Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
I. Definisi
Cerebral Toxoplasmosis adalah infeksi otak oleh parasit toxoplasma gondii; terjadi
pada pasien AIDS sebagai akibat reaktifitasi infeksi otak laten yang disebabkan oleh parasit
spesifik ; dugaan diagnosis dapat didasarkan pada respon terhadap empiris dengan
II. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi zat anti T. gondii berbeda di berbagai daerah geografik, seperti pada
ketinggian yang berbeda di daerah rendah prevalensi zat anti lebih tinggi dibandingkan
dengan daerah yang tinggi. Prevalensi zat anti ini juga lebih tinggi di daerah tropik.Pada
umumnya prevalensi zat anti T. gondii yang positif meningkat sesuai dengan umur, tidak ada
perbedaan antara pria dan wanita. Anjing sebagai sumber infeksi mendapatkan infeksi dari
makan tinja kucing atau bergulingan pada tanah yang mengandung tinja kucing, yang
merupakan instrumen penyebaran secara mekanis dari infeksi T. gondii. Lalat dan kecoa
secara praktis juga penting dalam penyebarannya.[9]
Di Indonesia, prevalensi zat anti T. gondii pada hewan adalah sebagai berikut:
kucing 35-73 %,
babi 11-36 %,
kambing 11-61 %
anjing 75 %
ternak lain kurang dari 10 % .[9]
III. ETIOLOGI
Disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa olehkucing, burung dan
hewan lainyang dapat ditemukan pada tanahyang tercemar oleh tinja kucing dan kadang pada
daging mentahataukurang matang. Apabila parasit masuk ke dalam sistemkekebalan, ia
menetap di dalamtubuhtetapi sistem kekebalan pada orangyang sehat dapat melawan parasit
tersebut hingga tuntasdandapatmencegah penyakit. Transmisi pada manusia terutama terjadi
bilamemakan daging babi atau domba yang mentahyang mengandungoocyst (bentuk infektif
dari T.gondii). Bisa juga dari sayur yangterkontaminasi ataukontak langsung dengan feses
kucing. Selain itudapat terjadi transmisi lewat transplasental, transfusidarah, dantransplantasi
organ. Infeksi akut pada individu yangimmunokompeten biasanya asimptomatik. Pada
manusia denganimunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dariinfeksilaten. Yang
akan mengakibatkan timbulnya infeksiopportunistik dengan predileksi di otak.[6]
Gambar 1 : Siklus Hidup Toxoplasmosis
Siklus Hidup dan Morfologi Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii terdapat dalam 3 bentuk yaitu bentuktrofozoit, kista, danOokista:
Tachyzoit berbentuk oval dengan ukuran 3-7 um, dapatmenginvasi semua sel
mamalia yang memiliki inti sel.Dapat ditemukan dalam jaringan selama masa akut
dariinfeksi. Bila infeksi menjadi kronis tachyzoit dalamjaringan akan membelah
secara lambat dan disebutbradizoit.[6]
Gambar 2: Tachyzoit
Bentuk kedua adalah kista yang terdapat dalam jaringandengan jumlah ribuan
berukuran 10-100 um. Kistapenting untuk transmisi dan paling banyak terdapatdalam
otot rangka, otot jantung dan susunan syarafpusat.[6]
Gambar 3 : Kista
Bentuk yang ke tiga adalah bentuk Ookista yangberukuran 10-12 um. Ookista
terbentuk di sel mukosausus kucing dan dikeluarkan bersamaan dengan feceskucing.
Dalam epitel usus kucing berlangsung siklusaseksual atau schizogoni dan siklus atau
gametogenidan sporogoni. Yang menghasilkan ookista dan dikeluarkan bersama feces
kucing. Kucing yangmengandung toxoplasma gondii dalam sekali ekskresiakan
mengeluarkan jutaan ookista. Bila ookista initertelan oleh pejamu perantara seperti
manusia, sapi,kambing atau kucing maka pada berbagai jaringanpejamu perantara
akan dibentuk kelompok-kelompoktrofozoit yang membelah secara aktif. Pada
pejamuperantara tidak dibentuk stadium seksual tetapidibentuk stadium istirahat yaitu
kista. Bila kucing makantikus yang mengandung kista maka terbentuk
kembalistadium seksual di dalam usus halus kucing tersebut.[6]
Gambar4:Ookista
IV. PATOMEKANISME
Penularanpadamanusia dimulaidengan tertelannya tissue cyst atau oocyst diikuti oleh
terinfeksinyasel epitel usus halus oleh bradyzoites atau sporozoites secaraberturut-turut.
Setelah bertransformasi menjadi tachyzoites,organisme ini menyebar ke seluruh tubuh lewat
peredaran darahatau limfatik. Parasit ini berubah bentuk menjadi tissue cysts begitumencapai
jaringan perifer. Bentuk ini dapat bertahan sepanjanghidup pejamu,danberpredileksi untuk
menetap pada otak,myocardium, paru, otot skeletal dan retina.
Pada manusiadengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dariinfeksi
laten yang akan mengakibatkan timbulnya infeksioportunistik denganpredileksi di otak.
Tissue cyst menjadi rupturdan melepaskan invasive tropozoit (takizoit). Takisoit ini
akanmenghancurkan sel dan menyebabkan focus nekrosis.[5][8]
Ookista (Daging mentah)
Tachyzoit (usus)
Imune Respon
Immunocompromized
→reaktivasi
Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapatmenjadi prediktor
kemungkinan adanya infeksi oportunistik. HIV secara signifikan berdampak pada kapasitas
fungsionaldankualitas kekebalan tubuh. HIV mempunyai target sel utamayaitu sel limfosit
T4, yang mempunyai reseptor CD4. Beberapa sel lain yangjuga mempunyai reseptor CD4
adalah : sel monosit, selmakrofag, sel folikular dendritik, sel retina, sel leher rahim, dan
sellangerhans. Infeksi limfosit CD4 oleh HIV dimediasi oleh perlekatanvirus kepermukaan
sel reseptor CD4, yang menyebabkan kematianseldengan meningkatkan tingkat
apoptosispada sel yangterinfeksi. Selain menyerang sistem kekebalan tubuh, infeksi HIV
jugaberdampak pada sistem saraf dandapat mengakibatkan kelainanpada saraf. Infeksi
oportunistik dapat terjadi akibat penurunankekebalantubuh pada penderita HIV/AIDS. Infeksi
tersebudapatmenyerang sistem saraf yang membahayakanfungsi dan kesehatanselsaraf.
Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistikseperti toxoplasmosissangat
kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4; kegagalan produksi IL-2, IL-12, dan IFN-
gamma; kegagalanaktivitas Limfosit T sitokin. Sel-sel dari pasien yang terinfeksi
HIVmenunjukkan penurunan produksi IL-12 dan IFN-gamma secara invitro danpenurunan
ekspresi dari CD 154 sebagai respon terhadapT gondii.[10][16]
Tachyzoit
ekspresi CD154
IL-12
Sel T→INF-y
Respon antitoxoplasmik
Gambar5 :ResponImun
V. GAMBARAN KLINIS
Gejala toxoplasmosis cerebral tidak bersifat spesifik dan agak sulit untuk dibedakan
dengan penyakit lain seperti lymphoma, tuberculosis dan infeksi HIV akut. Toksoplasmosis
dapatan tidak diketahui karena jarang menimbulkan gejala. Gejala yang ditemui pada dewasa
maupun anak-anak umumnya ringan.
Apabila menimbulkan gejala, maka gejalanya tidak khas seperti demam, nyeri otot,
sakit tenggorokan, nyeri dan ada pembesaran kelenjar limfe servikalis posterior,
supraklavikula dan suoksiput. Pada infeksi berat, meskipun jarang, dapat terjadi sefalgia,
muntah, depresi, nyeri otot, pneumonia, hepatitis, miokarditis, ensefalitis, delirium dan dapat
terjadi kejang.[4]
Gejala-gejala klinis pada toksoplasmosis pada umumnya sesuai dengan kelainan
patologi yang terjadi dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu gejala-gejala klinis pada
toksoplasmosis congenital dan toksoplasmosis didapat.
Toksoplasmosis serebral sering muncul dengan onset subakut dengan gejala fokal
nerologik. Walaubagaimanapun, terdapat juga onset yang tiba-tiba disertai kejang atau
pendarahan serebral. Hemiparesis dan gangguan percakapan sering ditemui sebagai gejala
klinis awal.
Keterlibatan batang otak bisa menghasilkan lesi saraf cranial dan pasien akan
mempamerkan disfungsi serebral seperti disorientasi, kesadaran menurun, lelah atau koma.
Pengibatan medulla spinalis akan menghasilkan gangguan motorik dan sensorik bagi
beberapa anggota badan serta kantung kemih atau kesakitan fokal.[4]
VI. DIAGNOSIS
Pada pemeriksaan serologi didapatkan seropositif dari anti-T gondii IgG dan IgM.
Pemeriksaan yang sudah menjadi standar emas untuk mendeteksi titer IgG dan IgM T gondii
yang biasa dilakukan adalah dengan Sabin-Feldman dye test, tapi pemeriksaan ini tidak
tersedia di Indonesia. Deteksi antibodi juga dapat dilakukan dengan indirect fluorescent
antibody (IFA), agglutinasi, atau enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Titer IgG
mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah infeksi kemudian bertahan seumur hidup. Anti
bodi IgM hilang dalam beberapa minggu setelah infeksi.[13][15]
Toxoplasmosis juga dapat didiagnosis dengan isolasi T gondii dari kultur cairan tubuh
atau spesimen biopsi jaringan tapi diperlukan waktu lebih dari 6 minggu untuk mendapatkan
hasil kultur. Diagnosis pasti dari toxoplasmosis adalah dengan biopsi otak, tapi karena
keterbatasan fasilitas, waktu dan dana sering biosi otak ini tidak dilakukan. Upaya isolasi
parasit dapat dilakukan dengan inokulasi mouse atau inokulasi dalam jaringan kultur sel dari
hampir semua jaringan manusia atau cairan tubuh. Pasien dengan toxoplasmosis cerebral
ditemukan histopatologitachyzoitpadajaringanotak.[1][15]
VII. PENATALAKSANAAN
Terapi utama pada toxoplasmosis serebral akut ialah pirimetamin(obat anti malaria)
dan sulfadiazine. Kombinasi antara pirimetamin dengan sulfadiazin (antibiotik) ini
menunjukkan aktivitas sinergis dalam mengeradikasi toxoplasma gondii karena dapat
menyebabkan inhibisi secara terus menerus terhadap jalur sintesis asam folat. Leucovorin
haruslah ditambah untukmencegah komplikasi pendarahan karena efek samping untuk
regimen kombinasi ini adalah penurunan jumlah trombosit atau trombositopenia. Pengobatan
untuk ibu hamil yang terinfeksi toksoplasma gondii sama dengan individu-individu lain,
tetapi para ibu haruslah diberi informasi bahwa sulfadiazine bisa menyebabkan bayinya
hiperbilirubinemia dan kernikterus.[1] Terdapat regimen alternatif untuk pasien yang
intoleransi terhadap sulfadiazin atau pirimetamin. Kombinasi yang sering dipakai dalam
menangani kasus toksoplasma serebral selain pirimetamin dan sulfadiazin ialah trimetoprim
dengan sulfamethoxazole, klindamisin dengan pirimetamin, dan claritromisin dengan
pirimetamin. Klindamisin dengan pirimetamin diberikan pada pasien yang tidak bisa toleransi
terhadap sulfonamid.[1][2]
Atovaquone adalah bagian dari naftoquinon yang unik dengan aktivitas antiprotozoa
yang spektrumnya luas . Atovaquone telah dibuktikan efektif terhadap takizoit toksoplasma
in vitro dan akan membunuh bradizoit dalam kista jika dalam konsentrasi yang tinggi.
Atovaqoune sering digunakan dalam kombinasi obat-obat lain. Menurut penelitian
atovaqoune menjadi lebih efektif apabila dikombinasikan dengan obat lain seperti
pirimetamin, sulfodiazin, klindamisisn atau claritromisin.[2]
Regimen profilaksis
Indikasi Terapi pilihan Regimen alternatif
Profilaksis primer 1 kekuatan-ganda dua TMP- 1 kekuatan tunggal
SMX (160 mg TMP/ 800 mg TMP/SMX tablet setiap
SMX) tablet setiap hari hari.
Dapsone 50 mg tiap hari
+ pirimethamin 50 mg
tiap minggu dan
leucovorin 25 mg tiap
minggu.
Atovaquone 1500 mg tiap
hari.
Terapi akut harus lebih dari tiga minggu dan bisa 6 minggu jika bisa ditoleransi.
Lebih panjang terapi akut diperlukan pada pasien dengan gejala klinis yang berat dan ada
bukti terinfeksi pada foto radiologi. Hampir 65% hingga 90% pasien memberi respon
terhadap terapi dengan pirimetamin, leucovorin dan sulfadiazine. Perbaikan klinis secara
cepat dapat dilihat setelah memulai terapi yang tepat pada toksoplasmosis serebral akut.
Setelah beberapa hari, 3.5% pasien menunjukkan perbaikan neurologis dan 9.1%
menunjukkan perbaikan neurologis setelah hari ke empat belas. Perbaikan pada foto radiologi
bisa dilihat pada minggu ketiga terapi. Pada pasien yang tidak ada respon terhadap terapi
dalam jangka waktu 10 hingga 14 hari, biopsi harus dilakukan untuk menyingkirkan penyakit
limfoma. Terapi kortikosteroid bisa diberikan pada pasien dengan kondisi klinis yang
memburuk dalam waktu 48jam atau pasien yang pada foto radiologinya terdapat perubahan
garis tengah (midline shift) dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Dexametasone
(4mg setiap 6jam) paling sering diberikan dan diturunkan dosisnya setelah beberapa hari.
Penggunaan steroid pada pasien HIV-AIDS harus hati-hati karena obat ini bisa melindungi
infeksi-infeksi oportunistik yang lain. Antikonvulsan dapat diberikan pada pasien yang
kejang tapi tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin.[1]
Penyebab abnormalitas sistem saraf pusat pada pasien HIV yang sudah berat (CD4 T
sel <50 sel/µL) termasuklah toksoplasmosis serebral (19% dari semua pasien dengan gejala
lesi di otak), limfoma sistem saraf pusat primer (4%-7%), leukoensefalopati multifokal
progresif, HIV ensefalopati dan ensefalitis sitomegalovirus. Infeksi-infeksi dari etiologi lain
ialah tuberkulosis, stafilokokkus, streptokokkus, salmonella, kriptokokkus, histoplasmosis
dan meningovaskuler syphilis.[1]
IX. PENCEGAHAN
Non farmakologi
Farmakologi
X. PROGNOSIS
Jika tidak didiagnosis dan diterapi dengan tepat, toksoplasmosis serebral bisa
menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Terapi profilaksis adalah kunci mencegah
terjadinya onset penyakit. Dengan adanya terapi HAART (Highly Active Anti Retroviral
Terapi), maka insiden kekambuhan infeksi toksoplasmosis serebral dapat dikurangi.[1]
DAFTAR PUSTAKA