Vous êtes sur la page 1sur 40

BAB I

PENDAHULUAN

Oklusi vena retina adalah salah satu gangguan pembuluh darah yang
mempengaruhi penglihatan.1 Oklusi vena retina merupakan penyebab kedua
gangguan penglihatan setelah diabetic neuropathy.2 Oklusi cabang vena retina dan
oklusi vena sentral retina adalah dua tipe dasar oklusi vena. Oklusi cabang vena retina
atau yang disebut juga branch retinal vein occlusion tiga kali lebih sering terjadi
daripada oklusi vena sentral retina. Penyebab terjadinya Branch Retinal Vein
Occlusion (BRVO) adalah multifactorial. Pada dasarnya penyebab BRVO adalah
faktor sistemik yakni hipertensi dan kelainan anatomi yaitu persilangan
arteriovenous.1

Branch Retinal Vein Occlusion (BRVO) pada umumnya terjadi lebih dari 90%
pada usia lebih dari 50 tahun. BRVO pertama kali dijelaskan oleh Leber pada tahun
1877. Pada BRVO yang mengalami oklusi adalah salah satu cabang dari vena retina
sentral. Adanya oklusi pada cabang vena retina menyebabkan perdarahan intra-retina
segmental dan tidak melebihi garis tengah.1

Branch retinal vein occlusion (BRVO) memberikan gejala pandangan berkabut.


BRVO terjadi hanya pada salah satu mata saja atau unilateral, namun 9% pasien bisa
mengalami BRVO pada kedua mata atau bilateral.1

BRVO merupakan penyakit multifactorial sehingga pengobatannya selain


menangani oklusi pada cabang vena retina juga disertai penanganan terhadap faktor
pencetus terjadinya BRVO. 3

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

Nama : Tn.B
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh Harian Lepas
Pendidikan : SMA
Status : Menikah
Alamat : RT 27 Talang Bakung

II. ANAMNESIS (Alloanamnesis):

2.1 Keluhan Utama


Mata kiri kabur ± 2 minggu SMRS.
2.2 Anamnesa Khusus:
Pasien datang ke RSUD Raden Mattaher dengan keluhan mata kiri kabur
± 2 minggu SMRS. Keluhan awalnya dirasakan saat pasien bekerja pada
siang hari, mata kiri tiba-tiba terasa kabur dan pasien mengatakan
pandangan pada mata kiri seperti terhalang bayangan hitam pada bagian
bawah mata. Keluhan memberat ± 2 hari SMRS dimana pasien
mengatakan bayangan hitam yang menghalangi pandangan pada bagian
bawah mata kiri semakin melebar dan pasien mengatakan pandangan
seperti terpotong pada mata sebelah kiri. Pasien hanya dapat melihat 2/3
atas dari pandangan mata kiri. Saat keluhan muncul tidak disertai dengan
nyeri pada mata dan sakit kepala. Keluhan juga tidak disertai dengan mata

2
merah, berair, dan perasaan melihat silau atau cahaya. Riwayat trauma
kepala disangkal.

2.3 Riwayat Penyakit yang Lalu


 Keluhan serupa (-)
 Hipertensi (-)
 Diabetes Mellitus (-)
 Dislipidemia (-)
 Penyakit jantung (-)
 Alergi (-)

2.4 Riwayat Penyakit dalam Keluarga


 Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti pasien
 Hipertensi (-)
 Diabetes Mellitus (-)
 Dislipidemia (-)
 Penyakit jantung (-)
 Alergi (-)

2.5 Riwayat Gizi : Baik


2.6 Keadaan Sosial Ekonomi : Menengah

III. PEMERIKSAAN FISIK


3.1 Status Generalis
Keadaan umum : tampak baik
Kesadaran : kompos mentis
TB / BB : 160cm / 55 kg
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit

3
Respiratory rate : 24 x/menit
Suhu : afebris

3.2 Penyakit Sistemik


Trac. Respiratorius: Tidak ada keluhan
Trac. Digestivus : Tidak ada keluhan
Kardiovaskuler : Tidak ada keluhan
Endokrin : Tidak ada keluhan
Neurologi : Tidak ada keluhan
THT : Tidak ada keluhan
Kulit : Tidak ada keluhan
Gigi dan Mulut : Tidak ada keluhan

3.3 Status Oftalmologikus

Pemeriksaan eksternal
OD OS

Visus Dasar 6/6 6/20


Tidak maju dengan koreksi
TIO : Digital - -

Kedudukan bola mata Ortoforia Ortoforia

Pergerakan bola mata

Duksi : baik Duksi : baik

Versi : baik Versi : baik

4
Pemeriksaan eksternal

Silia Arah : keluar Arah : Keluar

Trichiasis (-) Trichiasis (-)

madarosis (-) madarosis (-)


Palpebra Superior edema (-), hiperemis (-) edema (-), hiperemis (-)

Palpebra Inferior edema (-), hiperemis (-) edema (-), hiperemis (-)

Konjungtiva tarsus Papil (-), folikel (-), Papil (-), folikel (-),
lytiasis (-). lythiasis (-)

Konjungtiva Bulbi Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)

Injeksi Konjungtiva (-) Injeksi Konjungtiva (-)

Kornea Jernih Jernih


Edema (-) Edema (-)
Ulkus (-) Ulkus (-)
Perforasi (-) Perforasi (-)
Makula (-) Makula (-)
Pigmen iris (-) Pigmen iris (-)
Laserasi (-) Laserasi (-)
Bekas jahitan (-) Bekas jahitan (-)

5
Jaringan fibrovaskuler (-) Jaringan fibrovaskuler (-)

Bilik Mata Depan Sedang, Hifema (-), Sedang, Hifema (-),


Hipopion (-) Hipopion (-)

Iris Kripta iris normal Kripta iris normal

Pupil Bulat, regular Bulat, regular

Reflek cahaya Direct (+), Indirect (+) Direct (+), Indirect (+)

Diameter 3 mm 3mm

Lensa Jernih Jernih

Pemeriksaan Slit Lamp

Silia Tidak masuk, Erosi (-) Tidak masuk, Erosi (-)


Infeksi (-) Infeksi (-)

Palpebra Udem (-), Hematom (-), Udem (-), Hematom (-),


Nyeri tekan (-), Nyeri tekan (-),
Xanthelasma (-), Nevus (-) Xanthelasma (-), Nevus (-)
Conjungtiva Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Injeksi Konjungtiva (-) Injeksi Konjungtiva (-)
Folikel (-) Sikatriks (-) Folikel (-) Sikatriks (-)
Kornea Jernih, infiltrat (-), ulkus (-) Jernih infiltrat (-), ulkus (-)

COA sedang, Hifema (-) sedang, Hifema (-)


Hipopion (-) Hipopion (-)

Iris Coklat, Kripta jelas Coklat, Kripta jelas

Pupil Refleks langsung (+), Isokor Refleks langsung (+),

6
(-) Reguller (+) Isokor (-) Reguller (+)

Lensa Jernih, iris shadow test (-) Jernih, iris shadow test (-)

Tonometri

PALPASI Normal Normal


SCHIOTZ
APPLANASIA Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Funduscopy

OD OS
Media : Bening Media : Bening
Papil : Batas Tegas, warna merah Papil : Batas Tegas, warna merah muda,
muda, C/D 0,4 C/D 0,4
Pembuluh darah : Arteri : Vena (2:3) Pembuluh darah : Arteri : Vena (2:3)
Retina : Perdarahan (-), Eksudat (-), Retina : bercak perdarahan (+) pada
Sikatrik (-), pigmen (-) kuadran infranasal, bercak putih (+),
Makula : Refleks Povea (+) Sikatrik (-), pigmen (-).
Makula : Refleks Povea (+)
Pemeriksaan pada keadaan midriasis

OD OS

Tidak dilakukan

7
Pemeriksaan Umum

Tinggi Badan : 160 Cardio Vasc : tidak ada kelainan


cm
Berat Badan : 55 kg
G.I. Tract : tidak ada kelainan

Tekanan darah :
Paru-Paru : tidak ada kelainan
120/90 mmHg

Neurology : tidak ada kelainan


Nadi : 84 x/mnt

Suhu : 36,6

Pernafasan : 24
x/mnt

V. DIAGNOSIS KERJA
BRVO (Branch Retina Vein Oclution)

VI. DIAGNOSA BANDING


1. Retinal Artery Occlusion
2. Hypertensive retinopathy
3. Diabetic retinopathy

8
VII. ANJURAN PEMERIKSAAN
 Pemeriksaan GDS/GDP
 Pemeriksaan profil lipid
 Fundus Flourescein Angiografi

VIII. PENATALAKSANAAN
 Non farmakologi
- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan kemungkinan
penyebab penyakit.
- Mengatur pola makan yang baik dan olahraga secara teratur.
- Evaluasi berkala faktor penyebab penyakit.
 Farmakologi
 Tetes mata prednisone acetate 1-2 tetes OS, 2-4 kali sehari

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. ANATOMI RETINA

Retina adalah lapisan berlapis dengan sifat yang semi transparan, tipis, dan
banyak mengandung jaringan saraf yang melewati bagian dalam posterior dari 2/3
bagian dinding bola mata. Retina membentang dari dari corpus cilliare, dan berakhir
di ora serrata. Pada orang dewasa ora serrata berukuran lebih kurang 6.5 mm berada
di belakang Schwalbe’s Line pada sisi temporal dan 5.7 mm di belakang sisi nasal.
Sisi terluar dari sensori retina berhadapan langsung dengan epitel pigmen retina, yang
mudah terlepas membentuk ruang subretina pada pelepasan retina. Retina dan epitel
pigmen retina menyatu kembali pada discus opticus dan ora serrata, yang membatasi
sebaran cairan subretina pada pelepasan retina. Pelepasan choroid membentang di
antara ora serrata, dibawah pars plana dan pars plicata. Lapisan epitel pada
permukaan bagian dalam corpus cilliare dan permukaan posterior dari iris merupakan
perpanjangan anterior retiona dan epitel pigmen retina. Permukaan dalam retina
berbatasan langsung dengan corpus vitreous. Retina terbagi atas 3 lapis utama yang
membuat sinaps saraf retina, yaitu sel kerucut dan batang, sel bipolar, dan sel
ganglion.6

10
Gambar 1. Struktur bagian dalam mata manusia.6

Lapisan retina yang berlapis-lapis secara histologis diantaranya adalah (dari


permukaan paling dalam):6

1. Membrana Limitans Interna (membrane dasar berisi banyak sel Muller)


2. Stratum Opticum (Axon-axon sel ganglion yang menuju nervus opticus)
3. Stratum Ganglia (Nucleus sel ganglion)
4. Stratum Plexiformis Interna (perhubungan antara sel ganglion dengan sel
bipolar dan amacrine) yang terdapat Serat Muller
5. Stratum Nuclearis Interna (lapisan sel bipolar, amacrine, dan badan sel
horizontal)
6. Stratum Plexiformis Externa (perhubungan antara sel bipolar dan sel
horizontal dengan fotoreceptor)
7. Stratum Nuclearis Externa (badan sel batang dan kerucut)

11
8. Membrana Limitans Externa (lapisan yang memisahkan antara bagian dalam
fotoreseptor dari badan selnya)
9. Stratum Kerucut dan Batang
10. Epitel Pigmen

dimana Membrana Bruch berada di dasar membrane epitel pigmen retina.

Gambar 2. Lapisan-lapisan retina.6

Retina memiliki ketebalan lebih kurang 0.1 mm pada bagian ora serrata dan
0.56 mm pada kutub posterior. Pada bagian tengah posterior dari retina terdapat
macula dengan diameter 3 mm, yang dapat diidentifikasi berupa area dengan pigmen
kekuningan. Pigmentasi yang ada pada daerah tersebut disebabkan oleh warna
pigmen luteal (Xanthophyll). Pada bagian ini, sel ganglion lebih banyak
terkonsentrasi dari bagian lainnya. Bagian tengah macula, berjarak sekitar 4 mm

12
bagian lateral discus opticum, terdapat fovea centralis. Fovea centralis dapat
diidentifikasi secara klinis berupa daerah depresi yang membentuk beberapa refleksi
ketika dilihat menggunakan ophthalmoscop. Hal ini disebabkan oleh karena zona
avascular dari angiography fluorescein. Secara histologis, fovea ditandai dengan
penipisan lapisan nuclearis externa dan hilangnya lapisan parenkim yang lain sebagai
hasil dari lapang oblique axon sel fotoreseptor (lapisan serat Henle) dan pergeseran
secara sentrifugal lapisan retina yang semakin mendekat ke permukaan retina.
Foveola adalah daerah paling pusat dari fovea, yang hanya terdiri dari fotoreseptor sel
kerucut, dengan ketebalan 0.25 mm (bagian paling tipis dari retina). Pada kondisi
normal, rongga extraseluler retina terkosong berada paling besar kemungkinannya di
daerah macula, dan penyakit yang menyebabkan akumulasi material extraselular
dapat menyababkan penebalan pada daerah ini.6

Pada bagian posterior, retina tidak terdiri dari 10 lapisan. Hal ini untuk
memudahkan sinar dari luar mencapai sel kerucut dan batang. Bagian ini disebut
makula lutea yang pada pemeriksaan funduskopi koroid terlihat lebih jelas karena
tipis adanya refleks fovea karena sinar dipantulkan kembali. Fovea sentral merupakan
bagian retina yang sangat sensitif dan yang akan menghasilkan ketajaman penglihatan
maksimal atau 6/6. Jika terjadi kerusakan pada fovea sentral ini, maka ketajaman
penglihatan sangat menurun karena pasien akan melihat dengan bagian perifer
makula lutea.5

Pada pertengahan bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan,


disebut macula lutea, yang merupakan area retina dengan daya lihat paling jelas.
Secara klinis, makula adalah daerah yang dibatasi oleh arkade-arkade pembuluh
darah retina temporal. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus
optikus, terdapat lekukan, disebut fovea centralis. Secara histologis, fovea ditandai
dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan-lapisan parenkim karena
akson-akson sel fotoreseptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan pengeseran

13
secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola
adalah bagian paling tengah pada fovea, di sini fotoreseptornya adalah sel kerucut,
dan bagian retina paling tipis.6

Retina menerima nutrisi dari dua sistem sirkulasi, yakni pembuluh darah
retina dan uvea atau pembuluh darah koroid. Keduanya berasal dari arteri
ophthalmica yang merupakan cabang pertama dari arteri carotis interna. Cabang
utama dari arteri ophthalmica merupakan arteri retina sentral, arteri siliaris posterior,
dan cabang muskular. Secara khas, dua arteri siliaris posterior ada pada bagian ini,
yakni medial dan lateral, namun kadang-kadang sepertiga arteri siliaris posterior
superior juga dapat terlihat. Arteri siliaris posterior kemudian terbagi menjadi dua
arteri siliaris posterior yang panjang dan menjadi beberapa cabang arteri siliaris
posterior yang pendek.6

Retina menerima suplai perdarahan dari 2 sumber, kapiler Choriocapillaris


yang berada di luar membrana Bruch, yang menyuplai 1/3 retina bagian luar,
termasuk stratum nuclearis externa dan stratum plexiformis externa, fotoreseptor, dan
epitel pigmen retina; dan cabang dari arteri retina sentralis, yang menyuplai 2/3
bagian dalam retina. Fovea disuplai penuh oleh choriocapillaris dan rawan terhadap
kerusakan (irreparable). Vaskularisasi retina memilki endotel non fenestrate yang
membntuk barrier retina darah bagian dalam, Endotel pembuluh darah choroid
merupakan endotel fenestrate. Barrier pembuluh darah luar retina berada di epitel
pigmen retina.6

14
Gambar 3. Funduskopi retina normal.4

3.2 DEFINISI BRANCH RETINAL VEIN OCCLUSION

Oklusi vena retina adalah gangguan vascular retina yang sering terjadi dan
mudah didiagnosis, serta berpotensi menyebabkan kebutaan. Klasifikasi oklusi vena
retina yaitu oklusi vena sentralis retina dan oklusi cabang vena retina. Oklusi cabang
vena retina biasanya terjadi di tempat-tempat persilangan arteriovenous. Salah satu
tanda dari oklusi cabang vena retina adalah adanya penurunan tajam penglihatan.
Ketajaman penglihatan menurun jika terjadi edema pada macula.11

15
Gambar 4. Fundus photograph of left eye showing superotemporal BRVO

with artery over vein. 1

3.3 EPIDEMIOLOGI BRANCH RETINAL VEIN OCCLUSION

BRVO adalah kelainan pada retina yang paling umum terjadi dalam praktek
klinis. Ini adalah penyakit dari kelompok usia tua dengan 90 % dari pasiennya berusia
lebih dari 50 tahun. BRVO secara umum terjadi pada satu mata saja atau unilateral,
namun dari data epidemiologi sebanyak 9% kasus BRVO terjadi pada kedua mata
1
atau bilateral. Prevalensi BRVO 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan CRVO.
Sebanyak 66% kasus BRVO terjadi diquadran supratemporal, sedangkan 22- 43%
terjadi pada inferotemporal quadran. Sebanyak 7% pasien dengan BRVO dapat
mengalami serangan kedua dalam kurun waktu 4 tahun. 3

Sebuah studi tahun 2010 melaporkan prevalensi BRVO menjadi 2,8 per 1000
kejadian pada kulit putih, 3,5 pada orang kulit hitam, 5.0 di Asia, dan 6.0 di Hispanik
Sebuah penelitian kohort populasi menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan
antara pria dan wanita dalam terjadinya BRVO. Prevalensi semua jenis RVO
meningkat dengan usia. Kebanyakan BRVOs terlihat pada pasien berusia lebih dari
50 tahun, dengan tingkat tertinggi terjadinya selama dekade ketujuh dan kedelapan.

16
Stratifikasi usia ini mungkin karena hubungan usia dengan aterosklerosis. Ketika
RVO terlihat pada pasien yang lebih muda, mereka lebih mungkin untuk memiliki
koagulopati yang mendasari terjadinya BRVO, dan pasien lebih muda dari 45-50
tahun yang tidak memiliki faktor risiko kardiovaskular harus diskrining untuk
kelainan koagulopati.8

3.4 ETIOLOGI BRANCH RETINAL VEIN OCCLUSION

Faktor risiko terjadinya BRVO meliputi faktor sistemik dan anatomi lokal.
Faktor risiko sistemik BRVO diantaranya Hipertensi dan kelianan kardiovaskular.
Faktor risiko anatomi lokal penyebab terjadinya BRVO adalah persilangan
arterioveous. Selain faktor risiko sistemik dan kelainan anatomi lokal, penyakit pada
mata termasuk glaukoma dan hyperopia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
BRVO. Tekanan darah tinggi adalah penyebab paling umum untuk BRVO. 1

Faktor-faktor yang menentukan lokasi BRVO termasuk peradangan , kelainan


faktor darah, angulasi, penyempitan pembuluh darah, jumlah persilangan
arteriovenous dan jika letak arteri diatas vena pada pesilangan arterovenous. Adanya
kompresi vena oleh arteri diyakini menjadi penyebab utama terjadinya BRVO.
Kompresi pada vena dapat menyebabkan adanya aliran yang turbulensi di vena.
Adanya turbulensi aliran dipembuluh darah vena menyebabkan terjadinya kerusakan
endotel vascular sehingga menyebabkan terbentuknya trombus intravascular.
Hipertensi, diabetes mellitus, hiperlipidemia dan gangguan hematologis adalah
kondisi sistemik yang berhubungan penting dalam terjadinya BRVO. Adanya
gangguan sistemik tertentu tidak selalu mencerminkan sebab akibat terjadinya oklusi
vena retina, namun dengan adanya faktor sistemik meningkatkan resiko terjadinya
BRVO. 1

17
Tabel 1. Faktor risiko BRVO 2

Tabel 2. Etiologi BRVO dalam persentase. 1

3.5 PATOGENESIS BRANCH RETINAL VEIN OCCLUSION

BRVO sering terjadi pada persilangan arteriovenous. Pengamatan ini


dilakukan oleh Leber, seorang dokter mata Jerman, yang lebih dari 100 tahun yang
lalu menyatakan kerentanan pada persilangan arteriovenous pentingnya
arteriosclerosis dalam patogenesis BRVO. Pengamatan ini telah ditegaskan kembali
oleh studi terbaru. Cabang vena yang mengalami oklusi hampir selalu dapat
ditemukan dekat dengan persilangan arteriovenous. Pada sebagian besar retina
persilangan arteriovenous didapatkan letak arteri anterior untuk vena menuju rongga
vitreous. Pada pengamatan didapatkan pada 30% dari semua pembuluh darah di
retina pada mata yang normal terdapat persilangan arteriovenous. Arteri terletak di

18
atas vena dalam 97% dari persilangan arteriovenous yang menyebabkan terjadinya
BRVO. Sekitar 60% dari persilangan arteriovenous yang normal, arteri terletak
anterior ke vena. Hal ini menyatakan bahwa persimpangan arteri yang terletak
dianterior vena mungkin menjadi salah satu faktor risiko BRVO. Arteri melakukan
tekanan mekanik pada vena dimana hal ini menjadi penyebab utama dalam
patogenesis BRVO. Dua penelitian menemukan bahwa 2,4% BRVO terjadi pada
persilangan arteriovenous. Adanya kompresi pada vena oleh kekakuan arteri dapat
mengakibatkan aliran turbulen, endotel mengalami kerusakan, trombosis dan oklusi. 1
Patogenesis RVO adalah multifaktorial sementara pathogenesis terjadinya
BRVO kemungkinan karena kombinasi dari tiga faktor utama yaitu : kompresi vena
di persilangan arteriovenous ( A / V ), perubahan degeneratif dinding pembuluh darah
dan faktor hematologi yang abnormal. Pada bagian berikut faktor-faktor ini dibahas. 3

Persilangan Arteriovenous
Koyanagi pada tahun 1928 pertama kali melaporkan adanya hubungan
antara BRVO dan persilangan arteriovenous, dan saat ini ditetapkan bahwa
penyempitan mekanik dari lumen vena di persilangan ini berperan dalam patogenesis
BRVO. Faktor anatomi dari adanya persilangan arteriovenous dan efek sekunder dari
arteriosclerosis dapat menjelaskan kerentanan dari terjadinya oklusi vena. Pada
sebagian besar persilangan arteriovenous, vena yang berdinding tipis terletak di
antara arteri yang berdinding tebal dan lebih kaku. Pembagian oleh arteri dan vena
dari selubung adventisia dan penyempitan lumen vena yang biasanya terjadi pada
persilangan arteriovenous menjadi penyebab untuk terjadinya BRVO. Risiko oklusi
dapat meningkat ketika terjadi sclerosis arteriol sehingga terjadi peningkatan
kekakuan arteri pada tempat persilangan. Duker dan Brown memberikan dukungan
teori ini yang secara lebih lanjut meneliti secara mekanik resiko BRVO, mereka
memeriksa anatomi persilangan arteriovenous di lokasi oklusi pada 26 mata dengan

19
BRVO. Ditemukan di semua pasien yang diteliti arteri terletak anterior terhadap vena
(menuju rongga vitreous). 3
Zhao et al. mengevalusi posisi anatomi pembuluh darah pada persilangan
arteriovenous di 106 mata dengan BRVO dan menemukan letak arteri anterior
terhadap vena di 99% dari mata yang terkena. Namun, faktor risiko lain juga
memainkan peranan penting, karena sekitar 60% dari persilangan arteriovenous tidak
menyebabkan BRVO meskipun arteri terletak anterior ke vena. 3

Perubahan Dengeneratif pada Pembuluh Darah Retina


Sejumlah penelitian telah menyelidiki perubahan histologis dinding
pembuluh DARAH di persilangan arteriovenous. Sebuah penelitian oleh Jefferies et
al. menunjukkan bahwa kompresi vena yang diharapkan di persilangan dalam
pandangan histologis tidak ada. Dia menggambarkan lentur dari vena ke dalam
lapisan serat saraf pada saat ini tanpa kompresi. Penelitian histologis dari lumen vena
di persilangan arteriovenous pada pasien dengan jumlah durasi beberapa tahun
mengalami BRVO menunjukkan trombus terorganisir dengan tingkat bervariasi dari
rekanalisasi pada bagian ini. Seitz menggambarkan korelasi histologis klinis di satu
mata dengan BRVO dari beberapa jam setelah onset. Tidak ada trombus pada lumen
vena di persilangan arteriovenous dan bahkan pemeriksaan funduskopi menunjukkan
kuat melebar dan berliku-liku vena distal ke persilangan. Di daerah persilangan
arteriovenous, terjadi perubahan endotel dan intima media. Seitz menunjukkan bahwa
perubahan trofik dari endotelium dan intima media pada vena, karena mereka
mengikuti kompresi dari overlay arteri adalah akar patogenesis BRVO. Pembentukan
trombus berikut sebagai proses sekunder. Temuan Frangieh et al. mendukung
hipotesis ini; 90% dari pasien dalam penelitian mereka memiliki bukti lapisan intima
media yang hipertrofi, dan semua mengalami trombosis intravena.3
Hipertensi sistemik, diabetes mellitus, atherosclerosis, dan merokok
dilaporkan lebih umum pada pasien dengan RVO. Sclerosis dari arteri retina yang

20
berhubungan dengan gangguan sistemik ini dapat mengakibatkan kompresi lebih
lanjut dari vena, ketika kekakuan meningkat dari dinding arteri dan kontraksi
selubung adventisia bersama oleh arteri dan vena terjadi. obstruksi mekanik dari vena
melalui kekakuan arteri di persilangan arteriovenous dapat mengakibatkan aliran
darah turbulen yang menyebabkan kerusakan endotelium dan intima media pada
pembuluh darah vena dan menyebabkan terjadinya oklusi vena. Aliran darah turbulen
dikonfirmasi oleh Christoffersen dan Larsen dalam penelitian yang menganalisis
angiogram fluorescein dari 250 pasien dengan BRVO.3

Gangguan Hematologi
Beberapa penelitian telah mengungkapkan hubungan antara BRVO dan
hiperviskositas karena kadar hemotokrit yang tinggi. Viskositas darah meningkat
dalam kondisi aliran darah yang rendah dan agregasi eritrosit. Viskositas terutama
tergantung pada hematokrit dan fibrinogen plasma. Gangguan hematologi lain
dibahas dalam patogenesis BRVO adalah disregulasi keseimbangan trombosis -
fibrinolisis. Cascade koagulasi termasuk berbagai hasil faktor darah dalam produksi
trombin yang mengkonversi fibrinogen ke fibrin. Koagulasi dihambat oleh
antikoagulan tertentu termasuk protein C, protein S , dan antitrombin. Hasil penelitian
yang diterbitkan, namun, tidak konsisten, dan peran faktor koagulasi dalam
pengembangan RVO masih belum jelas.3

Resistensi terhadap Aktivasi Protein C dan Kekurangan Protein C atau Protein S


Protein C adalah proteinase poten yang diaktifkan dalam menghambat
faktor koagulasi V dan VIII. Faktor V dan VIII adalah bagian dari kaskade koagulasi
mengarah ke konversi fibrinogen menjadi fibrin. Pasien dengan defisiensi protein C
sering menampakkan trombosis vena dangkal dan dalam dan emboli paru. Protein S
dan fosfolipid adalah co-faktor dalam inaktivasi faktor V dan VIII dan diaktivasi oleh
protein C. Pada kekurangan mutlak protein C atau S relatif jarang. Tekeli dan

21
beberapa penulis lain telah melaporkan tingkat normal pada pasien dengan RVO.
Konsep ketahanan terhadap aktivasi protein C (disebut resistensi APC) pertama kali
diperkenalkan oleh Dahlb¨ Jack et al. pada tahun 1993.Rresistensi APC kemudian
terbukti menjadi faktor risiko untuk trombosis vena. Lebih dari 90% pasien dengan
resistensi APC telah menunjukan memiliki mutasi titik tunggal dalam gen faktor V.
Mutasi ini menghambat degradasi faktor V biasanya terjadi melalui protein C.
Beberapa peneliti telah melaporkan peningkatan frekuensi resistensi APC dalam
kelompok pasien dengan RVO, tetapi asosiasi ini belum dikonfirmasi dalam studi
lain. Selain itu, beberapa hasil tidak dapat disimpulkan karena sampel pasien kecil
atau kurangnya kelompok kontrol. Meta-analisis dari Janssen et al. menunjukkan
rasio ganjil untuk faktor V mutasi Leiden pada pasien dengan RVO 1,5 (95% CI 0,8-
3,2). Meskipun bukti pentingnya mutasi Leiden, efek dari gangguan hematologi ini
dalam etiologi RVO hanya marjinal.3
Defisiensi Antithrombin dan Mutasi di Prothrombin Gene
Dalam studi terbaru dari pasien dengan RVO, tidak ditemukan adanya
hubungan yang signifikan dengan defisiensi antitrombin atau dengan mutasi
protrombin.3

Anti-fosfolipid Antibodi dan hyperhomocysteinemia


Antibodi antifosfolipid (APA) terdiri dari kelompok heterogen
imunoglobulin, terutama anticardiolipin antibodi (ACA) dan antikoagulan lupus
(LA). Beredarnya APA mengarah ke keadaan hiperkoagulasi dan trombosis berulang
melalui aktivasi trombosit dan penghambatan jalur antikoagulan alami dengan
mengikat dari membran fosfolipid. Kedua kehadiran LA dan meningkatkan tingkat
ACA berhubungan dengan peningkatan risiko lama trombosis vena. Tingkat yang
lebih tinggi dari asam amino, homocysteine kini berlaku umum menjadi faktor risiko
untuk penyakit vaskular sistemik. Homosistein tampaknya memiliki efek merusak
pada endotel pembuluh darah dan dapat menyebabkan agregasi platelet meningkat

22
dan trombosis. Kadar homosistein dapat ditingkatkan dengan kebiasaan diet, obat-
obatan resep, atau mutasi enzimatik yang mempengaruhi metabolisme homosistein.
Hasil meta-analisis mengkonfirmasi jumlah homocysteine menjadi faktor risiko
independen untuk RVO. Loewenstein et al. menyelidiki prevalensi mutasi genetik
dalam reduktase enzim methylentetrahydrofolate (MTHFR) yang kegiatannya
terganggu dapat menyebabkan hyperhomocysteinemia. Prevalensi mutasi ini secara
signifikan lebih tinggi pada pasien dengan RVO dibandingkan dengan kejadian
MTHFR pada populasi kontrol. Namun, hasil ini tidak dikonfirmasi dalam studi lain.
Meta-analisis Cahill et al. menunjukkan hubungan antara oklusi vaskular retina dan
hyperhomocysteinemia tapi tidak dengan mutasi pada gen untuk MTHFR.3

Patogenesis Edema Makula pada BRVO

Perkembangan edema makula (ME) yang terjadi akibat BRVO telah diduga
disebabkan oleh perpindahan cairan dari pembuluh ke jaringan menurut hukum
Starling, yang didasarkan pada pemecahan barrier pembuluh darah (BRB) sebagai
akibat dari kerusakan sel kapiler endotel, adhesi vitreoretinal, dan sekresi ke dalam
vitreous faktor vasopermeability diproduksi di retina. Pengamatan oleh Noma et al.
menunjukkan bahwa pada pasien dengan BRVO, oklusi vaskular menginduksi
ekspresi vascular faktor pertumbuhan endotel (VEGF) dan Interleukin-6 (IL-6),
mengakibatkan BRB mengalami kerusakan dan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah. Dengan demikian, VEGF dan IL-6 dapat berkontribusi pada pengembangan
dan perkembangan vasogenik ME di BRVO. ME sangat erat kaitannya dengan
hipoksia retina, dan tingkat hipoksia di pusat makula sesuai dengan penurunan
ketajaman visual (VA). Jika hipoksia berlanjut, terjadi perubahan struktural
ireversibel dalam macula dan tpenurunan tajam penglihatanhampir selalu terjadi.
Secara umum diketahui bahwa ME dan perdarahan intraretinal terjadi di BRVO
biasanya hilang dalam waktu 6 sampai 12 bulan.3

23
3.6 MANIFESTASI KLINIS BRANCH RETINAL VEIN OCCLUSION

Gejala dari BRVO adalah adanya blind spot ataupun penurunan tajam
penglihatan yang biasanya terjadi pada salah satu mata saja atau unilateral.7
Anamnesis pasien BRVO fokus pada waktu, tingkat keparahan, dan karakter dari
kehilangan penglihatan, ada atau tidak adanya trauma, unilateral atau bilateral, dan
gejala terkait. Hal lain yang juga penting untuk ditanyakan yaitu faktor-faktor risiko. 8

BRVO mungkin tanpa gejala dan terdeteksi kebetulan pada pemeriksaan


funduskopi, atau pasien mungkin mengeluh relatif skotoma atau bidang penglihatan
kabur, klasik memburuk selama jam sampai hitungan hari.8

Tanda dari BRVO adalah :

1. Perdarahan superfisial pada retina sepanjang vena retina. Perdarahan


biasanya tidak melebihi daris tengah.
2. Cotton wool spots.
3. Edema retina.
4. Neovaskularisasi retina.
5. Perdarahan vitreus.
6. Penyempitan dan selubung arteri yang berdekatan.8

Gambar 5. Fundus photograph of left eye showing superotemporal BRVO

with artery over vein. 1

24
Gambar 6. Fundus photograph of left eye showing infratemporal BRVO

with vein over artery. 1

3.7 DIAGNOSIS BRANCH RETINAL VEIN OCCLUSION

Secara umum, diagnosis BRVO bukan masalah besar karena fitur klasik.
Kebanyakan BRVO bisa tanpa gejala atau dengan pandangan kabur yang biasanya
melibatkan sektor bidang visual yang sesuai dengan daerah retina yang terlibat. Pada
makula BRVO, selalu ada gangguan visual sentral dengan penglihatan perifer normal.
Akut BRVO menyajikan fitur klinis yang khas dengan berbentuk api, dot dan blot
perdarahan, lembut dan eksudat keras, edema retina, dan melebar, vena berliku-liku
dalam distribusi segmental. Tanda-tanda oklusi adalah selubung pembuluh darah dan
adanya kolateral vena.3

Gejala dari BRVO adalah adanya blind spot ataupun penurunan tajam
penglihatan yang biasanya terjadi pada salah satu mata saja atau unilateral. 8 Tanda
dari BRVO adalah :

1) Perdarahan superfisial pada retina sepanjang vena retina. Perdarahan biasanya


tidak melebihi daris tengah.

25
2) Cotton wool spots.
3) Edema retina.
4) Neovaskularisasi retina.
5) Perdarahan vitreus.
6) Penyempitan dan selubung arteri yang berdekatan.8

Gambar 7. Perdarahan pada retina akibat BRVO.9

Gambar 8. Perdarahan dan edema pada retina. 10

26
Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan klinis dengan slit lamp dan
funduskopi yang sebelumnya dilakukan midriasis. Tajam penglihatan pentingnya
untuk prognosis visual yang di masa depan. BRVO sering mengarah ke zona non-
perfusi retina di daerah oklusi. Fluorescein angiography sangat berguna dalam
menentukan sejauh mana ME dan iskemia, meskipun daerah iskemik sering
dikaburkan oleh kehadiran perdarahan intraretinal. Neovaskularisasi retina terjadi
pada 36% dari mata dengan luas non-perfusi lebih besar dari 5 diameter disc. RVO
dikaitkan dengan peningkatan penyebab kematian vaskular (baik otak dan jantung) di
studi prospektif tindak lanjut yang besar. Pada semua pasien dengan RVO, yang
faktor sistemik risiko (hipertensi, diabetes mellitus, gangguan lipid darah) harus
diselidiki dan dikelola oleh spesialis yang tepat.7

3.8 DIAGNOSIS BANDING BRANCH RETINAL VEIN OCCLUSION

Diagnosis banding dari branch retinal vein occlusion adalah :8

1. Hypertensive retinopathy
2. Ocular ischemic syndrome
3. Radiation retinopathy
4. Retinal Artery Occlusion
5. Retinal Detachment
6. Temporal Arteritis
7. Vitreous Hemorrhage in Emergency Medicine

3.9 TATA LAKSANA BRANCH RETINAL VEIN OCCLUSION

Terapi untuk RVO dimasa lalu digunakan untuk semua jenis oklusi vena
retina ( cabang, pusat dan hemi - tengah retina). Manajemen saat ini didasarkan pada
rekomendasi dari studi BRVO dan teknik bedah. Pilihan pengobatan pada BRVO

27
juga mengobati etiologi yang mendasari BRVO. Fokus pengangan BRVO yaitu pada
pengobatan gejala sisa dari oklusi cabang vena seperti edema macula dan perdarahan
vitreous.1

Terapi Bedah

Sheathotomy, teknik bedah untuk memisahkan pembuluh darah yang berada


di persilangan arteriovenous telah dikembangkan untuk mengobati edema makula
dalam upaya untuk meningkatkan ketajaman visual. Pembedahan selubung adventisia
dengan pemisahan arteri dari vena di persilangan arteriovenous retina yang
mengalami oklusi bisa megembalikan kestabilan aliran darah retina dengan
pengurangan edema makula. Sheathotomy arterivenous menyebabkan peningkatan
sementara dari aliran darah retina namun efektif dalam mengurangi edema makula.1

Adanya kolaterah pembuluh darah di cabang oklusi vena retina memiliki efek
menguntungkan pada prognosis visual. Argonlaser-photocoagulation dapat mencegah
dan mengatasi neo-vascularitation. Penggunaan dari intra vitreous triamcinolone
acetonide semakin digunakan untuk pengobatan makula edema yang tidak responsif
terhadap terapi laser. Dua atau empat miligram (0,05 atau 0,1 ml, masing-masing)
dari triamsinolon acetonide (Kenalog, Bristol-Myers Squibb) disuntikkan melalui
pars rendah plana dalam kondisi steril. Penggunaan thrombolytic secara sistemik
terbatas karena efek samping yang serius tetapi mungkin membantu ketika
disuntikkan secara intra-okular.1

Perawatan Medis

Perawatan medis dari oklusi vena retina terdiri dari tiga tahap utama:1

• Identifikasi dan terapi faktor risiko yang terdeteksi,

• Pengobatan spesifik ditujukan pada bentuk oklusif dan

• Terapi komplikasi oklusi vena retina.1

28
BRVO adalah suatu kondisi yang dapat secara signifikan diobati dengan
pengobatan modern. Pilihan pengobatan yang terbaik hanya dapat dilakukan dan
bergantung pada kondisi individual di mana pola klinis dan durasi lamanya penyakit
dan kemudian opsi yang dibahas dalam semua temuan klinis.10

Manajemen dapat berkisar dari periode pengamatan melalui operasi. Hal ini
termasuk:10

1. Observasi:

Pada banyak pasien, observasi adalah pendekatan yang terbaik selama


beberapa bulan untuk menentukan apakah oklusi akan mulai dikompensasi
sendiri dengan menciptakan 'saluran memotong' sehingga darah dapat
mengalir keluar dari mata lagi. Kadang-kadang oklusi dapat dikurangi jika
tekanan darah tinggi terkontrol.10

2. Laser

Laser adalah pilihan pengobatan tradisional untuk sirkulasi yang


buruk. Perawatan laser melibatkan prosedur di mana lampu berkedip terang
digunakan untuk cauterise pembuluh darah dan memfasilitasi pengeringan
cairan dengan membuat saluran keluar sedikit. Perawatan laser dapat sangat
efektif dalam oklusi cabang vena yang sederhana terutama jika tidak terlalu
banyak perdarahan retina. Perdarahan mencegah kerja laser. Dengan
demikian, kadang-kadang perlu waktu lama untuk menunda perawatan laser
sampai perdarahan berkurang. Sayangnya hal ini, berpengaruh terhadap tajam
penglihatan dan juga meningkatkan prospek penurunan visual yang permanen.
Hal yang baik tentang perawatan laser adalah bahwa hampir tidak ada efek
samping yang langsung terjadi. Bagaimanapun efektifitas ini hanya terjadi
pada sekelompok kecil pasien dengan oklusi vena cabang.10

29
3. Triamcinolone

Terapi yang sangat efektif di mana masalah utama adalah retina


bengkak 'edema makula'. Sifat anti-inflamasi dari Triamcinolone yang
mengurangi pembengkakan dan memungkinkan pembuluh darah untuk
memulai perbaikan. Efek samping dari suntikan ini berpotensi terjadinya
infeksi (mungkin dua per seribu mengalami infeksi yang disebut
endophthalmitis), sekitar 40% akan memiliki elevasi ringan tekanan
intraokular tetapi hanya sekitar 20% akan membutuhkan control tekanan
selama beberapa bulan. Sebuah efek samping yang sangat umum yaitu
meningkatnya kecepatan pembentukan katarak. Sebuah katarak dapat
disembuhkan dengan operasi rutin.10

4. Avastin

Sebuah obat baru yang terutama digunakan untuk degenerasi makula.


Hal ini sangat efektif dalam mengurangi retina bengkak 'edema makula'.
Belum ada studi jangka panjang pada obat ini tetapi telah digunakan secara
rutin oleh Dr Heriot dan di seluruh dunia selama lebih dari dua tahun hingga
saat ini tanpa efek samping jangka panjang yang dilaporkan. Satu-satunya
efek samping yaitu peradangan di mata yang berlangsung seminggu sampai
sepuluh hari. Penglihatan mungkin kabur atau berkabut selama beberapa
waktu.10

5. Bedah

Sebuah terobosan dalam manajemen adalah prosedur yang disebut


vitrectomy dengan atau tanpa "sheathotomy" dimana crimping arteri /
memblokir vena dilepaskan dengan pembedahan sehingga aliran darah
melalui pembuluh darah dapat dimulai kembali yang memungkinkan retina
untuk memulai pemulihan. Efek samping jangka panjang operasi adalah
pembentukan katarak pada orang tua. Risiko lain seperti infeksi, dll sangat

30
rendah dan terjadi pada 1:5000. Prosedur ini dilakukan di ruang operasi di
bawah anestesi lokal dengan sedasi.10

3.10 PROGNOSIS BRANCH RETINAL VEIN OCCLUSION

Secara umum, BRVO memiliki prognosis yang baik: 50-60% dilaporkan


memiliki ketajaman visual akhir (VA) 20/40 atau lebih baik bahkan tanpa
pengobatan. Salah satu faktor prognostik penting bagi VA akhir yaitu tajam
penglihatan awal.3

Hasil akhir tajam penglihatan pasien yang mengalami BRVO


didokumentasikan dengan baik. Secara umum, BRVO memiliki prognosis yang baik:
50-60% dilaporkan memiliki VA akhir dari 20/40 atau lebih baik bahkan tanpa
pengobatan. Prognosis BRVO ditentukan oleh faktor tempat terjadinya BRVO,
derajat oklusi, integritas perfusi arteri ke sektor yang terkena dampak, dan efisiensi
sirkulasi kolateral. ME kronis dan perdarahan ke dalam vitreous dari neovaskularisasi
paling sering untuk VA akhir yang buruk. Neovaskularisasi retina menjadi
berkembang sebanyak 25%. Gutman et al. menemukan bahwa dalam perjalanan
alami BRVO, hanya 14% dari mata dengan ME kronis yang mempertahankan VA
dari 20/40 atau lebih baik, sementara 86% memiliki VA akhir dari 20/50 atau lebih
buruk. Dia menyimpulkan bahwa ME kronis memiliki prognosis yang buruk dalam
hal VA akhir. Schilling et al. mengamati prognosis visual yang buruk dalam kasus
iskemik ME dibandingkan dengan perfusi ME. Namun, temuan Finkelstein
menunjukkan bahwa 91% dari 23 mata dengan makula iskemia pulih penglihatannya
dalam satu tahun dengan VA dari 20/40 atau lebih baik.3

VA adalah indikator yang sangat sensitif dari situasi oksigen dalam makula.
Untuk alasan ini, pra-perawatan VA mungkin merupakan faktor prognostik penting.
Enam penelitian menganalisis hubungan antara awal dan akhir VA ditemukan lima
yang digunakan dalam analisis data dengan memuaskan yaitu VA akhir (20/200 atau
lebih buruk) dalam kaitannya dengan inisial VA. Ada 2 kelompok; pertama terdiri

31
dari mata dengan VA awal 20/50 atau lebih baik dan kelompok kedua mata dengan
VA awal 20/200 atau lebih buruk. Pada kelompok kedua ditemukan persentase jauh
lebih tinggi dari mata dengan VA akhir dari 20/200 atau lebih buruk, terlepas apakah
mata telah menjalani perawatan laser atau tidak. Karena ada yang berbeda dibagi
subkelompok untuk akhir VA.3

Magargal et al. menyelidiki prognosis visual dalam 246 mata dengan BRVO
dibagi menjadi dua kelompok: dengan dan tanpa perawatan laser. Dari analisis
diperoleh bahwa pada kelompok mata dengan awal VA 20/50 atau lebih baik, tidak
ada mata (tidak menerima perawatan laser) dan hanya 13% mata (telah menjalani
perawatan laser) memiliki VA akhir dari 20/200 atau lebih buruk, sedangkan pada
kelompok mata dengan (perawatan laser telah menjalani) awal VA 20/200 atau lebih
buruk, 83% dari mata (tidak menerima perawatan laser) dan 50% dari mata memiliki
akhir VA tidak memuaskan ini. Dalam cara yang analog, data untuk final VA 20/50
atau lebih baik dalam kaitannya dengan VA awal. Kita bisa melihat bahwa dalam
kelompok mata dengan VA awal 20/50 atau lebih baik, 89% dari mata (tidak
menerima perawatan laser), dan 75% dari mata (telah menjalani perawatan laser)
ditahan VA baik ini, sedangkan pada kelompok mata dengan awal VA 20/200 atau
lebih buruk, hanya 14% dari mata (tidak menerima perawatan laser) dan hanya 22%
dari mata (telah menjalani perawatan laser) memiliki akhir VA 20/50 atau lebih baik.
Analisis kami menunjukkan bahwa di mata dengan awal VA 20/50 atau lebih baik,
prognosis visual yang baik bahkan tanpa pengobatan.3

Hal ini juga dapat disimpulkan bahwa kasus BRVO dengan VA awal 20/200
atau lebih buruk memiliki prognosis statistik signifikan lebih buruk tajam
penglihatannya dibandingkan mereka dengan VA awal 20/50 atau lebih baik.
Subramanian et al. menunjukkan bahwa pada pasien dengan BRVO yang menjalani
perawatan laser ME, tingkat pra-operasi VA dapat menjadi prediktor yang berguna
dari hasil visual.3

32
3.11 KOMPLIKASI BRANCH RETINAL VEIN OCCLUSION

Komplikasi BRVO termasuk edema makula, maculopathy iskemik,


neovaskularisasi retina, pembentukan microaneurysm, telangiectasia retina, ablasi
retina, dan perdarahan vitreous. Edema makula cystoid adalah komplikasi yang
membahayakan penglihatan pada penderita BRVO. Dalam sebuah studi dari 109
kasus BRVO, 90% dari mereka dengan BRVO dan 97% dari mereka dengan makula
BRVO memiliki edema makula cystoid. Meskipun BRVO dan edema makula dapat
sembuh secara spontan dalam waktu satu tahun dalam 50% dari kasus, Hipoksia
berkepanjangan terkait dengan edema dapat menghasilkan pengurangan ketajaman
visual ireversibel. Tingkat edema makula dapat dengan cepat dinilai dengan
ketebalan analyzer retina.2

Aterosklerosis menyebabkan hipoksia dan hipoksia jaringan mengaktifkan


hypoxia-inducible factor-1a cascade. Faktor ini meregulasi endothilin-1 dan faktor
pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), yang meningkatkan permeabilitas endotel
dan memberikan kontribusi pada kerusakan sawar darah-retina, menyebabkan edema
makula dan pembentukan eksudat. Peningkatan kadar VEGF dan interleukin-6 telah
ditemukan berkorelasi positif dengan tingkat keparahan edema makula di BRVO dan
ukuran daerah nonperfusion. VEGF mRNA ditemukan untuk diregulasi dalam sel
dari neuroretina hingga 3 hari pasca-BRVO dalam model tikus dan di hari ke-7 dalam
model tikus. Hal ini diikuti oleh peningkatan regulasi tertunda pigmen-epitel faktor
turunan. Berbagai faktor proinflamasi, seperti interleukin-8 dan monosit
chemoattractant protein-1, juga telah ditemukan meningkat dalam vitreousfluid, yang
dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dan peningkatan
permeabilitas endotel penghalang retina-darah dan dengan demikian terjadi edema.
Pengurangan pengeluaran cairan vitreous juga dapat menyebabkan edema makula.
Clearance dilakukan oleh sel-sel glial Mülle dan sel epitel pigmen retina. Dalam
model tikus BRVO, sel Müller menjadi disfungsional. Mereka ditampilkan reaksi
gliosis mengakibatkan inaktivasi saluran kalium, menyebabkan akumulasi interstitial

33
ion kalium dan uncoupling dari aquaporin-4 transportasi air dari arus kalium,
sehingga mengurangi penyerapan cairan melalui aquaporin-4 saluran dalam sel
Müller.2

Mekanisme patogenetik lain untuk edema makula tampaknya terjadi karena


hukum Starling, yang mendalilkan bahwa cairan akan bocor keluar dari pembuluh
karena peningkatan tekanan filtrasi bersih saat setelah tekanan hidrostatik meningkat
pada venula karena oklusi. Finkelstein dibagi macular edema menjadi perfusi dan
tidak lengkap perfusi, menunjukkan prognosis ketajaman visual yang lebih baik di
nonperfused (iskemik) edema makula. Selain itu, Noma et al menemukan bahwa
tingkat vitreous VEGF dan larut VEGF-2, yang berhubungan dengan permeabilitas
vaskuler, meningkat pada edema makula dan berkorelasi bahwa dengan tingkat
keparahannya.2

Penyebab umum untuk berkurangnya tajam penglihatan adalah akibat edema


makula kronis. Selain itu tajam penglihatan juga dapat berkurang akibat perdarahan
vitreous disebabkan oleh pembentukan pembuluh darah baru. kadar VEGF meningkat
akan merangsang neovaskularisasi. Sebuah studi Korea Selatan menemukan bahwa
3,9% dari 308 pasien mengembangkan neovaskularisasi, yang terjadi lebih sering
pada pasien BRVO dengan afilling cacat dalam arteri cabang utama; 21,4% dari
kelompok ini ditampilkan neovaskularisasi. Disk perdarahan telah dicatat di BRVO,
yang mungkin lebih umum pada pasien yang menderita ketegangan glaukoma
normal. Penting untuk dicatat bahwa, dalam BRVO, glaukoma neovascular jarang
terjadi. Selanjutnya, neovaskularisasi retina dapat menyebabkan traksi vitreous dan
air mata retina. Bukti traksi vitreous extrafoveal dan traksi vitreous di lokasi oklusi
dapat juga ditemukan dalam kasus BRVO.2

Dalam sebuah studi dari 109 pasien, ablasi retina lebih umum pada BRVO
dari makula BRVO dengan 44 dari 70 kasus (63%) di BRVO besar dibandingkan
dengan 8 dari 39 kasus (21%) di makula BRVO. Studi retrospektif lain dari 111

34
pasien menunjukkan 20% pasien terjadi ablasi retina. Kadar VEGF meningkat telah
ditemukan terkait dengan kemungkinan ablasi retina serosa. Rhegmatogenous ablasi
retina terjadi kurang umum dari ablasi retina serosa, dengan satu studi retrospektif
melaporkan kejadian 1,3% rhegmatogenous retinal detachment dari total kejadian.2

35
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien atas nama Tn. B 52 tahun datang ke RSUD Raden Mattaher dengan
keluhan mata kiri kabur ± 2 minggu SMRS. Keluhan awalnya dirasakan saat pasien
bekerja pada siang hari, mata kiri tiba-tiba terasa kabur dan pasien mengatakan
pandangan pada mata kiri seperti terhalang bayangan hitam pada bagian bawah mata.
Saat keluhan muncul tidak disertai dengan nyeri pada mata dan sakit kepala. Keluhan
juga tidak disertai dengan mata merah, berair, dan perasaan melihat silau atau cahaya.
Riwayat trauma kepala disangkal. Riwayat hipertensi, penyakit jantung dan diabetes
mellitus disangkal.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa BRVO secara umum
terjadi pada satu mata saja atau unilateral, Kebanyakan BRVOs terlihat pada pasien
berusia lebih dari 50 tahun, Faktor risiko terjadinya BRVO meliputi faktor sistemik
dan anatomi lokal. Faktor risiko sistemik BRVO diantaranya Hipertensi dan kelianan
kardiovaskular. Gejala dari BRVO adalah adanya blind spot ataupun penurunan tajam
penglihatan yang biasanya terjadi pada salah satu mata saja atau unilateral. Pasien
mungkin mengeluh relatif skotoma atau bidang penglihatan kabur, klasik memburuk
selama jam sampai hitungan hari.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan pasien ini


didiagnosis BRVO. Penyebab terjadinya BRVO adalah kelainan sistemik dan adanya
kelainan anastomosis pada pembuluh darah retina, sehingga pasa pasien ini
dianjurkan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui penyebab terjadinya oklusi
pada vena retina.
Penatalaksanaan pada pasien ini berupa terapi non farmakologi yaitu memberi
penjelasan kepada pasien mengenai penyebab, perjalanan penyakit serta komplikasi
yang dapat terjadi, serta menganjurkan pasien untuk memulai pola hidup sehat
dengan makan makanan seimbang dan olahraga teratur serta rajin kontrol untuk

36
mengevaluasi faktor resiko penyebab penyakit pada pasien, dan terapi farmakologi
yaitu tetes mata prednisone 1-2 tetes diteteskan pada mata kiri 2-4 kali sehari. Hal ini
sesuai dengan teori penatalaksanaan BRVO, yaitu pengobatan terpenting adalah
mengatasi dari penyakit penyebab terjadinya oklusi vena retina. Obat yang dapat
diberikan untuk mengurangi gejala dapat berupa tetes mata kortikosteroid ataupun
injeksi steroid agar dapat mengurangi pembengkakan dan memungkinkan pembuluh
darah untuk memulai perbaikan.

37
BAB V
KESIMPULAN

Oklusi vena retina merupakan salah satu jenis penyakit vaskuler yang terdapat
pada retina. Oklusi vena retina ini lebih sering terjadi pada orang yang berusia 40
tahun ke atas. Adapun oklusi vena retina dibagi menjadi oklusi vena retina sentral dan
oklusi vena retina cabang. Selain itu, oklusi vena retina masih dapat dibagi lagi
menjadi oklusi iskemik maupun noniskemik. Pembagian ini dilakukan berdasarkan
perbedaan gambaran funduskopi pada pasien dengan oklusi vena retina.

Oklusi vena retina cabang dapat disebabkan oleh anatomi dipersilangan


arteriovenous, pengaruh lokal yakni trauma, glaukoma dan lesi struktur orbita; dan
juga sistemik, di antaranya yakni hipertensi, atherosklerosis, dan diabetes mellitus.

Gejala klinis oklusi cabang vena retina yaitu adanya peurunan tajam
penglihatan pada salah satu mata. Penurunan tajam penglihatan diakibatkan oleh
adanya edema pada macula. Tatalaksana utama dari oklusi vena retina adalah
mengatasi penyakit yang mendasari terjadinya oklusi, mencegah oklusi berlanjut ke
mata sebelah yang masih sehat, dan mencegah terjadinya komplikasi.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Hamid S, Sajid A.M and Ishrat S. Etiology and Management of Branch


Retinal Vein Occlusion. World Appl. Sci. J. 2009; 6 (1): 94-99.
2. Jaulim A, et al. Branch Retinal Vein Occlusion Epidemiology,
Pathogenesis, Risk Factors, Clinical Features, Diagnosis, and
Complications. An Update of the Literature. The Journal of Retinal and
Vitreous Disease. 2013; 33 (5): 901 – 910.
3. Rehak J and M. Rehak. Branch Retinal Vein Occlusion: Pathogenesis,
Visual Prognosis, and Treatment Modalities. Current Eye Research. 2008;
33 (2): 111-13
4. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penuntun Skill Lab: Pemeriksaan
Pada Sistem Indera Khusus. (online)
http://repository.unand.ac.id/15477/4/Penuntun_Skills_Lab_ok.pdf. 2011.
Diakses tanggal 31 Maret 2016.
5. Ilyas S, Yulianti SR. Anatomi dan Fisiologi Mata, dalam Ilmu Penyakit
Mata. 2013. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Hal 10-11.
6. Paul R. Anatomi Dan Embriologi Mata. Dalam: Vaughan & Asbury.
Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC. 2009. Hal 7, 12 - 14.
7. Derek Y, et al. Branch Retinal Vein Occlusion. In: The Wills Eye Manual 4
Ed. Lippincott Williams & Wilkins. 2004; 11 (8): 258.
8. Borke J, et al. Retinal Vein Occlusion. (online)
http://emedicine.medscape.com/article/798583-overview. 2015. Diakses
tanggal 31 Maret 2016.
9. American Academy of Ophthalmology. Retinal Vein Occlusion. (online)
http://uthscsa.edu/eye/PDFs/Retinal_vein_occlusion.pdf. 2010. Diakses tanggal
31 Maret 2016.

39
10. Eye Surgery Associates. Branch Retinal Vein Occlusion (BRVO). (online)
http://www.eyesurgery.com.au/wp-content/uploads/2013/03/Branch-Retinal-Vein-
Occlusion-BRVO-Patient-Information-2013.pdf. 2007. Diakses tanggal 31
Maret 2016.
11. Fletcher C. E, et al. Retina. Dalam: Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum
Edisi 17. Jakarta: EGC. 2009. Hal 193-194.

40

Vous aimerez peut-être aussi