007
BAB III
PROSES FISIOTERAPI
A. Identitas Umum Pasien
B. Anamnesis Khusus
C. Inspeksi/Observasi
1. Vital Sign
2. Inspeksi
Statis :
a) Pasien berjalan pincang
b) Oedema pada kedua tungkai
Dinamis :
D. Tes Orientasi
terdapat nyeri.
1. Gerak Aktif
a. Hip : dapat melakukan fleksi hip tetapi tidak full ROM tanpa ada nyeri
b. Knee : tidak dilakukan karena masih memakai elastic bandage.
c. Ankle : dapat melakukan dorso dan plantar fleksi tetapi tidak full ROM tanpa
adanya nyeri
2. Gerak Pasif
a. Hip : dapat melakukan fleksi hip tetapi tidak full ROM tanpa ada nyeri dan soft
endfeel
b. Knee : tidak dilakukan karena masih memakai elastic bandage.
c. Ankle : dapat melakukan dorso dan plantar fleksi tetapi tidak full ROM tanpa
adanya nyeri
3. Tes Nyeri (VAS) : fisioterapis menanyakan intensitas nyeri yang dirasakan oleh
pasien.
4. MMT
Gerakan Dextra Sinistra
Fleksi Hip 5 4
Ekstensi Hip 5 4
Dorso Fleksi 5 4
Plantar Fleksi 5 4
5. Tes Ballotement
Untuk mengetahui ada tidak cairan dalam sendi. Caranya Resessus suprapatellaris
dikosongkan dengan cara menekan dengan satu tangan sementara ibu jari dan jari-jari
lain menekan patella ke bawah . Hasil : normal
Pengukuran Circumference
Tungkai Kiri = 33 cm
Tungkai Kanan = 32 cm
b. Teknik pelaksanaan :
Pasien dalam posisi tidur terlentang. Lalu fisioterapis meletakkan satu tangan di
bawah paha pasien. Lalu minta pasien untuk menekan tangan fisioterapis ke bawah
dengan cara mengkontraksikan paha pasein.
3. Pasif stretching
a. Tujuan :
Meningkatkan lingkup gerak sendi, menghilangkan spasme otot dan mencegah
kontraktur
b. Teknik pelaksanaan :
Pasien dalam posisi tidur terlentang. Lalu fisioterapis melakukan peregangan pada
otot tungkai.
4. IRR
a. Tujuan :
1. Mengurangi/menghilangkan rasa sakit
2. Rileksasi otot
3. Meningkatkan suplai darah
4. Menghilangkan sisa-sisa metabolism
Alasan Klinis:
Aplikasi panas secara local dapat meningkatkan ambang nyeri. Efek ini termasuk
pengurangan langsung dan tidak langsung dari nyeri oleh aktifitas mekanisme gate
kontrol dan kemudian menyebabkan pengurangan spasme otot atau iskemia dan
memfasilitasi penyembuhan jaringan.
5. TENS
Tujuan :
a. Mengurangi nyeri akut dan kronik
b. Meningkatkan aliran darah
c. Memelihara sifat fisiologis otot dengan adanya rangsangan saraf
d. Mengatasi resorbsi oedema
Alasan Klinis:
TENS mampu mengaktifasi serabut saraf berdiameter besar dan berdiameter
kecil yang akan menyampaiakan informasi sensorik ke sistem saraf pusat.
Pengunaan TENS akan mengaktivasi serabut saraf afferent tipe A-alfa dan
A-beta serta serabut saraf tipe C yang akan memfasilitasi interneuron
substansia gelatinosa sehingga akan mengurangi nyeri melalui efek bloking
atau penutupan gerbang transmisi nyeri yang berkakibat terhentinya
masukan afferent diameter kecil. TENS juga akan menstimulasi produksi
anti nyeri alamiah tubuh yaitu endofrin.
J. Evaluasi Fisioterapi
Pasien bias berjalan namun belum bias menekuk tungkai secara maksimal.