Vous êtes sur la page 1sur 1

Film The Lorax menggambarkan seorang anak yang bernama Ted yang hidup di kota yang

bernama Thneedville yaitu kota buatan dimana pohon, rumput, dan tanah merupakan hasil buatan
manusia. Bahkan penduduk yang ada disana harus membeli udara untuk bisa menghirup udara
bersih. Ted jatuh cinta kepada seorang perempuan cantik yang bernama Audrey yang sangat ingin
melihat pohon asli yang bisa memberi udara bagi orang-orang di Thneedville. Untuk mengambil
hati Audrey, Ted berkeinginan untuk memberi hadiah kepada Audrey pohon asli, kemudian dia
pergi keluar kota atas informasi dari neneknya bahwa untuk bisa melihat pohon asli dia harus
menemui Once-ler. Pertemuannya dengan Once-ler, dia menceritakan tentang perjalanan masa lalu
Once-ler yang sangat terobsesi menjadi orang kaya dengan menciptakan Thneed yaitu sebuah kain
halus diciptakan dari daun pohon asli, saat penebangan pohon itulah dia bertemu dengan Lorax
yaitu makhluk yang menjaga pohon-pohon di bukit tempat Once-ler menebang pohon. Mereka
membuat kesepakatan bahwa Once-ler tidak akan menebang pohon lagi karena makhluk yang
hidup disana sangat membutuhkan pohon untuk bertahan hidup. Namun lambat laun Thneed
buatan Once-ler laku keras, usahanya semakin berkembang pohon satu per satu ditebang hingga
tak tersisa satupun, Lorax pun terbang ke langit dan makhluk yang hidup di bukit itu pun pindah
ke tempat lain. Akhirnya Once-ler pun mengasingkan diri dirumah buatannya sambil memandang
kata "useless" peninggalan Lorax. Dia berpikir bahwa kata itu ditinggalkan untuk Ted yang artinya
bahwa kecuali jika ada orang yang peduli seperti Ted maka tak akan ada yang menjadi lebih baik.
Kemudian Once-ler memberikan Ted biji terakhir dari pohon asli untuk ditanam ke tengah kota
Thneedville. Dan akhirnya pohon-pohon kecil mulai tumbuh dan Lorax muncul kembali dan
mengatakan bahwa Once-ler telah melakukan hal lebih baik
Film Guru Besar Tjokroaminoto menceritakan tentang perjuangan HOS Tjokroaminoto yang
menjadi guru dalam memimpin pergerakan dalam melawan penjajah Hindia Belanda dalam
perjuangannya untuk menyamakan hak dan mertabat masyarakat Indonesia. Beliau mempunyai
istri yang bernama Soeharsikin seorang puteri Bupati Ponorogo yang bekerja untuk orang Belanda.
Tjokro pindah ke Semarang dalam keadaan sang istri sedang hamil karena ada konflik dengan
Mangoensomo yaitu ayah mertuanya karena sikap Tjokro dengan atasan Belanda karena merasa
adanya perlakuan yang tidak adil. Disana Tjokro bertemu dengan Ibrahim Jamali dan penyebaran
agama islam mulai meningkat. Kemudian tahun 1913 Tjokro hijrah untuk berjuang tanpa
kekerasan ke Surabaya bersama dengan sang istri atas saran dari Ibrahim Jamali. Tjokro tinggal di
Rumah Peneleh yaitu rumah dengan beragam ideologi dan nilai yang menjadi rumah kos bagi
pemuda berpendidikan yaitu Agus Salim, Semaoen, Musso, hingga Kusno/ Soekarno. Pada tahun
itu organisasi yang didirikan Tjokro yaitu Sarekat Islam berkembang menjadi organisasi yang
anggotanya mencapai 2 juta orang yang berasal dari kelas sosial dengan paham sama rata sama
rasa. Pada tahun 1920an sang istri meninggal dunia dalam keadaan Tjokro sedang berpidato di
halaman depan rumah yang diikuti tangisan rakyat Surabaya. Dalam akhir perjalanannya, Tjokro
pun menulis sebuah surat di dalam penjara yang isisnya “ Ya Allah, masihkah aku pada kiblatMu,
ketika Engkau bawa aku dari penjara satu ke penjara lain ataukah penjara adalah hijrahku
memahami manusia dan kemerdekaannya. Ya Allah inikah jalan panjang hijrahku.”
Tjokroaminoto pun dibebaskan setelah 6 bulan di penjara kerena tidak terbukti bersalah.

Vous aimerez peut-être aussi