Vous êtes sur la page 1sur 23

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus Pre klinik di Poliklinik Fisioterapi/Rehabilitasi Medik mulai tanggal 26


sampai dengan 29 Maret 2018 dengan judul kasus “Gangguan Aktivitas Fungsional Tungkai
Post Operasi Total Knee Replacement (TKR) Genu Sinistra Et Cause Osteoarthritis” telah
disetujui oleh Pembimbing Lahan (Clinical Educator) dan Preceptor (Dosen).

Makassar, ....................

Clinical Educator, Preceptor,

___________________ ____________________

BAB I

PENDAHULUAN
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif pada kartilago sendi yang banyak
ditemukan. OA lutut lebih sering menyebabkan disabilitas dibandingkan OA pada sendi lain.
Penderita OA mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada
sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga
sangat mengganggu mobilitas penderita.
Prevalensi OA pada sendi meningkat secara progresif dengan meningkatnya usia yang
merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjadinya OA. Wanita 2 kali lebih banyak menderita
OA dibandingkan pria, dimana wanita kulit hitam dengan OA lebih banyak 2 kali dibandingkan
wanita kulit putih.
Total knee replacement (TKR) merupakan pengobatan yang aman untuk mengurangi
rasa sakit dan memulihkan fungsi fisik pada pasien dengan kondisi Osteoarthtritis parah yang
tidak bisa di pelihara dengan terapi fisik. Setiap tahun ada lebih dari 500.000 prosedur operasi
Total knee replacement dilakukan di Amerika Serikat, hal ini diperkirakan bahwa pada tahun
2030 volume prosedure operasi TKR meningkat menjadi lebih dari 3,48 juta per tahun akibat
penuaan dini dan meningkatnya obesitas (Minesota, 2010).Pada operasi total knee replacement
juga menimbulkan beberapa problem setelah operasi, 37 % dari pasien merasakan nyeri dan
keterbatasan gerak fungsional setelah operasi, keterbatasan yang paling umum adalah pasien
kesulitan untuk berjalan, kesulitan untuk naik turun tangga dan ketidakmampuan untuk
melakukan aktifitas olahraga yang sama saat sebelum operasi (Sara, 2010). Dibutuhkan
penanganan yang tepat pada kasus post operasi TKR sehingga tidak pasien dapat kembali
beraktivitas dengan normal. Peran fisioterapi pada kasus ini adalah untuk mengurangi nyeri,
spasme, keterbatasan LGS, kontraktur dan menurunkan pembengkakan/oedem.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SENDI LUTUT


Sendi lutut merupakan sendi yang terbesar pada tubuh manusia.Sendi ini terletak pada
kaki yaitu antara tungkai atas dan tungkai bawah.Pada dasarnya sendi lutut ini terdiri dari dua
articulatio condylaris diantara condylus femoris medialis, lateralis dan condylus tibiae yang
terkait dalam sebuah sendi pelana diantara patella dan fascies patellaris femoris.

1. Tulang pembentuk sendi lutut


Sendi lutut dibentuk dari tiga buah tulang yaitu tulang femur, tulang tibia, tulang fibula
dan tulang patella.
a. Tulang femur
Merupakan tulang panjang yang bersendi keatas dengan pelvis dan kebawah dengan
tulang tibia.Tulang femur terdiri dari epiphysis proksimal, diaphysis dan epiphysis
distalis.Pada tulang femur ini yang berfungsi dalam persendian lutut adalah epiphysis
distalis.Epiphysis distalis merupakan bulatan sepanjang yang disebut condylous
femoralis lateralis dan medialis.
Dibagian proksimal tonjolan tersebut terdapat sebuah bulatan kecil yang disebut
epicondilus lateralis dan medialis. Bila dilihat dari depan, terdapat dataran sendi yang
melebar ke lateral yang disebut facies patelaris yang nantinya bersendi dengan tulang
patella. Dan bila dilihat dari belakang, diantara condylus lateralis dan medialis terdapat
cekungan yang disebut fossa intercondyloideal.
b. Tulang patella
Merupakan tulang sesamoid terbesar dalam tubuh manusia dengan bentuk segitiga dan
gepeng dengan aspex menghadap kearah distal. Pada permukaan depan atau anterior
tulang patella kasar sedangkan permukaan dalam atau dorsal memiliki permukaan
sendi yang lebih besar dan facies medial yang lebih kecil
c. Tulang tibia
Merupakan salah satu tulang tungkai bawah selain tulang fibula, tibia merupakan
tulang kuat satu-satunya yang menghubungkan femur dan tumit kaki. Seperti halnya
tulang femur, tulang tibia dibagi tiga bagian, bagian ujung proksimal, corpus dan ujung
distal bagian dari tulang tibia yang membentuk sendi lutut adalah bagian proksimal,
dimana pada bagian ujung proksimal terdapat condillus medialis dan tubercullum inter
condiloseum lateral. Didepan dan dibelakang eminentia terdapat fossa intercondilodea
anterior dan posterior.
d. Tulang fibula
Tulang fibula ini berbentuk kecil panjang, terletak di sebelah lateral dari tibia juga
terdiri dari tiga bagian : epiphysis proximal, diaphysis dan epiphysis distalis. Epiphysis
proximalis membulat disebut capitulum fibula yang keproximal.
2. Ligamentum pembentuk sendi lutut
Ligamen mempunyai sifat yang cukup lentur dan jaringannya cukup kuat yang berfungsi
sebagai pembatas gerakan dan stabilitas sendi.Ada beberapa ligamen sendi lutut yaitu :
a. Ligamentum cruciatum anterior
Berjalan dari depan fossa intercondyloidea anterior ke permukaan medial condilus
lateralis femorisyang berfungsi menahan hiperekstensi dan menahan
bergesernya tibia ke depan.
b. Ligamentum cruciatum posterior
Berjalan dari facies lateralis condylus medialis femoris menuju ke fossa
intercondylodeatibia yang berfungsi menahan bergesernya tibia ke arah belakang.
c. Ligamentum collateral lateral
Berjalan dari epicondylus lateralis ke capitulum fibula yang berfungsi menahan
gerakan varus atau samping luar.
d. Ligamentum collateral mediale
Berjalan dari epicondylus medial ke permukaan medial tibia
(epicondylus medialistibia) yang berfungsi menahan gerakan valgus atau samping
dalam eksorotasi. Namun secara bersamaan fungsi–fungsi ligament
collateralle menahan bergesernya tibia ke depan pada lutut 90°.
e. Ligamentum patella
Yang merupakan lanjutan dari tendon M. Quadriceps Femoris yang berjalan dari
patella ke tuberositas tibia.
f. Ligamentum retinacullum patella lateral dan medial
Ligament ini berada disebelah lateral dari tendon M. Quadricep Femoris dan berjalan
menuju tibia, dimana ligamen-ligamen ini melekat dengan tuberositas tibia.
g. Ligamentum popliteum articuatum
Terletak pada daerah condylus lateralis femoris erat hubungannya dengan M.
Popliteum
h. Ligamentum popliteum oblicum
Berjalan dari condylus lateralis femoris kemudian turun menyilang menuju fascia
popliteum yang berfungsi mencegah hyperekstensi
3. Sistem Otot
Otot-otot yang bekerja pada sendi lutut yaitu:
a. Bagian anterior adalah M. rectus femoris, M. vastus lateralis, M.Vastus medialis, M.
vastus intermedius.
b. Bagian posterior adalah M.biceps femoris, M. semitendinosus, M. semimembranosus,
M. Gastrocnemius
c. Bagian medial adalah M. Sartorius
d. Bagian lateral adalah M. Tensorfacialatae
4. Sistem Persarafan
Nervus femoralis merupakan cabang yang terbesar dari plexus lumbalis. Nervus ini
berasal dari tiga bagian posterior plexus, yang asalnya dari nervus lumbalis ke dua. Ketiga
dan keempat muncul dari tepi lateral m. illiopsoas tepat di atas ligamentum pouparty dan
berjalan turun di bawah ligamentum ini untuk memasuki trigonum femoralis pada sisi
lateral arteri femoralis. Pada trigonum tersebut, nervus femoralis membagi diri menjadi
cabang-cabang terminalis.
Cabang-cabang motorik di atas ligamentum inguinalis mempersyarafi m. illiopsoas.
Cabang-cabang motorik di dalam paha mempersyarafi m. sartorius, m. pectineus dan m.
quadriceps femoris. Cabang-cabang sensorik mencakup cabang-cabang cutaneous
femoralis anterior yang menuju permukaan anterior dan medial paha serta nervus
saphenous yang menuju sisi medial tungkai dan kaki.
Pada regio lutut, tungkai mendapat persyarafan dari nervus ischiadicus yang berasal
dari serabut lumbal ke-4 sampai dengan sacrum ke-3. Nervus ini merupakan serabut yang
terbesar di dalam tubuh yang keluar dari foramen ischiadicus mayor, berjalan terus
disepanjang permukaan posterior paha ke ruang poplitea, lalu syaraf ini membagi dua
bagian yaitu : nervus peroneus communis dan nervus tibialis.
Nervus peroneus communis pada dataran lateral capitulum fibula akan pecah menjadi
nervus superficialis. Nervus tibialis dibentuk oleh seluruh lima bagian anterior plexus
sacralis. Jadi serabut syaraf ini menerima serabut-serabut dari 2 segmen spinalis lumbal
bawah dan 3 segmen sacral yang atas. Nervus tibialis membentuk nervus ischiadicus yang
paling besar di dalam paha. Perjalanan saraf ini dimulai pada bagian atas fossa poplitea
dan turun vertikal melewati fossa ini serta dorsum tungkai menuju sisi dorsomedial
pergelangan kaki. Dari daerah ini, nervus tibialis mengeluarkan cabang-cabang
terminalisnya nervus plantaris medialis dan lateralis, yang terus berjalan ke dalam kaki
(Kapandji, 1995).

5. Biomekanik Lutut
Biomekanik adalah ilmu yang mempelajari gerakan tubuh manusia. Pada bahasan Karya
Tulis Ilmiah ini penulis hanya membahas komponen kinematis. ditinjau dari gerak secara
osteokinematika dan secara artrokinematika yang terjadi pada sendi lutut.
a. Osteokinematika
Lutut termasuk dalam sendi giglyus (hinge modified) dan mempunyai gerak yang
cukup luas seperti sendi siku, luas gerak flexinya cukup besar. Osteokinematika yang
memungkinkan terjadi adalah gerak flexi dan extensi pada bidang segitiga dengan
lingkup gerak sendi untuk gerak flexi sebesar 130° hingga 135° dengan posisi extensi
0° atau 5°, dan gerak putaran ke dalam 30° hingga 35° sedangkan putaran keluar 40°
hingga 45° dari awal mid posisi. Flexi sendi lutut adalah gerakan permukaan posterior
ke bawah menjauhi permukaan posterior tungkai bawah. Putaran ke dalam adalah
gerakan yang membawa jari-jari ke arah sisi dalam tungkai (medial). Putaran keluar
adalah gerakan membawa jari-jari ke arah luar (lateral) tungkai. Untuk putaran (rotasi)
dapat terjadi pada posisi lutut flexi 90°, R (< 90°).

b. Artrokinematika
Pada kedua permukaan sendi lutut pergerakan yang terjadi meliputi gerak slidding dan
rolling, maka disinilah berlaku hukum konkaf-konvek. Hukum ini menyatakan bahwa
”jika permukaan sendi cembung (konvek) bergerak pada permukaan sendi cekung
(konkaf)” maka pergerakan slidding dan rolling berlawanan. Dan ”jika permukaan
sendi cekung bergerak pada permukaan sendi cembung, maka gerak slidding dan
rolling searah”. Pada permukaan femur cembung (konvek) bergerak, maka gerakan
slidding dan rolling berlawanan arah. Saat gerak flexi femur rolling kearah belakang
dan sliddingnya ke depan untuk gerak extensi rollingnya keventral dan sliddingnya
kebelakang. Dan pada permukaantibia cekung (konkaf) bergerak, flexi ataupun
extensi menuju ke depan atau ventral.

B. PATOLOGI
1. Definisi
Osteoarthritis atau juga disebut dengan penyakit sendi degeneratif yaitu suatu kelainan
pada kartilago (tulang rawan sendi) yang ditandai perubahan klinis, histologi dan radiologis
(Kuntono,2005). Osteoarthritis secara patologis dicirikan dengan penurunan secara
progresif dan akhirnya hilangnya kartilago sendi dengan perubahan reaktif pada batas-batas
sendi dan pada tulang subkondral (Garrison, 1996).
Osteoarthritis merupakan bentuk radang sendi yang serius, salah satu jenis rematik atau
rasa sakit di tulang.Osteoartritis bermula dari kelainan pada tulang rawan sendi, seperti
kolagen dan proteoglikan.Akibat dari kelainan pada sel-sel tersebut, tulang rawan akhirnya
menipis dan membentuk retakan-retakan pada permukaan sendi. Rongga kecil akan
terbentuk di dalam sumsum dari tulang di bawah tulang rawan tersebut, sehingga tulang
yang bersangkutan menjadi rapuh. Tubuh kita akan berusaha memperbaiki kerusakan
tersebut, tetapi perbaikan yang dilakukan oleh tubuh tidak memadai, mengakibatkan
timbulnya benjolan pada pinggiran sendi atau osteofit yang terasa nyeri. Pada akhirnya,
permukaan tulang rawan akan berubah menjadi kasar dan berlubang-lubang sehingga sendi
tidak lagi bisa bergerak secara halus. Semua komponen yang ada pada sendi mengalami
kegagalan dan terjadi kekakuan sendi.

2. Etiologi
Pada umumnya penderita Osteoarthritis lutut ini, etiologinya tidak diketahui. Namun
beberapa factor yang disebut-sebut mempunyai peranan atas timbulnya Osteoarthritis
antara lain :
a. Umur. Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah
yang terkuat. Prevalensi, dan beratnya osteoartritis semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. OA hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di
bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun Hal ini disebabkan karena
adanya hubungan antara umur dengan penurunan kekuatan kolagen dan proteoglikan
pada kartilago sendi.
b. Jenis kelamin. Pada orang tua yang berumur lebih dari 55 tahun, prevalensi terkenanya
osteoartritis pada wanita lebih tinggi dari pria. Usia kurang dari 45 tahun Osteoarthritis
lebih sering terjadi pada pria dari wanita.
c. Suku bangsa. Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat
perbedaan prevalensi pola terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal ini mungkin
berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaaan pada frekuensi pada
kelainan kongenital dan pertumbuhan.
d. Genetik. Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi
dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan
sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial
pada osteoartritis.
e. Kegemukan dan penyakit metabolic. Berat badan yang berlebih ternyata dapat
meningkatkan tekanan mekanik pada sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering
menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan
osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga dengan osteoartritis sendi
lain, diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan
tersebut antara lain penyakit jantung koroner,diabetes melitus dan hipertensi.
f. Cedera sendi (trauma), pekerjaan dan olahraga. Pekerjaan berat maupun dengan
pemakaian suatu sendi yang terus-menerus, berkaitan dengan peningkatan resiko
osteoartritis tertentu. Demikian juga cedera sendi dan oleh raga yang sering
menimbulkan cedera sendi berkaitan resiko osteoartritis yang lebih tinggi.

3. Tanda Dan Gejala


Tanda dan gejala pada penderita osteoarthritis apabila sudah manifes akan memberikan
tanda maupun gejala sebagai berikut :
a. Nyeri
Menurut The International Association For the Study of Pain ( IASP). Nyeri
merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak nyaman, yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan atau berpotensi merusak jaringan.Definisi tersebut
merupakan pengalaman subyektif dan bersifat individual. Dengan dasar ini dapat
dipahami bahwa kesamaan penyebab tidak secara otomatis menimbulkan perasaan
nyeri yang sama (Meliana, 2004).
b. Kaku sendi
Gejala yang sering dijumpai pada OA, terjadi kesulitan atau kekakuan pada saat akan
memulai gerakan pada kapsul, ligamentum, otot dan permukaan sendi (Heru, 2005).
c. Keterbatasan lingkup gerak sendi
Biasanya keterbatasan gerak mula - mula terlihat pada gerak fleksi kemudian dalam
keadaan lanjut terjadi keterbatasan kearah ekstensi. Keterbatasan ini akibat dari (a)
perubahan permukaan sendi, (b) spasme dan kontraktur otot, (c) kontraktur kapsul
kapsul sendi, (d) hambatan mekaniik oleh osteofit atau jaringan - jaringan yang terlepas
(Nasution, 1994).
Keterbatasan gerak ini disebabkan oleh timbulnya osteofit dan penebalan
kapsuler, muscle spasme serta nyeri yang membuat pasien tidak mau melakukan
gerakan secara maksimal sampai batas normal, sehingga dalam waktu tertentu
mengakibatkan keterbatasan lingkup gerak sendi pada lutut. Keterbatasan gerak
biasannya bersifat pola kapsuler akibat kontraktur kapsul sendi.Keterbatasan pola
kapsuler yang terjadi yaitu gerak fleksi lebih terbatas dari gerak ekstensi (Heru,
2005).
d. Krepitasi
Hal ini disebabkan oleh permukaan sendi yang kasar karena hilangnya rawan sendi
(Heru, 2005).
e. Kelemahan otot dan atropi otot
Kelemahan otot tidak bagian dari OA, tetapi peranan sebagai salah satu faktor resiko
OA perlu dicermati kekuatan isometrik dari otot quadrisep merupakan faktor yang
berperan pada OA lutut. Atropi otot dapat ditimbulkan bersama efusi sendi, sedangkan
gangguan gait merupakan manifestasi awal dari OA yang menyerang sendi penopang
berat badan. Sendi instabil berhubunngan dengan penyakit lanjut (Isbagio, 2003).
f. Deformitas
Deformitas yang dapat terjadi pada OA yang paling berat akan menyababkan distruksi
kartilago, tulang dan jaringan lunak sekitar sendi. Terjadi deformitas varus bila terjadi
kerusakan pada kopartemen medial dan kendornya ligamentum (Slamet, 2000).
g. Gangguan fungsional
Penderita sering mengalami kesulitan dalam melakukan fungsional dasar, seperti :
bangkit dari posisi duduk ke berdiri, saat jongkok, berlutut, berjalan, naik turun tangga
dan aktifitas yang lain yang sifatnya membebani sendi lutut.Pada foto rontgen tampak
adanya penyempitan ruang sendi dan pembentukan osteofit.

Klasifikasi

Menurut Kellgren dan Lawrence osteoartritis dalam pemeriksaan radiologis diklasifikasikan


sebagai berikut:

Grade 0: Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda OA pada radiologis.

Grade 1: Ragu-ragu, tanpa osteofit.

Grade 2: Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antar sendi.

Grade 3: Sedang, osteofit sedang, terdapat ruang antar sendi yang cukup besar.
Grade 4: Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antar sendi yang lebar
dengan sklerosis pada tulang subkondral.

American College of Rheumatology (1987) mendeskripsikan kesehatan seseorang


berdasarkan derajat keparahan. Antara lain sebagai berikut:

Derajat 0 : Tidak merasakan tanda dan gejala.

Derajat 1 : Terbentuk taji kecil, nyeri dirasakan ketika beraktifitas cukup berat,
tetapi masih bisa dilokalisir dengan cara mengistirahatkan sendi yang terkena
osteoartritis.

Derajat 2 : Osteofit yang pasti, mungkin terdapat celah antar sendi, nyeri hampir
selalu dirasakan, kaku sendi pada pagi hari, krepitus, membutuhkan bantuan
dalam menaiki tangga, tidak mampu berjalan jauh, memerlukan tenaga asisten
dalam menyelesaikan pekerjaan rumah

Derajat 3-4 : Osteofit sedang-berat, terdapat celah antar sendi, kemungkinan


terjadi perubahan anatomis tulang, nyeri disetiap hari, kaku sendi pada pagi hari,
krepitus pada gerakan aktif sendi, ketidakmampuan yang signifikan dalam
beraktivitas (Woolf dan Pfleger, 2003).

Proses Patologi Gangguan Gerak dan Fungsi


OA terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodelling tulang, dan inflamasi.
Terdapat 4 fase penting dalam proses pembentukan osteoartritis yaitu fase inisiasi, fase
inflamasi, nyeri, fase degradasi.
a) Fase inisiasi : Ketika terjadi degradasi pada rawan sendi, rawan sendi berupaya
melakukan perbaikan sendiri dimana khondrosit mengalami replikasi dan
memproduksi matriks baru. Fase ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu
polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar sel,
faktor tersebut seperti Insulin-like growth factor (IGF-1), growth hormon,
transforming growth factor b (TGF-b) dan coloni stimulating factors (CSFs).
Faktor-faktor ini menginduksi khondrosit untuk mensintesis asam deoksiribo
nukleat (DNA) dan protein seperti kolagen dan proteoglikan. IGF-1 memegang
peran penting dalam perbaikan rawan sendi.

b) Fase inflamasi : Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap IGF-1
sehingga meningkatnya pro-inflamasi sitokin dan jumlah leukosit yang mempengaruhi
sendi. IL-1(Inter Leukin-1) dan tumor nekrosis faktor-α (TNF-α) mengaktifasi enzim
degradasi seperti collagenase dan gelatinase untuk membuat produk inflamasi pada
osteoartritis. Produk inflamasi memiliki dampak negatif pada jaringan sendi,
khususnya pada kartilago sendi, dan menghasilkan kerusakan pada sendi.

c) Fase nyeri: Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan
penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan penumpukan trombus dan
komplek lipid pada pembuluh darah subkondral sehingga menyebabkan terjadinya
iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini mengakibatkan lepasnya mediator kimia seperti
prostaglandin dan interleukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri. Rasa nyeri juga
berupa akibat lepasnya mediator kimia seperti kinin yang dapat menyebabkan
peregangan tendo, ligamen serta spasme otot-otot. Nyeri juga diakibatkan oleh adanya
osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis
serta kenaikan tekanan vena intramedular akibat stasis vena pada pada proses
remodelling trabekula dan subkondrial
d) Fase degradasi : IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu
meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi. Peran makrofag didalam
cairan sendi juga bermanfaat, yaitu apabila terjadi jejas mekanis, material asing hasil
nekrosis jaringan atau CSFs akan memproduksi sitokin aktifator plasminogen (PA).
Sitokin ini akan merangsang khondrosit untuk memproduksi CSFs. Sitokin ini juga
mempercepat resorpsi matriks rawan sendi
e) Faktor pertumbuhan dan sitokin membawa pengaruh yang berlawanan selama
perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan
sendi sedangkan faktor pertumbuhan merangsang sintesis (Sudoyo et. al, 2007
BAB III
PROSES FISIOTERAPI
A. Identitas Umum Pasien

Nama : Hj. Isa Hamzah,BA


Tanggal Lahir : 31 Desember 1852
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Aspol Batua Dodiklat Batua

B. Anamnesis Khusus

Keluhan utama : Nyeri pada area lutut kiri


Sifat keluhan : Nyeri
Lama keluhan : Sejak kurang lebih 9 bulan lalu
RPP : Dialami sejak 7-8 tahun yang lalu,nyeri dirasakna
mendadak tanpa ada trauma sebelumnya.Pasien tidak dapat jalan jauh ataupun
sujud saat shalat.Nyeri berkurang dengan istirahat dan pemberian obat
analgetik.Pasien juga mengeluh nyeri pada lutut kirinya .Pasien ada riwayat
hipertensi dan diabetes tidak terkontrol.

Aktifitas yang memperberat : Berjalan jauh dan sujud saat shalat

Aktifitas yang memperingan : Istiahat dan pemberian obat analgetik

Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi dan diabetes

C. Inspeksi/Observasi

1. Vital Sign

a) Tekanan darah : 110/70 mmHg


b) Denyut nadi : 80 kali/menit
c) Frekuensi pernapasan : 20 kali/menit
d) Suhu : 36,70C

2. Inspeksi

Statis :
a) Pasien berjalan pincang
b) Oedema pada kedua tungkai

Dinamis :

a) Pasien belum bias menekuk kaki secara maksimal


b) Pasien meringis kesakitan saat menekuk kaki

D. Tes Orientasi

Pasien menekuk tungkai,meluruskan tungkai, jongkok,serta mobilisasi

terdapat nyeri.

E. Pemeriksaan Fungsi Dasar

1. Gerak Aktif
a. Hip : dapat melakukan fleksi hip tetapi tidak full ROM tanpa ada nyeri
b. Knee : tidak dilakukan karena masih memakai elastic bandage.
c. Ankle : dapat melakukan dorso dan plantar fleksi tetapi tidak full ROM tanpa
adanya nyeri
2. Gerak Pasif
a. Hip : dapat melakukan fleksi hip tetapi tidak full ROM tanpa ada nyeri dan soft
endfeel
b. Knee : tidak dilakukan karena masih memakai elastic bandage.
c. Ankle : dapat melakukan dorso dan plantar fleksi tetapi tidak full ROM tanpa
adanya nyeri

3. Gerakan Melawan Tahanan (TIMT)


Pasien mampu melawan dengan tahanan minimal dan tidak ada rasa nyeri lutut
F. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi

1. Tes Palpasi : fisioterapis meraba dan menekan area di sekitar tungkai.


Hasil : terdapat nyeri

2. Pitting Oedema : fisioterapis menekan area yang mengalami oedema


Hasilnya : normal

3. Tes Nyeri (VAS) : fisioterapis menanyakan intensitas nyeri yang dirasakan oleh
pasien.

Hasil : Nyeri Diam = 2


Nyeri Gerak = 4
Nyeri Tekan = 3

4. MMT
Gerakan Dextra Sinistra
Fleksi Hip 5 4
Ekstensi Hip 5 4
Dorso Fleksi 5 4
Plantar Fleksi 5 4

5. Tes Ballotement
Untuk mengetahui ada tidak cairan dalam sendi. Caranya Resessus suprapatellaris
dikosongkan dengan cara menekan dengan satu tangan sementara ibu jari dan jari-jari
lain menekan patella ke bawah . Hasil : normal
Pengukuran Circumference
Tungkai Kiri = 33 cm
Tungkai Kanan = 32 cm

6. Pengukuran Panjang Tungkai


Tungkai sebelah kanan = 84 cm
Tungkai sebelah kiri = 84 cm

Gangguan ADL (Index Barthel Modifikasi) :


No. Jenis AKS Kriteria
1. Mengendalikan rangsang defekasi 0 = tidak terkendali/tidak
teratur (perlu bantuan)
1 = kadang – kadang tak
terkendali
2 = mandiri
2. Mengendalikan rangsang berkemih 0 = tidak terkendali/pakai
kateter
1 = kadang – kadang tak
terkendali (1x24 jam)
2 = mandiri
3. Membersihkan diri (muka, sisir rambut, sikat 0 = butuh pertolongan orang
gigi) lain
1 = mandiri
4. Penggunaan jamban masuk dan keluar 0 = sepenuhnya dibantu
1 = bantu jika perlu
2 = mandiri
5. Makan 0 = tidak mampu
1 = bantu jika perlu
2 = mandiri
6. Berubah sikap dari berbaring ke duduk 0 = tidak mampu
1 = mampu duduk dengan
bantuan
2 = perlu sedikit bantuan
3 = mandiri
7. Berpindah/berjalan 0 = tidak mampu
1 = tidak dapat, tapi bisa
menjalankan kursi roda sendiri
2 = dapat, tetapi dibantu orang
lain
3 = mandiri
8. Berpakaian 0 = bergantung orang lain
1 = sebagian dibantu (misalnya
mengancing baju)
2 = mandiri
9. Naik turun tangga 0 = tidak mampu
1 = perlu bantuan
2 = mandiri
10. Mandi 0 = bergantung orang lain
1 = mandiri
Total skor 20

Interpretasi : nilai 2 (cacat sangat berat)


0–4 = cacat sangat berat
5–9 = cacat berat
10 – 14 = cacat sedang
15 – 19 = cacat ringan
> 20 = bebas dan fungsi penuh

G. Diagnosa dan Problematik Fisioterapi (sesuai konsep ICF)


H. Rencana Intervensi Fisioterapi

Tujuan jangka pendek


a) Mengurangi rasa nyeri pada lutut
b) Mengurangi oedema pada tungkai
c) Mencegah kontraktur
d) Memperbaiki ADL berpindah/berjalan, naik turun tangga

Tujuan jangka panjang


Meningkatkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien yang sudah ada

I. Program Intervensi Fisioterapi

1. Static contraction (quadricep, hamstring dan gluteus)


a. Tujuan :
Memperlancar sirkulasi darah sehingga dapat membantu mengurangi oedem dan
nyeri serta menjaga kekuatan otot agar tidak terjadi atrofi.

b. Teknik pelaksanaan :
Pasien dalam posisi tidur terlentang. Lalu fisioterapis meletakkan satu tangan di
bawah paha pasien. Lalu minta pasien untuk menekan tangan fisioterapis ke bawah
dengan cara mengkontraksikan paha pasein.

2. Pasif ROM exercise


a. Tujuan :
Mempertahankan integritas sendi dan jaringan lunak, meminimalkan efek
terjadinya kontraktur, mempertahankan elastisitas mekanik otot, membantu
sirkulasi dan vaskularisasi dinamik, meningkatkan gerakan sinovial untuk nutrisi
cartilago dan difusi material-material sendi dan menurunkan nyeri
a. Teknik pelaksanaan :
Pasien tidur terlentang. Lalu fisioterapis menggerakkan secara pasif sendi-sendi
untuk menambah ROM pada tungkai pasien.

3. Pasif stretching
a. Tujuan :
Meningkatkan lingkup gerak sendi, menghilangkan spasme otot dan mencegah
kontraktur
b. Teknik pelaksanaan :
Pasien dalam posisi tidur terlentang. Lalu fisioterapis melakukan peregangan pada
otot tungkai.
4. IRR
a. Tujuan :
1. Mengurangi/menghilangkan rasa sakit
2. Rileksasi otot
3. Meningkatkan suplai darah
4. Menghilangkan sisa-sisa metabolism

Alasan Klinis:
Aplikasi panas secara local dapat meningkatkan ambang nyeri. Efek ini termasuk
pengurangan langsung dan tidak langsung dari nyeri oleh aktifitas mekanisme gate
kontrol dan kemudian menyebabkan pengurangan spasme otot atau iskemia dan
memfasilitasi penyembuhan jaringan.

Kenaikan temperature akibat pemanasan sinar infra merah akan menimbulkan


vasodilatasi yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan darah ke jaringan
setempat. Hal ini terutama terjadi pada jaringan superficial dan efek ini sangat
bermanfaat untuk penyembuhan luka dan mengatasi infeksi di jaringan superficial.
Penyinaran terutama secara luas akan mengaktifkan glandula gudoifera (kelenjar
keringat) di badan, sehingga dengan demikian akan meningkatkan pembuangan
sisa-sisa hasil metabolism melalui keringat. Pengaruh ini sangat bermanfaat untuk
kondisi-kondisi arthritis, terutama yang mengenai banyak sendi.

5. TENS
Tujuan :
a. Mengurangi nyeri akut dan kronik
b. Meningkatkan aliran darah
c. Memelihara sifat fisiologis otot dengan adanya rangsangan saraf
d. Mengatasi resorbsi oedema

Alasan Klinis:
TENS mampu mengaktifasi serabut saraf berdiameter besar dan berdiameter
kecil yang akan menyampaiakan informasi sensorik ke sistem saraf pusat.
Pengunaan TENS akan mengaktivasi serabut saraf afferent tipe A-alfa dan
A-beta serta serabut saraf tipe C yang akan memfasilitasi interneuron
substansia gelatinosa sehingga akan mengurangi nyeri melalui efek bloking
atau penutupan gerbang transmisi nyeri yang berkakibat terhentinya
masukan afferent diameter kecil. TENS juga akan menstimulasi produksi
anti nyeri alamiah tubuh yaitu endofrin.

J. Evaluasi Fisioterapi

Pasien bias berjalan namun belum bias menekuk tungkai secara maksimal.

Vous aimerez peut-être aussi