Vous êtes sur la page 1sur 20

1

BAB I
PENDAHULUAN

Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh


penambahan ukuran jaringan kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid ini ada
yang menyebabkan perubahan fungsi pada tubuh dan ada juga yang tidak
mempengaruhi fungsi. Struma merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai
sehari-hari, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, struma dengan
atau tanpa kelainan fungsi metabolisme dapat didiagnosis secara tepat. Survey
epidemiologi untuk struma endemik sering ditemukan di daerah pegunungan
seperti pegunungan alpen, himalaya, bukit barisan dan daerah pegununganlainnya.
Untuk struma toksika prevalensinya 10 kali lebih sering pada wanita
dibanding pria. Pada wanita ditemukan 20-27 kasus dari 1.000 wanita, sedangkan
pria 1-5 dari 1.000 pria
2

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI TIROID

Untuk mengetahui penyakit dan kelainan tiroid, perlu diingat kembali


tentang anatomi kelenjar tiroid. Anatomi dan fisiologi normal harus diketahui dan
diingat kembali sebelum terjadi perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat
berlanjut menjadi suatu penyakit ataukelainan.

2.1 Anatomi kelenjar tiroid

Kelenjar tiroid terdiri dari tiga lobus, yaitu lobus dextra, lobus sinistra dan
isthmusyang terletak di bagian tengah. Kadang- kadang dapat ditemukan bagian
keempat yaitulobus piramidalis yang letaknya di atas isthmus agak ke kiri dari
garis tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan embrional yang masih tertinggal.
kelenjar tiroid mempunyai berat sekitar 25 – 30 gram dan terletak antara
tiroideadan cincin trakea keenam. Seluruh jaringan tiroid dibungkus oleh suatu
lapisan yang disebut true capsule.

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari:


1. A. Tiroidea superior yang merupakan cabang dari a. Carotis externa
2. A. Tiroidea inferior yang merupakan cabang dari a. Subclavia
3

3. A. Tiroidea ima yang merupakan cabang dari arcus aorta

Saraf yang melewati tiroid adalah nervus rekurens. Saraf ini terletak di
dorsal tiroid sebelum masuk ke laring.
4

2.2 Fisiologi tiroid

Kelenjar tiroid merupakan suatu kelenjar endokrin yang mensekresikan


hormon tiroksin atau T4, triiodotironin atau T3 dan kalsitonin. Di dalam darah
sebagian besar T3 dan T4 terikat oleh protein plasma yaitu albumin, thyroxin
binding pre albumin (TBPA) dan thyroxinbinding globulin (TGB). Sebagian kecil
T3 dan T4 bebas beredar dalam darah dan berperandalam mengatur sekresi TSH.
Hormon tiroid dikendalikan oleh Thyroid-stimulating hormone (TSH) yang
dihasilkan lobus anterior glandula hypofise dan pelepasannya dipengaruhi oleh
thyrotropine-releasing hormone (TRH). Kelenjar thyroid juga mengeluarkan
calcitonin dari parafolicular cell yang dapat menurunkan kalsium serum
berpengaruh pada tulang.

Fungsi hormon tiroid antara lain :


1. Meningkatkan kecepatan metabolisme
2. Efek kardiogenik
3. Simpatogenik
4. Pertumbuhan dan sistem saraf
5

BAB III
PEMBAHASAN

Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan berdasarkan


efek fisiologisnya, klinis, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat dibagi
menjadi :
1. Struma toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada
tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
a. Diffusa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid meliputi seluruh
lobus,seperti yang ditemukan pada grave’s disease.
b. Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salahsatu
lobus, seperti yang ditemukan pada plummer’s disease.
2. Struma nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis
padatubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
a. Diffusa, seperti yang ditemukan pada endemik goiter
b. Nodosa, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid

pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh :


1. Hiperplasia dan hipertrofi
Setiap organ apabila dipicu untuk bekerja akan mengalami
kompensasi dengan cara memperbesar dan memperbanyak jumlah selnya.
Demikian juga dengan kelenjar tiroid pada saat pertumnuhan akan dipacu
untuk bekerja memproduksi hormon tiroksin sehingga lama kelamaan
akanmembesar, misalnya saat pubertas dan kehamilan.
2. Inflamasi atau infeksi
Proses peradangan pada kelenjar tiroid seperti pada tiroiditis akut, tiroiditis
subakut (de quervain) dan tiroiditis kronis (hashimoto)
3. Neoplasma jinak dan ganas

Struma menimbulkan gejala klinis dikarenakan oleh perubahan kadar


hormon tiroiddi dalam darah. Kelenjar tiroid dapat menghasilkan hormon
tiroid dalam kadar berlebihatau biasa disebut hipertiroid maupun dalam kadar
kurang dari normal atau biasa disebuthipotiroid. Gejala yang timbul pada
hipertiroid adalah :
6

 Peningkatan nafsu makan dan penurunan berat badan


 Tidak tahan panas dan hiperhidrosis
 Palpitasi, sistolik yang tinggi dan diastolik yang rendah
sehinggamenghasilkan tekanan nadi yang tinggi (pulsus celler) dan
dalam jangka panjang dapat menjadi fibrilasi atrium
 Tremor
 Diare
 Infertilitas, amenorrhae pada wanita dan atrofi testis pada pria
 Exophtalmus

Gejala yang timbul pada hipotiroid adalah kebalikan dari hipertiroid :


 Nafsu makan menurun dan berat badan bertambah
 Tidak tahan dingin dan kulit kering bersisik
 Bradikardi, tekanan sistolik yang rendah dan tekanan nadi yang lemah
 Gerak tubuh menjadi lamban dan edema pada wajah, kelopak mata dan
tungkai

3.1 Struma Difusa Toksik


3.1.1 Definisi
Struma difusa toksik dapat kita temukan pada grave’s disease. Penyakit ini
juga biasadisebut basedow. Trias basedow meliputi pembesaran kelenjar tiroid
difus, hipertiroidi daneksoftalmus.
Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda dengan gejala
seperti berkeringat berlebihan, tremor tangan, menurunnya toleransi terhafap
panas, penurunan berat badan, ketidakstabilan emosi, gangguan menstruasi berupa
Amenorrhea, dan polidefekasi (sering buang air besar). Klinis sering ditemukan
adanya pembesaran kelenjar tiroid, kadang terdapat juga manifestasi pada mata
berupa Exophthalmus dan miopatia ekstrabulbi. Walaupun etiologi penyakit
graves tidak diketahui pasti, tampaknya terdapat peran dari suatu antibodi yang
dapat ditangkap reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap peningkatan
hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan peningkatan absorbsi yodium
radiokatif oleh kelenjar tiroid.
7

Gambar : penderita penyakit graves

3.1.2 Patofisiologi
Grave’s disease merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kelainan
systemimun dalam tubuh, di mana terdapat suatu zat yang disebut sebagai Thyroid
receptor antibodies. Zat ini menempati reseptor TSH di sel-sel tiroid dan
menstimulasinya secara berlebiham, sehingga TSH tidak dapat menempati
reseptornya dan kadar hormone tiroiddalam tubuh menjadi meningkat.

3.1.3 Gejala klinis


Gejala dan tanda yang timbul merupakan manifestasi dari peningkatan
metabolismedi semua sistem tubuh dan organ yang mungkin secara klinis terlihat
jelas. Peningkatanmetabolisme menyebabkan peningkatan kebutuhan kalori, dan
seringkali asupan (intake) kalori tidak mencukupi kebutuhan sehingga terjadi
penurunan berat badan secara drastis.
Peningkatan metabolisme pada sistem kardiovaskuler terlihat dalam
bentuk peningkatan sirkulasi darah, antara lain dengan peningkatan curah
jantung/Cardiac output Sampai dua-tiga kali normal, dan juga dalam keadaan
istirahat. Irama nadi meningkat dan tkanan denyut bertambah sehingga
menjadi pulsus celer.
Penderita akan mengalamitakikardia dan palpitasi. Beban pada miokard, dan
rangsangan saraf autonom dapatmengakibatkan kekacauan irama jantung berupa
8

ektrasistol, fibrilasi atrium, dan fibrilasiventrikel. pada saluran cerna sekresi


maupun peristaltik meningkat sehingga sering timbul polidefekasi dan diare.
Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, penderita
sulittidur, sering terbangun di waktu malam. Penderita mengalami ketidakstabilan
emosi,kegelisahan, kekacauan pikiran, dan ketakutan yang tidak beralasan yang
sangatmenggangu. pada saluran napas, hipermetabolisme menimbulkan dispnea
dan takipnea yangtidak terlalu mengganggu. Kelemahan otot terutama otot-otot
bagian proksimal, biasanyacukup mengganggu dan sering muncul secara tiba-tiba.
Hal ini disebabkan oleh gangguanelektrolit yang dipicu oleh adanya hipertiroidi
tersebut.
Gangguan menstruasi dapat berupa amenorea sekunder atau metrorhagia.
Kelainanmata disebabkan oleh reaksi autoimun berupa ikatan antibodi terhadap
reseptor pada jaringan ikat dan otot ekstrabulbi dalam rongga mata. Jaringan ikat
dan jaringan lemaknyamenjadi hiperplastik sehingga bola mata terdorong ke luar
dan otot mata terjepit.akibatnya terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan
kerusakan bola mata akibatkeratitis. Gangguan gerak otot akan menyebabkan
strabismus

Gambar : skema patogenesis penyakit graves

3.1.4 Tatalaksana
Terapi penyakit graves ditujukan pada pengendalian keadaan
tirotoksisitas/hipertiroidi dengan pemberian antitiroid, seperti propil-
tiourasil ( ptu ) atau karbimazol.terapi definitif dapat dipilih antara
9

pengobatan anti-tiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium radiokatif,


atau tiroidektomi. Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroid
dilakukan terutama jika pengobatan dengan medikamentosa gagal dengan
kelenjar tiroid besar. Pembedahan yang baik biasanya memberikan
kesembuhan yang permanen meskipunkadang dijumpai terjadinya
hipotiroidi dan komplikasi yang minimal.

3.2 Struma Nodosa Toksik


3.2.1 Definisi
struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu
lobus yangdisertai dengan tanda-tanda hipertiroid. Pembesaran noduler terjadi
pada usia dewasa muda sebagai suatu struma yang nontoksik. Bila tidak diobati,
dalam 15-20 tahun dapat menjadi toksik.pertama kali dibedakan dari penyakit
grave’s oleh plummer, maka disebut juga plummer’sdisease.

3.2.2 Patofisiologi
Penyakit ini diawali dengan timbulnya pembesaran noduler pada kelenjar
tiroid yangtidak menimbulkan gejala-gejala toksisitas, namun jika tidak segera
diobati, dalam 15-20 tahundapat menimbulkan hipertiroid. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan dari nontoksik menjadi toksik antara lain adalah nodul
tersebut berubah menjadi otonom sendiri (berhubungandengan penyakit
autoimun), pemberian hormon tiroid dari luar, pemberian yodium
radioaktif sebagai pengobatan.

3.2.3 Gejala klinis


Saat anamnesis, sulit untuk membedakan antara grave’s disease dengan
plummer’sdisease karena sama-sama menunjukan gejala-gejala hipertiroid. Yang
membedakan adalah saat pemeriksaan fisik di mana pada saat palpasi kita dapat
merasakan pembesaran yang hanya terjadi pada salah satu lobus.

3.2.4 Tatalaksana
Terapi yang diberikan pada plummer’s disease juga sama dengan grave’s
yaitu ditujukan pada pengendalian keadaan tirotoksisitas/ hipertiroidi dengan
pemberian anti tiroid, seperti propil-tiourasil (PTU) atau karbimazol. Terapi
10

definitif dapat dipilihantara pengobatan anti-tiroid jangka panjang, ablasio dengan


yodium radiokatif, atautiroidektomi. Pembedahan terhadap tiroid dengan
hipertiroidi dilakukan terutama jika pengobatan dengan medikamentosa gagal
dengan kelenjar tiroid besar. Pembedahan yang baik biasanya memberikan
kesembuhan yang permanen meskipun kadang dijumpaiterjadinya hipotiroidi dan
komplikasi yang minimal.

3.3 Struma Difusa Nontoksik


3.3.1 Definisi
Struma endemik struma endemik adalah penyakit yang ditandai
dengan pembesaran kelenjar tiroid yang terjadi pada suatu populasi, dan
diperkirakan berhubungandengan defisiensi diet dalam harian. Epidemologi
endemik goiter diperkirakan terdapatkurang lebih 5% pada populasi anak sekolah
dasar/preadolescent (6-12 tahun), sepertiterbukti dari beberapa penelitian. Goiter
endemik terjadi karena defisiensi yodium dalamdiet. Kejadian goiter endemik
sering terjadi di derah pegnungan, seperti di himalaya,alpens, daerah dengan
ketersediaan yodium alam dan cakupan pemberian yodiumtambahan belum
terlaksana dengan baik

3.3.2 Patofisiologi
Umumnya, mekanisme terjadinya goiter disebabkan oleh adanya defisiensi
intake Iodin oleh tubuh. Selain itu, goiter juga dapat disebabkan oleh
kelainansintesis hormon tiroid kongenital ataupun goitrogen (agen penyebab
goiter seperti intake Kalsium berlebihan maupun sayuran famili brassica).
Kurangnya iodin menyebabkan kurangnya hormon tiroid yang dapat disintesis.
Hal ini akan memicu peningkatan pelepasan TSH (Thyroid-Stimulating Hormone)
ke dalam darah sebagai efek kompensatoriknya. Efek tersebut menyebabkan
terjadinya hipertrofi dan hiperplasi dari selfolikuler tiroid, sehingga terjadi
pembesaran tiroid secara makroskopik. Pembesaran inidapat menormalkan kerja
tubuh, oleh karena pada efek kompensatorik tersebut kebutuhanhormon tiroid
terpenuhi. Akan tetapi, pada beberapa kasus, seperti defisiensi iodinendemik,
pembesaran ini tidak akan dapat mengompensasi penyakit yang ada. Kondisiitulah
11

yang dikenal dengan goiter hipotiroid. Derajat pembesaran tiroid mengikuti level
dandurasi defisiensi hormon tiroid yang terjadi pada seseorang.
Goiter difus adalah bentuk goiter yang membentuk satu buah pembesaran
yangtampak tanpa membentuk nodul. Benttuk ini biasa ditemukan dengan sifat
non-toksik (fungsi tiroid normal), oleh karena itu bentuk ini disebut juga goiter
simpel. Dapat jugadisebut sebagai goiter koloid karena sel folikel yang membesar
tesebut umumnya dipenuhioleh koloid. Kelainan ini muncul pada goiter endemik
dan sporadik.
Goiter endemik muncul di tempat yang tanah, air, maupun suplai makanan
yang mengandung sedikit iodin, sehingga terjadi defisiensi iodin secara meluas di
daerahteresebut. Contoh daerahnya adalah daerah pegunungan alps, andes atau
himalaya.
Sementara itu, goiter sporadik muncul lebih jarang dan dapat disebabkan
oleh berbagai hal, yaitu konsumsi bahan yang menghambat sintesis hormon tiroid
ataugangguan enzim untuk sintesis hormon tiroid yang turun secara herediter.pada
goiter simpel, terdapat dua fase evolusinya, yaitu hiperplastik dan involusi
koloid.pada fase hiperplastik, kelenjar tiroid membesar secara difus dan simetris,
walaupun pembesarannya tidak terlalu besar (hingga 100-150 gram). Folikel-
folikelnya dilapisi olehsel kolumner yang banyak dan berdesakan. Akumulasi sel
ini tidak sama di keseluruhankelenjar. Apabila setelah itu konsumsi iodin
ditingkatkan atau kebutuhan tubuh akanhormon tiroid menurun, terjadi involusi
sel epitel folikel sehingga terbentuk folikel yang besar dan dipenuhi oleh koloid.
Biasanya secara makroskopik tiroid akan terlihat coklatdan translusen, sementara
secara histologis akan terlihat bahwa folikel dipenuhi oleh koloidserta sel
epitelnya gepeng dan kuboid.
3.3.3 gejala klinis
Sebagian besar manifestasi klinik berhubungan dengan pembesaran kelenjar
tiroid.sebagian besar pasien tetap menunjukkan keadaan eutiroid, namun sebagian
lagi mengalamikeadaaan hipotiroid. Hipotiroidisme lebih sering terjadi pada anak-
anak dengan defek biosintetik sebagai penyebabnya, termasuk defek pada transfer
yodium.3.3.4 tatalaksanatujuan dari pengobatan struma endemik adalah untuk
mengecilkan struma dan mengatasihipotiroidisme yang mungkin ada, yaitu
12

dengan pemberian sol lugoli selama 4-6 bulan. Bilaada perbaikan, pengobatan
dilanjutkan sampai tahun dan kemudian tapering off dalam 4 minggu.bila 6 bulan
sesudah pengobatan struma tidak juga mengecil maka pengobatan
medikamentosatidak berhasil dan harus dilakukan tindakan operatif.

3.4 Struma Nodosa Nontoksik


3.4.1 Definisi
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara
klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.
Istilah struma nodosamenunjukkan adanya suatu proses, baik fisiologis maupun
patologis yang menyebabkan pembesaran asimetris dari kelenjar tiroid. Karena
tidak disertai tanda-tanda toksisitas pada tubuh,maka pembesaran asimetris ini
disebut sebagai struma nodosa nontoksik. Kelainan ini sangatsering dijumpai
sehari-hari, dan harus diwaspadai tanda-tanda keganasan yang mungkin ada.

3.4.2 Patofisiologi
SNTT dapat juga disebut sebagai goiter sporadis. Jika goiter endemis terjadi
10% populasi di daerah dengan defisiensi yodium, maka goiter sporadis terjadi
pada seseorang yangtidak tinggal di daerah endemik beryodium rendah.
Penyebabnya sampai sekarang belumdiketahui dengan jelas, bisa terdapat
gangguan enzim yang penting dalam sintesis hormon tiroidatau konsumsi obat-
obatan yang mengandung litium, propiltiourasil, fenilbutazone, atau
aminoglutatimid.

3.4.3 Gejala klinis


Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena
tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Yang penting pada diagnosis snnt adalah
tidak adanyagejala toksik yang disebabkan oleh perubahan kadar hormon tiroid,
dan pada palpasidirasakan adanya pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu
lobus. Biasanya tiroid mulaimembesar pada usia muda dan berkembang menjadi
multinodular pada saat dewasa.karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma
dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher.
Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan
strumanya tanpa keluhan.walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu
13

pernafasan karena menonjol kedepan, sebagian lain dapat menyebabkan


penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat
menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arahkontra lateral. Pendorongan
demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan.penyempitan yang
berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea
dengan stridor inspiratoar.keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu
menelan trakea naik untuk menutuplaring dan epiglotis sehingga terasa berat
karena terfiksasi pada trakea.

3.4.4 tatalaksana
Tindakan operatif masih merupakan pilihan utama pada snnt. Macam-
macamteknik operasinya antara lain :a. Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus,
bila subtotal maka kelenjar disisakanseberat 3 gram b. Isthmolobektomi, yaitu
pengangkatan salah satu lobus diikuti oleh isthmusc. Tiroidektomi total, yaitu
pengangkatan seluruh kelenjar tiroidd. Tiroidektomi subtotal bilateral, yaitu
pengangkatan sebagian lobus kanan dansebagian kiri, sisa jaringan 2-4 gram di
bagian posterior dilakukan untuk mencegahkerusakan pada kelenjar paratiroid
atau n. Rekurens laryngeus

3.5 Karsinoma Tiroid


3.5.1 Definisi
Karsinoma tiroid adalah suatu keganasan (pertumbuhan tidak terkontrol dari
sel) yangterjadi pada kelenjar tiroid. Kanker tiroid adalah sutu keganasan pada
tiroid yang memiliki 4 tipeyaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduller.
Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesarankelenjar, lebih sering
menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul
tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan kanker tiroid sering
kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan membatasikemampuan
menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup banyak
hormontiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.

3.5.2 Klasifikasi karsinoma tiroid


1. Karsinoma papiler
14

karsinoma ini berasal dari sel-sel tiroid dan merupakan jenis paling
umumdari karsinoma tiroid. Lebih sering terdapat pada anak dan dewasa
muda dan lebih banyak pada wanita. Terkena radiasi semasa kanak ikut
menjadi sebab keganasan ini. Pertama kali muncul berupa benjolan
teraba pada kelenjar tiroid atau sebagai pembesaran kelenjar limfe
didaerahleher. Metastasis dapat terjadi melalui limfe ke daerah lain pada
tiroid atau, pada beberapa kasus,ke paru.
2. Karsinoma folikuler
Karsinoma ini berasal dari sel-sel folikel dan merupakan 20-25 %
darikarsinoma tiroid. Karsinoma folikuler terutama menyerang pada usia
di atas 40 tahun.karsinomafolikuler juga menyerang wanita 2 sampai 3
kali lebih sering daripada pria. Pemaparan terhadapsinar x semasa kanak-
kanak meningkatkan resiko jenis keganasan ini. Jenis ini lebih
infasif daripada jenis papiler.
3. Karsinoma anaplastik
Karsinoma ini sangat ganas dan merupakan 10% dari kanker
tiroid.sedikit lebih sering pada wanita daripada pria. Metastasis terjadi
secara cepat, mula-mula disekitarnya dan kemudian keseluruh bagian
tubuh. Pada mulanya orang yang hanyamengeluh tentang adanya tumor
didaerah tiroid. Dengan menyusupnya kanker ini disekitar,timbul suara
serak, stridor, dan sukar menelan. Harapan hidup setelah ditegakkan
diagnosis, biasanya hanya beberapa bulan.
4. Karsinoma parafolikular
Karsinoma parafolikular atau meduller adalah unik diantara
kanker tiroid. Karsinoma ini umumnya lebih banyak pada wanita
daripada pria dan paling sering di atas50 tahun. Karsinoma ini dengan
cepat bermetastasis, sering ketempat jauh seperti paru, tulang,dan hati.
Ciri khasnya adalah kemampuannya mensekresi kalsitonin karena
asalnya. Karsinomaini sering dikatakan herediter.

3.5.3 perbedaan nodul tiroid jinak dan ganas


Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan
nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik :
15

1. konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan
sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi
kistik dan kemudianmenjadi lunak.
2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun
nodul yangmengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada hiperplasia
adenomatosa yang sudah berlangsung lama
3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupaka tanda keganasan,
walaupun nodul ganastidak selalu melakukan infiltrasi. Jika ditemukan
ptosis, miosis, dan enoftalmusmerupakan tanda infiltrasi ke jaringan
sekitar
4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang
ganas.
5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas
terutama yangtidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba
membesar progresif
6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah
bening regionalatau perubahan suara menjadi serak.
7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus
sternokleidomastoideuskarena desakan pembesaran nodul (berry’s sign)

3.6 langkah-langkah penegakkan diagnosis struma


3.6.1 Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa
benjolan di leher yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala hipertiroid
atau hipotiroidnya. Jika pasienmengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus
digali lebih jauh apakah pembesaran terjadisangat progresif atau lamban, disertai
dengan gangguan menelan, gangguan bernafas dan perubahan suara. Setelah itu
baru ditanyakan ada tidaknya gejala-gejala hiper dan hipofungsi darikelenjer
tiroid. Perlu juga ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya
untuk mengetahui apakah ada kecendrungan ke arah struma endemik. Sebaliknya
jika pasien datangdengan keluhan ke arah gejala-gejala hiper maupun hipofungsi
dari tiroid, harus digali lebih jauhke arah hiper atau hipo dan ada tidaknya
benjolan di leher.
16

3.6.2 Pemeriksaan fisik


Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior, yang paling
pertamadilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau tidak.
timbul tanda-tandagangguan pernapasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan
atau tidak.
Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah bejolan tersebut
benar adalahkelenjar tiroid atau kelenjar getah bening. Perbedaannya terasa pada
saat pasien diminta untuk menelan. Jika benar pembesaran tiroid maka benjolan
akan ikut bergerak saat menelan, sementara jika tidak ikut bergerak maka harus
dipikirkan kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher. Pembesaran
yang teraba harus dideskripsikan sebagai berikut:
- Lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus
- Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
- Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
- Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
- Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
- Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus
sternokleidomastoideus
- Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada pembesaran atau tidak

3.5.3 pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit
tiroidterbagi atas :
1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid. Pemeriksaan
untuk mengetahui kadar T3 dan T4 serta TSH paling sering
menggunakanteknik radioimmunoassay (ria) dan elisa dalam serum atau
plasmadarah. Kadar normal T4 total pada orang dewasa adalah 50-120
ng/dl.kadar normal untuk T3 pada orang dewasa adalah 0,65-1,7 ng/dl.
2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.
Antiboditerhadap macam-macam antigen tiroid yang ditemukan pada
serum penderita dengan penyakit tiroid autoimun. Seperti
antiboditiroglobulin dan thyroid stimulating hormone antibodi
3. Pemeriksaan radiologis
17

 Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea


atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara
klinis punsudah bisa diduga. Foto rontgen leher posisi ap dan
lateral biasanyamenjadi pilihan.
 USG tiroid yang bermanfaat untuk menentukan jumlah
nodul,membedakan antara lesi kistik maupun padat, mendeteksi
adanya jaringan kanker yang tidak menangkap iodium dan bisa
dilihat denganscanning tiroid.
 Scanning tiroid dasarnya adalah presentasi uptake dari i 131
yangdidistribusikan tiroid. Dari uptake dapat ditentukan teraan
ukuran, bentuk lokasi dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian
tiroid(distribusi dalam kelenjar). Uptake normal 15-40% dalam
24 jam.dari hasil scanning tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu
cold nodule bila uptake nihil atau kurang dari normal
dibandingkan dengan daerahdisekitarnya, ini menunjukkan
fungsi yang rendah dan sering terjadi pada neoplasma. Bentuk
yang kedua adalah warm nodule bilauptakenya sama dengan
sekitarnya, menunjukkan fungsi yang nodulsama dengan bagian
tiroid lain. Terakhir adalah hot nodule bila uptakelebih dari
normal, berarti aktifitasnya berlebih dan jarang padaneoplasma.
 FNAB. Pemeriksaan histopatologis akurasinya 80%. Hal
ini perlu diingat agar jangan sampai menentukan terapi
definitif hanya berdasarkan hasil fnab saja.
3.5.4 tindakan pembedahan
indikasi operasi pada struma adalah :

1. Struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa


2. Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
3. Struma dengan gangguan kompresi
4. Kosmetik

Kontraindikasi pada operasi struma :


1. Struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya
18

2. Struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik lain


yang belum terkontrol
3. Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga
sulitdigerakkan yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang
demikian biasanya sering dari tipe anaplastik yang jelek prognosisnya.
Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat sekaligus dilakukanreseksi
trakea ataularingektomi, tetapi perlekatan dengan jaringan lunak leher
yang luassulit dilakukan eksisi yang baik.

Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan


apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul
tersebutsuspek maligna, maka dibedakan apakah kasus tersebut operable
atau inoperable.
Bila kasus yang dihadapi adalah inoperable maka dilakukan
tidakan biopsiinsisi untuk keperluan pemeriksaan histopatologis.
Dilanjutkan dengan tindakandebulking dan radiasi eksterna atau
kemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna yang operable atau
suspek benigna dapat dilakukan tindakanisthmolobektomi atau lobektomi.
Jika setelah hasil pa membuktikan bahwa lesitersebut jinak maka operasi
selesai, tetapi jika ganas maka harus ditentukan terlebihdahulu jenis
karsinoma yang terjadi.

Komplikasi pembedahan tiroid :


a. Perdarahan dari a. Tiroidea superior
b. Dyspneu
c. Paralisis n. Rekurens laryngeus. Akibatnya otot-oto laring terjadi
kelemahan
d. Paralisis n. Laryngeus superior. Akibatnya suara penderita menjadilenih
lemah dan sukar mengontrol suara nada tinggi, karena
terjadi pemendekan pita suara oleh karena relaksasi m.
Krikotiroid.kemungkinan nervus terligasi saat operasi
19

BAB IV
KESIMPULAN

Struma adalah suatu penyakit yang sering kita jumpai sehari-hari. Sangat
penting untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dan cermat
untuk mengetahui adatidaknya tanda-tanda toksisitas yang disebabkan oleh
perubahan kadar hormon tiroid dalamtubuh. Begitu juga dengan tanda-tanda
keganasan yang dapat diketahui secara dini. Selanjutnya adalah menentukan
pemeriksaan penunjang yang tepat untuk menentukandiagnosis pasti dari jenis
struma yang ada. Dengan menegakkan diagnosis pasti maka kita
dapatmnentukkan tatalaksana yang tepat bagi struma yang dialami oleh pasie.
Apakah memerlukantindakan pembedahan, atau cukup diberi pengobatan dalam
jangka waktu tertentu
20

DAFTAR PUSTAKA

1. Widjosono, garitno, sistem endokrin : buku ajar ilmu bedah.


Editor syamsuhidayat r.jong wb, edisi revisi, egc, jakarta, 1997 : 925-
952.
2. Kariadi ks sri hartini, sumual a., struma nodosa non toksik &
hipertiroidisme :buku ajar ilmu pneyakit dalam, edisi keiga, penerbit
fkui, jakarta, 1996 : 757-778.
3. Schteingert david e., penyakit kelenjar tiroid, patofisiologi, edisi
keempat, bukudua, egc, jakarta, 1995 : 1071-1078
4. Liberty kim h, kelenjar tiroid : buku teks ilmu bedah, jilid satu,
penerbitbinarupa aksara, jakarta, 1997 : 15-19

Vous aimerez peut-être aussi